Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia
(aging structured population) karena jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,
18%. Jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia pada tahun 2006 sebesar kurang
dari 19 juta, dengan usia harapan hidup 66, 2 tahun. Pada tahun 2010 mengalami
peningkatan menjadi 23,9 jiwa (9,77%) dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28, 8
juta (11, 34%), dengan usia harapan hidup 71, 1 tahun (Depkes, 2012).

Proses penuaan menimbulkan masalah kesehatan yaitu kurang bergerak


(immobility), infeksi (infection), berdiri dan berjalan tidak stabil (instability), gangguan
intelektual/dementia (intellectual impairment), sulit buang air besar (impaction), depresi
(isolation), menderita penyakit dari obat-obat (iatrogenesis), daya tahan tubuh menurun
(immune deficiency), gangguan tidur (insomnia) dan besar buang air kecil (urinary
incontinence). Salah satu pada masalah prosess menuaan adalah Inkontinensia urin
(Bustan, 2007; Tamher,2009).

Inkontinensia urin didefinisikan sebagai semua jenis gangguan di mana urin hilang
secara tidak terkontrol. Inkontinensia urin adalah masalah dan gangguan umum di antara
pasien geriatri. Diperkirakan bahwa 25-35% dari seluruh orang tua akan mengalami
inkontinensia urina selama kejadian seumur hidup (Onat, 2014). Inkontinensia urin
merupakan sebuah gejala, bukan sebuah penyakit. Kondisi tersebut dapat memberi
dampak bermakna dalam kehidupan klien, menciptakan masalah fisik seperti kerusakan
kulit dan kemungkinan menyebabkan masalah psikososial seperti rasa malu, isolasi dan
menarik diri dari pergaulan sosial (Teunissen, 2005; Kozier, 2010).

Inkontinensia urin adalah masalah umum pada pria maupun wanita lanjut usia
merupakan pengeluaran urin yang tidak terkendali kaadaan ini dapat menyebab masalah
fisik, emosional, sosial, dan hyginis pada penderita (Cameron, 2013). Menurut data dari
WHO 200 juta penduduk di dunia yang mengalami inkontinensia urin. Di Amerika
Serikat, jumlah penderita inkontinensia mencapai 13 juta dengan 85 persen diantara
perempuan dan lelaki. Jumlah ini sebenarnya masih sangat sedikit dari kondisi
sebenarnya, sebab masih banyak kasus yang tidak dilaporkan. Di Indonesia jumlah

1
penderita Inkontinensia urin sangat signifikan. Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 5,
8% dari jumlah penduduk mengalami Inkontinensia urin, tetapi penanganannya masih
sangat kurang. Hal ini di sebabkan karena masyarakat belum tahu tempat yang tepat
untuk berobat disertai kurangnya pemahaman tenaga kesehatan tentang inkontinensia
urin. Menurut studi epidemiologi dilaporkan bahwa Inkontinensia urin dua sampai lima
kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Inkontinensia urin menyebabkan
gangguan dari fungsi kandung kemih, yang menbrikan masalah gangguan tidur, masalah
pada kulit, masalah fisik, isolasi sosial dan 3 masalah psikologis. Sejumlah studi telah
meneliti efek dari Inkontinensia urin pada lansia. Populasi juga menemukan efek negatif
pada pasien fisik, status depresi, emosional, dan sosial kehidupan. Di komunitas wanita
dan pria lanjut usia masalah Inkontinensia urin ini berhubungan dengan depresi, menurun
aktivitas fisik, menjauh dari pergaulan sosial dan kualitas hidup (Onat, et al 2014).

Inkontinensia urin ada hubungan salah satu dengan depresi. Depresi didefinisikan
sebagai terganggu fungsi manusia yang berkaitan dengan perasaan atau mood disertai
komponen psikologi berupakan sedih, tidak ada harapan dan putus asa (Kaplan, 2010).
Brown (2006) menyatakan bahwa kemungkinan pada lanjut usia bertambah berat
Inkontinensia urinnya 20-30% saat berumur 65-74 tahun. Pada lanjut usia, masalah
Inkontinensia urin merupakan masalah yang sering terjadi. Hasil penelitian Teunissen
(2005) menyebutkan prevalensi Inkontinensia urin dalam komunitas orang yang berumur
lebih dari 60 tahun berkisar 25 %, inkontinensia urin ini dapat terjadi pada usia lanjut
wanita maupun pria.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud untuk meberikan


gambaran lebih jelas tentang “Konsep Asuhan Keperawatan Kasus Pada Inkontinensia
Urine”.

2
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengungkapkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan


keperawatan pada pasien yang mengalami Inkontinensia urin secara komprehensif dan
memperoleh pengalaman secara nyata tentang Inkontinensia urin.

2. Tujuan khusus :
1) Mampu memenuhi tugas mata kuliah komunitas 2
2) Mampu mengetahui dan memahami pengertian Inkontinensia urin
3) Mampu mengetahui dan memahami etiologi Inkontinensia urin
4) Mampu mengetahui dan memahami klasifikasi Inkontinensia urin
5) Mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis Inkontinensia urin
6) Mampu mengetahui dan memahami komplikasi Inkontinensia urin
7) Mampu mengetahui dan memahami patofisiologi Inkontinensia urin
8) Mampu mengetahui dan memahami WOC Inkontinensia urin
9) Mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik Inkontinensia urin
10) Mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan Inkontinensia urin
11) Mampu mengetahui dan memahami asuhan kasus inkontinensia urin pada lansia

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

Inkontinensia urin adalah pelepasan urin secara tidak terkontrol dalam jumlah yang
cukup banyak, sehingga dapat dianggap sebagai kondisi yang disebabkan karena usia
(Suyono, 2001)
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).
Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali
pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya,yang
mengakibatkan masalah social dan higienis penderitanya (FKUI, 2006).
Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga menimbulkan
masalah higienis dan sosial. Inkontinensia urin merupakan masalah yang sering dijumpai
pada orang usia lanjut dan menimbulkan masalah fisik dan psikososial, seperti dekubitus,
jatuh, depresi, dan isolasi dari lingkungan sosial. Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau
persisten. Inkontinensia urin yang bersifat akut dapat diobati bila penyakit atau masalah yang
mendasari diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis atrofik, obat–
obatan dan masalah psikologik. Inkontinensia urin yang persisten biasanya dapat pula
dikurangi dengan berbagai modalitas terapi (Martin dan Frey, 2005) .

2. Etiologi

Menurut Martin dan Frey, (2005); Setiati dan Pramantara (2007), penyebab
Inkontinensia urine adalah, sebagai berikut :
a. Usia, semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia
urin, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.
b. Riwayat persalinan sebelumnya, akibat penambahan berat dan tekanan selama
kehamilan sehingga menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan
selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul
rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir
c. Menoupause, menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50
tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih
(uretra)
d. Obesitas atau kegemukan

4
e. Indeks masa tubuh besar
f. Efek obat-obatan, misalnya diuretik dan psikofarmaka mengakibatkan poliuri dan
retensi urine
Menurut Setiati dan Pramantara ( 2007 ) pada usia lanjut dimasyarakat, penyebab
Inkontinensia urin dikaitkan dengan depresi, transient ischaemic attacks dan stroke, gagal
jantung kongestif, konstipasi, inkontinensia feses, obesitas, penyakit paru obstruktif
kronik, dan gangguan mobilitas. Empat penyebab pokok inkontinensia urin yang perlu
dibedakan yaitu : gangguan urologi, neurologis, fungsional / psikologis, dan
iatrogenik/lingkungan.

3. Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan Pada Lansia

Proses berkemih normal dikendalikan oleh mekanisme volunter dan involunter.


Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada di bawah kontrol mekanisme
volunter. Sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra internal berada di
bawah kontrol sistem saraf otonom. Ketika otot detrusor berelaksasi maka akan terjadi
proses pengisian kandung kemih sebaliknya jika otot ini berkontraksi maka proses
berkemih (pengosongan kandung kemih) akan berlangsung. Kontraksi otot detrusor
kandung kemih disebabkan oleh aktivitas saraf parasimpatis, dimana aktivitas ini dapat
terjadi karena dipicu oleh asetilkoline (Setiati dan Pramantara, 2007).
Jika terjadi perubahan-perubahan pada mekanisme normal ini maka akan
menyebabkan proses berkemih terganggu. Pada usia lanjut baik wanita maupun pria
terjadi perubahan anatomis dan fisiologis dari sistem urogenital bagian bawah.
Perubahan tersebut berkaitan dengan menurunnya kadar estrogen pada wanita dan
hormon androgen pada pria (Setiati dan Pramantara, 2007).

5
Perubahan yang terjadi ini dapat berupa peningkatan fibrosis dan kandungan kolagen
pada dinding kandung kemih yang mengakibatkan fungsi kontraktil dari kandung kemih
tidak efektif lagi. Pada otot uretra terjadi perubahan vaskularisasi pada lapisan
submukosa, atrofi mukosa dan penipisan otot uretra. Keadaan ini menyebabkan tekanan
penutupan uretra berkurang. Otot dasar panggul juga mengalami perubahan berupa
melemahnya fungsi dan kekuatan otot. Secara keseluruhan perubahan yang terjadi pada
sistem urogenital bagian bawah akibat proses menua merupakan faktor kontributor
terjadinya Inkontinensia urin (Setiati dan Pramantara, 2007).

4. Patofisiologi
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi
organ kemih, antara lain disebabkan melemahnya otot dasar panggul, kebiasaan
mengejan yang salah atau pun karena penurunan estrogen. Kelemahan otot dasar panggul
dapat terjadi karena kehamilan, setelah melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause,
usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Semakin tua seseorang semakin besar
kemungkinan mengalami Inkontinensia urin, karena terjadi perubahan struktur kandung
kemih dan otot dasar panggul. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air
seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih,
sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin
berkemih (Setiati dan pramantara 2007).
Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya
otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat
membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang
serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya Inkontinensia
urin (Setiati dan pramantara 2007).
Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50
tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih
(uretra), sehingga menyebabkan terjadinya Inkontinensia urin. (Setiati dan pramantara
2007).
Secara embrional uretra dan vagina sama-sama berasal dari sinus urogenital dan
duktus Muller. Selain itu pula, di uretra dan vagina banyak dijumpai reseptor estrogen,
sehingga kedua organ tersebut mudah mengalami gangguan begitu kadar estrogen serum
mulai berkurang. Gangguan–gangguan tersebut dapat berupa berkurangnya aliran darah,

6
turgor dan jaringan kolagen. Kekurangan estrogen juga dapat menyebabkan mitosis sel
dan pemasukan asam amino ke dalam sel berkurang. Pada vulva terjadi atropi sel, epitel
vulva menipis. Dijumpai fluor dan perdarahan subepitelial (kolpitis senilis), vagina
menjadi kering, mudah terjadi iritasi dan infeksi. Pada uretra sel-selnya juga mengalami
atropi. Pada uretra tampak otot yang menonjol keluar seperti prolaps yang kadang-
kadang disalah artikan sebagai “prolaps uretra”. Stenosis uretra sering juga ditemukan.
Stenosis uretra, atropi sel-sel epitel kandung kemih dapat menimbulkan keluhan
“Reizblase” (iritabel vesika) atau sindroma uretra berupa polakisuria, disuria bahkan
dapat timbul gangguan berkemih. Di negara-negara barat pengaruh inkontinensia urine
pada wanita usia pertengahan antara 26-55 tahun. Kadar estrogen yang rendah
menyebabkan mukosa uretra dan trigonum menjadi atropi sehingga rasa berkemih
menjadi lemah. Oleh karena adanya penurunan kadar hormon terutama estrogen, pada
wanita menopause akan menyebabkan perubahan pada seluruh sistem reproduksi
termasuk traktus urogenital. Semua struktur dari traktus tersebut mempunyai reseptor –
reseptor estrogen tetapi aktifitas biologiknya berbeda-beda. Afinitas reseptor terhadap
estrogen berbeda – beda untuk masing – masing organ. Afinitas reseptor estrogen pada
uterus adalah 100% sedangkan afinitas reseptor estrogen dari traktus urogenital adalah
berturut – turut sebagai berikut : 60% pada vagina, 40% pada urethra dan 25% pada
muskulus levator ani dan ligament – ligament dasar panggul. Penurunan kadar estrogen
dapat mengakibatkan gangguan yang dialami wanita usia lanjut berupa gangguan haid,
mati haid, keluhan klimakterik, gangguan sistemik maupun lokal (Setiati dan pramantara
2007).
Menurunnya kadar estrogen akan menyebabkan jaringan urogenital dan dasar
panggul mengalami atrofi. Epitel vulva dan vagina menipis dan mudah terinfeksi. Akibat
menghilangnya jaringan lunak dan elastik vulva serta menipis dan berkurangnya
vaskularisasi menyebabkan lipatan labia mengerut dan tonjolannya menipis.
Mengerutnya introitus vagina dan berkurangnya rugae vagina serta menurunnya jumlah
kelenjar dan aktivitas sekresinya akan mudah terkena lesi dan iritasi karena trauma,
sehingga menimbulkan keluhan vulva dan vagina seperti kering, pruritus, panas,
dispareuni. Atrofi mukosa vagina dan uretra memberi gejala pula seolah – olah ada
keluhan traktus urinarius. Perubahan flora vagina sebagai akibat perubahan hormonal
pada saat menopause diperkirakan memegang peranan penting dalam pathogenesis
terjadinya infeksi traktus urinarius. Pada wanita subur sampai premenopause, estrogen
menyebabkan tumbuhnya koloni laktobasilus dalam vagina yang mengubah glikogen
7
pada sel superfisial vagina menjadi asam laktat,sehingga mengakibatkan pH vagina
rendah dan menghambat invasi bakteri patogen gram negative. Setelah menopause,
keadaan atrofi vulvovaginal menyebabkan pertumbuhan laktobasilus terhambat. Dengan
meningkatnya glikogen dalam sel superfisial dan menjadi encernya sekret vagina, pH
vagina meningkat. Keadaan ini memudahkan terjadinya infeksi. Pengerutan dan
pemendekan uretra menyebabkan lemahnya meatus uretra eksterna sehingga
memudahkan terjadinya uretritis dan disuria. Vagina akan didominasi oleh koloni Entero
bakteri terutama Escherichia coli yang diduga sebagai penyebab infeksi traktus urinarius
pada wanita menopause. (Setiati dan pramantara 2007).
Inkontinensia urin terjadi karena adanya suatu disfungsi mekanisme fisiologi dari
proses miksi yang normal pada saluran kencing bagian bawah. Tahanan tekanan uretra
tidak mampu lebih besar lagi untuk menahan tekanan kandung kemih yang timbul baik
karena faktor intrinsik ataupun ekstrinsik. Faktor intrinsik yang dimaksud adalah otot-
otot bergaris dan otot polos dari dinding uretra, kongesti vaskuler dari pleksus venosus
submukosa uretra, susunan epitel dari lapisan permukaan dalam uretra, elastisitas dan
tonus dari uretra yang dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis melalui reseptor alfa
adrenergik. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah otot – otot dasar panggul (muskulus
levator ani) dan fascia endopelvik yang melekat pada dinding samping pelvis dan uretra
(Setiati dan pramantara 2007).
Adanya devitalisasi atau melemahnya kekuatan vagina dan mukosa, wanita usia
lanjut lebih cenderung mengalami infeksi. Infeksi dimana saja pada saluran kemih dapat
berdampak inkontinen, karena bakteri pada saluran kemih menyebabkan iritasi pada
lapisan mukosa kandung kemih dan menstimulir rethrovesica urinaria. inkontinen terjadi
sebagai dampak dari ketidakmampuan untuk menahan reflek urethro vesica urinaria
dengan sempurna oleh pusat-pusat yang lebih tinggi . Gangguan reflek urethro vesicalis
dapat terjadi karena lesi tulang sum-sum belakang atau rusak saraf perifer dari kandung
kemih. Bentuk kontinen ini dapat terlihat pada orang dengan malforsi sum-sum
belakang, cedera, tumor dan pada mereka dengan komprs sum-sum akibat patah
vertebra, diskus yang hernia, tumor metastase di sum-sum belakang pasca bedah. Bentuk
kesulitan ini dapat berakibat kepada dua jenis respon yang dikenal sebagai neurogenik
vesicalis. Orang yang menderita neurogenic vesikalis tidak mempunyai cara untuk
mengetahui kapan berkemih itu terjadi (Setiati dan pramantara 2007).
Sedangkan perubahan anatomi seperti dinding vagina dan efektivitas ligamentum
uretra berkurang, sebagai hasil dari proses penuaan, maka sfingter uretra akan lebih
8
terbuka yang lebih lanjut dapat terjadi inkontinensia urin dan sering terjadi infeksi pada
traktus urinarius wanita tersebut. Resiko inkontinensia urin meningkat pada wanita
dengan nilai indeks massa tubuh yang lebih besar, riwayat histerektomi, infeksi urin, dan
trauma perineal. Penyebab Inkontinensia urin antara lain terkait dengan gangguan di
saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya
gangguan kemampuan / keinginan ke toilet (Setiati dan pramantara 2007).

5. WOC (terlampir)
6. Klasifikasi
Klasifikasi Inkontinensia Urine menurut (H. Alimul Aziz, 2006)
1) Inkontinensia urin stress
Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal,
seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh
melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering inkontinensia urin
pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi
pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan
transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa,
batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
2) Inkontinensia urin urgensi
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan
berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor
tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan
dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia
dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet
setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia
urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada
lansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas
detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter
tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala
seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk
mengenali kondisi tersebut karena dapat menyerupai ikontinensia urin tipe lain
sehingga penanganannya tidak tepat.
3) Inkontinensia urin overflow

9
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih
yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran
prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang
menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor
obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi
bahwa kandung kemih sudah penuh.
4) Inkontinensia urin fungsional
Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin
akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat,
masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan unutk
pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.
Seringkali inkontinensia urin pada lansia muncul dengan berbagai gejala dan
gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin. Penatalaksanaan yang
tepat memerlukan identifikasi semua komponen.

7. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda Inkontinensia Urine menurut (H.Alimul Aziz, 2006)
1) Inkontinensia fungsional
a. Sensasi ingin berkemih
b. Inkontinensia urine sangat dini
c. Berkemih sebelum mencapai toilet
d. Kontraksi kandung kemih cukup kuat
2) Inkontinensia aliran berkemih
a. Distensi kandung kemih
b. Nokturia
c. Kebocoran sedikit urine involunter
d. Volume residu pasca berkemih tinggi
3) Inkontinensia refleks
a. Tidak ada sensasi berkemih
b. Tidak ada dorongan untuk berkemih
c. Sensasi kandung kemih penuh
d. Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval
4) Inkontinensia stress
a. Urine menetes
10
b. Peningkatan tekanan abdomen
c. Adanya dorongan berkemih
d. Otot pelvik dan struktur penunjang lemah
e. Rembesan urine
5) Inkontinensia dorongan
a. Adanya dorongan berkemih.
b. Pengeluaran urine involunter pada spasme kandung kemih

8. Komplikasi
a. Infeksi saluran kemih
b. Kerusakan kulit berupa lecet
c. Gangguan psikososial, depresi, harga diri rendah

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan inkontinensia urin adalah untuk mengurangi faktor resiko,
mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,
medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan.
Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu
berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang
keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman
yang diminum.
b. Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia
urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan
lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah : Melakukan latihan menahan
kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan
distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan
keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih
pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara
bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam. Membiasakan berkemih pada
waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia. Promted voiding
dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta
dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini
11
dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir). Melakukan latihan
otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-
ulang.
Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah dengan cara :
Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka,
kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan ke belakang
± 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar
dilakukan ± 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan
urethra dapat tertutup dengan baik.
c. Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik
seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada
inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk
meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti
Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi,
dan terapi diberikan secara singkat.
d. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila
terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe
overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi
urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan
prolaps pelvic (pada wanita).
e. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan
inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang
mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter.
f. Pemantauan Asupan Cairan
Pada orang dewasa minimal asupan cairan adalah 1500 ml perhari dengan
rentan yang lebih adekuat antara 2500 dan 3500 ml perhari dengan asumsi tidak ada
kondisi kontraindikasi. Lansia yang kontinen dapat membatasi asupan cairan secara
tidak tepat untuk mencegah kejadian-kejadian yang memalukan. Pengurangan asupan
cairan sebelum waktu tidur dapat mengurangi inkontinensia pada malam hari, tetapi
cairan harus diminum lebih banyak selama siang hari sehingga total asupan cairan
setiap harinya tetap sama.
12
10. Pemeriksaan Penunjang
Tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang
potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi kebutuhan klien dan
menentukan tipe inkontinensia.
1. Mengukur sisa urine setelah berkemih
Dilakukan dengan cara : Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang
keluar melalui kateter diukur atau menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila
sisa urin > 100 cc berarti pengosongan kandung kemih tidak adekuat. Urinalisis,
dilakukan terhadap spesimen urine yang bersih untuk mendeteksi adanya factor yang
berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri, piouri, bakteriuri,
glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi
awal didiagnosis belum jelas.
2. Tes lanjutan tersebut adalah :
a. Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin,
kalsium glukosa sitologi. Tes urodinamik adalah untuk mengetahui anatomi dan
fungsi saluran kemih bagian bawah
b. Tes tekanan urethra adalah mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat dan
saat dinamis
3. Imaging adalah tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah. Pemeriksaan
penunjang Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat
mahal. Sisa-sisa urine pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis.
Pengukuran yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urine.
Merembesnya urin pada saatdilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi
tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan
keinginan untuk berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi
litotomi atau berdiri. Merembesnya urin sering kali dapat dilihat. Informasi yang
dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak
adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.
4. Laboratorium Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuri.
5. Catatan berkemih (voiding record)
Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini
digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia urin
dan tidak inkontinensia urin, dan gejala berkaitan dengan inkontinensia urin.
13
Pencatatan pola berkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat
digunakan untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi
terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya
inkontinensia urin pada dirinya.
6. Urinalisis
Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam urine.
7. Uroflowmeter
Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan obstruksi pintu
bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien berkemih.
8. Cysometry
Digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung kemih dengan
mengukur efisiensi refleks otot destrusor, tekana dan kapasitas intravesikal, dan reaksi
kandung kemih terhadap rangsangan panas.
9. Urografi ekskretori bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien
berkemih :
a. Urografi ekskretorik
Disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi struktur dan
fungsi ginjal, ureter dan kandung kemih.
b. Kateterisasi residu pascakemih
Digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan kandung kemih dan
jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien berkemih.
10. Sistometrogram dan elektromiogram.
Dilakukan untuk mengevaluasi otot detrusor, spingter dan otot perineum.
11. USG kandung kemih, sistoskopi dan IVP
Dilakukan untuk mengkaji struktur dan fungsi saluran kemih.

14
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Kasus
Ny M berusia 60 tahun dahulunya pernah masuk ke Ruah Sakit karena gangguan pada
system perkemihan. Diagnosis medis Ny. M adalah inkontinensia urin. Sekarang Ny. M
sudah berada di rumahnya sendiri. Keluarga mengatakan Ny. M sering kencing tanpa disadari
(ngompol). Klien sendiri mengatakan tidak bisa menahan jika sudah terasa ingin BAK.
Frekuensi berkemih tiap hari 15-18x/hari. Klien juga mengatakan saat dia bersin,
membungkuk, batuk tiba-tiba keluar sedikit air kencing. Keluarga klien mengatakan bahwa
klien sering kencing tanpa disadari dan mengompol di malam hai. Klien memakai popok dan
menggantinya 2x sehari sehingga terasa lembab. Sebelumnya Ny. M ada riwayat hipertensi 2
tahun lalu dan mengonsumsi obat diuretik. Klien mengatakan disekitar area genitalia/perineal
terasa nyeri, panas dan gatal. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data TB&BB Ny M adalah
150cm, 50kg, TD 180/140mmHg, Nadi 80 x/menit, respirasi 18 x/menit dan suhu 36,50C.
Terdapat ruam kemerahan pada sekitar area genitalia, nyeri, dan terdapat distensi kandung
kemih. Kegiatan sehari-hari Ny. M adalah menjadi guru mengaji, akan tetapi semenjak ia
sering mengompol kegiatan menjadi terganggu.

15
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DI KELUARGA

Tanggal : 25 November 2016

A. PENGKAJIAN

Hari, Tanggal : Jum’at, 25 November 2016 Jam : 09 : 00 WIB

I. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. M
b. Umur : 60 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Pendidikan : Perguruan Tinggi
e. Pekerjaan : Pensiunan Guru Agama
f. Agama : Islam
g. Suku : Minang / Indonesia
h. Status Perkawinan : Kawin
i. Alamat : Jl. Jamal Jamil Pondok Kopi Siteba

II. Struktur Keluarga


Genogram :

Ny. M

Ny.P

16
Keterangan :
= meninggal = pasien

= perempuan = tinggal serumah

= laki-laki

Deskripsi Genogram :
Klien anak kedua dari 3 bersaudara. Klien mempunyai riwayat keturunan hipertensi
dari ayahnya yang meninggal karena hipertensi sedangkan ibunya meninggal karena
sudah tua. Klien tidak memiliki riwayat penyakit menular, degeneratif, dan obesitas.
Klien mempunyai 2 orang anak. Anak pertama klien adalah perempuan, dan anak
yang kedua adalah laki-laki. Klien dan suaminya sekarang tinggal bersama anak
perempuannya.

III. Riwayat Keluarga


Keluarga klien memiliki riwayat keturunan hipertensi dan Ny. M juga mempunyai
riwayat hipertensi serta mengkonsumsi obat diuretic . Tetapi tidak memiliki riwayat
penyakit system perkemihan, Klien tidak memiliki riwayat penyakit menular,
degeneratif, dan obesitas.

IV. Riwayat Penyakit


1. Keluhan utama
Ny. M mengatakan, “ Tidak bisa menahan jika sudah terasa ingin BAK. Saat
bersin, membungkuk dan batuk tiba-tiba keluar sedikit air kencing. Disekitar
area genitalia/perineal terasa nyeri, panas dan gatal “
2. Riwayat keluhan utama
Ny. M mengatakan bahwa ia sering kencing tanpa disadari dan Ny. M juga
mengatakan tidak bisa menahan jika sudah terasa ingin BAK. Ny. M
mengatakan bahwa di daerah genitalianya terasa gatal dan nyeri. Ny. M sering
mengompol terutama dimalam hari. Ny. M juga mengatakan saat dia bersin,
membungkuk, batuk tiba-tiba keluar sedikit air kencing.

17
3. Riwayat penyakit dahulu
Ny. M ada riwayat hipertensi 2 tahun yang lalu dan mengkonsumsi obat
diuretik, ayah Ny.M meninggal akibat hipertensi. Klien tidak memiliki riwayat
penyakit menular, degeneratif, dan obesitas.

V. Pengkajian
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan mengerti tentang sehat dan sakit, dan kalau ada anggota
keluarga yang sakit biasanya memeriksakan diri ke puskesmas, Rumah sakit,
atau Dokter praktek.
2. Pola nutrisi: ( makanan dan minuman)
Ny. M mengatakan, “ Saya makan kadang-kadang 2 kali atau 3 kali sehari
tergantung nafsu makan dan masih dapat melakukan semuanya sendiri tanpa
harus dibantu”.
3. Pola eliminasi
a. Buang air kecil (BAK)
Frekuensi berkemih tiap hari 15-18 x/hari. Warna urine kuning dan tidak ada
darah dalam urine.
b. Buang air besar (BAB)
BAB sehari sekali, konsistensinya kadang keras kadang lunak, jumlah
sedikit dan tidak ada darah atau lendir pada feces.

Kegiatan BAK dan BAB Ny. M memerlukan bantuan untuk pergi ke toilet.

4. Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan/minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilitas di tempat tidur 
Berpindah/berjalan 
Ambulansi/ROM 

18
Keterangan :
0 : mandiri, 1 : alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan
alat, 4 : bergantung total.

5. Pola tidur dan istirahat


Biasanya tidur malam mulai jam 20.00 WIB, Ny. M mengatakan, “ Biasanya
saya tidur malam mulai jam 20.00 sampai jam 03.00 atau jam 05.00 saya
bangun kemudian shalat shubuh”. Kalau siang Ny. M sering beristirahat didalam
rumahnya atau diluar rumah. Saat kunjungan Ny. M sedang tiduran didalam
kamar rawatannya. Pada saat bangun tidur tubuh rasanya segar dan Ny. M
merasa cukup puas dengan pola dan kebutuhan tidurnya selama ini.
6. Pola perceptual (fisik dan fungsi) :
Penglihatan : Penglihatan Ny.M sedikit terganggu, karena pada mata Ny.M
terlihat adanya kekeruhan pada lensa.
Pendengaran : Pendengaran Ny.M masih dalam batas normal
Pengecapan : Pengecapan Ny.M masih dalam batas normal
Sensasi : Perubahan sensasi tidak dirasakan oleh Ny.M
7. Pola persepsi diri
a. Gambaran diri
Ny. M menganggap semua bagian tubuhnya baik tidak ada yang tidak
disukai.
b. Ideal diri
Ny. M hanya berdo’a kepada Tuhan YME semoga dirinya dan keluarganya
selalu diberikan kesehatan dan perlindungan. Ny. M sadar akan keadaan dan
posisinya baik dikeluarga maupun dimasyarakat. Bagi Ny. M berkumpul
dengan seluruh anggota keluarga merupakan suatu kebahagiaan. Ny. M juga
berharap agar penyakitnya bisa disembuhkan, karena ia ingin kembali
mengajar mengaji. Semenjak Ny. M mengalami inkontinensia urin, ia sulit
untuk melakukan hubungan social dan melaksanakan pekerjaannya.
c. Harga diri
Ny. M merasa mempunyai kepuasan dan kebanggaan terhadap dirinya
karena masih diperhatikan oleh anak dan cucunya, dan masih produktif serta
bermanfaat dilingkungan setempat sebagai guru mengaji.
d. Identitas diri
19
Ny. M menyatakan sudah puas dengan keadaanya yang sekarang dan merasa
tidak perlu menyesalkan yang sudah terjadi.
e. Peran diri
Ny. M sekarang berperan sebagai ibu dan nenek yang diharapkan oleh
keluarganya dapat menjadi “orang tua” tempat meminta nasehat dan
petunjuk. Ny. M menyadari hal tersebut dan merasa perannya selama ini
telah dianggap oleh keluarganya. Di masyarakat orang juga mengetahui Ny.
M karena Ny. M berperan sebagai Guru Mengaji dilingkungannya. Ny. M
adalah pensiunan guru agama oleh karena itu, sekarang ia menjadi guru
mengaji.
8. Pola peran dan hubungan
Ny. M mengatakan, “ Kalau ada masalah dalam keluarga saya bicarakan dengan
anak tertua saya yaitu Ny.P ”. Ny. M mengikuti kegiatan di masyarakat tetapi
untuk saat ini klien tidak mengikutinya karena sakit.
9. Pola manajement koping stress
Ny. M memiliki pola koping yang adaptif. Jika ada sesuatu atau masalah, Ny. M
selalu membicarakan dengan anak pertamanya. Dan bersama-sama mencari
solusi untuk masalah tersebut.
10. System nilai dan keyakinan
Ny. M beragama islam, dan masih berusaha menjalankan shalat 5 waktu. Klien
mengatakan sering membaca Al-Qur’an dan berdo’a. Klien merasa yakin bahwa
kebahagiaan di akhirat dapat diperoleh dengan bekal yang dipersiapkan di dunia.
Hal ini juga mendukung karena Ny. M adalah pensiunan guru agama.
11. Masalah psikososial
a. Dukungan keluarga dan kelompok
Ny. M mengatakan anak-anaknya selalu memberikan dukungan untuk
kesembuhannya dan kelompok pengajian juga selalu memberikan dukungan
untuk kesembuhan penyakitnya.
b. Hubungan dengan lingkungan
Ny. M mengatakan hubungan dengan tetangga baik maupun dengan
lingkungan yang lain.
c. Keadaan pekerjaan, perumahan, ekonomi

20
Ny. M mengatakan bekerja sebagai guru mengaji, tetapi semenjak ia sering
mengompol kegiatan sering terganggu. Keadaan rumah baik dan keuangan
didapatkan dari anak-anaknya dan dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.
d. Pelayanan kesehatan dan harapan
Ny. M mengatakan sering mengikuti posyandu lansia. Klien dan keluarga
berharap kunjungan petugas seperti ini jangan hanya sekali tapi bisa rutin
sehingga kesehatan keluarga dapat dibantu. Klien dan keluarga juga
mengucapkan terimakasih atas kunjungan ini dan berharap dikunjungi lagi.
e. Mekanisme koping dan adaptasi stress
1) Koping adaptif
Jika ada permasalahan dalam keluarga atau sesuatu yang dipikirkan,
klien selalu membicarakannya dengan anaknya.
2) Koping maladaptive
Selama ini Ny. M belum pernah menggunakan salah satu koping
maladaptif ( menghindar, minum alkohol, bekerja berlebihan, dll ).

VI. Pemeriksaan fisik


a. Status mental
1. Penampilan Ny. M baik dan terlihat rapi dan bersih, dan memakai kerudung
warna putih.
2. Pembicaraan jelas, dan terlihat konsentrasi ketika berbicara.
3. Motorik terganggu karena terpasang infuse pada tangan kanan.
4. Afek sesuai dan emosi stabil.
5. Tingkat kesadaran normal ( Compos Mentis ), orientasi orang, waktu, tempat
dan situasi baik.
6. Memori jangka panjang maupun jangka pendek baik.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 180/140 mmHg
Frekuensi nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 18 kali/menit
Suhu : 36,5 0C
c. Status gizi
Status gizi pasien cukup, tetapi semenjak sakit Ny. M mengalami penurunan
nafsu makan minum.
21
1. TB : 150 cm
2. BB : 50 Kg

d. Pemeriksaan head to toe


1) Kepala
a) Rambut
Rambut sebagian besar sudah beruban, tidak berkutu, dan banyak yang
rontok.
b) Mata
Mata sedikit mengalami penurunan penglihatan, pada lensa terlihat
adanya kekeruhan lensa.
c) Hidung
Hidung bersih, fungsi pembauan tidak ada masalah.
d) Mulut
Mulut, terlihat mukosa bibir kering karena Ny.M hanya minum 200 ml per
hari, dan itu berisiko akan menagalami kekurangan volume cairan.
e) Telinga
Telinga bersih, fungsi pendengaran masih baik.
f) Leher
Leher tidak tampak pembesaran kelenjer tiroid, ROM klien baik/penuh.

2) Dada
- Paru-paru
Inspeksi : dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan
Palpasi : tidak ada pembesaran abnormal, fremitus taktil normal
Perkusi : bunyi normal, resonan/vesikuler, suara paru ka/ki
sama dan seimbang
Auskultasi : tidak ada ronkhi, wheezing, krekels basah.
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis pada ICS-5 pada linea mid klavikularis
sinistra
Palpasi : teraba ictus kordis dengan telapak jari II-III-IV dan
lebar iktus kordis 1 cm
22
Perkusi :
- batas atas jantung : ICS 3
- batas kanan : linea midsternalis dextra
- batas kiri : mid aksilaris sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II terkesan murni, tunggal, irama
jantung teratur.
3) Perut
Inspeksi : tidak ada jaringan parut
Palpasi : terdapat distensi pada kandung kemih
Perkusi : kembung didaerah kandung kemih
Auskultasi : bising usus normal pada auskultasi abdomen

4) Ekstremitas
- ROM klien baik/penuh.
- Ekstremitas atas : Terpasang infuse Rl 2000cc/24 jam pada tangan
kanan, tonus otot baik,kekuatan otot tangan kiri kanan sama yaitu pada
skala 5
- Ekstremitas bawah : Kekuatan otot kaki kiri dan kanan sama yaitu pada
skala 5
- Tidak ada nyeri persendian
- Osteoporosis (-), tidak ada kelainan tulang
e. Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
f. Status kognitif / afektif / social
1. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Nilai fungsi intelektual Ny. M adalah utuh atau fungsi intelektual utuh.
Dengan jumlah kesalahan saat dilakukan penilaian adalah 0. Hal ini bisa
dimaklumi karena jika <1 kesalahan bila subyek mempunyai pendidikan
diatas sekolah menengah atas.
2. Mini-Mental State Exam (MMSE)
Nilai total pada saat menguji aspek-aspek kognitif dari fungsi mental Ny. M
adalah 29. Jadi dapat disimpulkan bahwa Ny. M tidak memiliki masalah

23
pada aspek kognitif maupun mental atau tidak adanya kerusakan kognitif
yang memerlukan penyelidikan lanjut.
3. Inventaris Depresi Beck
Nilai untuk mengetahui tingkat depresi Ny. M dari Beck adalah 3 dan itu
termasuk kedalam pengelompokan depresi tidak ada atau minimal. Dimana
depresi tidak ada atau minimal tersebut memiliki rentang nilai 0-4.
4. APGAR keluarga
Pada penilaian APGAR, total penilaian Ny. M adalah 10. Setiap aspek
pertanyaan, Ny. M selalu merasa puas. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada
saat dilakukan skrining singkat yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi
social lansia Ny. M adalah baik.

ANALISA DATA

No. Symtomp Etiologi Problem


1. DS : Gangguan sensori Gangguan eliminasi
 Klien mengatakan tidak dapat motorik urin
menahan jika sudah terasa ingin
BAK
 Klien juga mengatakan saat dia
bersin, membungkuk, batuk tiba-
tiba keluar sedikit air kencing
 Keluarga mengatakan Ny. M sering
kencing tanpa disadari (ngompol).
 Sering ngompol terutama malam
hari.
Do :
 Sebelumnya Ny. M ada riwayat
hipertensi 2 tahun lalu dan
mengonsumsi obat diuretik.
 Frekuensi berkemih tiap hari sekitar
15-18x
 Terdapat distensi kandung kemih

24
2. Ds : Inkontinensia Resiko infeksi
 Ny. M mengatakan disekitar area
genitalia terasa nyeri, panas dan
gatal
Do :
 Terdapat iritasi dan ruam
kemerahan pada sekitar area
genitalia dan pangkal paha.
 Klien menggunakan popok namun
sehari hanya menggantinya 2x
sehingga terasa lembab

DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Gangguan eliminasi pada Ny. M
2. Resiko infeksi pada Ny. M

25
INTERVENSI

DX NOC NIC
DATA keperawatan Diagnosa Hasil Intervensi
Kode Kode Kode
DS : Gangguan FUNGSI Domain 2 : Keluarga mampu mengenal Domain 1: Mengenal masalah
 Klien Eliminasi URINARIUS eliminasi masalah kesehatan fisiologi Fisiologi inkontinensia urine dengan
mengatakan Urin Kelas 1 urin  Eliminasi urin Dasar manajemen eliminasi.
tidak dapat  Gangguan Indicator : (6040):  Bantuan berkemih
menahan jika 00016 eliminasi 0503 - Pola eliminasi (1/3) Manajemen Aktivitas :
sudah terasa urin - Bau urin (3/5) Eliminasi - Jelaskan penyebab
ingin BAK - Jumlah urin (1/3) terjadinya inkontinensia
 Klien juga - Warna urin (3/5) urin
mengatakan saat - Kejernihan urin (3/5) - Tawarkan bantuan
dia bersin, - Intake cairan (3/5) - Berikan privasi untuk
membungkuk, - Mengosongkan kandung adanya (aktivitas)
batuk tiba-tiba kemih sepenuhnya (1/3) eliminasi
keluar sedikit air - Mengenali keinginan - Berikan umpan balik
kencing untuk untuk berkemih dengan memberikan
 Keluarga (1/3) pujian perilaku BAK
mengatakan Ny. - Partikel-partikel urin - Tahan diri untuk
M sering terlihat (1/3) memberikan komentar
kencing tanpa - Darah terlihat dalam urin terkait dengan

26
disadari (4/5) inkontinensia atau
(ngompol). - Nyeri saat kencing (1/3) penolakan pasien untuk
 Sering ngompol - Rasa terbakar saat pergi ke toilet
terutama malam berkemih (1/3) - Informasikan pada
hari. - Ragu untuk berkemih pasien mengenai waktu
Do : (1/3) sesi eliminasi
 Sebelumnya Ny. - Frekuensi berkemih (1/3) selanjutnya
M ada riwayat - Keinginan mendesak - Ajarkan pasien untuk
hipertensi 2 untuk berkemih (1/3) secara sengaja menahan
tahun lalu dan - Retensi urin (3/5) urin diantara sesi
mengonsumsi - Nokturia (3/5) eliminasi, jika secara
obat diuretik. - Inkontinensia urin (1/3) (kondisi) kognitif
 Frekuensi - Stress inkontinensia 3/5) (pasien) tidak terganggu
berkemih tiap - Inkontinensia berkemih - Ajarkan pasien untuk
hari sekitar 15- (1/3) meminta sendiri ke toilet
18x - Inkontinensia fungsional ketika berespon
 Terdapat (3/5) terhadap keinginan
distensi kandung BAK
kemih 0502  Kontinensia urin
- Mengenali keinginan Mengambil keputusan
untuk berkemih (1/3)  Latihan kebiasaan

27
- Menjaga pola berkemih berkemih
yang teratur (1/3) Aktivitas :
- Respon berkemih sudah - Tingkatkan interval
tepat waktu (1/3) eliminasi dalam satu
- Berkemih pada tempat setengah jam jika pasien
yang tepat (1/3) memiliki episode
- Menuju toilet diantara inkontinensia dalam 48
waktu ingin berkemih jam, sampai 4 jam
dan benar-benar ingin interval optimal dicapai
segera berkemih (1/3) - Gunakan kekuatan
- Menjaga penghalang sugesti (misalnya air,
lingkungan yang bebas atau disiramnya toilet)
untuk eliminasi sendiri untuk membantu pasien
(1/3) mengosongkan kandung
- Bekemih >150 ml tiap kemih
kalinya (1/3) - Jangan meninggalkan
- Memulai dan pasien ditoilet selama
menghentikan aliran urin lebih dari 5 menit
(1/3) - Bangun waktu awal dan
- Mengosongkan kantong akhir terkait dengan
kemih sepenuhnya (1/3) jadwal ke toilet, jika

28
- Mengkonsumsi cairan tidak selama 24 jam
dalam jumlah yang cukup - Simpan catatan
(1/3) spesifikasi penahanan
- Bisa memakai pakaian selama 3 hari untuk
sendiri (5/5) membentuk pola
- Bisa menggunakan toilet pengosongan kandung
sendiri (3/5) kemih
- Mengidentifikasi obat - Tetapkan interval
yang mengganggu toileting dan sebaiknya
control berkemih (1/3) tidak kurang dari 2 jam
- Jaga eliminasi yang
dijadwalkan sehingga
dapat membantu dalam
membangun dan
mempertahankan
kebiasaan berkemih.

Merawat anggota keluarga


yang sakit
 Perawatan
inkontinensia urin

29
Aktivitas :
- Identifikasi faktor apa
saja penyebab
inkontinensia pada
pasien
- Jaga privasi klien saat
berkemih
- Jelaskan penyebab
terjadinya inkontinensia
urin
- Monitor eliminasi urin,
meliputi frekuensi,
konsistensi, bau,
volume, dan warna urin
- Bantu untuk
meningkatkan atau
mempertahanakn
harapan pasien
- Bersihkan kulit sekitar
area genitalia secara
teratur

30
- Berikan umpan balik
positif jika inkontinensia
membaik
- Batasi intake cairan 2-3
jam sebelum tidur
- Intruksikan pasien untuk
minum minimal 1500 cc
air per hari
- Batasi makanan yang
mengiritasi kandung
kemih (misalnya :
minuman bersoda, kopi,
teh, dan cokelat

Memodifikasi lingkungan:
 Perawatan
inkontinensia urin
Aktivitas :
- Modifikasi pakaian dan
lingkungan untuk
mempermudah akses ke

31
toilet
- Sediakan popok kain
yang nyaman dan
melindungi
 Latihan kebiasaan
berkemih
Aktivitas :
- Bantu pasien ke toilet
dan dorong untuk untuk
mengosongkan
(kandung kemih) pada
interval waktu yang
ditentukan
- Tetapkan interval
toileting dan sebaiknya
tidak kurang dari 2 jam
- Gunakan kekuatan
sugesti
 Manajemen eliminasi
perkemihan
Aktivitas :

32
- Bantu pasien untuk
mengembangkan
rutinitas eliminasi
dengan tepat
- Pantau tanda dan gejala
retensi urin

Memanfaatkan pelayanan
kesehatan :
 Manajemen eliminasi
urin
Aktivitas :
- Rujuk ke dokter jika
gejala infeksi kandung
kemih terjadi
- Instruksikan untuk
segera merespon
keinginan mendesak
untuk berkemih
 Perawatan
inkontinensia urin

33
Aktivitas :
- Jika diperlukan lakukan
pemeriksaan kultur urin
dan sensitifitas urin
- Rujuk pasien ke
spesialis urologi jika
diperlukan

Ds : Resiko KEAMANAN/ Domain 4 Keluarga mampu mengenal Domain 4 Mengenal masalah


 Ny. M Infeksi PERLINDUNG masalah tentang pengetahuan Keamanan : inkontinensia urine dengan
mengatakan AN kesehatan dan perilaku : Manajemen manajemen resiko
disekitar area Kelas 1 :  Control resiko : proses Resiko
genitalia terasa 00004  Resiko 1924 infeksi  
Kontrol infeksi
nyeri, panas dan infeksi Indikator: Aktivitas :
gatal - Mencari informasi - Jelaskan penyebab
Do : terkait kntrol infeksi terjadinya infeksi
 Terdapat iritasi (2/5) - Jelaskan tanda dan
dan ruam - Mengidentifikasi faktor gejala infeksi
kemerahan pada resiko infeksi (1/3) - Dorong intake cairan

34
sekitar area - Mengenali faktor resiko yang sesuai
genitalia dan individu terkait infeksi - Tingkatkan intake
pangkal paha. (2/5) nutrisi yang tepat
 Klien - Mengetahui perilau yang - Dorong untuk
menggunakan berhubungan dengan beristirahat
popok namun resiko infeksi (2/5) - Ajarkan pasien dan
sehari hanya - Mengidentifikasi resiko anggta keluarga
menggantinya infeksi dalam aktivitas mengenai bagaimana
2x sehingga sehari-hari (2/5) menghindari infeksi
terasa lembab - Mengidentifikasi tanda
dan gejala infeksi (2/5) Mengambil keputusan
- Mengidentifikasi  Perlindungan infeksi
strategi untuk - Monitor adanya tanda
melindungi diri dari dan gejala infeksi
orang lain yang terkena sistemik dan lokal
infeksi (2/5) - Monitor kerentanan
- Memonitor perilaku diri terhadap infeksi
yang berhubungan
dengan resiko infeksi Merawat anggota keluarga
(2/5) yang sakit
- Mempertahankan  Control infeksi

35
lingungan yang bersih - Ganti peralatan
(2/5) (seperti popok, celana
- Mengembangkan dalam) untuk
strategi efektif untuk mengurangi
mengontrol infeksi (2/5) kelembaban
- Menggunakan alat - Gunakan sabun
pelindung diri (3/5) antimikroba
- Mencuci tangan (4/5) - Mencuci tangan dan
- Mempraktikkan organ tubuh lainnya
stragtegi (2/5) untuk - Bersihkan kulit
mengontrol infeksi (2/5) dengan agen
- Memanfaatkan sumber antibakteri yang
informasi yang sesuai
terpercaya (3/5) - Pertahankan teknik
isolasi yang sesuai
Kontrol Risiko  Perlindungan infeksi
Indikator : - Berikan perawatan
- Mencari informasi kulit yang tepat untuk
tentang risiko area yang mengalami
kesehatan (2/5) edema
- Mengenali faktor - Periksa kulit dan

36
resiko individu (2/5) selaput lender untuk
- Menyesuaikan strategi adanya kemerahan,
kontrol resiko (2/5) kehangatan ekstrim,
- Mengenali perubahan atau drainase
status kesehatan (2/5) - Tingkatkan asupan
- Memonitor perubahan nutrisi yang cukup
status kesehatan (2/5) - Anjurkan istirahat
- Intruksikan pasien
untuk minum
antibiotic yang
diresepkan (jika ada)

Memodifikasi lingkungan
- Bersihkan lingkungan
dengan baik
- Jaga lingkungan yang
aman
- Letakkan lemari
pakaian yang
memadai
- Pastikan keamanan air

37
dengan mengajukan
hiperkloorinasi dan
pemanasan lebih,
dnegan tepat

Memanfaatkan pelayanan
kesehatan
- Lapor dugaan infeksi
pada personil
pengendali infeksi
- Lapor kultur positif
pada personil
pengendali infeksi
- Promosikan
pelayanan kesehatan
yang dapat dijangkau

38
PELAKSANAAN DAN EVALUASI

Dx. Kep Tanggal Implementasi Evaluasi


Gangguan eliminasi 27 – 11- 2016 1. Menggali pengetahuan pasien dan S :
pada Ny. M Jam 10 : 00 WIB keluarga tentang inkontinensia urin - Ny. M mengatakan inkontinensia urin
2. Memberi reinforcement adalah ingin BAK yang tidak bisa
3. Menjelaskan kepada pasien dan ditahan
keluarga tentang pengertian - Ny. M mengatakan penyebabnya sudah
inkontinensia urin tua
4. Menjelaskan tentang mmanajemen - Ny. M dan keluarga senang setelah
eliminasi urin diberikan pemberitahuan tentang
5. Meminta feed back eliminasi urin
6. Meminta keluarga mengulang kembali O:
7. Memberikan reinforcement positif - Ny. M dapat menyebutkan kembali
pengertian inkontinensia urin
- Ny. M terlihat seneng setelah diberikan
pengetahuan tentang manajemen
eliminasi urin
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan manajemen eliminasi selanjutnya

Resiko infeksi pada 30 – 11 – 2016 1. Menggali pengetahuan keluarga dan S :


Ny. M Jam 10 : 00 klien tentang resiko infeksi - Ny. M dan keluarga mengatakan infeksi

39
2. Memberikan reinforcement positif adalah masuknya virus kedalam tubuh
3. Menjelaskan tentang resiko infeksi - Ny. M mengatakan sangat senang dan
4. Menjelaskan tentang penyebab infeksi bersyukur karena telah diajarkan
5. Menjelaskan control resiko infeksi control infeksi
6. Memeninta feed back/ pertanyaan O:
7. Meminta keluarga mengulang kembali - Ny. M dan keluarga dapat menyebutkan
8. Memberikan reinforcement positif kembali topic pembicaraan
- Ny. M dan keluarga terlihat bahagia
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan

40
INDEKS KATZ

Indeks Kemandirian Pada Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari


Nama klien : Ny. M Tanggal : 25 November
Jenis kelamin : Perempuan Umur : 60 th Tahun : 2016 TB/BB : 150 cm/ 50 Kg
Agama : Islam Suku: Minang/Indonesia Gol. Darah :
Tahun pendidikan : SLTP
Alamat : Jl. Jamal Jamil Pondok Kopi Siteba

skor Kriteria
A Kemadirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, kekamar kecil, berpakaiian
dan mandi.
B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi
tersebut
C Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu
fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian, kekamar kecil dan satu fungsi tambahan.
F Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian, kekamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat diklasifikasikan
sebagai, C, D, E atau F
INDEKS BARTHELL

No Aktivitas Kemampuan Skor


1. Transfer (tidur ke duduk) Mandiri 3
Dibantu satu orang 2
Dibantu dua orang 1
Tidak mampu 0
2. Berjalan Mandiri 3
Dibantu satu orang 2
Dibantu dua orang 1
Tidak mampu 0
3. Penggunaan toilet (pergi ke/dari WC Mandiri 2
melepaskan atau menggunakan Perlu pertolongan orang lain 1
celana) Tidak mampu 0
4. Membersihkan diri (lap muka, sisir Mandiri 3
rambut dan sikat gigi) Tidak mampu 0
5. Mengontrol BAB Kontinen teratur 2
Kadang-kadang inkontinen 1
Inkontinen 0
6. Mengontrol BAK Madiri 2
Kadang-kadang inkontingen 1
Inkontingen/kateter 0
7. Mandi Madiri 1
Tidak mampu 0
8. Berpakaian Mandri 2
Sebagian dibantu 1
Tidak mampu 0
9. Makan Mandiri 2
Perlu pertolongan orang lain 1
Tidak mampu 0
10. Naik turun tangga Mandiri 2
Perlu pertolongan orang lain 1
Tidak mampu 0
Keterangan skor maksimum : 20
Pengskoran menurut indeks berthell dalan setia budi, (1999) membagi aktivitas sehari-hari
kedalam tiga kategori yaitu :
1. Mandiri : Skor 20
2. Kurang mandiri : Skor 9-19
3. Tidak Mandiri : Skor 0-8
MINI – MENTAL STATE EXAM (MMSE)

Menguji Aspek – Aspek Kognitif Dari Fungsi Mental

Nilai Pasien Pertanyaan


maksimum
Orientasi
5 5 (tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan apa sekarang )?
5 5 Dimana kita : (negara bagian) (wilayah) (kota) (rumah sakit) (
lantai)
Registrasi
3 3 Nama 3 objek : 1 detik untuk mengatakan masing – masing.
Kemudian tanyakan klien ketiga objek setelah anda telah
mengatakannya. Beri 1 poin untuk setiap jawaban yang benar.
Kemuadian ulangi sampai ia mempelajari ketiganya. Jumlahkan
percobaan dan catat

Percobaan :

Perhatian dan kalkulasi


5 4 Seri 7’s. 1 poin untuk setiap kebenaran

Berhenti setelah 5 jawaban. Bagaimana eja “kata” ke belakang


Mengingat
3 3 Minta untuk mengulang ketiga objek diatas

Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran


Bahasa
9 9 Nama pensil dan melihat ( 2 poin )

Mengulang hal berikut : “ tak ada jika, dan, atau tetapi” (1poin)
Nilai total : 29
Kaji tingkat kesadaran sepanjang kontinum :

Compos mentis

Apatis

Somnolen

Soporus

Coma

Keterangan :

Nilai maksimal 30, nilai atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang
memerlukan penyelidikan lanjut.
SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE (SPMSQ)

Penilaian Untuk Mengetahui Fungsi Intelektual Lansia

Nama klien : Ny. M tanggal : 25 November 2016

Jenis kelamin : P Umur : 60 th tahun : 2016 TB/BB: 150 cm/ 50kg

Agama : Islam suku : Minang/Indonesia goldarah :

Tahun Pendidikan : PT

Pewawancara : Nofvilsa Efrida

Skor No Pertanyaan Jawaban


+ -
1 Tanggal berapa hari ini 25 November 2016
2 Hari apa sekarang ? Jumat
3 Apa nama tempat ini ? Rumah saya
4 Dimana alamat anda ? Jl pondok kopi

( tanyakan bila tidak memiliki


nomer telepon)
5 Berapa umur anda ? 60 tahun
6 Kapan anda lahir ? 1956
7 Siapa presiden indonesia ? Jokowi
8 Siapa presiden sebelumnya ? SBY
9 Siapa nama kecil ibu anda ? Upik
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka
baru, semua secara menurun ?
Jumlahkan kesalahan total 0
Keterangan

1. Kesalahan 0–2 fungsi intelektual utuh


2. Kesalahan 3–4 kerusakan intelektual ringan
3. Kesalahan 5–7 kerusakan intelektuan sedang
4. Kesalahan 8 – 10 kerusakan intelektual berat

Bisa dimaklumi bila >1 kesalahan bila syubjek hanya berpendidikan sekolah dasar

Bisa dimaklumi bila <1 kesalahan bila subjek mempunyai pendidikan di atas sekolah
menegah atas

Bisa dimaklumi bila > 1 kesalahan untuk subjek kulit hitam dengan menggunakan kriteria
pendidikan yang sama
INVENTARIS DEPRESI BECK

Untuk Mengetahui Tingkat Depresi Dari Beck & Deck (1972)

Nama Klien : Ny. M Tanggal : 25 November 2016

Jenis Kelamin :P Umur : 60 tahun TB/BB : 150 cm/ 50kg

Tahun Pendidikan : PT

Alamat : Jl. Jamal Jamil Pondok Kopi Siteba

Skor Uraian
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih/tidak bahagia dimana saya tak dapat meghadapinya
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu saya tidak dapatkeluardarinya
1 Saya merasa sedih atau galau
0 Saya tidak merasa sedih
B. Pesisme
3 Saya merasa bahwa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat membaik
2 Saya merasa tidak mempuyai apa-apa untuk memandang ke depan
1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan
C. Rasa Kegagalan
3 Saya merasa benar-benar gagal sebagai orang tua (suami/istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yag dapat saya lihat hanya kegagalan
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Saya tidak merasa gagal
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya
2 Saya tidak lagi medapatkan kepuasaan dari apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunaka
0 Saya tidak merasa tidak puas
E. Rasa Bersalah
3 Saya merasa seolah-olah sangat buruk atau tak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk/tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri
F. Tidak Menyukai Diri Sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri
G. Membahayakan Diri Sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak mempuyai pikiran-pikiran tentangn tujuan bunuh diri
H. Menarik Diri Dari Sosial
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak peduli pada
mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan mempunyai sedikit
perasaan pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain daripada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain
I. Keragu-Raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Sayan mempuyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik
J. Perubahan Gambaran Diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanen dalam penampilan saya
dan ini membuat saya tampak tua atau tak menarik
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari pada sebelumnya
K. Kesulitan Kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan sesuatu
1 Saya memerlukan upaya tambahan untuk mulai melakukan sesuatu
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
0 Saya tidak merasa lebih lelah dari biasanya
M. Anoreksia
3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
Penilaian
0-4 Depresi tidak ada atau minimal
5-7 Depresi ringan
8-15 Depresi sedang
16+ Depresi berat
Dari Beck AT, Beck RW : Screening Depressed Patients In Family Practice (1972)
APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA

Suatu Alat Skrining Yang Dapat Digunakan Untuk Mengkaji Fungsi Sosial Lansia

Nama klien : Ny. M

Tanggal :

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Tahun Pendidikan :

Alamat : Jl. Jamal Jamil Pondok Kopi Siteba

No Uraian Fungsi Skor


1 Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga Adaption 2
(teman-teman) saya untuk membantu pada waktu
sesuatu menyusahkan saya
2 Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya Partnership 2
membicarakan sesuatu dengan saya dan
mengungkungkpakan masalah dengan saya
3 Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya Growth 2
menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas atau arah baru
4 Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya Affection 2
mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-
emosi saya seperti marah, sedih atau mencintai
5 Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya Resolove 2
menyediakan waktu bersama-sama

Penkilaian : 10

Pertanyaan-pertanyaan yang dibawah;


1. Selalu : skor 2

2. Kadang-kadang : skor 1

3. Hampit tidak pernah : skor 0

Anda mungkin juga menyukai