Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH K3 ( Kesehatan Dan Keselamatan Kerja)

INDUSTRI SEPATU

O
L
E
H

NAMA : STEVANIA NONA NURAK


NIM :1610082
KELAS :B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN PENDIDIKAN TAMALATEA MAKASAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan penyusunan makalah
ini tepat pada waktunya dengan judul : “INDUSTRI SEPATU”.
Kam juga menyadari bahwa dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini,
masih banyak terdapat kekurangan maupun kekeliruan. Oleh karena itu, kami mohon
kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penyusunan makalah
berikutnya.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi diri
kami pribadi dan para pembaca pada umumnya.

Makassar, 27 November 2017

penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. ………………


KATA PENGANTAR ............................................................................ ………………
DAFTAR ISI ........................................................................................ ………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................... ………………
B. Rumusan Masalah ............................................................ ………………
C. Tujuan ............................................................................... ………………
BAB II PEMBAHASAN
A. Proses produksi dan identifikasi masalah .......................... ………………
a. Gambaran lokasi………………………………………………………….
b. Identifikasi masalah……………………………………………………….
BAB III PEMANTAUAN DAN METODA
A. Faktor Teknis ............................................................................. ……………..
B. Faktor Manusia .......................................................................... ……………..

BAB IV UPAYA PENGETAHUAN, REKAYASA PENGENDALIAN DAN


PENANGGULANGAN

1. Rekayasa teknologi pengendalian……………………………………………….


2. Pencegahan dan penanggulangan dari aspek manusia………………………
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………
B. Saran ......................................................................................... ………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu aspek atau unsur kesehatan
yang erat hubungannya dengan lingkungan kerja dan pekerjaan secara langsung
maupun tidak langsung dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas tenaga kerja
atau pekerja.Menurut Suma’mur (2001, p.104), keselamatan kerja merupakan
rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para
karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.Kesehatan dan kerja sangat
erat hubungannya, sebab lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan
seseorang. Pekerja mungkin saja terpapar dengan mesin-mesin berbahaya, bahan
kimia berbahaya, ataupun situasi kerja penuh tekanan.

Oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan kesadaran bagi para pekerja
terhadap kesehatan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan penyakit akibat
kerja.Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan aspek penting dalam pekerjaan
atau kegiatan hidup lainnya. Kesehatan kerja selalu dijadikan sebagai bahasan utama
ketika berbicara mengenai pekerjaan. Pekerjaan yang dimaksud adalah segala usaha
yang dilakukan manusia baik yang bersifat formal maupun informal.

Aspek keselamatan kerja memang harus dipahami oleh semua orang sebab
dalam konteksnya, keselamatan kerja ini untuk mencegah terjadinya kejadian
negative/kejadian yang tidak diinginkan dalam kehidupan setiap orang. Pada aspek
kehidupan, kejadian negative atau yang biasa kita sebut dengan kecelakaan dapat saja
terjadi. Hal ini dikarenakan setiap aspek kehidupan membawa serta ancaman dibalik
eksistensinya. Sama halnya pada industri sepatu, berbagai kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja dapat terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya
pengetahuan pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja itu sendiri.Selain
kemungkinan besar terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja, penyakit akibat kerja
juga tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada pekerja apalagi pada industri.
B. TUJUAN

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.


2. Untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja pada industri sepatu
3. Untuk mengetahui penggunaan APD di tempat kerja pada industri sepatu
4. Untuk mengetahui pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja pada industri
sepatu
5. Untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada
industri sepatu

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang dan tujuan diatas maka rumusan masalah dari makalah ini
yaitu :

1. Bagaimana pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja?


2. Bagaiamana kondisi lingkungan kerja pada industri sepatu?
3. Bagaimana penggunaan APD di tempat kerja pada industri sepatu?
4. Bagaimana pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja pada industri
sepatu?
5. Bagaiamana fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja pada industri sepatu?
BAB II

PEMBAHASAN

PROSES PRODUKSI DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

A. GAMBARAN LOKASI

Industri sepatu “Double W” berada di Jalan Madyopuro Gang 7 No. 16 Malang.


Tempat industri berupa rumah berlantai tiga, lantai pertama digunakan untuk
penempatan sepatu – sepatu yang sudah jadi dan siap di pasarkan, lantai dua sebagai
tempat pemroduksi sepatu sedangkan lantai ketiga digunakan untuk penyimpanan
bahan – bahan pembuatan sepatu.

1. Sejarah Pendirian

Adapun sejarah berdirinya, industri sepatu “Double W” mulai dijalankan pada


tahun 2004 di Bali. Berawal dari coba-coba dengan modal seadanya, namun seiring
berjalannya waktu langganan konsumen semakin banyak sehingga usaha ini bisa
bertahan. Namun pada tahun 2006 saat terjadi peristiwa bom bali yang mengakibatkan
industri ini mengalami dampaknya maka pada tahun itu juga industri sepatu ini pindah
ke Malang. Di Malang industri sepatu “Double W” memiliki 2 toko sepatu yaitu di Jalan
Sulfat dan di Jalan Madyopuro.
2. Jumlah Tenaga Kerja

Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara yang telah dilakukan, jumlah
tenaga kerja dari usaha ini ada 17 orang yaitu 3 pekerja pada bagian pembuatan pola,
4 pekerja pada bagian penjahitan sepatu, 5 pekerja pada bagian pemasangan upper, 3
pekerja pada bagian finishing dan 2 pekerja pada bagian pengepakan. Ketentuan jam
kerja pada usaha ini tidak menentu karena sifatnya borongan . Namun, berdasarkan
hasil wawancara rata-rata jam kerjanya yaitu kurang 8 jam kerja setiap hari. Mulai buka
pukul 08.00 sampai pukul 16.00 WIB.

3. Proses Produksi

a. Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan
produk, ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar
dibandingkan bahan-bahan lainnya. Jadi, bahan baku ini dapat disebut sebagai
bahan utama. Adapun bahan baku yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. bahan imitasi digunakan untuk sepatu wanita
2. bahan kulit, bahan kulit yang digunakan adalah kulit sapi digunakan
untuk sepatu pria
b. Bahan Tambahan
1. Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi
dan ditambahkan kedalam proses pembuatan produk dalam rangka
meningkatkan mutu produk yang mana komponennya merupakan bagian
dari produk akhir. Bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai
berikut :
2. lem, lem yang digunakan adalah lem khusus sepatu contohnya:
a) lem Greco yang digunakan untuk bahan kulit
b) lem Super yang digunakan untuk bahan imitasi
3. benang nylon
4. tekson, yaitu bahan alas dalam sepatu
c. Uraian Proses Produksi
Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang
atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin,
bahan baku, bahan tambahan dan dana yang ada. Sedangkan proses adalah
suatu cara, metode dan teknik bagaimana mengubah sumber daya (material,
tenaga kerja, mesin, dana dan metode) yang ada untuk memperoleh hasil.
Sedangkan untuk produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah
kegunaan suatu barang atau jasa.
Dari definisi diatas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa proses produksi
adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan
suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya material, tenaga
kerja, mesin, dana, dan metode yang ada.

Jenis-jenis produksi sangat banyak, tergantung dari metode, dan cara


yang digunakan untuk menghasilkan produk. Namun secara garis besar dapat
dibedakan atas 2 jenis, yaitu :
a. Proses produksi yang terus menerus (Continue)
b. Proses produksi yang terputus-putus (Intermittent)

Dalam aktivitas produksinya sehari-hari “Double W” menggunakan jenis


proses produksi yang terus menerus (Continue) Hal ini dikarenakan kegiatan
produksi tersebut berlangsung terus menerus. Selain itu industri ini juga
menerima pesanan sepatu secara online. Proses produksi adalah sebagai
berikut :
1. Pembuatan desain
2. Pembuatan pola dari kertas
3. Penjiplakan pola diatas bahan baku
4. Pemotongan bahan baku sesuai pola
5. Penjahitan bahan untuk dijadikan upper yaitu bagian atas atau kap
sepatu.
6. Pemasangan upper dengan sol sepatu
7. Finishing
8. Pengepakan
9. Pengiriman sepatu :
a. Toko
b. Pelanggan

B. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya
selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka
(accident) atau nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan
sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis
mempelajari yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya
mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko
terjadinya kecelakaan.
Dalam memepelajari yang dapat menyebabkan manusia mengalami
kecelakan inilah berkembang berbagai konsep dan teori tentang kecelakaan
(accident theories). Teori tersebut umumnya ada yang memusatkan
perhatiannya pada penyebab yang ada pada pekerjaan atau cara kerja, ada
yang lebih memperhatikan penyebab pada peralatan kerja bahkan ada pula
yang memusatkan perhatiannya pada penyebab pada perilaku manusianya.
Kesehatan berasal dari bahasa Inggris ‘health’, yang dewasa ini tidak
hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat
mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial.
Dengan demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian
sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun
pendekatan praktis juga berupaya mempelajari – yang dapat menyebabkan
manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk mengembangkan
berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita
sakit, bahkan menjadi lebih sehat.

 Pengertian Kesehatan dan Keselatan Kerja :


Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur (Mangkunegara, 2002).
Keselamatan Kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan
suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di
perusahaan yang bersangkutan (Suma’mur 2001).

Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab


keselamatan kerja adalah:
a. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya
yang kurang diperhitungkan keamanannya.
2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
1. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik
Pengaturan penerangan.

 Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :


Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak
dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak
membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan
kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat
yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja
maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara
menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab
kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995).
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan
mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi
ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu
kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau
tidak.

Menurut Mangkunegara ( 2002 ) bahwa tujuan dari keselamatan dan


kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Tujuan K3 menurut ILO dan WHO antara lain:


1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang
setinggi-tingginya baik jasmani maupun rohani.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi
kerja.
3. Melindungi tenaga kerja dari bahaya kesehatan yang timbul akibat
pekerjaan.
4. Menempatkan tenaga kerja pada suatu lingkungan kerja yang sesuai
dengan kondisi fisik, faal tubuh dan mental pskologis tenaga kerja yang
bersangkutan.

Faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Widian, 2011).

1. Beban kerja
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban
tersebut dapat berupa beban fisik, mental dan sosial. Seorang tenaga
kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban
kerja. Diantara mereka mungkin lebih cocok untuk beban fisik atau mental
atau sosial.
2. Beban tambahan dan lingkungan kerja
Sebagai tambahan kepada beban kerja yang langsung akibat
pekerjaan sebenarnya. Suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu
lingkungan yang berakibat beban tambahan pada jasmani dan rohani
tenaga kerja. Terdapat 5 fisik penyebab beban tambahab di tempat kerja:
a. fisik: penerangan, suhu, kelembaban
b. kimia: gas, uap, debu
c. biologi: golongan tumbuhan dan hewan
d. fisiologi: konstruksi mesin, sikap dan cara kerja
e. psikologi: suasana kerja, hubungan antar pekerja
f. Kapasitas kerja

Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda satu dengan yang


lainnya dan sangat tergantung kepada ketrampilan, keserasian, keadaan
gizi, jenis kelamin dan ukuran tubuh.

 Faktor lingkungan kerja dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu ;


1. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik (physical environment) yang ada di sekitar kita
sangat berarti bagi kehidupan kita. Kondisi lingkungan sekitar secara
terus-menerus memberikan pemaparan pada kita, jika lingkungan sesuai
dengan kebutuhan aktivitas manusia, maka dia akan mendorong bagi
kondisi yang baik, dan jika kondisi lingkungan tidak sesuai dengan
kebutuhan atau melampaui ambang batas toleransi sangat berpengaruh
negatif bagi kesehatan biologis dan kesehatan mental .
Lingkungan fisik yang ada di sekitar kita dapat berakibat pada
tekanan-tekanan psikologis dan/atau berakibat pada kecelakaan, yang
tidak menguntungkan bagi kondisi kesehatan mental. Banyak dijumpai
bahwa agresivitas, stress, tekanan mental, dan sebagainya menjadi
meningkat jika kondisi fisik itu terjadi di atas batas ambang toleransi.

Lingkungan fisik yang perlu memperoleh perhatian karena sangat


mempengaruhi kesehatan mental, di antaranya:
1) Tata Ruang dan Teritori
Kita semua membutuhkan ruang untuk memenuhi segenap
kebutuhan, baik yang berhubungan dengan diri sendiri maupun dalam
berinteraksi dengan orang lain. Tata ruang yang kita tempati dan miliki
perlu memberikan jaminan keamanan, kenyamanan, dan keleluasaan
bagi segenap aktivitas kita. Tata ruang yang tidak kondusif akan
mempersulit dalam mengatur diri, hubungan sosial, kerja, dan sekaligus
berpotensi sebagai hazard. Karena itu rekayasa terhadap lingkungan
selalu diperlukan sehingga sesuai dengan kebutuhan aktivitas
manusia.Hal yang terkait dengan tata ruang adalah soal teritori. Tiap
orang memiliki teritori, meskipun secara subyektif ada perbedaan luas
tidaknya teritori pada tiap individu, luas tidaknya sangat dipengaruhi oleh
kultur di mana dia dibesarkan dan belajar. Dalam masyarakat yang
dianggap tidak agresif dan mementingkan keserasian hubungan sosial
pun diketahui memiliki wilayah teritori ini. Penelitian terhadap masyarakat
primitif menunjukkan bahwa mereka juga memiliki teritori.
Teritori dimiliki seseorang untuk menjaga egonya. Orang yang
teritorinya terganggu, ego menjadi tidak aman dan dia akan berusaha
untuk mempertahankan diri sesuai dengan cara yang dapat dilakukan,
misalnya dengan marah, penyerangan, atau cara-cara lain yang dianggap
lebih aman. Teritori berkaitan dengan kepadatan, meskipun tidak selalu
kepadatan itu mengganggu teritorinya, tergantung pada situasi yang
terjadi dan persepsi individual terhadap wilayah teritorinya dapat
mengancam kenyamanan dan keamanan. Kepadatan internal yaitu
kepadatan dalam ruang tertentu. Sedang kepadatan eksternal yaitu
kepadatan di wilayah tertentu, terkait dengan teritori ini. Semakin padat
jumlah populasi dalam suatu atau wilayah tertentu akan mengganggu
teritori yang diakui oleh setiap anggota masyarakatnya.
2. Penyinaran dan Udara
Aktivitas manusia membutuhkan penyinaran dan udara yang
memadai. Berbagai macam tipe penyinaran, ada yang tidak terang,
cukup, atau menyilaukan. Jika penyinaran tidak sesuai kebutuhan
aktivitasnya, maka akan membuat banyak kesalahan kerja, dan
penyinaran yang terlalu silau membuat gangguan konsentrasi.Begitu juga
dengan temperatur udara yang diterima manusia harus sesuai dengan
kewajaran kemampuan pengindraan. Udara yang terlalu dingin atau
panas tidak menguntungkan bagi manusia. Seringkali temperatur yang
tidak enak membuat jenuh misalnya dalam bekerja, belajar atau kegiatan
lainnya. Hal ini menjadi sumber stres bagi manusia.
3. Kebisingan dan Polusi
Kehidupan modern terutama di perkotaan menunjukkan tingginya
kebisingan dan polusi. Kepadatan penduduk, industrialisasi, dan
peningkatan penggunaan kendaraan bermotor telah membuat lingkungan
menjadi sangat bising dan penuh polusi. Kebisingan juga dapat
mempengaruhi perilaku manusia, pemaparan suara keras secara terus-
menerus dapata mempengaruhi tingkat penangkapan indra pendengaran
terhadap kebisingan. Artinya tidak menganggap suatu yang keras sebagai
sesuatu yang bising tapi secara fisiologis telah terjadi perubahan
kepekaan menangkap suara, karena tidak mampu lagi menerima suara
yang kurang keras.Kebisingan yang sangat tinggi mempengaruhi
penyesuaian individu terhadap aktivitasnya, dalam sebuah penelitian
dijumpai bahwa kebisingan tidak mempengaruhi kecepatan kerja, tapi
kualitasnya dapat menurun. Kebisingan itu secara langsung dapat
mengurangi konsentrasi dan sering kali menimbulkan tekanan. Demikian
juga dengan polusi. Karena aktivitas manusia yang sangat menonjol saat
ini adalah transportasi dan indistri, maka lingkungan perkotaan yang
banyak menghasilkan polusi. Polusi yang dikeluarkan dapat berbentuk
partikel, karbon monoksida, gas, dan limbah cair lain yang sekaligus
menjadi pencemar udara dan lingkungan. Pulosi dalam bentuk apapun
tidak mudah untuk dikendalikan.

2. Lingkungan kimia
Banyak lingkungan kimiawi yang mempengaruhi kesehatan mental.
Lingkungan kimiawi ini dapat merupakan produk industri, pertanian,
makanan, dan sebagainya. kimiawi secara umum mengganggu
kesehatan mental setalah mengganggu atau merusak otak melalui
makanan, obat-obatan, atau udara yang dihirup. Berbagai kimiawi itu
menyebabkan kerusakan pada otak secara permanen, menimbulkan
psikosis karena toksikasi, atau menginfeksi janin melalui plasenta.
Misalnya, penggunaan alkohol dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan sindroma penarikan diri (wihtdrawal syndrom), yang terjadi
karena keracunan pada sistem syaraf pusat.
Gangguan ini disebut delirium tremen, yaitu sindroma yang ditandai
dengan gemetar pada tangan dan adanya halusinasi bawah kulitnya
dikerubuti oleh binatang kecil.Gruenberg (Last, 1980) mengemukakan
berbagai macam zat kimiawi yang menjadi hazard dan dapat
menimbulkan gangguan mental. Zat-zat kimia itu adalah: amphetamine,
alkyl mercury, barbiturates, black window spider, caffein,
carbon disulphide, carmon monoxide, cocain, morphine, mercury.

3. Lingkungan biologi
Lingkungan biologis terutama dalam bentuk virus, bakteri, jamur,
parasit, yang masuk dalam tubuh manusia, dapat menimbulkan penyakit-
penyakit tertentu, sekaligus menyerang otak manusia dan selalu berakibat
psikosis bagi penderitanya jika tidak segera diprevensi atau disembuhkan.
Kontak manusia dengan lingkungan biologis dapat melalui vektor tertentu
sebagai transmisinya, misalnya orang lain, binatang atau udara.Prinsip
dasarnya, mikroorganisme pada mulanya dapat menyerang tubuh
manusia sehingga dia sakit secara fisik, namun jika tidak segera dicegah
lebih lanjut dapat menyerang otak manusia).

4. Lingkungan psikologi
Lingkungan psikologis adalah suatu lingkungan yang berpotensi
mengganggu dan mengakibatkan PAK seperti psikologi perasaan nyaman
dan sejahtera dalam bekerja yang didapatkan oleh pekerja. Hal ini dapat
terjadi karena lingkungan kerja (cahaya, ventilasi, posisi kerja) yang dapat
menimbulkan stress pada pekerja.

3. Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak
dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dfari suatu aktivitas dan dapat
menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda (Depnaker, 1999:4).
Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan
yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap
proses (Didi Sugandi, 2003).Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian
yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban
manusia dan atau harta benda, tentunya hal ini dapat mengakibatkan kerugian jiwa
serta kerusakan harta benda. Dengan demikian menurut definisi tersebut ada 3 hal
pokok yan gperlu diperhatikan :

1. Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki,


2. Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta benda,
3. Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber energi yang
melebihi batas tubuh atau struktur.

Menurut Suma’mur, secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu

 Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat


kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
 Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang
terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.
Penyebab kecelakaan kerja di tempat kerja pada dasarnya dapat dikelompokkan
menjadi 2, yaitu :

1. Kondisi berbahaya yang selalu berkaitan dengan: Mesin, peralatan, bahan, dan
lain-lain.

– Lingkungan kerja: kebisingan, penerangan, dan lain-lain .

– Proses produksi: waktu kerja, sistem, dan lain-lain,

– Sifat kerja

– Cara kerja

2. Tindakan berbahaya yang dalam beberapa hal dapat dilatarbelakangi oleh -:

– kurangnya pengetahuan dan ketrampilan

– cacat tubuh yang tidak kelihatan,

– keletihan dan kelelahan,

– sikap dan tingkah laku yang tidak aman. (Sukri Sahab, 1997)

Sedangkan penyebab dasarnya terdiri dari dua manusia atau pribadi (personal faktor)
dan kerja atau lingkungan kerja :

1. manusia atau pribadi, meliputi ; kurangnya kemampuan fisik, mental dan


psikologi, kurangnya atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan atau
keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup atau salah.
2. kerja atau lingkungan meliputi; tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan,
tidak cukup rekayasa (engineering), tidak cukup pembelian atau pengadaan
barang, tidak cukup perawatan (maintenance), tidak cukup alat-alat,
perlengkapan dan barang-barang atau bahan-bahan, tidak cukup standar-
standar kerja, penyalahgunaan. (Sugeng Budiono,2003).

Secara umum ada dua penyebab terjadinya kecelakaan keja yaitu penyebab langsung
(immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes):

1. Penyebab Langsung Penyebab langsung atau kecelakaan adalah suatu


keadaan yang biasanya bisa dilihat dan dirasakan langsung, yang dibagi dalam 2
kelompok:
– Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts).

– Kondisi-kondisi yang tidak aman (unsafe conditions)

2. Penyebab Dasar

Terdiri dari 2 yaitu manusia/ pribadi dan kerja/ lingkungan kerja:

a. manusia/ pribadi, antara lain karena: kurangnya kemampuan fisik, mental


dan psikologi, kurangnya/ lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/
keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup/ salah.
b. kerja/ lingkungan, antara lain karena: tidak cukup kepimpinan atau
pengawasan, tidak cukup rekayasa, tidak cukup pembelian/ pengadaan
barang, tidak cukup perawatan, tidak cukup standar-standar kerja,
penyalahgunaan (Sugeng Budiono, 2003).

Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk


mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian
sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan. Setelah ditentukan sebab-sebab
terjadinya kecelakaan atau kekurangan-kekurangan dalam sistem atau proses produksi,
sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian yang tepat (Sukri Sahab,
1997).

Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja diperusahaan saat ini bukan saja
diperhatikan dan dikontrol oleh unsur pemerintah saja, tapi juga oleh pihak seperti
pemerhati keselamatan dan kesehatan kerja dan internasional. Oleh karena itu, sudah
sewajarnya bila semua pihak yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja
mengambil langkah yang strategis di dalam menangani keselamatan dan kesehatan
kerja mengambil langkah yang strategis di dalam menangani keselamatan dan
kesehatan kerja agar mencapai nihil kecelakaan.

Upaya kesasaran ini memang tidak mudah karena hal ini memerlukan berbagai macam
pendukung, paling tidak dengan penerapan program-program K3:

1. Secara preventif : kemauan (Commitment) manajemen dan keterlibatan pekerja,


analisis risiko di tempat kerja, pencegahan dan pengendalian bahaya, pelatihan
bagi pekerja, penyelia dan manajer.
2. Secara Represif : Analisis kasus kecelakaan kerja yang telah terjadi (Sugeng
Budiono, 2003).

yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja pada usaha sector formal maupun
sektor informal khususnya pada usaha penjahitan antara lain :
1. Sikap Tubuh dalam Bekerja
Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan,
ukuran dan tata letak peralatan, penempatan alat petunjuk, cara memperlakukan
peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan (Anies, 2005).
Menurut Anies (2005), ada beberapa hal yang harus diperhatikan
berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu semua
pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara
bergantian. Lalu semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan.
Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban
statis diperkecil. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak
membebani, melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot yang sedang tidak
dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh
(paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi
darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat
mengganggu aktivitas (Anies, 2005).
2. Sikap duduk
Pada posisi duduk berat badan seseorang secara parsial ditopang oleh
tempat duduk, tetapi konsumsi energi dan ketegangan saat posisi duduk lebih
tinggi dibandingkan posisi berbaring, karena tangan dapat bergerak dengan
bebas tetapi ruang gerak sangat terbatas oleh luas tempat duduk (Kroemer,
2001).
Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah punggung
(Nurmianto, 2003). Menurut Sastrowinoto (1985), kerugian yang diakibatkan
sikap duduk yaitu otot perut mengendor, perkembangan punggung melengkung,
tidak menguntungkan bagi jalur pencernaan dan paru-paru.
3. Kelelahan
Menurut Sutalaksana (1979) beberapa penyebab kelelahan pada industri
adalah intensitas dan lamanya kerja fisik atau mental, lingkungan (seperti iklim,
pencahayaan dan kebisingan), irama circadian, masalah psikis (seperti tanggung
jawab, kekhawatiran, konflik), penyakit yang dialami, dan nutrisi. Sedangkan
gejala kelelahan yang penting adalah perasaan letih, mengantuk, pusing dan
tidak enak dalam bekerja.
Gejala kelelahan lainnya adalah semakin lamban dalam berpikir,
menurunnya kewaspadaan, persepsi yang lemah dan lambat, tidak semangat
bekerja dan penurunan kinerja tubuh dan mental. Apabila kelelahan tidak
disembuhkan, suatu saat akan terjadi kelelahan kronis, yang menyebabkan
meningkatnya ketidakstabilan psikis (perilaku), depresi, tidak semangat dalam
bekerja, dan meningkatnya kecenderungan sakit.Prestasi yang diukur pada
output industri merupakan petunjuk yang pertama kali dipakai untuk menilai
akibat dari kelelahan. Perubahan prestasi atau performansi kerja berubah secara
teratur selama hari kerja dan selama minggu kerja yang berkolerasi dengan
perubahan ketegangan dan kelelahan (Grandjean, 1993).
4. Keserasian Peralatan Dan Sarana Kerja Dengan Tenaga Kerja
Keserasian peralatan dan sarana harus diperhatikan pihak perusahaan
dandisesuaikan dengan tenaga kerja yang dimilikinya agar kecelakaan kerja
dapatdiminimalisasi. Kesalahan atau ketidakserasian antara peralatan dan
sarana kerjadengan pegawai yang menggunakan. Ketidak serasian antara
peralatan dan saranadengan tenaga kerja dapat menimbulkan berbagai masalah
yang akhirnya dapatmengancam keselamatan dan kesehatan kerja pegawai atau
tenaga kerja.Permasalahan mengenai keserasian peralatan dan sarana kerja
dengan
5. Faktor Manusia
Faktor manusia atau lebih dikenal sebagai human factor adalah disiplin
yang mempelajari perilaku manusia secara fisik dan psikologi dan hubungannya
dengan suatu lingkungan atau teknologi khusus bisa berupa produk, pekerjaan,
jasa dsb. Faktor manusia juga didefinisikan sebagai aplikasi ilmiah mengenai
kapasitas dan batasan yang dimiliki manusia dalam perancangan sistem atau
produk atau lingkungan dan sebagainya agar aman, efektif, efisien, produktif dan
mudah digunakan.
Faktor manusia merupakan aplikasi ilmiah mengenai kekuatan dan
kelemahan manusia dalam perancangan sebuah sistem atau teknologi. Faktor
manusia sering disamakan dengan ergonomi, usability engineering, ergonomi
kognitif, atau user-centered design.Pada mulanya faktor manusia timbul dari
batasan manusia secara psikologis (oleh karena itu faktor manusia sering
disebut hasil perkawinan dari psikologi dan teknik). Ini berbeda dengan ergonomi
yang pada mulanya timbul karena batasan manusia secara fisik dan fisiologi.
Namun seiring dengan perkembangan waktu, ergonomi juga melebar ke kognitif
dan organisasi begitu pula dengan faktor manusia sehingga kedua bidang ini
sudah banyak “disamakan”. Selan itu ergonomi ditujukan untuk kerja sedangkan
faktor manusia lebih umum digunakan di banyak bidang sehingga ada yang
menyebut ergonomi merupakan faktor manusia yang diterapkan di lingkungan
kerja dan dengan kata lain ergonomi merupakan bagian dari faktor manusia.
Namun seiring berkembangnya lengkup definisi “kerja” dari ergonomi menjadi
aktivitas manusia dan pada kenyataannya hampir seluruh hidup manusia
dihabiskan untuk beraktivitas maka lagi-lagi ergonomii kembali “disamakan”
dengan faktor manusia.

Istilah ergonomi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan di Amerika


Serikat lebih banyak menggunakan istilah human factors (faktor manusia).
Sebenarnya dari segi etimologi keduanya berbeda, ergonomi berasal dari kata
ergon (kerja) dan nomos (aturan/prinsip/kaidah/hukum) sehingga jelas ergonomi
merupakan suatu ilmu, sedangkan human factors jika diartikan secara etimologi
berarti faktor manusia atau mungkin lebih rincinya faktor-faktor yang ada dalam
individu atau manusia sehingga bukan merupakan sebuah ilmu (walaupun bisa
dianggap sebuah ilmu) namun lebih merujuk ke sebuah konsep atau variabel.

Jika ergonomi adalah ilmu yang membahas perancangan sistem kerja


agar sesuai dengan kapasitas, batasan, atau kebutuhan manusia maka
kapasitas, batasan, atau kebutuhan manusia inilah yang disebut faktor manusia
dan dibahas oleh faktor manusia. Jadi sesuai dengan definisi faktor manusia
pada paragraf pertama, faktor manusia merupakan properti (sifat / kekhasan /
karakteristik). Properti apa? Properti dari individu atau manusia baik secara fisik,
fisiologi, atau psikologi / kognitif atau perilaku spesifik manusia yang
berpengaruh terhadap fungsi sebuah sistem termasuk sistem kerja atau
teknologi dimana manusia itu terlibat.
Faktor manusia juga berhubungan dengan faktor lingkungan, organisasi,
dan pekerjaan yang mempengaruhi manusia itu dalam berperilaku dalam sebuah
sistem. Jadi faktor manusia mempelajari atau mengidentifikasi atau menganalisis
bagaimana manusia berhubungan dengan lingkungan atau dunia di sekitarnya
dalam segala aspek dengan tujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki
performa, keamanan dan kesehatan, keefektifan, keefisienan, produktivitas dsb.
Faktor manusia didedikasikan untuk pemahaman yang lebih baik mengenai
bagaimana manusia dapat diintegrasikan dengan sistem atau teknologi secara
lebih aman, lebih efektif, leboh efisien, dan lebih produktif. Pemahaman itu
selanjutnya ditindaklanjuti dalam sebuah proses perancangan, pelatihan,
pembuatan kebijakan atau prosedur seperti yang dilakukan dalam ergonomi agar
manusia dapat memiliki performa yang lebih baik.
Jadi untuk mempelajari atau mengidentifikasi atau menganalisis properti
dari manusia, faktor manusia sangat berhubungan dengan segala aspek dalam
manusia meliputi aspek fisik, fisiologi, psikologi, sosial, biologi dsb. Faktor
manusia secara khusus sering membahas keamanan tempat kerja, desain
produk, kapabilitas manusia, dan interaksi manusia dan komputer dimana
keseluruhannya merupakan ergonomi. Jadi entah apa pun pendapat orang
mengenai perbedaan atau persamaan atau posisi antara ergonomi dan faktor
manusia, yang pasti kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan.
BAB III

PEMANTAUAN DAN METODA

A. FAKTOR TEKNIS
1. Pengetahuan Tentang K3
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan bahwa informan mempunyai sedikit pengetahuan tentang kesehatan
dan keselamatan kerja. Tapi karena faktor kebiasaan, hal tersebut tidak
dihiraukan bahkan tidak diaplikasikan.
2. Kondisi Lingkungan Kerja

a. Lingkungan Fisik
Pada Potensial Hazard Lingkungan Fisik yang dapat menimbulkan
penyakit akibat kerja dilihat dari lingkungan fisik potensi yang dapat menjadi
faktor risiko sesuai dengan hasil observasi antara lain :
a) Tata Ruang
Dengan tempat industri yang cukup besar tetapi dalam tata
ruang dan penataan perlengkapan kurang maksimal sehingga hal
ini bisa mempengaruhi kenyamanan dan keleluasaan pekerja.
Lingkungan yang tidak kondusif seperti ini dapat
megakibatkan pekerja sulit mengatur gerak dalam ruangan
ditambah lagi beberapa barang penyimpanan dan meja tempat
pengguntingan, mesin jahit itu sendiri yang ditata kurang
sistematis membuat rungan terlihat sempit.
Ruang kerja yang sempit juga dapat mempengaruhi tingkat
stress pekerja karenan ini dianggap mengancam keamanan dan
kenyamanan mereka dalam bekerja.
b) Kebisingan
Setelah melakukan observasi di lokasi industri sepatu, pada
industri ini terdapat 4 mesin jahit yang berjalan dan cukup
menimbulkan suara kebisingan yang dapat mengakibatkan
penurunan kemampuan daya konsentrasi dan daya dengar bila
terjadi dalam waktu yang lama.
Contohnya karena kebisingan, pekerja menjadi tidak
konsentrasi sehingga bisa saja terjadi kesalahan dalam pembuatan
sepatu. Selain itu kemungkinan kecelakaan kerja dapat terjadi
sehingga mengakibatkan luka, baik yang permanen maupun yang
tidak.
b. Lingkungan Biologi
Potensial lingkungan biologi pada pekerja adalah dari bahan baku yang
digunakan selama proses kerja seprti bahan imitasi dan bahan kulit. Didalam
serat bahan tidak menutup kemungkinan terdapat banyak baketri dan jamur yang
bersifat pathogen bagi tubuh manusia. Oleh sebab itu ini dapat mengakibatkan
kemungkinan besar untuk terinfeksi bakteri dan jamur tersebut.

c. Lingkungan Kimia
Bahan kimia yang terkandung dalam lem yang digunakan pekerja untuk
memasang upper dengan sol sepatu mengakibatkan Dalam proses produksinya,
penggunaan lem yang mengandung bahan kimia berbahya merupakan hal yang
tidak bisa dihindari. Berdasarkan studi yang dilkukan oleh Departemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Msyarakat, Universitas
Indonesia bekerja sama dengan Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, diketahui
bahwa terdapat pelarut organik dalam lem berupa toluena lebih dari 70% dan
pelarut benzena sekitar 1-2% (Widjaja, 2008). Kedua pelarut tersebut bersifat
toksik, bahkan benzena bersifat karsinogen, sehingga kontak langsung dengan
manusia sedapat mungkin harus dihindarkan. sehingga dikhawatirkan pekerja
dapat terkena dampak kesehatan seperti sindroma pelarut (pusing, mual, sulit
berkonsentrasi), sakit paru, liver, dan leukemia.
Upaya pencegahan dan perlindunan pada pekerja sangatlah penting
dilakukan. Salah satu upaya untuk menurunkan risiko kesehatan pada pekerja
adalah dengan melakukan sosialisasi dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan
yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai bahaya
kimia pada lem dan cara aman bekerja dengan bahan kimia lem. Peningkatan
pemahaman pekerja tentang bahaya kimia akan memicu terciptanya perilaku
kerja yang aman sehingga dapat menurunkan risiko munculnya penyakit akibat
kerja.

d. Lingkungan Fisiologi
a) Sikap Tubuh
Para pekerja memang dituntut untuk duduk lebih lama. Kondisi
dominan berada dalam kondisi duduk, kepala menunduk, punggung
membungkuk serta leher menekuk dapat mengakibatkan penyakit dan
kecelakaan kerja.
Misalnya posisi duduk sekalipun pada saat duduk menurut
tegangan pada kaki rendah, sikap tak alami dapat dihindari, konsumsi
energi terkurangi dan kebutuhan peredaran darah hanya sedikit
(Sastrowinoto, 1985). Akan tetapi untuk posisi duduk yang keliru dan
terlalu lama tanpa adanya refleksi otot punggung dapat mengakibatkan
sakit punggung. Selain itu pada saat duduk otomatis perut mengendor
maka ini dapat mengakibatkan gangguan dalam salauran pencernaan dan
paru-paru.

b) Penggunaan APD
Pekerja sama sekali tidak menggunakan alat pelindung diri karena
menurutnya hanya dapat memperlambat pekerjaanya dan mereka jadi
terganggu dalam mengerjakan tugasnya. APD yang harus digunakan
pada industri ini adalah:
 Masker
 Alas kaki
 Sarung tangan
 Sarana dan Peralatan Kerja
Peralatan kerja yang digunakan pada industri ini seperti palu, paku, tang,
pisau, gunting dapat berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja terlebih para
pekerja juga tidak memakai alat pelindung diri. seperti gunting tidak dilengkapi
dengan pengaman. dan banyak peralatan – peralatan tersebut yang berkeliaran
dilantai sedangkan para pekerja tidak memakai alas kaki.

B. FAKTOR MANUSIA

1. Kesehatan Tenaga Kerja


Dari hasil observasi kami melihat kesehatan pekerja terlihat baik, tetapi
ketidakpedulian para pekerja terhadap hal – hal yang mereka anggap sepele
justru dapat membahayakan kesehatan mereka, seperti pada bau lem yang
mereka hirup terus – menerus. Selain itu pada benda – benda tajam yang
berserakan yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja.
2. Kesesuaian Sikap, Cara dan Sistem Kerja
Para pekerja pada industri sepatu ini setiap hari sekurang – kurangnya
selama 8 jam melakukan pekerjaan dengan duduk, hal ini dapat menyebabkan
beberapa gangguan kesehatan.
BAB IV

UPAYA PENGETAHUAN, REKAYASA PENGENDALIAN

DAN PENANGGULANGAN

A. Rekayasa Teknologi Pengendalian

1. Lingkungan Kerja
Hal yang dapat dilakukan untuk pengendalian lingkungan kerja dalam
pencencegahan terjadinya penyakit akibat kerja perlu dilakukan pembenahan
pada ruang kerja tersebut, penyediaan dan pemakaian alat pelindung diri seperti
sarung tangan.
2. Keselamatan Kerja
Salah satu tindakan pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja
yang dilakukan oleh pekerja pada lokasi yang saya ambil adalah pengelolaan
waktu kerja. Menurut informasi beliau pengaturan jam kerja dan waktu istirahat
sangat ia perhitungkan karena dengan jam kerja yang berlebih dapat berimbas
pada kesehatan pekerja.
Namun pemilik tidak melakukan pencegahan kecelakaan kerja dengan
menyediakan alat pelindung kerja dan perlengkapan P3K ( Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan ) bagi para pekerja.
Untuk lebih sempurnanya pencegahan dan pengendalian kecelakaan
kerja sebaiknya pekerja memperhitungkan terlebih dahulu dampak sikap dan
perilakunya selam bekerja terhadapa kesehatan. Selain itu, pemilik serta pekerja
juga harus memperhatikan segala aspek yang berpotensi menjadi penyebab
kecelakan kerja, tidak hanya dari satu aspek saja.

B. Pencegahan dan Penanggulangan dari Aspek Manusia

1. Penyakit Akibat Kerja


Pencegahan dan penaggulangan yang dilakukan pemilik adalah
memberikan makan siang pada para pekerja selain itu member I waktu istirahat
yang cukup.
2. Sikap dan Sistem Kerja
Pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan pemilik adalah
memberikan kursi yang ada sandarannya, dengan demikian dapat mengurangi
kelelahan yang dialami pekerja saat seharian bekerja.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di industri khususnya di
industri sepatu dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ;
1. Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki
pekerja di industri ini masih kurang memadai karena dia sedikit tahu
tentang kesehatannya saja tanpa memperhatikan aspek keselamatannya.
2. Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa
potensial hazard. Seperti ; potensial hazard lingkungan fisik (panas),
potensial hazard lingkungan fisiologis ( ergonomi ), serta potensial hazard
lingkungan biologi (debu dan mikroorganisme)
3. Pada penggunaan Alat Pelindung Diri, tidak digunakan karena faktor
kebiasaan.
4. Pencegahan / pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu jika
pekerja merasa sudah lelah dia berhenti bekerja kemudian beristirahat
sejenak.Ini dapat mengurangi resiko kecelakaan kerja akibat kelelahan.
Membersihkan lantai atau permukaan lingkungan kerja yang terkena
minyak ketika hendak membereskan jualan Menggunakan celemek ketika
menggoreng.

B. SARAN
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
disampaikan penulis yaitu untuk pemerintah agar lebih memperhatikan
penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di industri khususnya industri
sektor informal. Dan kepada pengusaha ini sebaiknya menmperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA

Suardi, Rudi. 2007. Sistem manajemen dan kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta
: PPM

Subaris, Heru. 2007. Hygiene Lingkungan Kerja. Jogjakarta : Mitra Cendikia Press

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja ( Hiperkes ). Jakarta :


sagung seto

(http://www.pondokinfo.com/index.php/pondok-realita/45-masyarakat/64-sektor-
informal-permasalahan-dan-upaya-mengatasinya.html

Diakses pada 21 oktober 2012

http://sanitationhealth.blogspot.com/2012/01/usaha-kesehatan-kerja-bagi-pekerja.html

Diakses pada 21 oktober 2012

Pdf-kesehatan dan keselamatan kerja-sektor informal

Diakses pada 21 oktober 2012

Anda mungkin juga menyukai