Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR

I. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Luka bakar merupakan luka yg terjadi karena terbakar api bisa secara langsung maupun
tidak langsung, juga bisa disebabkan oleh pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik,
ataupun bahan kimia. Luka bakar disebabkan oleh api atau akibat tidak langsung dari api,
misalnya karena tersiram air panas banyak dan biasanya terjadi pada kecelakaan dari
rumah tangga (Sjamsuidajat, 2004).
Luka bakar ialah luka yg disebabkan oleh suhu tinggi, & disebabkan banyak factor, yakni
fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yg mengelupas, petir, atau bahan
kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
Luka bakar merupakan sebuah trauma yg disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia
& petir yg mengenai bagian kulit, mukosa & jaringan yg lebih dalam (Kusumaningrum,
2008).

2. ETIOLOGI
Luka bakar (Combustio) dapat terjadi akibat paparan api, baik dengan secara langsung
maupun tidak langsung, misalnya akibat terkena siraman air panas yg banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari sinar matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan terjadinya luka bakar. Secara garis besar,
Timbulnya luka bakar dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
1. Paparan api
a. Flame
Akibat adanya kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, &
menyebabkan timbulnya cedera langsung ke jaringan tersebut. Api akan
membakar pakaian terlebih dulu baru setelah itu mengenai tubuh. Serat alami pada
pakaian memiliki kecenderungan untuk dapat terbakar, sedangkan serat sintetik
pada pakaian cenderung meleleh/menyala & menimbulkan terjadinya cedera
tambahan.
b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat adanya kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yg dihasilkan terbatas pada lokasi tubuh yg mengalami sebuah

1
kontak. Misalnya ialah luka bakar yang di akibat oleh rokok & alat-alat seperti
solder besi atau beberapa peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat adanya kontak dengan air panas. Semakin kental cairan & semakin
lama durasi waktu kontaknya, semakin besar risiko kerusakan yg akan ditimbulkan.
Luka yg disengaja/ akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan atas pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan.
Sedangkan pada kasus yg disengaja, luka biasanya melibatkan seluruh ekstremitas
dalam pola sirkumferensial dengan garis yg menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Biasanya ditemukan di daerah industri/akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas
dapat menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yg berlebih/tinggi dari uap
yang bertekanan tinggi. Apabila terjadi sebuah inhalasi, uap panas bisa menyebabkan
timbulnya cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi dapat menyebabkan adanya cedera thermal lokasi pada saluran nafas bagian
atas dan oklusi jalan nafas akibat adanya edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yg lewat menembus jaringan tubuh. Biasanya luka
bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik dapat menyebabkan percikan api &
membakar pakaian dapat menyebabkan adanya luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sinar matahari, terapi radiasi

3. TANDA DAN GEJALA


Luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang sering disebabkan oleh panas dan bisa sangat
menyakitkan hingga mengakibatkan gejala seperti:
- Kulit memerah
- Kulit mengelupas
- Luka melepuh
- Kulit hangus
- Pembengkakan

2
4. MANIFESTASI KLINIS

5. PATOFISIOLOGI
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh adanya pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat adanya hantaran atau sebuah radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein/ionisasi isi
sel. Kulit & mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yg
dalam termasuk organ visceral akan mengalami kerusakan dikarenakan luka bakar
elektrik/kontak yg cukup lama dengan burning agent. Nekrosis & keganasan organ dapat
terjadi.
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar & lamanya kontak
dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sekitar 56.10
C mengakibatkan cidera full thickness yg serupa. Perubahan patofisiologik yg disebabkan
oleh luka bakar yg berat selama awal periode syok luka bakar dapat mencakup hipoperfusi
jaringan & hipofungsi organ yg terjadi sekunder akibat adanya penurunan curah jantung
dengan diikuti oleh adanya fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik
awal sesudah luka bakar yg berat ialah ketidakstabilan hemodinamika akibat dari
hilangnya integritas kapiler & kemudian terjadi perpindahan suatu cairan, natrium serta
protein dari sebuah ruang intravaskuler kedalam ruang interstisial.
Curah jantung dapat menurun sebelum perubahan yg signifikan pada volume darah terlihat
dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan & berkurangnya sebuah volume
vaskuler, sehingga curah jantung akan terus turun & terjadi sebuah penurunan tekanan
darah. Sebagai respon, sebuah sistem syaraf simpatik nantinya akan melepaskan

3
ketokelamin yg meningkatkan vasokontriksi 7 frekuensi denyut nadi. Kemudian
vasokontriksi pembuluh darah perifer dapat menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yg tersebar terjadi dalam waktu 24 hingga 36 jam
pertama setelah luka bakar & mencapai puncaknya dalam jangka waktu 6-8 jam. Dengan
terjadinya sebuah pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar dapat menghilang & cairan
dapat mengalir kembali kedalam kompartemen vasculer, dan volume darah dapat saja
meningkat. Lantaran edema akan bertambah berat pada luka bakar yg melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil & syaraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi
aliran darah sehingga terjadi sebuah iskemia. Komplikasi ini umumnya dinamakan
syndrom kompartemen.
Volume darah yg beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi sebuah syok luka
bakar. Kehilangan cairan akan mencapai 3-5 liter dalam per 24 jam sebelum luka bakar
telah ditutup. Selama terjadinya syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium
serum terhadap resusitasi cairan memiliki variasi. Umumnya hipnatremia terjadi secara
cepat setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan ditemukan sebagai akibat adanya
destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terjadi selanjutnya dengan berpeindahnya cairan
& tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat adanya kerusakan
sel darah merah menyebabkan nilai hematokrit meninggi disebabkan kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yg mencakup adanya trombositopenia & sebuah masa pembekuan
serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai adanya hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi
oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat adanya hipermetabolisme &
respon lokal. Fungsi dari renal dapat berubah sebagai akibat dari kurangnya volume darah.
Destruksi beberapa sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin
bebas dalam urin. Bila aliran darah disaat melewati tubulus renal tidak memadai,
hemoglobin & mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga menimbulkan adanya
nekrosis akut tubuler & gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan adanya pelepasan factor-factor
inflamasi yg abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan
fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar memiliki risiko
tinggi untuk menglami sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan untuk
mengatur suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh
dalam kondisi rendah, namun pada beberapa jam berikutnya menyebabkan hipertermi yg
diakibatkan oleh hipermetabolisme.

4
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap
Hb (Hemoglobin) jika turun menunjukkan adanya sebuah pengeluaran darah yg
banyak sedangkan jika mengalami peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan
adanya sebuah cedera, pada Ht (Hematokrit) yg meningkat menunjukkan adanya
sebuah kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi berhubungan dengan
kerusakan yg diakibatkan oleh suhu panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit
Leukositosis dapat terjadi perubahan sehubungan dengan adanya sebuah infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri)
Untuk mengetahui sebuah kecurigaaan adanya cedera inhalasi. Penurunan tekanan
oksigen (PaO2) atau adanya peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin
dapat terlihat pada adanya retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum
Kalium dapat saja meningkat pada awal sehubungan dengan adanya sebuah cedera
jaringan & penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin akan menurun
lantaran kehilangan suatu cairan, hipertermi dapat terjadi saat proses konservasi ginjal
& hipokalemi pula dapat terjadi bila mulai adanya diuresis.
5. Natrium Urin
Lebih >20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , <10 mEqAL menduga
ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat
Peningkatan Alkali Fosfat berhubungan dengan adanya perpindahan cairan interstisial
atau sebuah gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum
Peninggian nilai kadar Glukosa Serum menunjukkan adanya respon stress.
8. Albumin Serum
Untuk mengetahui adanya kehilangan suatu protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin
Peninggian menunjukkan adanya penurunan perfusi atau fungsi ginjal, namun
kreatinin dapat saja meningkat karena adanya cedera jaringan.
10. Loop aliran volume

5
Memberikan suatu pengkajian non-invasif terhadap suatu efek atau luasnya cedera.
11. EKG
Untuk mengetahui adanya tanda sebuah iskemia miokardial/distritmia.
12. Fotografi luka bakar
Memberikan catatan untuk proses penyembuhan luka bakar.

7. KOMPLIKASI
1. Gagal jantung kongestif & edema pulmonal.
2. Sindrom kompartemen
Sindrom ini ialah sebuah proses terjadinya sebuah pemulihan integritas kapiler, syok
luka bakar akan dapat menghilang & cairan mengalir kembali kedalam kompartemen
vasculer, selanjutnnya volume darah akan dapat meningkat. Lantaran edema dan akan
bertambah berat pada luka bakar yg melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah
kecil & syaraf pada ekstremitas distal menyebabkan terjadinya obstruksi aliran darah
sehingga terjadi sebuah iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat adanya kegagalan respirasi terjadi apabila derajat gangguan ventilasi &
pertukaran gas telah mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus & bising usus merupakan beberapa tanda ileus paralitik
akibat luka bakar. Distensi lambung & nausea dapat mengakibatkan nause. Perdarahan
lambung yg terjadi sekunder akibat stress fisiologik yg massif (hipersekresi asam
lambung) dapat ditandai oleh adanya darah okulta dalam feces, regurgitasi
muntahan/vomitus yg berdarh, ini merupakan beberapa tanda ulkus curling.
5. Syok sirkulasi terjadi akibat adanya kelebihan muatan cairan/bahkan hipovolemik yg
terjadi sekunder akibat adanya resusitasi cairan yang adekuat. Beberapa tandanya
biasanya pasien menunjukkan perubahan mental, perubahan status respirasi, perubahan
pada tekanan darah, curah janutng, penurunan haluaran urine, dan adanya peningkatan
frekuensi denyut nadi.
6. Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan adanya resusiratsi cairan yg
tidak adekuat khususnya hemoglobin/mioglobin terdektis dalam urine.

6
8. PENATALAKSANAAN
Pasien luka bakar harus segera dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama
penatalaksanaan ialah mempertahankan saluran jalan nafas tetap paten, ventilasi yg efektif
& mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea bisanya dilakukan pada pasien yg
mengalami luka bakar berat atau adanya kecurigaan jejas inhalasi atau adanya luka bakar
di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan apabila sudah terjadi edema luka bakar
atau adanya pemberian cairan resusitasi yg terlalu banyak. Pada pasien dengan luka bakar,
intubasi orotrakea & nasotrakea lebih dipilih dari pada tindakan trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar biasanya terjadi hipertensi. Adanya hipotensi awal yg tidak
dapat dijelaskan atau adanya beberapa tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar
menimbulkan kecurigaan adanya sebuah jejas „tersembunyi‟. Oleh sebab itu, setelah
mempertahankan ABC, prioritas berikutnya ialah dapat mendiagnosis &
menatalaksanakan jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yg mengancam nyawa. Riwayat
terjadinya luka bermanfaat untuk dapat mencari trauma terkait & kemungkinan adanya
sebuah jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, & alergi juga
sangat penting dalam evaluasi awal. Pakaian pasien dibuka keseluruhannya, semua luas
permukaan tubuh dinilai. Dengan adanya pemeriksaan radiologik pada tulang belakang
servikal, torak dan pelvis, dapat membantu untuk mengevaluasi adanya kemungkinan
terjadi sebuah cidera trauma tumpul. Setelah mengevaluasi adanya jejas signifikan lainnya,
luka bakar dievaluasi.
Tatalaksana resusitasi luka bakar
 Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
a. Intubasi
Tindakan intubasi dilakukan sebelum adanya edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan aliran jalan nafas dan
sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama seperti intubasi hanya saja dianggap terlalu sangat agresif &
menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding dengan intubasi. Krikotiroidotomi
memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan
bilasan bronkoalveolar & pasien dapat berbicara apabila dibanding dengan
intubasi.

7
c. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan agar dapat menyediakan kebutuhan oksigen apabila terdapat patologi
jalan nafas yg menghalangi suplai oksigen. Berhati-hatilah dalam melakukan
pemberian oksigen dosis besar lantaran dapat menimbulkan adanya stress oksidatif,
sehingga akan terbentuk radikal bebas yg bersifat vasodilator & modulator sepsis.

d. Melaksanakan Pemberian terapi inhalasi

Bertujuan untuk mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen
saluran jalan nafas & mencairkan secret yg kental sehingga mudah untuk
dikeluarkan. Terapi inhalasi biasanya menggunakan cairan dasar natrium klorida
sekitar 0,9% ditambahkan dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu biasanya
ditambahkan beberapa zat dengan memiliki khasiat tertentu misalnya atropin
sulfat (menurunkan adanya produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi
terjadinya asidosis seluler) & steroid (masih kontroversial)

e. Melakukan Perawatan jalan nafas

f. Melakukan Penghisapan sekret (secara berkala)

g. Bilasan bronkoalveolar

h. Perawatan rehabilitatif untuk membantu melakukan respirasi

i. Eskarotomi pada dinding torak yg bertujuan untuk dapat memperbaiki kompliansi


paru

Tatalaksana resusitasi cairan

Umumnya resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yg adekuat &
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga gangguan iskemia
jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan juga diberikan agar
dapat meminimalisasi & eliminasi cairan bebas yg tidak diperlukan, optimalisasi status
volume & komposisi intravaskular agar dapat menjamin survival/maksimal dari seluruh
sel, serta meminimalisasi respons inflamasi & hipermetabolik dengan menggunakan
kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, koloid,

8
hipertonik, dan sebagainya pada waktu yang lebih tepat. Dengan adanya resusitasi cairan
yg tepat, kita dapat lebih mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali pada
kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan biasanya dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa
cara yang biasa digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan :

o Cara Evans

- Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

- Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

- 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam waktu 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam waktu 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
dari jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah dari jumlah
cairan pada hari kedua.

o Cara Baxter

Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL. Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam
waktu 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam waktu 16 jam berikutnya. Pada hari
kedua diberikan setengah dari jumlah cairan pada hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah dari jumlah cairan pada hari kedua.

Resusitasi nutrisi

Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya harus dilakukan sejak
dini & pasien tidak perlu mesti dipuasakan. Bila pasien tidak sadar atau mengalami
penurunan kesadaran, maka pemberian nutrisi dapat dilakukan melalui naso-gastric tube
(NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mesti mengandung 10-15 % protein, 50-60 %
karbohidrat & 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan
fungsi dari kekebalan tubuh & mencegah terjadinya atrofi vili usus.

9
Perawatan luka bakar
Umumnya untuk dapat menghilangkan rasa nyeri pada luka bakar (Combustio)
digunakan morfin dengan dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg
& „maintenance‟ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis untuk anak-anak 0,05-0,2
mg/kg setiap 4 jam). Namun ada juga yg menyatakan pemberian methadone (5-10 mg
dosis pada orang dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi sebagai penghilang rasa nyeri
kronik yg bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Apabila pasien masih merasakan
rasa nyeri setelah pemberian morfin atau methadone, serta dapat juga diberikan
benzodiazepine sebagai terapi tambahan. Terapi pembedahan pada luka bakar :
Eksisi dini
Eksisi dini ialah sebuah tindakan pembuangan jaringan nekrosis & debris (debridement)
yg dilakukan dalam waktu <7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari
dilakukan tindakan ini ialah:
a. Mengupayakan agar proses penyembuhan bisa berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringannekrosis, debris & eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung
lebih lama & segera dilanjutkan dengan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka
bakar biasanya terjadi sebuah edema, hal ini dapat menghambat aliran darah dari
arteri yg dapat menyebabkan terjadinya sebuah iskemi pada jaringan tersebut ataupun
menghambat terjadinya proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin
lamanya waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yg diperlukan untuk
proses penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yg dapat berlanjut menjadi sebuah komplikasi luka
bakar (seperti SIRS). Hal ini berdasarkan jaringan nekrosis yg melepaskan “burn
toxic” (lipid protein complex) yg menginduksi dilepasnya beberapa mediator
inflamasi.
c. Semakin lama proses penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya suatu proses
angiogenesis yg terjadi & vasodilatasi pada sekitar luka. Hal ini menyebabkan
banyaknya darah keluar disaat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan
eksisi dapat meningkatkan risiko kolonisasi mikro – organisme patogen yg akan
menghambat proses pemulihan graft & juga eskar yg melembut membuat tindakan
eksisi semakin sulit. Tindakan ini disertai proses anestesi baik lokal ataupun general

10
& pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini biasanya digunakan untuk dapat
mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam & derajat III. Tindakan ini diikuti dengan
tindakan hemostasis & juga “skin grafting”. Tindakan ini pula tidak akan mengurangi
mortalitas pada pasien luka bakar yang cukup luas. Kriteria dalam penatalaksanaan
eksisi dini ditentukan oleh beberapa factor penting, yaitu:
- Kasus luka bakar dalam yg diperkirakan membutuhkan penyembuhan lebih dari 3
minggu.
- Kondisi fisik yg memungkinkan untuk dapat menjalani operasi besar.
- Tidak ada suatu masalah dengan proses pembekuan darah.
- Tersedia donor yg cukup untuk dapat menutupi permukaan terbuka yg akan
timbul.
Eksisi dini lebih diutamakan dilakukan pada daerah luka yang terdapat disekitar
batang tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial & eksisi fasial.

Eksisi tangensial
Eksisi tangensial ialah sebuah teknik dengan mengeksisi jaringan yg terluka lapis
demi lapis sampai ditemukan permukaan yg mengeluarkan darah (endpoint).
Adapun alat-alat yg umumnya digunakan dapat bermacam-macam, yaitu seperti
pisau Goulian atau Humbly yg umumnya digunakan pada luka bakar dengan luas
permukaan luka yg cukup kecil, sedangkan pisau Watson ataupun mesin yg dapat
memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yg luas.
Permukaan kulit yg dilakukan tindakan ini tak boleh melebihi 25% dari luas
seluruh permukaan tubuh. Untuk dapat memperkecil perdarahan dapat dilakukan
hemostasis, yakni dengan menggunakan tourniquet sebelum dilakukan sebuah
eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yg akan dieksisi.
Selanjutnya dilakukan beberapa hal tersebut, baru bisa dilakukan “skin graft”.
Keuntungan dari dilakukan teknik ini ialah didapatnya fungsi optimal dari kulit &
keuntungan dari segi kosmetik. Namun kerugian yg biasanya terjadi dari teknik
ialah perdarahan dengan jumlah yg banyak & endpoint bedah yg sangat sulit
ditentukan.

11
Eksisi tangensial
Eksisi fasial ialah suatu teknik yg mengeksisi jaringan yg terluka hingga mencapai
lapisan fascia. Teknik ini umumnya digunakan pada beberapa kasus luka bakar
dengan ketebalan penuh ( full thickness ) yg sangat luas atau pada luka bakar yg
sangat dalam. Alat yg sering digunakan dalam melakukan teknik ini ialah sebuah
pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”. Adapun suatu keuntungan &
kerugian yg dilakukan dari teknik ini ialah:
a. Keuntungan
Lebih mudah untuk dikerjakan, lebih cepat, perdarahan tidak terlalu banyak,
endpoint yg lebih mudah untuk ditentukan
b. Kerugian
Kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko adanya cedera pada beberapa
saraf superfisial & tendon sekitar, adanya edema pada bagian distal dari eksisi
Skin grafting
Skin grafting ialah sebuah metode penutupan luka secara sederhana. Tujuan dari digunakan
metode ini ialah:

a. Menghentikan terjadinya evaporate heat loss

b. Mengupayakan agar proses penyembuhan dapat terjadi sesuai dengan waktu

c. Melindungi jaringan yang terbuka

Skin grafting harus dilakukan secara cepat setelah dilakukannya eksisi pada luka bakar
pasien. Kulit yg digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yg berasal dari
tubuh manusia lain yg telah diproses ataupun bisa berasal dari permukaan tubuh lain dari
tubuh pasien (autograft). Daerah tubuh yg biasa digunakan untuk daerah donor autograft ialah
bagian paha, bokong & perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat
dilakukan dengan cara split thickness skin graft / full thickness skin graft. Bedanya dari
beberapa teknik tersebut ialah lapisan-lapisan kulit yg diambil sebagai donor. Untuk dapat
memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan
dan dibuat beberapa lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan
tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan menggunakan mesin. Metode ini biasa disebut

12
mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yg akan dilakukan
proses grafting, usia pasien, keparahan luka & telah dilakukannya pengambilan kulit donor
sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini biasa dilakukan dengan mesin „dermatome‟
maupun dengan cara manual dengan menggunakan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum
dilakukan tindakan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) &
juga terapi anestesi. Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yg dihasilkan
dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan & hematom setelah dilakukan
eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian
perdarahan itu sangat diperlukan. Adabeberapa factor yg mempengaruhi keberhasilan dalam
penyatuan kulit donor dengan jaringan yg mau dilakukan grafting ialah:

- Kulit donor setipis mungkin

- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yg akan dilakukan grafting), hal ini
dapat dilakukan dengan cara :

a. Drainase yang baik

b. Cegah melakukan gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)

c. Menggunakan kasa adsorben

13
9. PATHWAY

14
II. RENCANA ASUHAN KLIEN DENGAN LUKA BAKAR
1. PENGKAJIAN
1.1 Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal
MRS, dan lain-lain
1.2 Keluhan utama
Keluhan utama yg dirasakan oleh klien dengan luka bakar ialah rasa nyeri, sesak
nafas. Nyeri bisa disebabakna kerena adanya iritasi terhadap syaraf. Dalam
melakukan suatu pengkajian nyeri harus diperhatikan dari aspek paliatif, severe,
time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yg timbul beberapa jam / hari kemudian setelah
mengalami luka bakar & disebabkan karena adanya pelebaran pembuluh darah
sehingga timbul adanya penyumbatan saluran nafas bagian atas, apabila edema paru
berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
1.3 Riwayat penyakit sekarang
Gambaran kondisi klien di mulai dengan awal terjadinya luka bakar, penyabeb
lamanya kontak, pertolongan pertama yg dilakuakan serta keluhan klien selama
menjalan semua perawatan ketika dilakukan pengkajian. Jika dirawat meliputi
beberapa fase : Pada fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak),
fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang
klien akan pulang)
1.4 Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit sebelumnya yg pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami sebuah luka bakar. Risiko kematian dapat meningkat bila klien
mememiliki riwayat penyakit kardiovaskuler, DM, paru, neurologis, atau
penyalagunaan obat & alkohol
1.5 Riwayat penyakit keluarga
Merupakan sebuah gambaran mengenai keadaan kesehatan keluarga & penyakit yg
berhubungan dengan kesehatan klien, yg meliputi : jumlah dari anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan suatu keluarga mengenai
masalah kesehatan, serta kemungkinan adanya penyakit turunan
1.6 Pola ADL
Meliputi pola kebiasaan klien dalam kehidupan sehari-hari dirumah dan di RS dan
jika terjadi suatu perubahan pola menimbulkan suatu masalah bagi klien. Pada
pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan masalah gangguan

15
anoreksia, mual, & muntah. Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami suatu
penurunan lantaran klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Pola
pemenuhan istirahat tidur juga mengalami suatu gangguan. Hal ini umumnya
disebabkan karena adanya rasa nyeri.

1.7 Riwayat psiko sosial


Pada umumnya dari kasus klien dengan luka bakar sering muncul beberapa
masalahyg salah satunya konsep diri body image yg disebabkan karena dari fungsi
kulit sebagai kosmetik mengalami sebuah gangguan perubahan. Selain itu, luka
bakar juga membutuhkan perawatan yang cukup lama sehingga mengganggu klien
dalam melakukan sebuah aktifitas. Hal ini menumbuhkan gangguan stress, rasa
cemas, & rasa takut.
1.8 Aktifitas/istirahat
Tanda: Adanya penurunan kekuatan, Ketahanan, keterbatasan bergerak pada lokasi
tubuh yang sakit; gangguan massa otot, serta adanya perubahan tonus.
1.9 Sirkulasi
Tanda (dengan adanya cedera luka bakar >20 % APTT): hipotensi (syok),
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yg mengalami cedera,vasokontriksi
perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih & dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia ( syok listrik ), pembentukan oedema jaringan.
1.10 Integritas ego
Gejala: masalah mengenai keluarga, mencangkup pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
1.11 Eliminasi
Tanda: pengeluaran urine mengalami penurunan selama fase darurat; warna
mungkin sedikit hitam kemerahan apabila terjadi mioglobin, menunjukan adanya
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler & mobilisasi cairan
kedalam sirkulasi).
1.12 Makanan Atau Cairan
Tanda: Terjadi oedema pada jaringan umum, mengalami anoreksia, merasa
mual/muntah.
1.13 Nyeri/kenyamanan

16
Gejala: Merasakan berbagai nyeri; misalnya luka bakar derajat I secara eksteren
sensitif apabila disentuh, ditekan, & mengalami perubahan suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat II sangat amat nyeri; smentara respon pada luka bakar
ketebalan derajat kedua sangat tergantung pada keutuhan dari ujung syaraf; luka
bakar derajat III tidak merasakan nyeri.

1.14 Pernafasan
Gejala: jika terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
mengalami cedera inhalasi). Tanda: mengalami serak, batuk dan bisa mengii,
ketidakmampuan dalam menelan sekresi oral & sianosis, indikasi cedera inhalasi.
1.15 Pemeriksaan fisik
a. keadaan umum
Biasanya penderita datang dalam kondisi kotor mengeluh panas,rasa nyeri &
merasa gelisah dan bisa mengalami penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar
mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah mengalami penurunan, nadi cepat, suhu tubuh dingin
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
lihat kesimetrisan bentuk kepala, penyebaran rambut, adanya perubahan
warna rambut setalah terjadi luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade
dan luas permukaan luka bakar
2) Mata
lihat kesimetrisan kedua mata dan kelengkapan, kelopak mata, apakah ada
lesi serta adanya benda asing yg menyebabkan terjadinya gangguan
penglihatan serta bulu mata yg rontok akibat luka bakar
3) Hidung
lihat kesimetrisan apakah adanya perdarahan, mukosa biasanya kering,
sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok akibat luka bakar.
4) Mulut
Umumnya terjadi sianosis lantaran kurangnya supplay darah ke otak, bibir
kering lantaran intake cairan kurang
5) Telinga

17
Lihat Kesimetrisan bentuk kedua telinga, apakah mengalami gangguan
pendengaran lantaran adanya benda asing, perdarahan & serumen
6) Leher
raba posisi trakea, denyut nadi karotis terjadi peningkatan sebagai
kompensasi/respon untuk mengataasi masalah kekurangan cairan
d. Pemeriksaan Thorak Atau Dada
Lihat bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal,
vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yg masuk ke paru, auskultasi suara
ucapan egoponi, apakah ada suara nafas tambahan ronchi
e. Abdomen
Lihat bentuk perut apakah membuncit lantaran kembung, palpasi adanya nyeri
tekan pada area epigastrium yg mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Muskuloskletal
Lihat jika adanya atropi, bila terdapat luka baru pada muskuloskleletal, apakah
terjadi penurunan kekuatan otot karena nyeri
g. Pemeriksaan neurologi
Kaji tingkat kesadaran dengan menghitung GCS. Nilai GCS dapat menurun bila
supplay darah ke otak kurang dari kebutuhan (syok hipovolemik) dan nyeri yang
hebat (syok neurogenik)
h. Pemeriksaan kulit
i. Merupakan sebuah pemeriksaan pada darah yg mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas permukaan luka bakar
menurut kaidah rumus 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut :

18
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan .
Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan .
Kriteria hasil :
1) Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
2) Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
3) Berpartisipasi dalam aktivitas dari tidur atau istirahat dengan tepat
Intervensi :
1) Tutup luka sesegera mungkin, kecuali perawatan luka bakar metode pemejanan
pada udara terbuka
Rasional :
Suhu berubah dan tekanan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan
ujung saraf.
2) Ubah pasien yang sering dan rentang gerak aktif dan pasif sesuai indikasi
Rasional :
Gerakan dan latihan menurunkan kekuatan sendi dan kekuatan otot tetapi tipe latihan
tergantung indikasi dan luas cedera.
3) Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat dan penutup
tubuh
Rasional :
Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor, sumber panas eksternal perlu
untuk mencegah menggigil.
4) Kaji keluhan nyeri pertahankan lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 0-10)
Rasional :
Nyeri hampir selalu ada pada derajat beratnya, keterlibatan jaringan atau kerusakan
tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridement.
5) Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
Rasional :
Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme
koping.
6) Dorong penggunaan tehnik manajemen stress, contoh relaksasi, nafas dalam,
bimbingan imajinatif dan visualisasi.
Rasional :

19
Memfokuskan kembali perhatian, memperhatikan relaksasi dan meningkatkan rasa
control yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologi.
7) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional :
Dapat menghilangkan nyeri

Diagnosa 2 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma


Kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan regenerasi jaringan
2) Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar
Intervensi :
1) Kaji atau catat ukuran warna kedalaman luka, perhatikan jaringan metabolik dan
kondisi sekitar luka
Rasional :
Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan
petunjuk tentang sirkulasi pada area grafik.
2) Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan control infeksi
Rasional :
Menyiapkan jaringan tubuh untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi.

Diagnosa 3 : Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan


kehilangan cairan melalui rute abnormal luka.
Kriteria Hasil :
Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh haluaran urine
individu, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab.
Intervensi :
1) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi perifer.
Rasional :
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler
2) Awasi haluaran urine dan berat jenis, observasi warna dan hemates sesuai indikasi
Rasional :
Secara umum penggantian cairan harus difiltrasi untuk meyakinkan rata-rata haluaran
urine 30-50 ml / jam (pada orang dewasa). Urine bisa tampak merah sampai hitam

20
pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya
mioglobin.
3) Perkirakan deranase luka dan kehilangan yang tak tampak
Rasional :
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan
kehilangan melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran
urine, khususnya selama 24-72 jam pertama setelah terbakar.
4) Timbang berat badan tiap hari
Rasional :
Pergantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya.
Peningkatan berat badan 15-20% pada 72 jam pertama selama pergantian cairan dapat
diantisipasi untuk mengembalikan keberat sebelum terbakar kira-kira 10 hari setelah
terbakar.
5) Selidiki perubahan mental
Rasional :
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidakadekuatan
volume sirkulasi atau penurunan perfusi serebral.
6) Observasi distensi abdomen, hematemesess, feses hitam, hemates drainase NG dan
feses secara periodik.
Rasional :
Stress (curling) ulkus terjadi pada setengah dan semua pasien pada luka bakar berat
(dapat terjadi pada awal minggu pertama).
7) Kolaborasi kateter urine
Rasional :
Memungkinkan observasi ketat fungsi ginjal dan menengah stasis atau reflek urine,
potensi urine dengan produk sel jaringan yang rusak dapat menimbulkan disfungsi
dan infeksi ginjal.

Diagnosa 4 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer


tidak adekuat ; kerusakan perlindungan kulit
Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi :
Intervensi :
1) Implementasikan tehnik isolasi yang tepat sesuai indikasi

21
Rasional :
Tergantung tipe atau luasnya luka untuk menurunkan resiko kontaminasi silang atau
terpajan pada flora bakteri multiple.
2) Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang
datang kontak ke pasien
Rasional : Mencegah kontaminasi silang
3) Cukur rambut disekitar area yang terbakar meliputi 1 inci dari batas yang terbakar
Rasional : Rambut media baik untuk pertumbuhan bakteri
4) Periksa area yang tidak terbakar (lipatan paha, lipatan leher, membran mukosa )
Rasional :
Infeksi oportunistik (misal : Jamur) seringkali terjadi sehubungan dengan depresi
sistem imun atau proliferasi flora normal tubuh selama terapi antibiotik sistematik.
5) Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan gunting
dan forcep.
Rasional : Meningkatkan penyembuhan
6) Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi

Diagnosa 5 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan


ketahanan
Kriteria Hasil :
Menyatakan dan menunjukkan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
mempertahankan posisi, fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktor,
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau
menunjukkan tehnik atau perilaku yang memampukan aktivitas.
Intervensi :
1) Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau khususnya untuk luka bakar
diatas sendi.
Rasional :
Meningkatkan posisi fungsional pada ekstermitas dan mencegah kontraktor yang
lebih mungkin diatas sendi.
2) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali pasif kemudian aktif
Rasional :

22
Mencegah secara progresif, mengencangkan jaringan parut dan kontraktor,
meningkatkan pemeliharaan fungsi otot atau sendi dan menurunkan kehilangan
kalsium dan tulang.
3) Instruksikan dan Bantu dalam mobilitas, contoh tingkat walker secara tepat.
Rasional : Meningkatkan keamanan ambulasi

Diagnosa 6 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


status hipermetabolik
Kriteria Hasil :
Menunjukkan pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
dibuktikan oleh berat badan stabil atau massa otot terukur, keseimbangan nitrogen
positif dan regenerasi jaringan.
Intervensi :
1) Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif atau tidak ada bunyi
Rasional :
Ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar tetapi biasanya dalam 36-
48 jam dimana makanan oral dapat dimulai.
2) Pertahankan jumlah kalori berat, timbang BB / hari, kaji ulang persen area
permukaan tubuh terbuka atau luka tiap minggu.
Rasional :
Pedoman tepat untuk pemasukan kalori tepat, sesuai penyembuhan luka, persentase
area luka bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang diberikan dan penilaian
yang tepat dibuat.
3) Awasi massa otot atau lemak subkutan sesuai indikasi
Rasional :
Mungkin berguna dalam memperkirakan perbaikan tubuh atau kehilangan dan
keefektifan terapi.
4) Berikan makan dan makanan sedikit dan sering
Rasional :
Membantu mencegah distensi gaster atau ketidaknyamanan dan meningkatkan
pemasukan.

23
III. DAFTAR PUSTAKA
Ahmadsyah. I, Prasetyono TOH. (2005). Luka. Dalam : Sjamsuhidajat R,de Jong W,
editor. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brunner & Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Vol 3. Jakarta :
EGC.
Crowin, E.J. (2003). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Heimbach DM, Holmes JH.Burns : In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR,
Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. (2007). Schwartz’s Principal Surgery.
8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies.
Huddak & Gallo. (2006). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.
Moenadjat Y. (2003). Luka Bakar Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Masoenjer, dkk. (2002). Kapita Selekta Kedokteran.FKUI. Jakarta : Media
Aeuscullapius.
Santosa, Budi. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta :
Prima Medika.
Sjamsudiningrat, R & Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta : EGC.

Banjarmasin, Februari 2017

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

( Firman Arief, S.Kep.,Ns ) ( Muhammad Fadli, S.Kep.,Ns )

24

Anda mungkin juga menyukai