Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

SINDROMA NEFROTIK

Oleh:

Riko Aldino Dian Putra

NIM: 04084811416118

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2015
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTIFIKASI
Nama : An. Juni Saputra
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kapuran Sekar Senja
Agama : Islam
Nama Ayah : Sahroni
Nama Ibu : Maryati
MRS Tanggal : 31 Januari 2015

1.2 ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 4 februari 2015
Keluhan Utama : bengkak di seluruh tubuh
Keluhan Tambahan : (-)

1.2.1 Riwayat Perjalanan Penyakit:

4 hari SMRS, penderita mengalami bengkak di mata. Bengkak timbul


pertama kali timbul di kelopak mata, timbul pada pagi hari saat bangun tidur,
berkurang pada siang hari. Bengkak pada mata tidak gatal, tidak merah, tidak
ada sekret, riwayat alergi juga tidak ada. Bengkak kemudian menjalar ke bagian
tubuh lain, ke tungkai dan perut. Ibu pasien juga mengeluh kencing anaknya
menjadi sedikit, berbusa (+), warna seperti cucian daging (-), berpasir (-), anak
tidak mengeluh sakit saat kencing. Keluhan lain seperti demam tidak ada, batuk
(-), pilek (-), sesak nafas tidak ada, pucat (-), jantung berdebar-debar (-). Pasien
belum berobat.

2 hari SMRS, bengkak semakin meluas, bengkak pertama kali muncul di


mata, muncul pada pagi hari dan berkurang pada siang hari. Bengkak selain di
mata juga muncul pada tangan dan kaki, hingga sampai ke skrotum. BAK

2
semakin berkurang jumlahna, BAK hanya sedikit, BAK 1-2x dalam sehari
dengan warna urin kuning seperti urin biasa. Urin berbusa (+), urin berpasir (-),
Urin seperti cucian daging (-). Riwayat BAK berwarna seperti teh tidak ada,
berwarna seperti air cucian daging tidak ada, BAK berpasir tidak ada, BAK
mengedan tidak ada. Os berobat ke Sp.A dan dianjurkan untuk dirawat.

1.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat keluhan serupa ada, satu tahun yang lalu, pasien didiagnosis
Sindroma nefrotik dan dirawat selama 3 bulan dan pulang dengan
perbaikan. Pasien hanya kontrol satu kali dan menyetop obat sendiri.
- Riwayat sakit tenggorokkan dan nyeri menelan tidak ada
- Riwayat koreng di kulit ada, ruam di kulit tidak ada..
- Riwayat penyakit jantung bawaan tidak ada

1.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga ada, nenek pasien
- Riwayat penyakit ginjal di keluarga disangkal.

1.2.4 Riwayat Keluarga

Maryati /31tahun/IRT Syahroni 41 tahun/buruh

1.2.5 Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Anak


Masa kehamilan : cukup bulan
Periksa hamil : tidak teratur
Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan
Minum alkohol : tidak ada
Merokok : tidak ada
Makan obat-obatan tertentu : tidak ada

3
Penyakit atau komplikasi kehamilan ini : tidak ada

1.2.6 Riwayat Persalinan


Presentasi : normal
Cara Persalinan : spontan
Tanggal : 3 Juni 2010
Riwayat Inj. Vitamin K : (+)
KPSW : (-)
Riwayat demam saat kehamilan : (-)
Riwayat ketuban kental, hijau, bau : (-)
Keadaan Bayi Saat Lahir
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kondisi Saat Lahir : langsung menangis
BBL : 3500 gram
PBL : 50cm

1.2.7 Riwayat Makan


ASI : 0 - 6 bulan (ASI eksklusif on demand)
Susu formula : 6 bulan - Promina
Bubur susu : 8 bulan (3 kali sehari, 3 sdm)
Nasi tim : + sekarang ( 3 hari sekali, ½ centong nasi :
bubur nasi, kentang dan wortel, hati ayam atau
ikan)
Nasi biasa : + sekarang (3 kali sehari, ayam 2 – 3 kali
seminggu, 1/3 ikan 2 – 3 kali seminggu, buah 3 –
4 kali seminggu yang paling sering buah
semangka)
Kesan : kuantitas makanan kurang mencukupi akan
kurang bergizi

1.2.8 Riwayat Perkembangan


Berbalik : 3 bulan

4
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 12 bulan
Kesan : perkembangan dalam batas
normal

1.2.9 Riwayat Imunisasi


BCG : scar (+) lengan kanan
DPT : 3x
Polio : 4x
Hepatitis B : 3x
Campak : 1x
Kesan : imunisasi dasar lengkap

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal pemeriksaan : 4 februari 2015
A. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/50 mmHg
Nadi : 100x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 26x/menit, reguler
Suhu : 36.5ºC
Berat Badan : 18 kg
Tinggi Badan : 108 cm
Lingkar Perut : 64 cm
Status Gizi
BB/U : diantara 0 SD dan -2 SD
TB/U : diantara 0 SD dan -2 SD
BB/TB : diantara 0 SD dan +1 SD
Kesan : gizi baik

5
B. Pemeriksaan Khusus
Kepala : Muka Moon Face
Bentuk : Normocephali
Rambut : Lebat, hitam, pendek, halus, distribusi normal,
tidak mudah dicabut, lesi di kepala(-)
Mata : Pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya
+/+, kornea keruh (-), konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-), edema periorbita (+)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), deforrmitas (-), mukosa
hiperemis (-), secret (-), deviasi septum (-) konka
hiperemis (-), epistaksis(-).
Telinga : Tidak ada deformitas, nyeri tarik auricular (-),
nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-),
CAE lapang, serumen plaque (-), mukosa
hiperemis(-), secret (-).
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), mukosa mulut kering (-),
rhagaden (-), stomatitis(-), cheilitis(-), papil
atrofi(-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, Detritus (-),
uvula di tengah, arkus faring simetris.
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2cmH20
Thorax : Bentuk Normal, Retraksi (-)
Paru-paru
Inspeksi : Secara statis dan dinaamis simetris.
Palpasi : Stem fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba, iktus kordis tidak teraba

6
Perkusi : Batas atas jantung ICS II linea midclavicularis
sinistra, Batas kanan jantung ICS IV linea
parasternalis sinistra, Batas kiri jantung ICS IV
linea midclavicularis sinistra,
Auskultasi : HR 108x/menit, BJ I-II normal, regular, pulsus
deficit (-), murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Palpasi : Lemas, hepar dan lien sukar dinilai
Perkusi : undulasi (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Lipat paha dan
genitalia : Pembesaran KGB (-), edema skrotum (+)
Ekstremitas : Akral hangat (+), CRT <2”, edema pretibial (+)
pitting edema

1.4 Diagnosa Banding


- Sindroma Nefrotik Relaps
- Sindroma Nefritik Akut
- Kurang Energi Protein

1.5 Pemeriksaan Penunjang


31 Januari 2015
Hemoglobin 9.1g/dl 14-16 g/dl
Eritrosit 3.7 jt/ul 4.5-5.5 juta/ul
Leukosit 10.300/ul 5.000-10.000
Golongan Darah =AB=
Hitung jenis leukosit
Segmen 56% 50-70%
Limfosit 44% 20-40%
Kolesterol 399 mg% <200 mg%

7
Ureum 65 mg% 20-40 mg%
Creatinin 1,2 mg% 0.9-1.2 mg%

02 Februari 2015
Urinalisa Pada Penderita Batasan
Reduksi (-) (-)
Protein (+) (+)
Bilirubin (-) (-)
Sedimen
Lekosit (+) 8-10/lp 0-3/lp
Eritrosit (+) 0-5/lp
Sel epitel (+) (+)
Kristal Ca-oxalat (+) (-)
Silinder (-)

09 Februari 2015
Urinalisa Pada Penderita Batasan
Reduksi (-) (-)
Protein (++) (+)
Bilirubin (-) (-)
Sedimen
Lekosit (+) 10-15/lp 0-3/lp
Eritrosit (+) 0-5/lp
Sel epitel (+) (+)
Kristal Ca-oxalat (+) (-)
Silinder (-)

8
1.6 Diagnosa Kerja
Sindroma Nefrotik Relaps

1.7 Penatalaksanaan
Diet
- Protein normal sesuai kebutuhan RDA
- Diet rendah garam 1-2g/hari
Medikamentosa
- IVFD D5 gtt XX/menit mikro
- Furosemid 1x18 mg IV
- Prednisone 2mg/kgbb/hr tot:36mg 3-2-2

1.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

9
FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
05 februari 2015 S: Bengkak Diseluruh Tubuh
O: Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 110x/menit
Pernapasan : 26x/menit
Suhu : 36.8
Berat Badan : 18 kg
Tinggi Badan : 108 cm
Lingkar Perut : 63 cm
Intake : 1600cc
Output : 1400cc

Keadaan Spesifik
- Kepala : pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks
cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), edema palpebra (+)
- Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-/-)
- Telinga : serumen (-), sekret (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-/-), tonsil T1-
T1
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thorax
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-),
wheezing (-)
- Abdomen
Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba,

10
ascites (+)
- Lipat paha dan genitalia : edema skrotum (+)
- Ekstremitas : akral dingin (-), pucat (-), CRT <2
detik, edema pretibial (+)
A: Sindroma Nefrotik relaps
P: IVFD D5 gtt XX/menit mikro
Protein normal sesuai kebutuhan RD
Diet rendah garam 1-2g/hari
Furosemid 1x18mg IV
Prednisone 2mg/kgbb/hr tot:36mg 3-2-2

06 februari 2015 S: bengkak di seluruh tubuh (+)


O: Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 110x/menit
Pernapasan : 28x/menit
Suhu : 36.7
Berat Badan : 18 kg
Tinggi Badan : 108 cm
Lingkar Perut : 63 cm
Intake : 1300 cc
Output : 1500 cc

Keadaan Spesifik
- Kepala : pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks
cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), edema palpebra (+)
- Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-/-)
- Telinga : serumen (-), sekret (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-/-), tonsil T1-

11
T1
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thorax
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-),
wheezing (-)
- Abdomen
Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba,
ascites (+)
- Lipat paha dan genitalia : edema skrotum (+)
- Ekstremitas : akral dingin (-), pucat (-), CRT <2
detik, edema pretibial (+)
A: Sindroma Nefrotik relaps
P: IVFD D5 gtt XX/menit mikro
Protein normal sesuai kebutuhan RD
Diet rendah garam 1-2g/hari
Furosemid 1x1,8mg IV
Prednisone 2mg/kgbb/hr tot:36mg 3-2-2

07 februari 2015 S: Bengkak di seluruh tubuh (+)


O: Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernapasan : 26x/menit
Suhu : 36.0
Berat Badan : 18 kg
Tinggi Badan : 108 cm
Lingkar Perut : 60 cm
Intake : 1500
Output : 1000

12
Keadaan Spesifik
- Kepala : pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks
cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), edema palpebra (+)
- Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-/-)
- Telinga : serumen (-), sekret (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-/-), tonsil T1-
T1
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thorax
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-),
wheezing (-)
- Abdomen
Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba,
ascites (+)
- Lipat paha dan genitalia : edema skrotum (+)
- Ekstremitas : akral dingin (-), pucat (-), CRT <2
detik, edema pretibial (+)
A: Sindroma Nefrotik Relaps
P: IVFD D5 gtt XX/menit mikro
Protein normal sesuai kebutuhan RD
Diet rendah garam 1-2g/hari
Furosemid 1x1,8mg IV
Prednisone 2mg/kgbb/hr tot:36mg 3-2-2

13
1.9 Resume

Pasien seorang anak laki-laki berusia 5 tahun datang dengan keluhan


bengkak di seluruh tubuh. 4 hari SMRS, penderita mengalami bengkak di
seluruh tubuh. Bengkak timbul pertama kali di kelopak mata pada pagi hari
saat bangun tidur, kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Bengkak terutama
terlihat pada pagi hari dan berkurang pada siang hari.

Sejak sakit, penderita mengalami penurunan frekuensi BAK. Sebelum


mengalami bengkak, frekuensi BAK penderita >4x dalam sehari, namun
setelah mengalami bengkak, penderita hanya BAK 1-2x dalam sehari dengan
warna urin kuning keruh. Penderita kemudian dibawa ke RSUD Ibnu Sutowo
dan menjalani rawat inap.

± 1 tahun yang lalu, pasien pernah mengalami keluhan serupa dan


didiagnosis sebagai sindroma nefrotik. Pasien dirawat di rumah sakit selama
3 bulan dan pulang dengan perbaikan. Pasien tidak rutin kontrol dan
menyetop obat sendiri.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum dalam batas normal dan
keadaan spesifik ditemukan adanya wajah sembab, edema periorbita,
abdomen cembung, undulasi(+), edema pretibial (+), serta edema skrotum
(+).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan anemia,


hiperkolesterolemia, peningkatan ureum serta kreatiinin pada borderline.
Urinalisa ditemukan proteinuria, leukosit(+), eritrosit(+), sel epitel(+), dan
kristal oksalat(+).

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri
dari edema, proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemi. Yang
dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar ≥ 40
mg/m2/jam atau proteinuria +2 atau lebih. Hipoalbuminemia apabila kadar
albumin dalam darah ≤ 2,5 gram/dl serta kolesterol dalam darah meningkat ≥
200 mg/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai
hipertensi, hematuri dan azotemia.

II. Epidemiologi

Sekitar 75%-80% kasus SN di klinik merupakan SN primer (idiopatik). Angka


kejadian terbanyak pada anak berumur antara 3-4 tahun. Pada anak-anak,
berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal, paling sering
ditemukan nefropati lesi minimal(75%-85%) dan laki-laki dua kali lebih banyak
daripada wanita.

III. Etiologi
Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun, yaitu reaksi antigen-antibodi.
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik bawaan / kongenital, yaitu jenis sindrom nefrotik yang
ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Diturunkan sebagai
resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua
pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Prognosis buruk
dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik primer/idiopatik, faktor etiologinya tidak diketahui.
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara
primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Klasifikasi sindroma

15
nefrotik berdasarkan histopatologi, Churg dkk membagi dalam 4 golongan,
yaitu:
a. Glomerulonefritis pascastreptokok
b. Glomerulonefritis kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan
mikroskop electron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan
cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin
beta-IC pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak
terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik
dibandingkan dengan golongan lain

c. Glomerulonefritis membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis
kurang baik

d. Glomerulonefritis proliferatif
- Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakkan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul
setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada
sindrom nefrotik.prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat
penyembuhan setelah pengobatan yang lama.

- Dengan penebalan batang lobular


Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang
lobular.

- Dengan bulan sabit (crescent)


Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai
(kapsular) dan visceral. Prognosis biasanya buruk.

- Glomerulonefritis membranoproliferatif

16
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai
membrane basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A
rendah. Prognosis tidak baik.

e. Glomerulosklerosis fokal segmental


Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai
dengan atrofi tubulus. Prognosisnya buruk.

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa


sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM) sekitar 80-80%. Pada
dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit
dibandingkan pada anak-anak.Gambaran patologi anatomi lainnya adalah
glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-9%, proliferatif mesangial
difus (GNPMD) 6,2% dan nefropati membranosa (GNM) 1,3%.

3. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah:
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema.
b. Infeksi: hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, timbal,
racun serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schnlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma: tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal, tumor
wilms, leukemia.

IV. Klasifikasi
1. Berdasarkan etiologi
a. Sindrom nefrotik primer
b. Sindrom nefrotik kongenital
c. Sindrom nefrotik sekunder

17
2. Berdasarkan kelainan histopatologi
a. Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)
b. Glomerulosklerosis
- glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
- glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
c. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
d. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
e. Glomerulonefritis kresentik (GNK)
f. Glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP)
- GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
- GNMP tipe II dengan deposit intramembran
- GNMP tipe III dengan deposit transmembran/ subepitelial
g. Glomerulonefritis membranosa (GNM)
h. Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

3. Berdasarkan respon terhadap terapi steroid


a. Steroid responsif (umumnya SNKM)
b. Steroid dependen (umumnya juga SNKM)
c. Steroid non responsif (umumnya GSFS, GSFG, GNMP) atau sindrom
neforik sekunder
Pada saat ini klasifikasi SN lebih didasarkan pada respon klinik yaitu:
1. Sindrom nefrotik respon steroid (SNSS)
2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
Beberapa batasan yang dipakai pada SN adalah:
1. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/ jam)
3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps: proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/ jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu.
3. Relaps jarang: proteinuria +2/> muncul kembali kurang dari dua kali
dalam setahun setelah pengobatan steroid dihentikan.
4. Relaps sering : proteinuria +2/> muncul kembali 2 kali dalam 6 bulan
atau 3 kali dalam setahun setelah pengobatan steroid dihentikan.

18
5. Dependen steroid: relaps terjadi saat dosis steroid diturunkan atau dalam
14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-
turut.
6. Resisten steroid: remisi tidak terjadi setelah akhir minggu ke delapan
pengobatan steroid alternating.

V. Patofisiologi
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah
satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang
biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.
Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan
negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia
merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat
rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik
plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang
interstitial.

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh


penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya α-glikoprotein sebagai
perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara
spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid
kembali normal.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma


intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding
kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema.
Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya
retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha
kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal.
Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian
menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi
cairan ke ruang interstitial.

19
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu
rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi
natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar
natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini
dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah
sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom
nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik
justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas
renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut
teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena
mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik
perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma
dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling
cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan
volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron
rendah sebagai akibat hipervolemia.
Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang
dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung
bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena
patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi
rangsangan yang lebih dari satu.

Permeabilitas kapiler Proteinuria Hipoalbuminemia Tekanan osmotik


glomerulus  masif intravascular 

Ekstravasasi cairan ke
Katabolisme lipoprotein 
interstisial

 LDL Hiperkolesterolemia  Trigliserida


Hipovolemia Edema

Tekanan perfusi
ginjal 

Aktivasi RAAS 

Reabsorpsi Na di
20 tubulus distalis

Oliguria Volume BAK Retensi garam dan


 air
VI. Gejala Klinis
Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak
dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga
keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering
bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum
atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan
sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi
pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak
tampak lebih pucat.

Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab


muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada
ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan
bekas bila ditekan (pitting edema). Sembab biasanya tampak lebih hebat pada
pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut
disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien
SNKM.

Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom


nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan
sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang
meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang
kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh
karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun
karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi
berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat
menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.

Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan
ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.

21
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit
berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak
yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah
merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga
dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu
sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi
terganggu. Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi
badan, lingkar perut dan tekanan darah.

Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari.
Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-
pasien dengan tipe yang lain.

Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5
g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan
umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol
LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar
lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.

Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun


tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom
nefrotik.

Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum
biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal
tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak
langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites.
USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai
pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal

22
VII. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,
perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang
berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna
kemerahan.

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-
kadang ditemukan hipertensi.

c. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan rutin
 Darah tepi : Hb, jumlah leukosit, trombosit, hitung jenis, LED
 Urinalisis : Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (≥ 2+), dapat
disertai hematuria
 Kimia darah : kolesterol, albumin/globulin, ureum/kreatinin, asam
urat, Na, K, Ca dan P
Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio
albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal
kecuali ada penurunan fungsi ginjal.

 Klirens kreatinin (rumus Schwart)  K x tinggi badan (cm)


Kreatinin serum (mg/dl)
Nilai K pada: BBLR < 1 tahun = 0,33
Aterm< 1 tahun = 0,45
1-12 tahun = 0,55
Perempuan 13-21 tahun = 0,57
Laki-laki 13-21 tahun = 0,70

23
 Tes Mantoux (sebelum terapi steroid dimulai)
- Pemeriksaan atas indikasi
 Foto thorak, EKG bila dijumpai edema berat
 ASTO dan C3 bila dijumpai tanda-tanda nefritis
 CRP dan biakan urin bila dijumpai LED , hematuria, leukositosis,
leukosituria dan silinderuria
 ANA, anti DsDNA, C3, C4 bila dicurigai SLE
 Biopsi ginjal dengan indikasi:
- Usia >6 tahun dengan manifestasi sindroma nefritis
- Usia <1 tahun
- C3 menurun secara persisten
- Steroid persisten/relaps sering (selama atau pasca terapi steroid)

VIII. Diagnosis Banding


1. Penyakit ginjal : Sindrom nefrotik, sindrom nefritis akut
2. Penyakit hati : sirosis hepatis
3. Penyakit jantung : dekomp cordis
4. Malnutrisi

IX. Penatalaksanaan
1. Aktivitas
Aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien, jika ada: edema anasarka,
dispnea, hipertensi  tirah baring
2. Diet
 protein normal sesuai RDA yaitu 2 gram/kgbb/hari
 diet rendah garam (1-2 gram /hari) selama edema/mendapat terapi steroid
3. Diuretik
 restriksi cairan (30 ml/kgbb/hari) selama ada edema berat dan oliguria
 loop diuretic  Furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila kadar kalium rendah
< 3,5 mEq/L dapat dikombinasi dengan spironolakton 1-2 mg/kgbb/hari

24
diberikan pada edema berat/ anasarka. Diuretik > 1 minggu periksa ulang
natrium dan kalium plasma.
 Bila disertai hipovolemia (hipoalbuminemia berat  kadar albumin ≤1,5
gram/dl, berikan infus albumin rendah garam 20-25% 1gram/kgBB atau
plasma sebanyak 15-20 ml/kgBB dalam 1-2 jam, 15-30 menit setelah
infus albumin/ plasma selesai diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB IV.
4. Antibiotik/antiviral
Antibiotik diberikan bila:
 edema anasarka + laserasi kulit  amoksisilin, eritromisin atau
sefaleksin
 infeksi  beri antibiotik yang disesuaikan dengan derajat berat infeksi
 bila terjadi infeksi Varicella  Asiklovir 80 mg/kgBB/hari dibagi 4
dosis 7-10 hari, pengobatan kortikosteroid stop sementara
5. Imunisasi
 vaksin virus hidup baru diberikan setelah 6 minggu pengobatan steroid
selesai
 kontak dengan penderita Varicella  imunoglobulin Varicella-Zoster
dalam waktu <72 jam
6. Tuberkulostatika
 Tes Mantoux (+)  beri INH profilaksis
 TBC aktif  beri OAT
7. Kortikosteroid
Pengobatan steroid untuk sementara tidak boleh diberikan bila dijumpai :
- hipertensi
- infeksi berat (viral/bakteri)
- azotemia
o Pengobatan inisial pada pasien baru
 Dosis inisial prednison atau prednisolon 60 mg/m2/hari atau 2
mg/kgBB/hari sesuai dengan BB ideal (BB/TB) dibagi 3 dosis
(maksimal 80 mg/hari) selama 4 minggu
 Remisi (+) pada 4 minggu pertama, dosis alternating 40 mg/m 2/hari
(2/3 dosis inisial) selang sehari pada pagi hari sudah makan selama 4

25
minggu lalu stop. Bila remisi terjadi antara minggu ke-5 sampai
dengan akhir minggu ke8, steroid alternating dilanjutkan 4 minggu
lagi.
 Remisi (-) sampai akhir minggu ke 8  steroid resisten
o Pengobatan SN relaps
 Bila dijumpai proteinuria ( +2) setelah pengobatan steroid selesai,
perlu dicari faktor pemicunya (biasanya infeksi) dan diobati dengan
AB selama 5-7 hari.
 Bila proteinuria jadi negatif tidak perlu diberi prednison, bila
proteinuria masih tetap ( +2) atau tidak ditemukan fokus infeksi mulai
dengan prednison dosis penuh sampai remisi (proteinuria negatif atau
trace 3 hari berturut-turut) maksimal 4 minggu  dilanjutkan dosis
alternating selama 4 minggu  stop
 Bila pada full dose selama 4 minggu remisi (-), alternating 4 minggu
remisi (-)  resisten steroid
o Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
Ada 4 pilihan:
1. pemberian steroid jangka panjang
2. pemberian Levamisol
3. pengobatan CPA
4. pengobatan Siklosporin
Cari fokus infeksi seperti TB, infeksi di gigi atau kecacingan.
1. Steroid jangka panjang
o Dimulai dengan prednison atau prednisolon dosis penuh 4
minggu sampai terjadi remisi.
o Lanjutkan dengan steroid alternating 4 minggu, kemudian dosis
diturunkan perlahan 0,5 mg/kgBB setiap 4 minggu sampai dosis
terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5
mg/kgBB alternating, dapat diteruskan selama 6-12 bulan 
coba dihentikan.
o Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat >0,5
mg/kgBB/alternating, tetapi <1 mg/kgBB/alternating tanpa efek

26
samping yang berat dapat dicoba dikombinasi dengan Levamisol
selang sehari 2,5 mg/kgBB selama 4-12 bulan atau langsung
diberi CPA
o Bila pasien:
 Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB/alternating atau
 Meskipun dosis rumat < 1 mg/kgBB tetapi disertai:
- efek samping steroid yang berat
- pernah relaps dengan gejala yang berat antara lain
hipovolemia, trombosis, sepsis
Diberikan CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari selama 8-12
minggu.
2. Sitostatika
o Siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari atau IV 500 mg/m2/hari
atau
o Klorambusil 0,2 mg/kgBB/hari selama 8 minggu
Pemantauan dengan pemeriksaan darah tepi : Hb, lekosit,
trombosit 1-2 x seminggu. Obat dihentikan bila jumlah lekosit
<3000/uL, Hb <8 g/dl, atau trombosit <100.000/uL dan
diteruskan kembali setelah lekosit >5000/uL
3. Siklosporin (CyA)
Siklosporin dosis 5 mg/kgBB/hari dipakai pada:
- SN idiopatik yang tidak respon dengan pengobatan steroid atau
sitostatika
- SN relaps sering/dependen steroid

27
SN relaps frekuen/ dependen steroid

Prednisone FD  remisi
Prednisone
Remisi 4 minggu AD AD + CPA

Diturunkan sampai dosis threshold 0,1-0,5


mg/kgbb AD(6-12 bulan)

Relaps pada prednisone > 0,5 Relaps pada prednisone > 1 mg.kg AD
mg/kg AD atau efek samping steroid 

Levamisol 2,5 mg/kgbb AD (4-12 CPA 2-3 mg/kgbb 8-12 minggu


bulan)
Relaps  prednisone standar

Relaps pada prednisone > 0,5 mg/kgbb AD

Siklosporin 5 mg/kgbb/hari selama 1 tahun

Skema pengobatan prednison jangka panjang

o Pengobatan SN resisten steroid


 Lakukan biopsi sebelum pengobatan dimulai
 Obat-obat yang digunakan bisa siklofosfamid puls 500 mg/m2/bulan +
metilprednisolon 40 mg/m2/hari ALT selama 6 bulan atau siklofosfamid
oral 2-3 mg/kgbb/hari + metilprednisolon 40 mg/m2/hari ALT selama 3-6
bulan
o Pengobatan komplikasi
 Tromboemboli
Pencegahan tromboemboli pada SN relaps sering/ dependen steroid/
steroid resisten : aspirin atau dipiridamol selama pengobatan steroid
Heparin diberikan bila sudah trombosis.
 Hipovolemia

28
Diatasi dengan infus NaCl fisiologis, lalu disusul dengan infus albumin 1
gram/kgbb atau plasma 20 ml.kgbb (tetesan lambat  10 tetes per
menit). Bila hipovolemia telah teratasi, penderita masih oliguria
diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB IV.
 Hipokalsemia
Suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D
Bila terjadi tetani diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB IV.
o Tindak lanjut
 Pemeriksaan berat badan, intake output, lingkar perut, tekanan darah
setiap hari
 Pemeriksaan darah tepi 1 kali seminggu
 Urinalisis dan pemeriksaan protein semikuantitatif 2 kali seminggu (jika
sudah trace, diulangi 3 kali berturut-turut)
 Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit selama perawatan sekali 2
minggu
 Awasi efek samping obat dan komplikasi yang mungkin terjadi selama
pasien dirawat.
o Indikasi pulang
 Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik, komplikasi teratasi,
dalam keadaan remisi.
 Selama mendapat steroid kontrol sekali seminggu secara berobat jalan.
Setelah steroid dihentikan, kontrol sekali sebulan selama 3-5 tahun bebas
gejala.
X. Komplikasi
1. Tromboemboli
2. Infeksi
3. Hiperlipidemia
4. Hipokalsemia
5. Hipovolemia
6. Gagal ginjal akut
7. Anemia
8. Pertumbuhan abnormal

29
XI. Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6
tahun.

2. Disertai oleh hipertensi.

3. Disertai hematuria.

4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi


respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira
50% di antaranya akan relaps berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons
lagi dengan pengobatan steroid.

30
BAB III
ANALISIS MASALAH

Anak laki-laki 5 tahun datang dengan keluhan utama bengkak di seluruh tubuh.
Awalnya, edema muncul di kedua mata saat bangun tidur kemudian ke perut dan
tungkai. Edema tungkainya adalah edema pitting. Selain itu, hasil urinalisisnya
menunjukkan adanya proteinuria ++. Berdasarkan konsensus tatalaksana sindrom
nefrotik pada anak oleh IDAI, kedua gejala klinik di atas menunjukkan dua dari empat
gejala klinik untuk mendiagnosis sindrom nefrotik. Menurut konsensus tersebut,
sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinik dengan gejala:
1. Proteinuria masif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada
urin sewaktu > 2 mg/mg atau ≥ 2+).
2. Hipoalbunimenia ≤ 2,5 g/dL.
3. Edema.
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia.

Dari anamnesis didapatkan keluhan utama adalah bengkak diseluruh tubuh.


Bengkak timbul pertama kali di kelopak mata pada pagi hari saat bangun tidur,
kemudian menjalar ke seluruh tubuh, termasuk hingga ke skrotum dan kemaluan.
Penyebab bengkak dapat berasal dari berbagai sumber, namun inti utamanya adalah
akibat dari peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik.
Penyebabnya biasanya berasal dari penyakit ginjal, penyakit hati, gagal jantung, dan
akibat masalah gizi buruk.
Pada gangguan hati, edema lebih menonjol di perut, disertai gambaran gangguan
hepar seperti ikterik. Pada edema akibat gangguan gizi, selain terjadi edema yang lebih
menonjol diperut, akan tampak manifestasi kurang gizi seperti, rambut jagung, cheilitis,
dan crazy pavement dermatosis.
Edema akibat penyakit ginjal akan pertama muncul dimata, terutama pada pagi
hari dan menghilang pada siang hari disertai dengan gangguan fungsi ginjal seperti
proteinuria, hipoalbuumin, dan penurunan laju filtrasi glomerulus.
Pada penderita ini memang didapatkan bengkak timbul perttama kali di kelopak mata
pada pagi hari saat bangun tidur dan berkurang pada siang hari. Bengkak kemudian

31
akan menjalar keseluruh tubuh hingga ke kemaluan. Edema ini merupakan ciri dari
edema pada penyakit ginjal. Kelainan pada ginjal yang dapat menimbulkan edema
adalah sindroma nefrotik dan nefritik, namun apabila edema lebih menjadi gejala yang
menonjol, maka diagnosisnya lebih mengarah ke sindroma nefrotik.
Dari anamnesis penderita didapatkan juga riwyat penurunan BAK setelah
timbulnya edema, frekuensinya hanya menjadi 1-2x dalam sehari dengan warna yang
lebih pekat. Riwayat seperti air cucian daging disangkal, riwayat sakit tenggorokan
sebelumnya tidak ada, sehingga kemungkinan penyakit penyebab adalah sindroma
nefritik akut dapat disingkirkan. \
± 1 tahun yang lalu, pasien pernah mengalami keluhan serupa dan didiagnosis
sebagai sindroma nefrotik. Pasien dirawat di rumah sakit selama 3 bulan dan pulang
dengan perbaikan. Pasien tidak rutin kontrol dan menyetop obat sendiri.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum dalam batas normal dan
keadaan spesifik ditemukan adanya wajah sembab, edema periorbita, abdomen
cembung, undulasi(+), edema pretibial (+), serta edema skrotum (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan anemia, hiperkolesterolemia,
peningkatan ureum serta kreatiinin pada borderline. Urinalisa ditemukan proteinuria,
leukosit(+), eritrosit(+), sel epitel(+), dan kristal oksalat(+).Pada pemeriksaan fisik saat
pasien dating ke RSUD Ibnu Soetowo didapatkan pemeriksaan fisik dalam batas
normal, kecuali edema yang didapatkan, namun pada saat pemeriksaan, pada pasien ini
edema sudah minimal. Mungkin karena sudah dirawat di rumah sakit kurang lebih
sekitar satu bulan.
Pada pemeriksaan urinalisa yang dilakukan saat pasien dating didapatkan
proteinuria, yang menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia, sehingga timbul edema
pada pasien ini. Seiring pasien dirawat, kadar albumin dan koleterol saat pasien pertama
kali datang untuk menegakkan bahwa pasien ini mengalami sindroma nefrotik. Pada
pasien sindroma nefrotik akan mengalami hipoalbuminemia (<2,5 g/dl)
hiperkolesterolemia (>200 mg/dl). Hiperkelosterolemia muncul akibat penurunan
tekanan onkotik, disertai oleh penurunan aktivitas degradai lemak karena hilangnya
alpha glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin diperbaiki baik
secara spontan, maupun dengan terapi pemberian metil atau infuse almbumin, maka
edema dan kadar lipid kembali normal.

32
Penatalaksanaan pada pasien nefrotik ini adalah diet dengan protein normal sesuai
kebutuhan RDA yaitu 2 g/kg/hari. Diet rendah garam juga diperlukan, dilakukan diet 1-
2 g/hari. Medikamentosa dapat diberikan ivfd D5 x gtt mikro dan furosemid 1x1,8mg
/iv, Prednisone 2mg/kgbb/hr tot:36mg 3-2-2.

33
DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Husein, dkk. 2005.


KonsensusTatalaksanaSindromNefrotikIdiopatikpadaAnak.Unit
KerjaKoordinasiNefrologi IDAI. Jakarta, Indonesia.

Bagian IKA RSMH, 2008.StandarPenatalaksanaanIlmuKesehatanAnak. Palembang,


Indonesia.

Hasan, Rusepno, dkk. 2007. BukuKuliah 2 IlmuKesehatanAnak.PercetakanInfomedika.


Jakarta, Indonesia.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. EdisiKetiga. Jilid 2.Penerbit Media
Aesculapius FakultasKedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta, Indonesia

Sari, Dina Kartika, dkk. 2006. Pediatricia. EdisiKedua. Tosca Enterprise. Jogjakarta,
Indonesia.

34

Anda mungkin juga menyukai