SINDROMA NEFROTIK
Oleh:
NIM: 04084811416118
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2015
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 IDENTIFIKASI
Nama : An. Juni Saputra
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kapuran Sekar Senja
Agama : Islam
Nama Ayah : Sahroni
Nama Ibu : Maryati
MRS Tanggal : 31 Januari 2015
1.2 ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 4 februari 2015
Keluhan Utama : bengkak di seluruh tubuh
Keluhan Tambahan : (-)
2
semakin berkurang jumlahna, BAK hanya sedikit, BAK 1-2x dalam sehari
dengan warna urin kuning seperti urin biasa. Urin berbusa (+), urin berpasir (-),
Urin seperti cucian daging (-). Riwayat BAK berwarna seperti teh tidak ada,
berwarna seperti air cucian daging tidak ada, BAK berpasir tidak ada, BAK
mengedan tidak ada. Os berobat ke Sp.A dan dianjurkan untuk dirawat.
3
Penyakit atau komplikasi kehamilan ini : tidak ada
4
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 12 bulan
Kesan : perkembangan dalam batas
normal
5
B. Pemeriksaan Khusus
Kepala : Muka Moon Face
Bentuk : Normocephali
Rambut : Lebat, hitam, pendek, halus, distribusi normal,
tidak mudah dicabut, lesi di kepala(-)
Mata : Pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya
+/+, kornea keruh (-), konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-), edema periorbita (+)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), deforrmitas (-), mukosa
hiperemis (-), secret (-), deviasi septum (-) konka
hiperemis (-), epistaksis(-).
Telinga : Tidak ada deformitas, nyeri tarik auricular (-),
nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-),
CAE lapang, serumen plaque (-), mukosa
hiperemis(-), secret (-).
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), mukosa mulut kering (-),
rhagaden (-), stomatitis(-), cheilitis(-), papil
atrofi(-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, Detritus (-),
uvula di tengah, arkus faring simetris.
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2cmH20
Thorax : Bentuk Normal, Retraksi (-)
Paru-paru
Inspeksi : Secara statis dan dinaamis simetris.
Palpasi : Stem fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba, iktus kordis tidak teraba
6
Perkusi : Batas atas jantung ICS II linea midclavicularis
sinistra, Batas kanan jantung ICS IV linea
parasternalis sinistra, Batas kiri jantung ICS IV
linea midclavicularis sinistra,
Auskultasi : HR 108x/menit, BJ I-II normal, regular, pulsus
deficit (-), murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Palpasi : Lemas, hepar dan lien sukar dinilai
Perkusi : undulasi (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Lipat paha dan
genitalia : Pembesaran KGB (-), edema skrotum (+)
Ekstremitas : Akral hangat (+), CRT <2”, edema pretibial (+)
pitting edema
7
Ureum 65 mg% 20-40 mg%
Creatinin 1,2 mg% 0.9-1.2 mg%
02 Februari 2015
Urinalisa Pada Penderita Batasan
Reduksi (-) (-)
Protein (+) (+)
Bilirubin (-) (-)
Sedimen
Lekosit (+) 8-10/lp 0-3/lp
Eritrosit (+) 0-5/lp
Sel epitel (+) (+)
Kristal Ca-oxalat (+) (-)
Silinder (-)
09 Februari 2015
Urinalisa Pada Penderita Batasan
Reduksi (-) (-)
Protein (++) (+)
Bilirubin (-) (-)
Sedimen
Lekosit (+) 10-15/lp 0-3/lp
Eritrosit (+) 0-5/lp
Sel epitel (+) (+)
Kristal Ca-oxalat (+) (-)
Silinder (-)
8
1.6 Diagnosa Kerja
Sindroma Nefrotik Relaps
1.7 Penatalaksanaan
Diet
- Protein normal sesuai kebutuhan RDA
- Diet rendah garam 1-2g/hari
Medikamentosa
- IVFD D5 gtt XX/menit mikro
- Furosemid 1x18 mg IV
- Prednisone 2mg/kgbb/hr tot:36mg 3-2-2
1.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
9
FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
05 februari 2015 S: Bengkak Diseluruh Tubuh
O: Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 110x/menit
Pernapasan : 26x/menit
Suhu : 36.8
Berat Badan : 18 kg
Tinggi Badan : 108 cm
Lingkar Perut : 63 cm
Intake : 1600cc
Output : 1400cc
Keadaan Spesifik
- Kepala : pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks
cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), edema palpebra (+)
- Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-/-)
- Telinga : serumen (-), sekret (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-/-), tonsil T1-
T1
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thorax
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-),
wheezing (-)
- Abdomen
Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba,
10
ascites (+)
- Lipat paha dan genitalia : edema skrotum (+)
- Ekstremitas : akral dingin (-), pucat (-), CRT <2
detik, edema pretibial (+)
A: Sindroma Nefrotik relaps
P: IVFD D5 gtt XX/menit mikro
Protein normal sesuai kebutuhan RD
Diet rendah garam 1-2g/hari
Furosemid 1x18mg IV
Prednisone 2mg/kgbb/hr tot:36mg 3-2-2
Keadaan Spesifik
- Kepala : pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks
cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), edema palpebra (+)
- Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-/-)
- Telinga : serumen (-), sekret (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-/-), tonsil T1-
11
T1
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thorax
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-),
wheezing (-)
- Abdomen
Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba,
ascites (+)
- Lipat paha dan genitalia : edema skrotum (+)
- Ekstremitas : akral dingin (-), pucat (-), CRT <2
detik, edema pretibial (+)
A: Sindroma Nefrotik relaps
P: IVFD D5 gtt XX/menit mikro
Protein normal sesuai kebutuhan RD
Diet rendah garam 1-2g/hari
Furosemid 1x1,8mg IV
Prednisone 2mg/kgbb/hr tot:36mg 3-2-2
12
Keadaan Spesifik
- Kepala : pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks
cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), edema palpebra (+)
- Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-/-)
- Telinga : serumen (-), sekret (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-/-), tonsil T1-
T1
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thorax
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-),
wheezing (-)
- Abdomen
Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba,
ascites (+)
- Lipat paha dan genitalia : edema skrotum (+)
- Ekstremitas : akral dingin (-), pucat (-), CRT <2
detik, edema pretibial (+)
A: Sindroma Nefrotik Relaps
P: IVFD D5 gtt XX/menit mikro
Protein normal sesuai kebutuhan RD
Diet rendah garam 1-2g/hari
Furosemid 1x1,8mg IV
Prednisone 2mg/kgbb/hr tot:36mg 3-2-2
13
1.9 Resume
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum dalam batas normal dan
keadaan spesifik ditemukan adanya wajah sembab, edema periorbita,
abdomen cembung, undulasi(+), edema pretibial (+), serta edema skrotum
(+).
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri
dari edema, proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemi. Yang
dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar ≥ 40
mg/m2/jam atau proteinuria +2 atau lebih. Hipoalbuminemia apabila kadar
albumin dalam darah ≤ 2,5 gram/dl serta kolesterol dalam darah meningkat ≥
200 mg/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai
hipertensi, hematuri dan azotemia.
II. Epidemiologi
III. Etiologi
Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun, yaitu reaksi antigen-antibodi.
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik bawaan / kongenital, yaitu jenis sindrom nefrotik yang
ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Diturunkan sebagai
resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua
pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Prognosis buruk
dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik primer/idiopatik, faktor etiologinya tidak diketahui.
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara
primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Klasifikasi sindroma
15
nefrotik berdasarkan histopatologi, Churg dkk membagi dalam 4 golongan,
yaitu:
a. Glomerulonefritis pascastreptokok
b. Glomerulonefritis kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan
mikroskop electron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan
cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin
beta-IC pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak
terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik
dibandingkan dengan golongan lain
c. Glomerulonefritis membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis
kurang baik
d. Glomerulonefritis proliferatif
- Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakkan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul
setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada
sindrom nefrotik.prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat
penyembuhan setelah pengobatan yang lama.
- Glomerulonefritis membranoproliferatif
16
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai
membrane basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A
rendah. Prognosis tidak baik.
3. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah:
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema.
b. Infeksi: hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, timbal,
racun serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schnlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma: tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal, tumor
wilms, leukemia.
IV. Klasifikasi
1. Berdasarkan etiologi
a. Sindrom nefrotik primer
b. Sindrom nefrotik kongenital
c. Sindrom nefrotik sekunder
17
2. Berdasarkan kelainan histopatologi
a. Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)
b. Glomerulosklerosis
- glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
- glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
c. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
d. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
e. Glomerulonefritis kresentik (GNK)
f. Glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP)
- GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
- GNMP tipe II dengan deposit intramembran
- GNMP tipe III dengan deposit transmembran/ subepitelial
g. Glomerulonefritis membranosa (GNM)
h. Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
18
5. Dependen steroid: relaps terjadi saat dosis steroid diturunkan atau dalam
14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-
turut.
6. Resisten steroid: remisi tidak terjadi setelah akhir minggu ke delapan
pengobatan steroid alternating.
V. Patofisiologi
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah
satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang
biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.
Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan
negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia
merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat
rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik
plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang
interstitial.
19
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu
rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi
natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar
natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini
dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah
sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom
nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik
justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas
renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut
teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena
mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik
perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma
dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling
cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan
volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron
rendah sebagai akibat hipervolemia.
Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang
dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung
bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena
patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi
rangsangan yang lebih dari satu.
Ekstravasasi cairan ke
Katabolisme lipoprotein
interstisial
Tekanan perfusi
ginjal
Aktivasi RAAS
Reabsorpsi Na di
20 tubulus distalis
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan
ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
21
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit
berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak
yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah
merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga
dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu
sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi
terganggu. Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi
badan, lingkar perut dan tekanan darah.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari.
Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-
pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5
g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan
umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol
LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar
lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum
biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal
tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak
langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites.
USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai
pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal
22
VII. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,
perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang
berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna
kemerahan.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-
kadang ditemukan hipertensi.
c. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan rutin
Darah tepi : Hb, jumlah leukosit, trombosit, hitung jenis, LED
Urinalisis : Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (≥ 2+), dapat
disertai hematuria
Kimia darah : kolesterol, albumin/globulin, ureum/kreatinin, asam
urat, Na, K, Ca dan P
Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio
albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal
kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
23
Tes Mantoux (sebelum terapi steroid dimulai)
- Pemeriksaan atas indikasi
Foto thorak, EKG bila dijumpai edema berat
ASTO dan C3 bila dijumpai tanda-tanda nefritis
CRP dan biakan urin bila dijumpai LED , hematuria, leukositosis,
leukosituria dan silinderuria
ANA, anti DsDNA, C3, C4 bila dicurigai SLE
Biopsi ginjal dengan indikasi:
- Usia >6 tahun dengan manifestasi sindroma nefritis
- Usia <1 tahun
- C3 menurun secara persisten
- Steroid persisten/relaps sering (selama atau pasca terapi steroid)
IX. Penatalaksanaan
1. Aktivitas
Aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien, jika ada: edema anasarka,
dispnea, hipertensi tirah baring
2. Diet
protein normal sesuai RDA yaitu 2 gram/kgbb/hari
diet rendah garam (1-2 gram /hari) selama edema/mendapat terapi steroid
3. Diuretik
restriksi cairan (30 ml/kgbb/hari) selama ada edema berat dan oliguria
loop diuretic Furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila kadar kalium rendah
< 3,5 mEq/L dapat dikombinasi dengan spironolakton 1-2 mg/kgbb/hari
24
diberikan pada edema berat/ anasarka. Diuretik > 1 minggu periksa ulang
natrium dan kalium plasma.
Bila disertai hipovolemia (hipoalbuminemia berat kadar albumin ≤1,5
gram/dl, berikan infus albumin rendah garam 20-25% 1gram/kgBB atau
plasma sebanyak 15-20 ml/kgBB dalam 1-2 jam, 15-30 menit setelah
infus albumin/ plasma selesai diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB IV.
4. Antibiotik/antiviral
Antibiotik diberikan bila:
edema anasarka + laserasi kulit amoksisilin, eritromisin atau
sefaleksin
infeksi beri antibiotik yang disesuaikan dengan derajat berat infeksi
bila terjadi infeksi Varicella Asiklovir 80 mg/kgBB/hari dibagi 4
dosis 7-10 hari, pengobatan kortikosteroid stop sementara
5. Imunisasi
vaksin virus hidup baru diberikan setelah 6 minggu pengobatan steroid
selesai
kontak dengan penderita Varicella imunoglobulin Varicella-Zoster
dalam waktu <72 jam
6. Tuberkulostatika
Tes Mantoux (+) beri INH profilaksis
TBC aktif beri OAT
7. Kortikosteroid
Pengobatan steroid untuk sementara tidak boleh diberikan bila dijumpai :
- hipertensi
- infeksi berat (viral/bakteri)
- azotemia
o Pengobatan inisial pada pasien baru
Dosis inisial prednison atau prednisolon 60 mg/m2/hari atau 2
mg/kgBB/hari sesuai dengan BB ideal (BB/TB) dibagi 3 dosis
(maksimal 80 mg/hari) selama 4 minggu
Remisi (+) pada 4 minggu pertama, dosis alternating 40 mg/m 2/hari
(2/3 dosis inisial) selang sehari pada pagi hari sudah makan selama 4
25
minggu lalu stop. Bila remisi terjadi antara minggu ke-5 sampai
dengan akhir minggu ke8, steroid alternating dilanjutkan 4 minggu
lagi.
Remisi (-) sampai akhir minggu ke 8 steroid resisten
o Pengobatan SN relaps
Bila dijumpai proteinuria ( +2) setelah pengobatan steroid selesai,
perlu dicari faktor pemicunya (biasanya infeksi) dan diobati dengan
AB selama 5-7 hari.
Bila proteinuria jadi negatif tidak perlu diberi prednison, bila
proteinuria masih tetap ( +2) atau tidak ditemukan fokus infeksi mulai
dengan prednison dosis penuh sampai remisi (proteinuria negatif atau
trace 3 hari berturut-turut) maksimal 4 minggu dilanjutkan dosis
alternating selama 4 minggu stop
Bila pada full dose selama 4 minggu remisi (-), alternating 4 minggu
remisi (-) resisten steroid
o Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
Ada 4 pilihan:
1. pemberian steroid jangka panjang
2. pemberian Levamisol
3. pengobatan CPA
4. pengobatan Siklosporin
Cari fokus infeksi seperti TB, infeksi di gigi atau kecacingan.
1. Steroid jangka panjang
o Dimulai dengan prednison atau prednisolon dosis penuh 4
minggu sampai terjadi remisi.
o Lanjutkan dengan steroid alternating 4 minggu, kemudian dosis
diturunkan perlahan 0,5 mg/kgBB setiap 4 minggu sampai dosis
terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5
mg/kgBB alternating, dapat diteruskan selama 6-12 bulan
coba dihentikan.
o Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat >0,5
mg/kgBB/alternating, tetapi <1 mg/kgBB/alternating tanpa efek
26
samping yang berat dapat dicoba dikombinasi dengan Levamisol
selang sehari 2,5 mg/kgBB selama 4-12 bulan atau langsung
diberi CPA
o Bila pasien:
Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB/alternating atau
Meskipun dosis rumat < 1 mg/kgBB tetapi disertai:
- efek samping steroid yang berat
- pernah relaps dengan gejala yang berat antara lain
hipovolemia, trombosis, sepsis
Diberikan CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari selama 8-12
minggu.
2. Sitostatika
o Siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari atau IV 500 mg/m2/hari
atau
o Klorambusil 0,2 mg/kgBB/hari selama 8 minggu
Pemantauan dengan pemeriksaan darah tepi : Hb, lekosit,
trombosit 1-2 x seminggu. Obat dihentikan bila jumlah lekosit
<3000/uL, Hb <8 g/dl, atau trombosit <100.000/uL dan
diteruskan kembali setelah lekosit >5000/uL
3. Siklosporin (CyA)
Siklosporin dosis 5 mg/kgBB/hari dipakai pada:
- SN idiopatik yang tidak respon dengan pengobatan steroid atau
sitostatika
- SN relaps sering/dependen steroid
27
SN relaps frekuen/ dependen steroid
Prednisone FD remisi
Prednisone
Remisi 4 minggu AD AD + CPA
Relaps pada prednisone > 0,5 Relaps pada prednisone > 1 mg.kg AD
mg/kg AD atau efek samping steroid
28
Diatasi dengan infus NaCl fisiologis, lalu disusul dengan infus albumin 1
gram/kgbb atau plasma 20 ml.kgbb (tetesan lambat 10 tetes per
menit). Bila hipovolemia telah teratasi, penderita masih oliguria
diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB IV.
Hipokalsemia
Suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D
Bila terjadi tetani diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB IV.
o Tindak lanjut
Pemeriksaan berat badan, intake output, lingkar perut, tekanan darah
setiap hari
Pemeriksaan darah tepi 1 kali seminggu
Urinalisis dan pemeriksaan protein semikuantitatif 2 kali seminggu (jika
sudah trace, diulangi 3 kali berturut-turut)
Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit selama perawatan sekali 2
minggu
Awasi efek samping obat dan komplikasi yang mungkin terjadi selama
pasien dirawat.
o Indikasi pulang
Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik, komplikasi teratasi,
dalam keadaan remisi.
Selama mendapat steroid kontrol sekali seminggu secara berobat jalan.
Setelah steroid dihentikan, kontrol sekali sebulan selama 3-5 tahun bebas
gejala.
X. Komplikasi
1. Tromboemboli
2. Infeksi
3. Hiperlipidemia
4. Hipokalsemia
5. Hipovolemia
6. Gagal ginjal akut
7. Anemia
8. Pertumbuhan abnormal
29
XI. Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6
tahun.
3. Disertai hematuria.
30
BAB III
ANALISIS MASALAH
Anak laki-laki 5 tahun datang dengan keluhan utama bengkak di seluruh tubuh.
Awalnya, edema muncul di kedua mata saat bangun tidur kemudian ke perut dan
tungkai. Edema tungkainya adalah edema pitting. Selain itu, hasil urinalisisnya
menunjukkan adanya proteinuria ++. Berdasarkan konsensus tatalaksana sindrom
nefrotik pada anak oleh IDAI, kedua gejala klinik di atas menunjukkan dua dari empat
gejala klinik untuk mendiagnosis sindrom nefrotik. Menurut konsensus tersebut,
sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinik dengan gejala:
1. Proteinuria masif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada
urin sewaktu > 2 mg/mg atau ≥ 2+).
2. Hipoalbunimenia ≤ 2,5 g/dL.
3. Edema.
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia.
31
akan menjalar keseluruh tubuh hingga ke kemaluan. Edema ini merupakan ciri dari
edema pada penyakit ginjal. Kelainan pada ginjal yang dapat menimbulkan edema
adalah sindroma nefrotik dan nefritik, namun apabila edema lebih menjadi gejala yang
menonjol, maka diagnosisnya lebih mengarah ke sindroma nefrotik.
Dari anamnesis penderita didapatkan juga riwyat penurunan BAK setelah
timbulnya edema, frekuensinya hanya menjadi 1-2x dalam sehari dengan warna yang
lebih pekat. Riwayat seperti air cucian daging disangkal, riwayat sakit tenggorokan
sebelumnya tidak ada, sehingga kemungkinan penyakit penyebab adalah sindroma
nefritik akut dapat disingkirkan. \
± 1 tahun yang lalu, pasien pernah mengalami keluhan serupa dan didiagnosis
sebagai sindroma nefrotik. Pasien dirawat di rumah sakit selama 3 bulan dan pulang
dengan perbaikan. Pasien tidak rutin kontrol dan menyetop obat sendiri.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum dalam batas normal dan
keadaan spesifik ditemukan adanya wajah sembab, edema periorbita, abdomen
cembung, undulasi(+), edema pretibial (+), serta edema skrotum (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan anemia, hiperkolesterolemia,
peningkatan ureum serta kreatiinin pada borderline. Urinalisa ditemukan proteinuria,
leukosit(+), eritrosit(+), sel epitel(+), dan kristal oksalat(+).Pada pemeriksaan fisik saat
pasien dating ke RSUD Ibnu Soetowo didapatkan pemeriksaan fisik dalam batas
normal, kecuali edema yang didapatkan, namun pada saat pemeriksaan, pada pasien ini
edema sudah minimal. Mungkin karena sudah dirawat di rumah sakit kurang lebih
sekitar satu bulan.
Pada pemeriksaan urinalisa yang dilakukan saat pasien dating didapatkan
proteinuria, yang menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia, sehingga timbul edema
pada pasien ini. Seiring pasien dirawat, kadar albumin dan koleterol saat pasien pertama
kali datang untuk menegakkan bahwa pasien ini mengalami sindroma nefrotik. Pada
pasien sindroma nefrotik akan mengalami hipoalbuminemia (<2,5 g/dl)
hiperkolesterolemia (>200 mg/dl). Hiperkelosterolemia muncul akibat penurunan
tekanan onkotik, disertai oleh penurunan aktivitas degradai lemak karena hilangnya
alpha glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin diperbaiki baik
secara spontan, maupun dengan terapi pemberian metil atau infuse almbumin, maka
edema dan kadar lipid kembali normal.
32
Penatalaksanaan pada pasien nefrotik ini adalah diet dengan protein normal sesuai
kebutuhan RDA yaitu 2 g/kg/hari. Diet rendah garam juga diperlukan, dilakukan diet 1-
2 g/hari. Medikamentosa dapat diberikan ivfd D5 x gtt mikro dan furosemid 1x1,8mg
/iv, Prednisone 2mg/kgbb/hr tot:36mg 3-2-2.
33
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. EdisiKetiga. Jilid 2.Penerbit Media
Aesculapius FakultasKedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta, Indonesia
Sari, Dina Kartika, dkk. 2006. Pediatricia. EdisiKedua. Tosca Enterprise. Jogjakarta,
Indonesia.
34