Anda di halaman 1dari 9

REFARAT

KELAINAN JANTUNG BAWAAN BIRU

Disusun Oleh :

DIAN MARTA SARI SIMBOLON

212 210 163

Pembimbing :
dr. Susanti Dewayani, Sp.A
dr. Bangun Lubis, Sp.A
dr. S.L. Margaretha Gultom, Sp.A

Penyakit Jantung Bawaan

Definisi

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan jantung yang terjadi atau terdapat sejak janin
dalam kandungan dan kelainan ini berlangsung setelah janin dilahirkan. PJB ini merupakan
kelainan posisi jantung dan sirkulasi jantung.

Etiologi

Pada sebagian besar kasus, penyebab PJB belum diketahui dengan pasti. Faktor risiko yang
berperan pada kejadian PJB adalah:
a. Faktor genetik
Gen-gen mutan tunggal (dominan autosomal, resesif autosomal, atau terkait-X) biasanya
menyebabkan PJB sebagai bawaan dari suatu kompleks kelainan. Kelainan kromosom
juga menyebabkan PJB sebagai bagian suatu kompleks lesi, seperti sindrom cri-du-cat
(20%); sindrom XO (Turner) (50%); sindrom Trisomi 21 (Down) (50%), trisomi 13
(90%), dan trisomi 18 (99%). Defek septum ventrikel merupakan kelainan jantung yang
paling lazim pada semua sindrom, kecuali sindrom Turner, yang terutama mengalami
katup aorta bikuspid dan koarktasio aorta.

1
b. Faktor Lingkungan
Ibu yang meminum garam litium saat hamil dapat memperoleh anak yang menderita
penyakit jantung bawaan, dengan insiden lesi katup mitral dan trikuspid yang abnormal
tinggi. Ibu diabetik atau ibu yang meminum progesteron saat hamil mungkin mengalami
peningkatan risiko untuk mempunyai anak dengan PJB. Anak dari ibu alkoholik juga bisa
menderita PJB. Rubela sering menyebabkan stenosis pulmonal perifer, duktus arteriosus
persisten, dan kadang-kadang stenosis katup pulmonal. Koksakivirus juga diduga
menyebabkan PJB.

Jenis Penyakit Jantung Bawaan

1. Penyakit Jantung Bawaan Non-sianotik


Kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan
sianosis
2. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Pada PJB sianosik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa
sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah yang
rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran darah dari pirau
kanan ke kiri atau terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis.
Sianosis pada mukosa bibir dan mulut serta kuku jari tangan dan kaki tampak pada PJB
sianotik. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa akibat hemoglobin tereduksi dalam
sirkulasi >5 g/dl
1. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang
a) Tetralogy of Fallot
Tetralogy of Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang terdiri dari
empat kelainan yaitu defek septum ventrikel perimembranus, stenosis pulmonal
infundibuler, over-riding aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Pada waktu baru lahir
biasanya bayi belum sianotik tetapi bayi tampak biru setelah tumbuh. Manifestasi
yang penting pada kelainan ini adalah terjadinya serangan sianotik yang ditandai oleh
timbulnya sesak napas mendadak, napas cepat dan dalam, sianosis bertambah, lemas,
bahkan bisa juga disertai kejang atau sinkop.
Pada pemeriksaan fisik, ujung-ujung jari tampak membentol dan berwarna biru
(finger clubbing) dan pada auskultasi terdengar bunyi jantung ke-1 normal sedangkan
bunyi jantung ke-2 tunggal disertai murmur ejeksi sistolik di bagian parasternal sela
iga 2-3 kiri.
b) Atresia Pulmonal
Pada kelainan ini darah dari ventrikel tidak dapat menuju arteri pulmonalis dan semua
darah dari ventrikel kanan akan masuk ke aorta. Atresia pulmonal disebabkan oleh
gagalnya proses pertumbuhan katup pulmonal, sehingga tidak terdapat hubungan
antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal. Gejala dan tanda sianotik tampak pada
hari-hari pertama kehidupan. Bunyi jantung ke-2 terdengar tunggal, dan tidak
terdengar adanya murmur pada sela iga 2-3 parasternal kiri. Pada foto rontgen
ditemukan pembesaran jantung dengan vaskularisasi paru yang berkurang.

2
2. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah
a) Transposisi Arteri Besar
Transposisi arteri besar merupakan kelainan dimana terjadi perubahan posisi aorta dan
arteri pulmonalis yakni aorta keluar dari ventrikel kanan dan terletak di sebelah
anterior arteri pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri,
terletak posterior terhadap aorta. Akibatnya aorta menerima darah vena sistemik dari
vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, dan darah diteruskan ke sirkulasi sistemik.
Sedangkan darah dari vena pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan
diteruskan ke arteri pulmonalis dan seterusnya ke paru. Ventrikel Kanan dengan Jalur
Ganda
Pada kelainan ini kedua arteri besar keluar dari ventrikel kanan, masing-masing
dengan konusnya. Presentasi klinis pasien dengan ventrikel kanan dengan jalur ganda
sangat bervariasi, tergantung pada kelainan hemodinamiknya. Diagnosis dapat
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ekokardiografi
b) Trunkus Arteriosus
Trunkus arteriosus merupakan kelainan yang ditandai oleh keluarnya pembuluh
tunggal dari jantung yang menampung aliran darah dari kedua ventrikel, yang
memasok darah sistemik, paru, dan koroner. Normalnya trunkus primitif yang keluar
dari ventrikel primitif terbagi menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Apabila pembagian
ini tidak terjadi, maka dari kedua ventrikel hanya keluar satu pembuluh darah, yaitu
trunkus arteriosus

Embriogenesis Sistem Kardiovaskular

Selama kehamilan bulan pertama, jantung hanya berupa sebuah tabung lurus. Tabung
jantung primitif ini tersusun dari 4 segmen berangkai, yaitu tiga ruangan (sinoatrium,
ventrikel primitif, dan bulbus kordis) dan arteri utama tunggal (trunkus arteriosus). Tabung
jantung primitif ini tersusun dari 4 segmen berangkai, yaitu tiga ruangan (sinoatrium, ventrikel
primitif, dan bulbus kordis) dan arteri utama tunggal (trunkus arteriosus).
Selama kehamilan bulan kedua, susunan tabung jantung sederhana ini berubah menjadi
jantung dengan dua sistem pompa sejajar, dimana tiap sistem memiliki dua ruangan dan satu
arteri besar. Perkembangan bertahap dicapai melalui pembagian segmen proksimal dan distal
menjadi struktur yang berpasangan, dimana sinoatrium menjadi atrium kanan dan kiri, trunkus
menjadi aorta dan arteri pulmonalis serta ventrikel kiri dan kanan yang terbentuk dari ventrikel
primitif dan bulbus kordis.
Ventrikel kiri dan kanan terletak bersisian akibat dari terbentuknya lengkungan dimana
sebelumnya ventrikel primitif dan bulbus kordis berangkaian(Stanger, 2007).
Setelah dua atrium terbentuk, kanal atrioventrikular (AV) dibagi oleh bantalan endokardium
menjadi katup mitral dan katup trikuspid dimana keduanya berhubungan dengan ventrikel
primitif. Perubahan menjadi sistem pemompaan ganda melibatkan penyegarisan setiap ventrikel
dengan setiap katup AV-nya di proksimal dan arteri besar di distal.
Penyegarisan proksimal dicapai dengan perpindahan kanal AV ke arah kanan dan
perpindahan sekat ventrikel ke arah kiri sehingga ventrikel kanan berhubungan dengan atrium
kanan(Stanger, 2007).

3
Kegagalan ventrikel kiri menyegaris kembali dengan katup trikuspid pada ventrikel kanan
menghasilkan ventrikel kiri dengan jalan masuk ganda. Kegagalan trunkus membelah menjadi
arteri pulmonalis dan aorta menghasilkan trunkus arteriosus persisten(Stanger, 2007).

Sirkulasi Kardiovaskuler Bayi

Perubahan yang sangat penting dalam sirkulasi setelah bayi lahir terjadi karena putusnya
hubungan plasenta dari sirkulasi sistemik dan paru yang mulai berkembang. Perubahan-
perubahan yang terjadi adalah:
1. Penurunan tahanan vaskular pulmonalakibat ekspansi mekanik paru-paru, peningkatan
saturasi oksigen arteri pulmonalis dan PO2 alveolar karena tahanan arteri pulmonalis
menurun maka aliran darah pulmonal meningkat. Lapisan medial arteri pulmonalis perifer
berangsur-angsur menipis dan pada usia bayi 10-14 hari tahanan arteri pulmonalis sudah
seperti orang dewasa. Penurunan tahanan arteri pulmonalis akan terhambat bila terdapat
aliran darah paru yang meningkat seperti pada defek septum ventrikel ataupun pada duktus
arteriosus yang besar.
2. Tahanan vaskular sistemik meningkat
3. Duktus arteriosus menutup pada 10-15 jam setelah lahir. Penutupan permanen terjadi pada
usia 2-3 minggu.
4. Foramen ovale menutupsaat bayi lahir tetapi tidak semua bayi mengalaminya. Dalam jam
jam pertama setelah lahir masih dapat dideteksi terdapatnya pirau dari atrium kanan ke
atrium kiri melalui foramen ovale karena tekanan pada atrium kanan masih sedikit lebih
tinggi dibandingkan atrium kiri

Gejala Klinis

Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala yang


menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya
toleransi latihan, kekerapan infeksi saluran napas berulang, dan terdengarnya bising jantung,
dapat merupakan petunjuk awal terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak.1
a. Gangguan pertumbuhan. Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan
pertumbuhan timbul akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan
pertumbuhan timbul akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat timbul
akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.

4
b. Sianosis. Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis
mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat kelainan
jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yang sering didapatkan
pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada ujung-ujung jari.
c. Toleransi latihan. Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk
menggambarkan status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien gagal
jantung selalu menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi latihan dapat
ditanyakan pada orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah pasien
cepat lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak napas
dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi menetek. Apakah ia hanya
mampu minum dalam jumlah sedikit, sering beristirahat, sesak waktu mengisap, dan
berkeringat banyak. Pada anak yang lebih besar ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari
atau naik tangga. Pada pasien tertentu seperti pada tetralogi Fallot anak sering jongkok
setelah lelah berjalan.
d. Infeksi saluran napas berulang. Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke
paru sehingga mengganggu sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung
anak karena anak sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya tidak sedikit pasien
PJB yang sebelumnya sudah diobati sebagai tuberkulosis sebelum di rujuk ke ahli jantung
anak.
e. Bising jantung. Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan
penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak
dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta penjalarannya
dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya bising jantung pada
pemeriksaan fisis, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga
menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan
diagnosis.

Diagnosis

Pada umumnya diagnosis PJB ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang dasar dan lanjutan. Pemeriksaan penunjang dasar yang penting untuk
PJB adalah foto dada, elektrokardiografi dan pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan
lanjutan untuk PJB ini adalah ekokardiografi dan kateterisasi jantung.
a. Anamnesis Pasien
Anamnesis mengenai riwayat penyakit yang diajukan kepada orang tua pasien harus
dilakukan secara sistematis dan terarah untuk mendapatkan informasi yang lengkap. Dimulai
dari riwayat keluarga dan riwayat selama masa kehamilan yang berkaitan dengan kejadian
yang diduga sebagai faktor penyebab. Gejala yang dapat ditemukan diantaranya bayi cepat
lelah saat diberikan ASI, pernafasan yang cepat dan memburu serta banyak berkeringat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik kardivaskular yang penting untuk dilakukan adalah pemeriksaan nadi dan
tekanan darah yang dilakukan pada keempat anggota gerak, dilakukannya auskultasi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi pada dinding dada, dan pemeriksaan organ tubuh lainnya seperti hati,
paru-paru, dan limpa.

5
c. Pemeriksaan elekrokardiografi
Dari pemeriksaan EKG ini dapat diketahui irama jantung yang normal, adanya aritmia,
frekwensi denyut jantung, adanya gangguan atau hambatan hantaran listrik, hipertrofi otot
atrium dan ventrikel dan tanda-tanda adanya hipoksia. Kelainan anatomi atau adanya beban
tekanan atau volume yang berlebihan di dalam ventrikel atau atrium akan menyebabkan
kelainan aktivitas listrik, sehingga beberapa jenis PJB mempunyai gambaran EKG yang
spesifik.
d. Pemeriksaan Foto Toraks
Dari pemeriksaan foto toraks dapat diketahui kondisi paru-paru, ukuran dan bentuk jantung,
adanya hipertrofi atrium dan ventrikel, pembuluh darah utama yang keluar dari jantung
ataupun pembuluh darah di paru-paru akibat PJB dapat terdeteksi.
e. Pemeriksaan Ekokardiografi dan Doppler
Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan alat transduser di dinding dada yang akan
mengirimkan gelombang suara frekuensi tinggi (ultra sound) dan menerima kembali suara
tersebut yang dipantulkan oleh segmen-segmen jantung dengan kepadatan yang berbeda.
Dengan mengubah posisi dan arah transduser sesuai dengan lokasi segmen potongan jantung
akan tampak spektrum eko dari objek yang diamati seperti ruang-ruang, katup, sekat dan
dinding jantung serta pembuluh darah utama secara lebih jelas dan spesifik. Dengan alat
Doppler dapat diukur aliran darah di dalam jantung dan pembuluh darah. Perubahan arah,
kecepatan dan turbulensi aliran darah akibat beratnya kelainan anatomi jantung akan
terdeteksi. Kombinasi pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi dengan Doppler berwarna akan
memperlihatkan anatomi dan profil aliran didalam jantung yang akan meningkatkan akurasi
diagnosis.
Diagnosis PJB dapat ditegakkan secara lengkap dengan melakukan pemeriksaan
ekokardiografi secara sistimatis analisis segmental anatomi jantung mulai dari penentuan
letak (situs), pembuluh darah balik yang masuk ke jantung, hubungan antara ventrikel dan
atrium jantung, serta struktur anatomi setiap ruang-ruang, dinding, sekat serta katup-katup
jantung. Dengan pemeriksaan Doppler dapat diketahui ada tidaknya dan arah aliran pirau
melalui lubang sekat, menilai beratnya penyempitan katup jantung, kebocoran katup serta
mengukur tekanan dalam ruang-ruang jantung dan curah jantung.

Penatalaksanaan

Dengan berkembangnya ilmu kardiologi anak, banyak pasien dengan penyakit jantung
bawaan dapat diselamatkan dan mempunyai nilai harapan hidup yang lebih panjang.
Umumnya tata laksana penyakit jantung bawaan meliputi tata laksana non-bedah dan tata
laksana bedah. Tata laksana non-bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan kardiologi
intervensi. Tata laksana medikamentosa umumnya bersifat sekunder sebagai akibat
komplikasi dari penyakit jantungnya sendiri atau akibat adanya kelainan lain yang menyertai.
Dalam hal ini tujuan terapi medikamentosa untuk menghilangkan gejala dan tanda di samping
untuk mempersiapkan operasi. Lama dan cara pemberian obat-obatan tergantung pada jenis
penyakit yang dihadapi.
Jika menghadapi neonatus atau anak dengan hipoksia berat, tindakan yang harus
dilakukan adalah (1) mempertahankan suhu lingkungan yang netral misalnya pasien

6
ditempatkan dalam inkubator pada neonatus, untuk mengurangi kebutuhan oksigen, (2) kadar
hemoglobin dipertahankan dalam jumlah yang cukup, pada neonatus dipertahankan di atas 15
g/dl, (3) memberikan cairan parenteral dan mengatasi gangguan asam basa, (4) memberikan
oksigen menurunkan resistensi paru sehingga dapat menambah aliran darah ke paru, (5)
pemberian prostaglandin E1 supaya duktus arteriosus tetap terbuka dengan dosis permulaan
0,1 mg/kg/menit dan bila sudah terjadi perbaikan maka dosis dapat diturunkan menjadi 0,05
mg/kg/menit. Obat ini akan bekerja dalam waktu 10-30 menit sejak pemberian dan efek
terapi ditandai dengan kenaikan PaO2 15-20 mmHg dan perbaikan pH.
Pada pasien yang mengalami syok kardiogenik harus segera diberikan pengobatan
yang agresif dan pemantauan invasif. Oksigen harus segera diberikan dengan memakai
sungkup atau kanula hidung. Bila ventilasi kurang adekuat harus dilakukan intubasi
endotrakeal dan bila perlu dibantu dengan ventilasi mekanis. Prostaglandin E1 0,1
mg/kg/menit dapat diberikan untuk melebarkan kembali dan menjaga duktus arteriosus tetap
terbuka. Obat-obatan lain seperti inotropik, vasodilator dan furosemid diberikan dengan dosis
dan cara yang sama dengan tata laksana gagal jantung.
Pada pasien PJB dengan gagal jantung , tata laksana yang ideal adalah memperbaiki
kelainan struktural jantung yang mendasarinya. Pemberian obat-obatan bertujuan untuk
memperbaiki perubahan hemodinamik, dan harus dipandang sebagai terapi sementara
sebelum tindakan definitif dilaksanakan. Pengobatan gagal jantung meliputi (1)
penatalaksanaan umum yaitu istirahat, posisi setengah duduk, pemberian oksigen, pemberian
cairan dan elektrolit serta koreksi terhadap gangguan asam basa dan gangguan elektrolit yang
ada. Bila pasien menunjukkan gagal napas, perlu dilakukan ventilasi mekanis (2) pengobatan
medikamentosa dengan menggunakan obat-obatan. Obat-obat yang digunakan pada gagal
jantung antara lain (a) obat inotropik seperti digoksin atau obat inotropik lain seperti
dobutamin atau dopamin. Digoksin untuk neonatus misalnya, dipakai dosis 30 mg/kg. Dosis
pertama diberikan setengah dosis digitalisasi, yang kedua diberikan 8 jam kemudian sebesar
seperempat dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8 jam berikutnya sebesar seperempat
dosis. Obat inotropik isoproterenol dengan dosis 0,05-1 mg/kg/ menit diberikan bila terdapat
bradikardia, sedangkan bila terdapat takikardia diberikan dobutamin 5-10 mg/kg/menit atau
dopamin bila laju jantung tidak begitu tinggi dengan dosis 2-5 mg/kg/menit, (b) vasodilator,
yang biasa dipakai adalah kaptopril dengan dosis 0,1-0,5 mg/kg/hari terbagi 2-3 kali per oral.
Terakhir (c) diuretik, yang sering digunakan adalah furosemid dengan dosis 1-2 mg/kg/hari
per oral atau intravena.
Bentuk operasi paliatif yang sering dikerjakan pada penyakit jantung bawaan antara
lain (a) Banding arteri pulmonalis, (b) Pirau antara sirkulasi sistemik dengan pulmonal, (c)
Septostomi atrium,prosedur ini dilakukan pada bayi sampai usia 3 bulan, yakni dengan
kateter balon melalui vena femoralis.
Berbagai jenis kardiologi intervensi antara lain adalah:
1. Balloon atrial septostomy (BAS)
2. Balloon pulmonal valvuloplasty (BPV)
3. Balloon mitral valvotomy (BMV)
4. Balloon aortic valvuloplasty (BAV
5. Coil Gianturco

7
Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit jantung


bawaan antara lain
1. Sindrom Eisenmenger. Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik
2. Serangan sianotik. Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat serangan anak
menjadi lebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak bahkan dapat timbul kejang.
Kalau tidak cepat ditanggulangi dapat menimbulkan kematian.
3. Abses otak. Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya abses otak terjadi
pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini diakibatkan adanya hipoksia dan
melambatnya aliran darah di otak. Anak biasanya datang dengan kejang dan terdapat
defisit neurologis.

8
Daftar Pustaka

Brook, M. M. , 2010. Sistem Kardiovaskuler. Dalam: Behrman, R. E. , and Kligman, R. M,


Nelson Esensi Pediatri.Edisi 4. Jakarta: EGC
Harimurti, G., 1996. Penelitian Penyakit Jantung Bawaan pada Bayi Baru Lahir di Beberapa
Rumah Sakit di Indonesia. [Online] Available at:
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-1996-ganesha-597
cardiovasc&PHPSESSID=xmgwjcghxhek
Hoffman, J. I., 2005. Congenital Heart Disease. In: C. Rosendorff, ed. Essential Cardiology.
Totowa: Humana Press Inc., p. 394.
Indriwanto. (2007) Faktor Risiko dan Tanda-Tanda Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan
Available from : http://www.pjnhk.go.id/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=551
Oemar, H., 1996. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah. In: Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp. 7-11.
Sherwood, L., 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.
Usman, A., 2008. Kelainan Kardiovaskular. In: Buku Ajar Neonatologi. Pertama ed. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI, pp. 31-39

Anda mungkin juga menyukai