C. INDIKASI CAPD
- Pasien yang rentan terhadap perubahan cairan, elektrolit dan metabolic yang cepat
(hemodinamik yang tidak stabil)
- Penyakit ginjal stadium terminal yang terjadi akibat penyakit diabetes
- Pasien yang berisiko mengalami efek samping pemberian heparin secara sistemik
- Pasien dengan akses vascular yang jelek (lansia)
- Adanya penyakit kardiovaskuler yang berat
- Hipertensi berat, gagal jantung kongestif dan edema pulmonary yang tidak responsive
terhadap terapi dapat juga diatasi dengan dialysis peritoneal.
D. KONTRAINDIKASI CAPD
- Riwayat pembedahan abdominal sebelumnya (kolostomi, ileus, nefrostomi)
- Adhesi abdominal
- Nyeri punggung kronis yang terjadi rekuren disertai riwayat kelainan pada discus
intervertebalis yang dapat diperburuk dengan adanya tekanan cairan dialisis dalam
abdomen yang kontinyu
- Pasien dengan imunosupresi
F. PRINSIP-PRINSIP CAPD
CAPD bekerja berdasrkan prinsip-prinsip yang sama seperti pada bentuk dialisis
lainnya, yaitu: difusi dan osmosis. Namun, karena CAPD merupakan terapi dialisis yang
kontinyu, kadar produk limbah nitrogen dalam serum berada dalam keadaan yang stabil.
Nilainya tergantung pada fungsi ginjal yang masih tersisa, volume dialisa setiap hari, dan
kecepatan produk limbah tesebut diproduksi. Fluktuasi hasil-hasil laboritorium ini pada
CAPD tidak bergitu ekstrim jika dibandingkan dengan dialysis peritoneal intermiten karena
proses dialysis berlangsung secara konstan. Kadar eletrilit biasanya tetap berada dalam
kisaran normal.
Semakin lama waktu retensi, kliren molekul yang berukuran sedang semakin baik.
Diperkirakan molekul-molekul ini merupakan toksik uremik yang signifikan. Dengan CAPD
kliren molekul ini meningkat. Substansi dengan berat molekul rendah, seperti ureum, akan
berdifusi lebih cepat dalam proses dialysis daripada molekul berukuran sedang, meskipun
pengeluarannya selama CAPD lebih lambat daripada selama hemodialisa. Pengeluaran
cairan yang berlebihan pada saat dialysis peritonial dicapai dengan menggunakan larutan
dialisat hipertonik yang memiliki konsentrasi glukosa yang tinggi sehingga tercipta gradient
osmotic. Larutan glukosa 1,5%, 2,5% dan 4,25% harus tersedia dengan bebepara ukuran
volume, yaitu mulai dari 500 ml hingga 3000 ml sehingga memungkinkan pemulihan
dialisat yang sesuai dengan toleransi, ukuran tubuh dan kebutuhan fisiologik pasien.
Semakin tinggi konsentrasi glukosa, semakin besar gradient osmotic dan semakin banyak
cairan yang dikeluarkan. Pasien harus diajarkan cara memilih larutan glukosa yang tepat
berdasarkan asupan makanannya.
Pertukaran biasanya dilakukan empat kali sehari. Teknik ini berlangsung secara
kontinyu selama 24 jam sehari, dan dilakukan 7 hari dalam seminggu. Pasien melaksanakan
pertukaran dengan interval yang didistribusikan sepanjang hari (misalnya, pada pukul 08.00
pagi, 12.00 siang hari, 05.00 sore dan 10.00 malam). Dan dapat tidur pada malam harinya.
Setipa pertukaran biasanya memerlukan waktu 30-60 menit atau lebih; lamanya proses ini
tergantung pada lamanya waktu retensi yang ditentukan oleh dokter. Lama waktu penukaran
terdiri atas lima atau 10 menit periode infus (pemasukan cairan dialisat), 20 menit periode
drainase (pengeluaran ciiran dialisat) dan waktu rentensi selama 10 menit, 30 menit atau
lebih.
Biaya Sekali cuci darah Rp. 500 ribu-1 juta, Satu kantong dialisat (cairan
seminggu bisa 2-3 kali. Total biaya per pencuci darah) Rp. 40 ribu
bulannya akan mencapai akan mencapai sehari penggantian dialisat.
Rp. 4-5 juta Biaya per bulannya mencapai
Rp. 5,5 juta.
Pantangan Pantang beragam makanan terutama yang Tidak perlu diet ketat
tinggi protein
Resiko Fungsi ginjal dan jantung dapat menurun Fungsi ginjal, jantung, dan
komplikasi karena dipaksa bekerja lebih keras selama darah relatif aman karena
proses pencucian darah. Dengan tidak terganggu. Kadar Hb
pengeluaran darah, darah tidak cukup relativ lebih tinggi
aman dari resiko kontaminasi. Butuh dibandingkan dengan
terapi hormon eritropoetin untuk hemodialis, sehingga
mengimbangi penurunan kadar Hb dibutuhkan lebih sedikit
eritroprotein. Namun, CAPD
rawan infeksi sehingga
pasien perlu dilatih untuk
menjaga kebersihan
badannya