Anda di halaman 1dari 63

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Blakang

Cedera kepala masih merupakan permasalahan kesehatan global

sebagai penyebab kematian, disabilitas, dan defisit mental. Cedera kepala

menjadi penyebab utama kematian disabilitas pada usia muda. Penderita

cedera kepala seringkali mengalami edema serebri yaitu akumulasi

kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau

perdarahan intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan intra

kranial. (Kumar, 2015)

Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000

kasus cedera kepala. Dari jumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami

kecacatan dan 50.000 orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat

sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan akibat cedera kepala (Moore &

Argur, 2015).

Di Indonesia, cedera kepala berdasarkan hasil Riskesdas 2013

menunjukkan insiden cedera kepala dengan CFR sebanyak 100.000 jiwa

meninggal dunia (Depkes RI, 2013). Di Jawa Tengah terdapat kasus cedera

kepala yang sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan lalulintas dengan

jumlah kasus 23.628 dan 604 kasus diantaranya meninggal dunia (Profil

kesehatan kab/kota, 2013). Berdasarkan data rekam medis dari RSUD

Sukoharjo untuk bulan Januari - Maret 2015 terdapat 11 pasien yang

mengalami cedera kepala sedang maupun berat yang terdiri dari 8 laki-laki
2

dan 3 perempuan, dari data tersebut 3 dari 11 pasien diatas mengalami

edema serebri.Edema serebri bertanggungjawab atas kecacatan karena

cedera kepala. Ditemukan 25 % dari pasien cedera kepala mengalami

edema serebri. Untuk setiap kasus pada pasien cedera kepala khususnya

edema serebri terdapat cacat permanen pada kepalanya. Penyakit edema

serebri merupakan penyakit yang memerlukan perawatan dan penanganan

segera untuk mengurangi kesakitan dan mencegah kematian. Masalah yang

banyak terjadi adalah pasien dengan edema serebri keluar masuk rumah

sakit dengan keluhan yang sama yaitu nyeri. Oleh karena itu perawat sangat

penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala

dengan edema serebri yaitu untuk menurunkan tekanan intrakranial, serta

diharapkan tidak hanya terhadap keadaan fisiknya saja tetapi juga

psikologis penderita.

Hasil dari studi pendahuluan pada tanggal 18 Desember 2017 di

RSUP Provinsi NTB, dengan jumlah pasien cedera kepala pada tahun 2015

sebanyak 413 kasus.Pada tahun 2016 angka kejadian pasien cedera kepala

meningkat sebanyak 498 kasus. Pada tahun 2017 dari tanggal 01 Januari

sampai 15 Desember 2017 sudah terjadi sekitar 117 kasus cedera kepala

yang sudah di tangani.

Berdasarkan latar belakang dan data yang didapatkan, penulis

tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah dengan kasus “Asuhan

Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Pada kasus cedar

kepala di RSUP NTB


3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah di atas maka penulis tertarik menyusun Proposal

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Bagaimana Melakukan Asuhan

Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan Pada Kasus Cedera Kepala

di RSUP NTB”

1.3 Tujuan Pnelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penulis mampu memahami dan melaksanakan asuhan

keperawatan melalui pendekatan metode proses perawatan

pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi pada kasus cedera

kepala di RSUP NTB.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Kasus Cedera Kepala

di RSUP NTB?”

2. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Kasus

Cedera Kepala di RSUP NTB?”

3. Penulis mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada

Kasus Cedera Kepala di RSUP NTB?”

4. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Kasus

Cedera Kepala di RSUP NTB?”

5. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Kasus di RSUP NTB?”


4

6. Penulis mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada Kasus

di RSUP NTB”

1.4 Manfaat Pnelitian

Adapun manfaat dari penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah adalah:

1.4.1 Bagi Rumah sakit

Dapat memberikan masukan kepadarumah sakit-rumah sakityang

ada,didalam meningkatkan mutu pelayanan dalam hal memberikan

pelayanan kepadapasien penderita Cedera Kepala.

1.4.2 Bagi Pasien dan Keluarga

Dapat meningkatkan derajat kesehatan penderita melalui proses

keperawatan yang dilaksankan dan dijadikan bahan pertimbangan bagi

masyarakat dalam upaya meningkatkan perilaku hidup sehat yang

bertanggung jawab bagi masyarakat dengan tujuan untuk mengetahui

masalah kesehatan melalui informasi yang didapat dari studi kasus.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat memberikan masukan tentang pentingnya perawatan pada

keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami cedera

kepalasehingga dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya

serta dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu

keperawatan.

1.4.4 Bagi penulis

Dapat memberikan manfaat melalui pengalaman nyata bagi penulis

dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan pada penulis untuk


5

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan dan pendidikan

khusus pada kasus cedera kepala.

1.5 Metode Pengambilan data

1.5.1 Wawancara

Satu cara mendapatkan data dengan cara menanyakan langsung kepada

pasien atau pada keluarga atau dari siapa pun yang dapat memberikaan

informasi tentang klien.

1.5.2 Obserpasi

Melakukan pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

langsung pada pasien tentang keadaan tanda-tanda perubahan yang terjadi

pada klien

1.5.3 Studi Kepustakaan

Penulis menyalin dan mengutip dari literatur atau buku yang

berhubungan dengan asuhan keperawatan keluarga dengan salah satu

anggota keluarga mengalami cedera kepala sebagai dasar teoritis terhadap

masalah terhadap masalah yang ditemukan.

1.5.4 Dokumentasi

Mempelajari dokumen keperawatan atau dokumen medik serta catatan

lainya yang ada kaitanya tentang perkembangan kesehatan klien.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran pada pembaca mengenai keseluruhan isi

maka penulis menyusun Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dengan sistematika

penulisan sebagai berikut :


6

Bab 1 : Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,

manfaat, penulisan, metode pengumpulan data dan sistematika

penulisan.

Bab 2 : Tinjauan Pustaka

a. Terdiri dari Konsep dasar Teori yang berisi tentang, Definisi,

Anantoni dan fisiologi, Etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala,

Patofisiologi, pathway/WOC, pemeriksaan diagnostik,

Komplikasi, penatalaksanaan.

b. Konsep dasar Asuhan Keperawatan: pengkajian Diagnosa

Keperawatan, intervensi keperawatan, Implmentasi

keperawatan, Evaluasi keperawatan, dan Dokumentasi.

Daftar Pustaka

Lampiran
7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Teori

2.1.1 Definisi

Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan

otak, secara anatomis, otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit

kepala, tulang, dan tentorium. (helm) yang membungkusnya. Tanpa

perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan

mengalami kerusakan.(Hidayat,2016)

Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit

kepala, tengkorak dan otak. (Morton,2015)

Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan

bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan

dan perlambatan yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh

perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan

kecepatan, serta notasi pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh

otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan

(Asikin,2017)

Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan

oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat

kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi

tingkah laku dan emosional (Widaydo,2016)


8

2.1.2 Anatomi Fisiologi

Otak merupakan organ yang paling mengagumkan dari

seluruh organ.Kita mengetahui bahwa seluruh organ-organ,

keinginan dan nafsu, perencanaa dan ingatan merupakan hasil

akhir dari aktifitas otak.(Muttaqin,2016)

Otak diselimuti oleh selaput meningens. Selaput meningens

terdiri dari 3 lapisan : (Muttaqin, 2016)

a. Lapisan duramater merupakan suatu jaringan liat, tidak elastic,

dan mirip kulit sapi, yang terdiri dari dua lapisan luar yang

disebut duraendosteal dan bagian dalam yang disebut

durameningeal. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan

yang halus dari otak dan medulla spinalis.

b. Lapisan araknoid merupakan suatu membrane fibrosa yang

tipis halus dan avaskuler. Araknoid meliputi otak dan medulla

spinalis, tetapi tidak mengikuti kontur luar seperti piamater.

c. Lapisan piamater merupakan lapisan vaskuler, tempat

pembuluh-pembuluh darah berjalan menuju struktur dalam SSP

untuk member nutrisi pada jaringan saraf. Piamateer lansung

berhubungan dengan otak dan jaringan spinal. Berfungsi untuk

melindungi otak secara lansung.

Susunan saraf terdiri dari 2 bagian besar yaitu susunan saraf

sentral dan susunan saraf perifer .


9

1. Susunan saraf entral terdiri dari :

a. Otak

1) Otak besar atau serebrum (cerebrum)

Mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan

hemisfer kanan yang dihubungkan oleh massa substansi

alba (substansia alba) yang disebut korpus kolosum (corpus

callosum). Serebrum terdiri atas : korteks sereri, basal

ganglia (corpora striate) dan system limbik

(rhinencephalon).

a) Cerebrum adalah bagian yang terbesar dari otak

dibungkus dari sebelah luar dengan cerebral korteks

yang tebalnya kira-kira ¼ inci dan terdiri dari 14 milyar

neuron. Ditengah-tengah cerebrum terdapat basal

ganglia yang bekerja sebagai bagian dari system

ekstrapiramid dan untuk gerakan halus terutama untuk

tangan dan ekstremitas bawah. (Syarifudin, 2014).

b) Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar

belahan kiri yang berfungsi mengatur kegiatan organ

tubuh bagian kanan. Kemudian otak besar bagian kanan

yang berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh bagian

kiri.
10

c) Bagian korteks cerebrum berwarna kelabu yang banyak

mengandung badan sel saraf. Sedangkan bagian

medulla berwarna putih yang banyak mengandung

dendrite dan neurite. Bagian korteks dibagi menjadi 3

area yaitu area sensorik yang menerjemahkan impuls

menjadi sensasi. Kedua adalah area motorik yang

berfungsi mengendalikan koordinasi kegiatan otot

rangka. Ketiga adalah area asosiasi yang berkaitan

dengan ingatan, memori, kecerdasan,

nalar/logika,kemauan.

d) Mempunyai 4 macam lobus yaitu :

(1) Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman,

indera peraba,

(2) Lobus temporal temporal berfungsi sebagai pusat

pendengaran,

(3) Lobus oksipital berfungsi sebagai pusat penglihatan.

(4) Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan,

kecerdasan, memori, kemauan, nalar, sikap.

(syarifudin,2014)

2) Otak kecil (cerebellum)

Terletak dibawah dan belakang tengkorak

dipisahkan dengan serebrum oleh fisura transversalis

dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medulla


11

oblongata.Organ ini banyak menerima serabut aferen

sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi.

(Syarifudin,2014)

Serebelum (otak kecil) terletak dalam fossa cranial

posterior, dibawah tentorium serebelum bagian posterior

dari pons varolli dan medulla oblongata.Cerebellum

mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh

vermis.Serebelum dihubungkan dengan otak tengah oleh

pendikullus serebri superior, dengan pons parolioleh

pedunkulus serebri media dan dengan medulla oblongata

oleh pedunkulus serebri inferior.

Lapisan permukaan setiap hemisfer serebri disebut

korteks yang disusun oleh substansia grisea.Lapisan-lapisan

korteks serebri ini dipisahkan oleh fisura transverses yang

tersusun rapat. Kelompok massa substansia grisea tertentu

pada serebelum tertanam dalam substansia alba yang paling

besar dikenal sebagai nucleus dentatus.

3) Batang otak

Batang otak terletak dalam dipusat hemisfer dan

tersambung dengan tulang belakang hingga medulla.

Batang otak terdiri dari :diencepalons, otak tengah, pons

dan medulla oblongata. (Muttaqin,2016)


12

Pada permukaan batang otak terdapat medulla

oblongata, pons varolli, mesensefalon dan

diensefalon.Thalamus dan epitalamus terlihat dipermukaan

posterior batang otak yang terletak diantara serabut capsula

interna.Disepanjang pinggir dorsomedial thalamus terdapat

sekelompok serabut saraf berjalan keposterior basis epifise.

a) Medulla spinalis

Medulla spinalis merupakan sambungan

medulla oblongata yang turun kebawah dimulai dari

foramen dan berakhir pada lumbal 2.

Medulla spinalis merupakan bagian system saraf

pusat yang menggambarkan perubahan terakhir pada

perkembangan embrio.Semula ruangannya besar

kemudian mmengecil menjadi kanalis sentralis.

Medulla spinalis terdiri dari dari dua belahan yang sama

dipersatukan oleh struktur intermedia yang dibentuk

oleh sel saraf dan didukung oleh jaringan intersisial.

Medulla spinalis membentang dari foramen

magnum sampai setinggi vertebra limbalis I dan II,

ujung bawahnya runcing menyerupai kerucut yang

disebut konus medularis, terletak didalam kanalis

vertebralis melanjut sebagai benang-benang (filum

terminale) dan akhirnya melekat pada vertebra III


13

sampai vertebra torakalis II, medulla spinalis menebal

kesamping.Penebalan ini dinamakan intumensensia

servikalis.

2. Susunan saraf ferifer dibagi menjadi dua : (Muttaqin,2016)

a. Susunan saraf simpatis

System ini siap siaga membantu dalam proses

kedaruratan dibawah keadaan stress baik yang disebabkan oleh

fisik maupun emosional dan dapat menyebabkan peningkatan

yang cepat pada infuse simpatis.

1) Ganglia kolateral

Visera abdominopelvis menerima intervasi simpatik

melalui serabut preganglion.Yang menerobos rantai

simpatis tanpa sinaps.Serabut ini dimulai dari neuron-

neuron preganglion didalam segmen-segmen atas lumbal.

(Muttaqin,2016)

2) Medulla adrenal

Medulla adrenal dipengaruhi oleh ganglion

simpatis.Sinaps.Serabut preganglionik pada sel-sel

neuroendokrin khusus berfungsi untuk melepaskan

neurotransmitter epinefrin dan neurofinefrin ke dalam

sirkulasi umum.Secara anatomis neuron simpatik terletak


14

diruas tulang torakal dan lumbal yaitu pada susunan syaraf

medulla spinalis. (Muttaqin, 2016)

b. Susunan saraf parasimpatis

Pengontrol dominan untuk kebanyakan efektor visceral

dalam waktu lama.

1) Konsep refleks

Refleks merupakan kejadian involunter dan tidak

dapat dikendalikan oleh kemauan.Tindakan refleks seperti

refleks menarik diri, bersin, batuk, mengedip. (Muttaqin,

2016)

2) Sensibilitas

Informasi mengenai lingkungan dalam dan luar

dapat mencapai SSP melalui berbagai reseptor sensorik.

Reseptor sensorik sering kali bersatu dengan sel-sel non

syaraf yang mengelilinginya, dan membentuk alat indra,

bentuk-bentuk energy yang diubah oleh neurotransmitter

misalnya, elektromagnetik (cahaya), energy kimia (bau,

kecap, kandungan oksigen dalam darah). (Muttaqin, 2016)

3) Proprioseptor

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam

ruang sebagian bergantung pada impuls yang dating dari

organ-organ indra didalam dan sekitar sendi


15

4) Suhu

Terdapat dua jenis organ indra suhu yaitu organ

yang berespon secara maksimum terhadap suhu sedikit

diatas suhu tubuh dan organ yang berespon. Yang pertama

adalah panas dan hyang kedua adalah dingin.Meskipun

demikian, ransangan yang sebenarnya adalah perbedaan

antara dua derajad panas karena dingin bukan merupakan

suatu bentuk energy. (Muttaqin, 2016)

5) Gatal dan geli

Ransangan yang relative ringan apabila di

timbulkan oleh sesuatu yang bergerak di atas kulit akan

menimbulkan gatal dan geli (gelitik)

6) Stereognosis

Kemampuan mengidentifikasi sebuah obyek dengan

memegang tanpa melihatnya.Orang normal dapat dengan

mudah mengidentifikasi benda-benda misalnya kunci dan

koin dengan bermacam-macam nilai, kemampuan ini jelas

bergantung pada sensasi sentuh dan tekanan dan terganggu

apabila kolumna dorsalis mengalami kerusakan. (Muttaqin,

2016)
16

2.1.3 Etiologi

Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi,

deseralisasi, akselerasi-deseralisasi, coup-countre coup, dan cedera

rotasional. (Nic-Noc, 2013)

1. Cedera akselerasi

Terjadi jika obyek bergerak menghamtam kepala yang

tidak bergerak (misalnya, alat pemukul menghantam kepala atau

peluru yang ditembakkan kekepala)

2. Cedera deseralisasi

Terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam,

seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala

membentur kaca depan mobil.

3. Cedera akselerasi-deseralisasi

Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor

dan episode kekerasan fisik.

4. Cedera coup-countre coup

Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak

bergerak dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area

tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama

kali terbentur.Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang

kepala.

5. Cedera rotasional
17

Terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak

berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan

atau robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya

pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam

rongga tengkorak.(Nic-Noc, 2013)

2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat

ringannya cedera kepala.

1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling

sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow

coma scale). Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien dengan

cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor,

semikomatosa, sampai koma. (Muttaqin, 2016)

2. Nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah, papil

edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus

optikus ; muntah seringkali proyektil. (Muttaqin, 2016)

3. Kehilangan sensori karena cederakepala dapat berupa kerusakan

sentuhan ringan atau mungkin lebih berat lagi dengan kehilangan

propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan

bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpresentasikan stimuli

visual, taktil, dan auditoris. (Muttaqin, 2016)


18

4. Kerusakan mobilitas fisik akibat kerusakan pada area motorik otak.

Tonus otot didapatkan menurun sampai hilang, keseimbangan dan

koordinasi didapatkan mengalami gangguan. (Muttaqin, 2016)

5. Dapat terjadi ketidakmampuan untuk menginterpresentasikan

sensasi.

6. Pada pasien cedera kepala biasanya status mental mengalami

perubahan dan fungsi intelektual pada beberapa keadaan

didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka

pendek maupun jangka panjang. (Muttaqin, 2016)

7. Reflek menelan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun,

nafsu makan menurun atau hilang sama sekali, mual sampai

muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung

sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. (Muttaqin,

2016)

8. Kerusakan komunikasi karena mengalami trauma yang mengenai

hemisfer serebral menunjukkan disfasia, kehilangan kemampuan

untuk menggunakan bahasa. (Muttaqin, 2016)

9. Mekanisme berulang dari dampak cedera kepala dan peningkatan

TIK (Tekanan Intra Kranial) dengan perubahan dari system

pernafasan.

10. System kardiovaskuler :

a. Trauma kepala perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema

paru, tekanan vaskuler


19

b. Perubahan saraf otonom pada fungsi ventrikel : disaritmia,

fibrilasi, bradikardi.

11. System metabolisme

System metabolisme pada cedera kepala cenderung terjadi

retensi Na, air dan hilangnya sejumlah nitrogen.

12. Adanya memar otak

Adanya memar otak, dan akibat perdarahan atau pembekakan

otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan

peningkatan tekanan intracranial. (Muttaqin, 2016)

2.1.5 Klasifikasi Cedera Kepala

Berdasarkan patologi :

1. Cedera kepala primer

Merupakan akibat cedera kepala awal. Cedera awal

mengakibatkan gangguan integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel

diarea tersebut, yang menyebabkan kematian sel. (Nic-Noc, 20013)

2. Cedera kepala sekunder

Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan

otak lebih lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga

meningkatkan TIK (Tekanan Intra Kranial) yang tak terkendali,

meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral,

perubahan biokimia, dan perubahan hemodinamik serebral,

iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan infeksi local atau

sistemik. (Nic-Noc, 2013)


20

Menurut jenis cedera :

1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang

tengkorak dan laserasi duramater. Trauma yang menembus

tengkorak dan jaringan otak. (Nic-Noc, 2013)

2. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan

gegar otak ringan dengan cedera serebral yang luas. (Nic-Noc,

2013)

Pada beberapa literature terakhir dapat disimpulkan bahwa

cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan

traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai

perdarahan dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

kontinuitas otak. (Muttaqin, 2016)

a. Intracerebral hematoma (ICH)

Adalah perdarahan yang terjadi pada bagian otak

biasanya akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam

jaringan otak.

b. Berdasarkan GCS, cederan kepala atau cederab otak dapat

dibagi menjadi tiga gradasi, yaitu :

1) Cedera kepala ringan : Skala Koma Glasgow (Glasgow

Coma Scale, GCS) 13-15

2) Cedera kepala sedang : skala koma Glasgow (Glasgow

coma scale, GCS) 9-12


21

3) Cedera kepala berat : skala koma Glasgow (Glasgow coma

scale, GCS) 3-8

c. Subdural hematoma (SDH)

Adalah terkumpulnya darah antara duramater dan

jaringan otak dapat terjadi akut dan kronis. Pengertian lain dari

subdural hematoma adalah hematoma yang terletak dibawah

lapisan duramater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari

Bridging Vein (paling sering). Berdasarkan waktu terjadinya

perdarahan maka subdural hematoma dibagi menjadi tiga yaitu:

1) Subdural hematoma akut (< dari 3 hari dari kejadian)

2) Subdural hematoma subakut (3 hari sampai 3 minggu)

3) Subdural hematoma kronis (> dari 3 minggu)

d. Epidural hematoma (EDH)

Adalah hematoma yang terletak antara duramater dan

tulang, biasanya sumber perdarahannya yaitu sobeknya arteri

meningica media (paling sering), vena Diploica (karena adanya

fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis.

(Muttaqin, 2016)

Tipe trauma kepala : (Muttaqin, 2016) yaitu :

1) Trauma kepala terbuka

Merupakan kerusakan otak yang terjadi bila tulang

tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai atau


22

menyobek duramater menyebabkan kerusakan saraf otak

dan jaringan otak

2) Trauma kepala tertutup

Merupakan keadaan trauma kepala tertutup yang

mengakibatkan kondisi komosio (geger otak), epidural

hematoma, subdural hematoma, intracranial hematoma.

2.1.6 Patofisiologi

Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,

misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,

perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan

adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.

Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu

cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer

merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat

kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat.

Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer,

misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.

Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada

epidural hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan

durameter, subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang

antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma

adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada

penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan


23

autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan

cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Silvi, 2015).


24

2.1.7 Pathway Cedera Kepala

Etiologi :

Kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda dan mobil


Kecelakaan pada saat olahraga
Cedera kekerasan
Benturan
Goncangan

Sindrom pasca trauma


Cedera kepala

Kurang informasi,
pengetahuan dan
pengalaman
Adanya jejas Edema
disekitar kepala Cemas
Cedera jaringan
otak (medulla Gangguan
Reaksi oblongata pola nafas Gangguan
pandangan autoregulasi

Peningkatan Adanya liquor ↓aliran


volume darah pada saluran darah ke
kedaerah pernafasan otak
trauma

Bersihan jalan O2 menurun


Gangguan nafas tidak
perfusi efektif
jaringan Asam laktat ↑
cerebral

Intoleransi
Peningkatan
aktifitas
TIK (tekanan Mual-muntah
intrakranial Produksi energy
menurun
Asupan nutrisi kurang
Nyeri kepala
Nutrisi kurang dari kelemahan
kebutuhan tubuh
Gambar 2.2 Pathway Cedera Kepala (Silvia, 2015).
25

2.1.8 Komplikasi

1. Koma

Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut

koma. Pada situasi ini, secara khas berlansung hanya beberapa hari

atau minggu, setelah masa ini pendertita akan terbangun,

sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetative state atau

mati, penderita pada masa vegetative statesering membuka

matanya dn menggerakkannya, menjerit atau menunjukkan respon

reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak

menyadari lingkungan sekitarnya.Penderita pada masa vegetative

state lebih dari satu tahun jarang sembuh. (Sumantri, 2014)

2. Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami

sekurang-kurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama

setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang

menjadi epilepsy (Sumantri, 2014).

3. Infeksi

Fraktur tengkorak atau luka terbuka dap-at merobekkan

membrane (meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi

meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki

potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain (Sumantri,

2014)
26

4. Kerusakan saraf

Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan

pada nervus facialis.Sehingga terjadi paralisis dari otot-otot facialis

atau kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang

menyebabkan terjadinya penglihatan ganda (Sumantri, 2014)

5. Hilangnya kemampuan kognitif

Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi

dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita

dengan cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran.

(Sumantri, 2014)

6. Penyakit Alzheimer dan Parkinson

Pada kasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya

penyakit Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko

akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.

(Sumantri, 2014)

2.1.9 Pemeriksaan Diagnostic

Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan pada klien dengan

cedera kepala, meliputi hal-hal dibawah ini :

1. CT-scan (dengan tanpa kontras)

CT-scan : dengan tau tanpa kontras mengidentifikasi

adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran

jaringan otak.
27

2. MRI (Magnetic Resonanci Imaging)

Digunakan sama dengan CT-scan dengan atau tanpa

kontras radioaktif.

3. Angiografi cerebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran

jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

4. EEG berkala

Dapat melihat perkembangan gelombang patologis

5. Foto rontgen, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur)

perubahan struktur garis (perdarahan atau edema), fragmen tulang.

6. PET (plyethilene Therapthalate), mendeteksi perubahan aktifitas

metabolisme otak.

7. Pemeriksaan CFS (Cerebro Fluid Spinal), lumbal fungsi : dapat

dilakukan jika diduga terjadiperdarahan subaraknoid.

8. Kadar elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit

sebagai peningkatan tekanan intracranial.

9. Skrining toksikologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga

menyebabkan penurunan kesadaran.

10. Analisa gas darah (AGD)

Adalah salah satu ter diagnostik untuk menentukan status

respirasi.Status respirasi yang dapat digambarkan melalui


28

pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam

basa. (Muttaqin, 2016)

2.1.10 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medic atau therapy

a. Dexamethason atau kalmethason sebagai pengobatan anti

edema sesuai berat ringannya trauma.

b. Monitol 20 % atau glukosa atau gliserol 10 % untuk

pengobatan anti edema.

c. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak penisilin atau

untuk infeksi anaerob diberikan metronidazol.

d. Makanan atau cairan.

Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan

apa-apa, hanya cairan infuse dexstrosa 5 %, p-ada hari

selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan yang

diberikan melalui nasogastrik tube (2500-3000 TKTP).

Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.

e. Aminofusin (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan)

f. Pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang

mengalami trauma relative memerluka oksigen dan

glukosayang lebih rendah. (Muttaqin, 2016)

2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Mempertahankan fungsi ABC (airways, breathing, circulation)


29

b. Bedrest total

c. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

d. Perlu dikontrol kemungkinan peningkatan tekanan intracranial

disebabkan oleh edema serebri.

e. Peninggian tempat tidur pada bagian kepala 15˚-45˚

f. Menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan

cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang

menurunkan asidosis intraserebral dan meningkatkan

metabolisme intraserebral. (Muttaqin, 2016)

3. Perawatan post craneostomi

a. Perbaiki dan jaga jalan nafas

b. Baringkan pasien dengan posisi kepala ditinggikan 15˚-30˚

dang anti posisi pasien secara teratur.

c. Terapi dengan cepat jika terjadi peningkatan TIK dan ulangi

CT-scan jika terjadi kemunduran secara klinis

d. Awasi adanya komplikasi-komplikasi sistemik.

e. Observasi GCS atau respon pupil tiap jam.

f. Lakukan suction minimal 1 kali tiap sift dan sesuai kebutuhan.

g. Rawat tali endotracheal pada posisi yang tinggi (diatas telinga)

h. Gerakkan tangan atau betis untuk menekan risiko terjadinya

thrombus pada vena dalam.

i. Beri sedative

j. Diazepam atau midazolam


30

k. Barbiturate jika tekanan intracranial meninggi atau tampak

adanya tanda-tanda memburuk.

l. Awasi terjadinya penurunan tekanan darah

m. Beri analgesic sesuai kebutuhan

n. Terapi hipertermi dengan agresif

o. Hilangkan infeksi

p. Lakuka pendinginan secara aktif

q. Profilaksis untuk kejang

(Asikin, 2017)

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah factor paling penting dalam survival

pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitative, dan preventif

perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah

mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen

yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling

relevan dari system teori, dengan menggunakan metode ilmiah.

Tahap dalam proses keperawatan adalah :

1. Tahap pengkajian

2. Tahap diagnosis keperawatan

3. Tashap perencanaan

4. Tahap pelaksanaan

5. Tahap evaluasi

(Hidayat, 2014)
31

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama dari

proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari

pasien sehingga diketahui berbagai permasalahan yang ada. Untuk

melakukan langkah pertama ini diperlukan pengetahuan dan

kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat diantaranya pengetahuan

tentang kebutuhan atau system biopsikososial dan spiritual bagi

manusia yang memandang manusia dari aspek biologis, psikologis,

sosial, dan spiritual. Mengenai kemampuan dan pengetahuan yang

harus dimiliki pada tahap pengkajian ini maka tujuan dari pengkajian

akan dapat dicapai. (Hidayat, 2014)

Adapun data-data yang perlu dikumpulkan meliputi :

1. Biodata

Yang meliputi identitas pasien dan keluarga (penanggung

jawab): nama, umur, jenis kelamin, hubungan pasien dengan

penanggung jawab dan lain-lain.

2. Keluhan utama

Pada pasien dengan cedar kepala biasanya mengeluh nyeri kepala,

pusing disertai penurunan kesadaran.

3. Riwayat kesehatan atau keperawatan sekarang

Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari

kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma lansung

kekepala. Pengkajian yang didapat, meliputi tingkat kesadaran


32

menurn (GCS <15), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala,

wajah simetris atau tidak, lemah, luka dikepala, paralise, akumulasi

secret pada saluran pernafasan, adanya liquor dari hidung dan

telinga, serta kejang, adanya penurunan atau perubahan pada

tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan didalam

intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga umumnya

terjadi.Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak

responsive, dan koma. (Muttaqin, 2016)

4. Riwayat kesehatan atau keperawatan dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat

hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus,

penyakit jantung, anemia, jantung maupun penyakit kronis lainnya.

5. Riwayat kesehatan atau keperawatan keluarga

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita

hipertensi atau diabetes mellitus. (Muttaqin, 2016)

6. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual menurut Virginia Handerson

a. Pola respirasi

Pada umumnya pasien mengalami kelainan dalam

bernafas, yaitu pola nafasnya tidak teratur, adanya pernafasan

cuping hidung dan adanya suara wheezing. Pada klien cedera

kepala ditemukan adanya perubahan pola nafas berbunyi,

stridor, tersedak, ronchi, wheezing (Muttaqin, 2016).

b. Pola nutrisi
33

Tanyakan apakah klien menjalani diet khusus atau

menggunakan suplemen tertentu, instruksi diet sebelumnya,

nafsu makan, jumlah makanan, minuman, atau cairan yang

masuk, ada atau tidaknya mual-mual, muntah, stomatitis,

fluktuasi berat badan selama enam bulan terakhir (naik/turun),

adanya kesukaran menelan dan penggunaa gigi palsu atau

tidak. Pada pasien cedera kepala sedang ditemukan adanya

mual, muntah, dan mengalamai peerubahan selera. (Muttaqin,

2016)

c. Pola eliminasi

Tanyakan tentang kebiasaan defekasi berapa kali sehari,

ada tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, kebiasaan buang

air besar, ada tidaknya disuria, nokturia, urgensi, retensi,

apakah menggunakan kateter tetap atau kateter eksternal,

inkotinensia singkat, dan lain-lain. Pada klien cedera kepala

sedang ditemukan adanya gangguan fungsi eliminasi. (Hidayat,

2014)

d. Aktifitas

Tanyakan tentang kemampuan dalam menata diri.

Tingkat kemampuan skala (0) berarti mandiri, (1)

menggunakan alat bantu, (2) dibantu orang lain, (3) perlu

dibantu orang dan peralatan, (4) ketergantungan atau tidak


34

mampu. Aktifitas yang dimaksud antara lain mobilitas ditempat

tidur, berpindah, berjalan, dan lain-lain.

Pada umumnya pasien dengan cedera kepala mengalami

gangguan dalam bergerak dan beraktifitas, semua kebutuhan

aktifitasnya dibantu. (Muttaqin, 2017)

e. Kebutuhan istirahat dan tidur

Tanyakan tentang kebiasaan tidur dn istirahat, jumlah

jam tidur siang atau malam, gangguan selama tidur (terbangun

dini, insomnia, mimpi buruk), dan sebagainya. Pada pasien

cedera kepala sedang ditemukan adanya klien merasa lemah,

kaku, adanya trauma, ortopedi, kehilangan tonus otot dan otot

spatik. (Hidayat,2014)

f. Kebutuhan berpakaian

Pasien dengan kasus medis cedera kepala sedang harus

tetap menjaga dan memenuhi kebutuhan berpakaiannya.

g. Mempertahankan temperature atau suhu tubuh

Harus memenuhi fisiologis panas dan biasa mendorong

kearah tercapainya keadaan panas maupun dingin dengan

mengubah temperature, kelembaban atau pergerakan udara

dengan memotivasi pasien untuk meningkatkan dan

mengurangi aktifitasnya. (Widaydo, 2016)

h. Kebutuhan akan personal hygiene


35

Tanyakan tentang kemampuan pasien dalam menjaga

personal hygienenya, antara lain mandi, berpakaian,

penggunaan toilet, dan lain-lain. (Hidayat, 2014)

i. Kebutuhan akan rasa aman nyaman

Pengkajian nyeri menggunakan PQRST, P(profokatif)

yaitu apakah ada factor yang menjadi akibat penyebab nyeri,

apakah nyeri berkurang apabila beristirahat, apakah nyeri

bertambah bila beraktifitas, factor-faktor yang dapat meredakan

nyeri (misalnya, gerakan, kurang bergerak istirahat, obat-

obatan bebas, dsb), Q, (kualitas) yaitu seperti apa nyeri yang

dirasakan apakah kualitas nyeri ringan, sedang, berat, apakah

rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk benda tajam dari atau trauma

tumpul, R, (region) yaitu daerah terjadinya perjalanan nyeri,

apakah rasa sakit menjalar atau menyebar dan dimana rasa

sakit itu terjadi, nyeri lain yang disebut nyeri kiriman atau

reffered pain adalah nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya

akibat kelainan dari tempat lain misalnya nyeri lutut akibat

kelainan sendi panggul, S, (skala) yaitu seberapan jauh nyeri

yang dirasakan pasien, nyeri akut sering berkaitan dengan

cemas dan nyeri kronik dengan depresi, T, (time) yaitu

seberapa lama nyeri berlansung, kapan dan pada waktu-waktu

tertentu yang menambah rasa nyeri, apakah terus menerus atau

pasien merasakan nyeri pada waktu pagi, siang, sore atau


36

malam. Pada pasien cedera kepala ditemukan pasien mengeluh

sakit kepala dengan lokasi dan intensitas yang berbeda.

(Muttaqin, 2016)

j. Berkomunikasi

Tanyakan tentang kondisi mental : sadar, sukar

bercerita, berorientasi, kacau mental, menyerang, tidak ada

respon, cara bicara normal atau tidak jelas, bicara berputar-

putar atau afasia, kemampuan berkomunikasi, apakah terdapat

gangguan persepsi pendengaran, penglihatan, sensorik, (nyeri),

penciuman dan lain-lain. (Hidayat, 2014)

k. Data spiritual

Tanyakan tentang pantangan dalam agama selama sakit

serta kebutuhan adanya rohaniawan dan lain-lain.Pada pasien

cedera kepala sedang kebutuhan spiritualnya terganggu karena

klien dalam keadaan lemah, sehingga tidak mampu beribadah

seperti biasanya.

l. Kebutuhan bekerja

Tanyakan tentang pekerjaan, status pekerjaan, ketidak

mampuan bekerja, hubungan dengan keluarga dan peran yang

dilakukan.Pada klien cedera kepala sedang biasanya engalami

gangguan kebutuha bekerja. (Hidayat, 2014)

m. Kebutuhan bermain dan berekreasi


37

Tanyakan tentang kebiasaan berekreasi pasien dan

keluarga, serta kegiatan yang dilakukan dalam mengisi waktu

senggang. (Hidayat, 2014)

n. Kebutuhan belajar

Melihat kemampuan pasien dalam berfikir dan

sejauhmana tingkat keaktifan pasien, biasanya pada kondisi ini

pasien banyak bertanya. (Hidayat, 2014)

7. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami

penurunan kesadaran (cedera kepala ringan/cedera otak ringan,

GCS 13-15, cedera kepala sedang GCS 9-12, cedera kepala

berat GCS kurang atau sama dengan 8 dan terjadi perubahan

pada tanda-tand vital. (Muttaqin, 2016)

b. Pemeriksaan tanda vital normal 60-80 x/menit), tekanan darah

(dewasa normal 120/80 mmHg), pernafasan (dewasa normal

15-20 x/menit), suhu (36˚-37˚C). (Hidayat, 2014)

Meliputi nadi (dewasa).

c. Pemeriksaan Head To Toes

1. Kepala
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan muka, tengkorak, wrna dan
distribusi rambut, kulit kepala, muka normalnya simetris
antara kanan dan kiri. Ketidaksamaan muka dapat
merupakan suatu petunjuk adanya kelumpuhan saraf
ketujuh. Bentuk tengkorak yang normal adalah simetris
38

dengan bagian frontal menghadap menghadap ke depan dan


bagian parietal menghadap ke belakang. Rambut pada
keadaan normalnya, biasanya ada luka / pada klien cedera
kepala ada edema, kepala berdarah karena benturan.
Hematoma atau peradangan
Palpasi : Untuk mengetahui keadaan kepala, massa, pembekakan
nyeri tekan, keadaan tengkorak dan kulit kepala. Pada
cedera kepala biasanya ditemukan adanya nyeri di kepala.
2. Mata
Inspeksi : Amati bola mata terhadap kelainan, gerakan bola mata,
medan penglihatan, bentuk dan keadaan kulit pada kelopak
mata, misalnya kemerahan, amati pertumbuhan bulu mata
dan posisi, keadaan konjungtiva, catat bila ada infeksi atau
pus, amati ukuran dan bentuk pupil. Ukuran normal pupil
4mm normalnya bentuk pupil adalah sama besar (isokor).
Pupil yang melebar disebut midriasis. Pada klien cedera
kepala lapang penglihatan biasanya menurun, da
peradangan di retina. Terjadi gangguan dalam mengangkat
kelopak mata, dan perdarahan.

Palpasi : Untuk mengetahui tekanan bola mata dan untuk


mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan
bola mata secara teliti diperlukan alat tonometri dan
diperlukan keahlian khusus. Pada klien cedera kepala
biasanya ditemukan klien mengeluh nyeri

3. Telinga
Inspeksi : Amati telinga luar, periksa keadaan aurikel terhadap
ukuran, bentuk, lesi, dan adanya lesi. Terjadi perubahan
funsgsi pendengaran apabila mengenai saraf
vestibulokoklearis. Adanya perdarahan atau kotoran.
39

Palpasi : Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu dari


jaringan lunak ke jaringan keras catat apabila ada nyeri.
Tekan bagian tragus ke dalam dan tekan pula tulang telinga
dibawah daun telinga. Bila ada peradangan pasien akan
merasakan nyeri.
4. Hidung
Inspeksi : Amati keadaan kulit hidung terhadap warna dan
pembengkakan, amati juga kesimetrisan lubang hidung.
Palpasi : Palpasi sinus maksilaris, frontalis, dan etmoidalis,
perhatikan terhadap adanya nyeri tekan.
5. Mulut dan gigi
Inspeksi : Amat dan massa. Amati bibir untuk mengetahui adanya
kelainan congenital, bibir sumbing, warna bibir, ulkus, lesi
dan amati keadaan setiap gigi mengenai posisi, jarak, gigi
rahang atas bawah, ukuran, warna, lesi, atau adanya tumor.
Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan
kesimetrisannya, amati mengenai kelurusan, warna, ulkus,
dankelainan lainnya. Amati selaput lendir mulut mengenai
warna, adanya tumor. Lanjutkan pengamatan pada lidah
dan perhatikan kesimetrisannya, amati mengenai kelurusan,
warna, ulkus, dankelainan lainnya. Amati selaput lendir
mulut mengenai warna, adanya pembengkakan, tumor,
sekresi, peradangan, ulkus dan perdarahanpembengkakan,
tumor, sekresi, peradangan, ulkus dan perdarahan
Palpasi : Palpasi pada mulut terutama untuk mengetahui bentuk dan
setiap ada kelainan pada mulut yaitu antara lain meliputi
pipi, dasar mulut, palatum, dan lidah.
6. Leher
Inspeksi : Bentuk leher ,warna kulit, adanya pembengkakan,
jaringan parut dan adanya massa. Warna kulit normalnya
sama dengan warna kulit sekitar, dapat menjadi kuning
40

pada semua jenis ikterus, dan menjadi merah, bengkak,


panas dan nyeri tekan bila mengalami peradangan. Inspeksi
tiroid dengan cara pasien disuruh menelan dan amati
gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal. Normalnya
gerakan kelenjar tiroid tidak dapat dilihat kecuali pada
orang yang sangat kurus.
Palpasi : Palpasi pada leher dilakukan terutama untuk mengetahui
keadaan dan lokasi kelenjar limfe, kelenjar tiroid, dan
trakea.
7. Dada
Inspeksi : Inpeksi bentuk dada deari 4 sisi, depan, belakang, sisi kiri
dan kanan pada saat istirahat, saat inpirasi dan ekspirasi.
Pada saat inspeksi dari depan perhatikan area pada
klavikula, fossa supra dan infraklavikula, sternum dn tulang
rusuk, dari sisi belakang amati lokasi vertebra servikalis
ketujuh, perhatikan pula bentuk tulang belakang. Inspeksi
ukuran dan bentuk dada secara keseluruhan untuk
mengetahui adanya kelainan bentuk dada seperti barel
chest. Amati lebih teliti keadaan kulit dada dan catat setiap
ditemukan adanya pulsasi pada interkostalis atau di bawah
jantung, retraksi intrakostalis saat bernafas, jaringan parut
dan setiap ditemukan tanda-tanda menonjol lainnya.
Palpasi : Palpasi dada dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji
keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa,
peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan taktil vremittus
(vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui system
bronkopulmonal selama seseorang berbicara). Area jantung
juga dipalpasi yaitu dilakukan secara sistematis mengikuti
struktur anatomi jantung mulai dari area aorta, area
pulmonal, area trikuspidalis, area apical, dan area
epigastrik.
41

Perkusi : Suara atau bunyi perkusi pada paru-paru orang normal


selain untuk mengetahuikeadaan paru-paru perkusi juga
dapat digunakan untuk mengetahui batas paru-paru dengan
organ lain disekitarnya.
Auskultasi : Suara atau bunyi perkusi pada paru-paru orang normal
selain untuk mengetahui keadaan paru-paru perkusi juga
dapat digunakan untuk mengetahui batas paru-paru dengan
organ disekitarnya. Perkusi jantung dilakukan
untukmengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar.
8. Abdomen
Inspeksi : Amati bentuk perut secara umum, kontur permukaan
perut, dan adanya retraksi, penonjolan dan adanya
ketidaksimetrisan. Amati gerakan-gerakan kulit pada perut
pada saat inspirasi dan ekspirasi. Amati keadaan kulit
mengenai pertumbuhan rambut dan pigmentasi.
Palpasi : Palpasi me rupakan metode yang paling akhir pada
pengkajian perut. Palpasi dapat dilakukan secara palpasi
ringan atau palpasi dalam. Palpasi ringan untuk mengetahui
adanya nyeri tekan, nyeri superficial dan adanya massa.
Palpasi dalam untuk mengetahui keadaan hepae, lien,
ginjal, dan kandung kemih.
Perkusi : Mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau
massa didlam perut. Perkusi juga dilakukan untuk
mengetahui posisi lien danhepar, bunyi perkusi pada perut
orang normal adalah timpani, tetapi bunyi ini dapat menjadi
berubah pada keadaan-keadaan tertentu.
9. Genitalia
Inspeksi : Inspeksi rambut pubis, inspeksi penis mengenai kulit,
ukuran, dan adanya kelainan lain yang Nampak. Inspeksi
skrotum dan perhatikan bila ada tanda kemerahan, bengkak,
ulkus, eksoriasi, atau nodula. Pada wanita, buka mayora
42

labia dan amati bagian dalam labia mayora, labia minora,


klitoris, dan metus uretra. Perhatikan setiap ada
pembengkakan, ulkus, keluaran, pembengkakan atau
nodula.
Palpasi : Pada pria palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri
tekan, nodula, dan adanya cairan kental yang keluar.
10. Ekstermitas
Inspeksi : Biasanya terjadi kelemahan pada seluruh ekstremitas
seperti kaku tonus otot didapatkan menurun sampai hilang.
Kelemahan fisik secara umum adalah dampak dari trauma
kepala.
Palpasi : Palpasi pada otot saat istirahat untuk mengetahui adanya
kelemahan, kontraksi tiba-tiba secara involunter dan
kehalusan gerakan. Palpasi tulang untuk mengetahui adanya
edema atau nyeri tekan. Palpasi persendian untuk
mengetahui adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak, krepitasi
dan nodula.
Perkusi : Kaji adanya refleks patella, kekuatan otot bisep dan trisep.

d. Pemeriksaan neurologis

1) Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap

lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk menilai

disfungsi system saraf.Beberapa system digunakan

kewaspadaan dan untuk membuat peringkat perubahan

dalam kewaspadaan dan kesadaran.Pada keadaan lanjut

tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya berkisar

pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, dampai koma.


43

2) Pemeriksaan fungsi serebral

Pada beberapa keadaan pasien cedera kepala

didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik

jangka pendek maupun jangka panjang.Kerusakan fungsi

kognitif dan efek psikologis didapatkan bila trauma kepala

mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal,

memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi

mungkin rusak. Status mental biasanya mengalami

perubahan dilihat dari perubahan, tingkah laku, nilai gaya

bicara pasien dan observasi ekspresi wajah, Cedera kepala

pada hemisfer, hemisfer kanan didapatkan hemiparese

sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai

kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan

terjatuhn ke sisi yang berlawanan.Cedera kepala pada

hemisfer kiri mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat

dan sangat hari-hati, kelainan bidang pandang sebelah

kanan disfagia, afasia, dan mudah frustasi.

3) Pemeriksaan Saraf

Saraf I. Pada beberpa keadan cedera kepala didaerah

yang merusak anatomis dan fisiologi saraf ini klien akan

mengalami kelainan pada fungsi penciuman/anosmia.

Saraf II. Hematoma palfebra pada pasien cedera

kepala akan menurunkan lapangan penglihatan dan


44

mengganggu fungsi dari nervus optikus. Perdarahan

diruang intracranial, tekanan intracranial dapat dicerminkan

pada fundus.

Saraf III, IV, dan VI. Gangguan mengangkat

kelopak mata terutama pada pasien dengan trauma yang

merusak rongga orbital. Gejala ini harus dianggap sebagai

tanda serius jika pada trauma kepala terdapat anisokoria

dimana bukannya midriasis yang ditemukan melainkan

miosis yang bergandengan dengan pupil yang normal pada

sisi yang lain, maka pupil yang miosislah yang abnormal.

Miosis ini disebabkan oleh lesi di lobus frontalis yang

mengelola pusat siliospinal menjadi tidak aktif, sehingga

pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstruksi.

Saraf V. Pada beberapa keadaan menyebabkan

paralisis nervus trigenimus, didapatkan penurunan

kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.

Saraf VII. Perubahan fungsi pendengaran pada klien

cedera kepala biasanya tidak didapatkan apabila trauma

yang terjadi tidak melibatkan saraf vestibulokoklearis.

Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik,

kesukaran membuka mulut.


45

Saraf XI. Bila tidak melibatkan trauma pada leher,

mobilitas klien cukup baik dan tidak ada atrofi otot

sternokleidomastoideus dan trapezius.

Saraf XII. Indra pengecapan mengalami perubahan.

4) Sistem motorik

Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis

pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang

berlawanan.Tonus otot, ddidapatkan menurun sampai

hilang.Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan

grade kekuatan otot didapatkan grade 0.

5) Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon,

ligamentum, atau perioteum derajad refleks pada respons

normal. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut

refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang,

setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul

kembali didahului dengan refleks patologis.

6) Sistem sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi.Persepsi adalah

ketidakmampuan untuk menginterpresentasikan

sensasi.Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras

sensorik primer diantara mata dan korteks

visual.Kehilangan sensori karena cederan kepala dapat


46

berupa kerusakansentuhan ringan atau mungkin lebih berat,

dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk

merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan

dalam menginterpresentasikan stimuli visual, taktil, dan

auditorius. (Muttaqin, 2016)

7) Kemudian yang terutama pemeriksaan GCS yaitu dilakukan

dengan memeriksa respon dari 3 area : membuka mata,

respon verbal dan respon motorik. Skor terendah 3 dan

tertinggi 15. Respon motorik dinilai yang terbaik dari kedua

sisi.

a) Respon membuka mata (eye)

Spontan dengan adanya kedipan 4

Dengan suara 3

Dengan nyeri 2

Tidak ada reaksi 1

b) Respon bicara (verbal)

Orientasi baik 5

Disorientasi (mengacau/bingung) 4

Keluar kata-kata yang tidak teratur 3

Suara yang tidak berbentuk kata 2

Tidak ada suara 1

c) Respon motorik (motor)


47

Mengikuti perintah 6

Melokalisir nyeri 5

Menarik ekstremitas yang diransang 4

Fleksi abnormal (dekortikasi) 3

Ekstensi abnormal (decerebrasi) 2

Tidak ada gerakan 1

Nilai GCS = (E+V+M) = 15 (terbaik) dan 3 (terburuk)

e. Pemeriksaan laboratorium

Hematokrit (normalnya pada pria : 40-48 %, wanita :

37-43 %) periksa darah perifer lengkap, trombosit (normal :

150.000-400.000/UL), kimia darah : glukosa (normal : 60-400

mg/dl) dan kreatinin (normal : 1-2 gr/24 jam). Masa protrombin

atau masa tromboplastin parsial (normal : 30-40”), skrining

toksikologi dan kadar alcohol bila perlu. (Hidayat, 2014)

f. Foto rongen

Pada cedera kepala perlu dibuatkan foto rontgen kepala

dan kolumna vertebralis servikalias. Foto kolumna vertebralis

servikalis dibuat sedikitnya anterior-posterior dan lateral untuk

melihat adanya fraktur atau dislokasi. Pemeriksaan fto rontgen

diperlukan apabila terdapat kelainan pada pemeriksaan fisik

seperti adanya masalah pada salah saatu organ di lokasi tempat

terjadinya trauma. (Muttaqin, 2016)

g. CT Scan
48

Dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam

rongga tengkorak. Gambaran rinci dan struktur tulang,

potongan melintang tengkorak bersama isinya tergambar

dalam foto dengan jelas. (Muttaqin, 2016)

h. Analisa data

Anlisa data adalah pengumpulan data selama

pengkajian didapat dari berbagai sumber di validasi dan diurut

kedalam kelompok yang membentuk pola. (Hidayat, 2016).

Tabel2.2 Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


1. DS : Trauma kepala Resiko peningkatan
DO: TIK
1. Biasanya tampak
gelisah dan Meningkatkan ransangan
kepala terasa simpatis
nyeri
2. Adanya papil
edema Edema serebral
3. Biasanya terjadi
penurunan TD :
67/42-80/50 Bertambahnya volume
mmHg, N : 60- intracranial akibat dari
70x/menit pada perdarahan otak
orang dewasa.
2. DS : Trauma (benturan) Bersihan jalan nafas
DO :
1. Biasanya klien
tampak kesulitan Cedera jaringan otak (medula
dalam bernafas oblongata
2. Adanya
sputum/liquor
pada saluran Liquor pada saluran
nafas pernafasan
3. Penggunaan otot
bantu nafas
49

No Symptom Etiologi Problem


3. DS : Cedera kepala Gangguan perfusi
DO : jaringan cerebral
1. Biasanya klien
tampak Lesi atau perdarahan di otak
memegang
kepalanya
2. Biasanya klien Gangguan autoregulasi
bicaranya pelan
dan lamban
akibat hematoma Gangguan metabolisme
pada dahi
3. Biasanya pupil
isokor, dan resiko Oedema otak
cahaya +/+
4. DS : Cedera kepala Nyeri akut
DO :
1. Biasanya klien
tampak menahan Adanya jejas disekitar kepala
nyeri/tampak
meringis
P : Cedera kepala Reaksi peradangan
sedang (CKS) vasodilatasi
Q : nyeri tekan
R : disekitar
trauma (benturan) Peningkatan suplai darah
S : pada angka 4 (peningkatan volume darah)
(sedang) (0-10) ke daerah trauma
T : hilang timbul
2. GCS 13-15
(ringan) Peningkatan TIK
GCS 9-12
(sedang)
GCS kurang atau
sama dengan 8
(berat)
5. DS : Cedera kepala Intoleransi aktifitas
DO :
1. Biasanya klien
tampak lemah Gangguan autoregulasi
2. Biasanya tidak
mampu dalam
bergerak Aliran darah ke otak
3. Klien dibantu
dalam ADL
(aktifity daily O2 menurun
50

No Symptom Etiologi Problem


living)
4. Skala
kemampuan Asam laktat
6. DS : Kurangnya informasi dan Cemas
DO : pengalaman tentang penyakit
1. Biasanya klien yang diderita klien
tampak gelisah
2. Biasanya klien
bertanyatentang
keadaannya
3. Biasanya ekspresi
wajah tampak
cemas

7. DS : Peningkatan tekanan Resiko pemenuhan


DO : intrakranial (TIK) nutrisi
1. Nafsu makannya
menurun
2. Biasanya adanya Mual-muntah
kesulitan menelan
3. Klien tampak
mual dan muntah Asupan nutrisi kurang

8. DS : Kondisi sakit klien Kurang pengetahuan


DO :
1. Biasanya ekspresi
wajah cemas Perilaku dalam memecahkan
2. Keluarga klien masalah
bertanya tentang
penyakit klien
3. Prosedur Kurang pengetahuan
pengobatan dan
perawatan yang
lama Kurang informasi
(Muttaqin, 2016)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon

individu keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual


51

atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk

mencapai tujuan asuhan keperawatan. (Nursalam, 2016)

1. Rumusan masalah diagnosa keperawatan

a. Resiko Peningkatan Tekanan Intracranial (TIK) berhubungan

dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri

dari adanya perdarahan.

b. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan

adanyaliquor pada saluran pernafasan.

c. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungtan dengan

edema otak.

d. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks

spasme otot sekunder.

e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan menurunnya

kemampuan motorik dan kelemahan fisik

f. Cemas berhubungan dengan situasi dan kondisi

g. Resiko pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan peningkatan TIK yang

menyebabkan mual muntah

h. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya

berhubungan dengan kurang paparan informasi, keterbatasan

kognitif.

2. Prioritas masalah

a. Resiko peningkatan tekanan intracranial (TIK)


52

b. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas

c. Gangguan perfusi jaringan cerebral

d. Nyeri akut

e. Intoleransi aktifitas

f. Cemas

g. Risiko pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

h. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya

2.2.3 Rencana Keperawatan

Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi

keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan dan

mengurandi masalah-masalah klien. Perencanaan merupakan langkah

ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan, dalam

menentukannya diperlukan berbagai pengetahuan tentang kekuatan

dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan praktek

keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam

memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan serta

membuat strategi keperawatan, menulis instruksi keperawatan serta

kemampuan dalam melaksanakan kerjasama dengan tingkat kesehatan

lainnya. (Hidayat, 2014)


53

Tabel2.3 Intervensi Keperawatan :

Hari Intervensi keperawatan


No Rasional
/tgl Tujuan dan criteria hasil Intervensi
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji factor penyebab 1. Deteksi dini untuk
keperawatan diharapkan dari situasi atau memprioritaskan
tidak terjadi peningkatan keadaan individu dan intervensi, mengkaji
TIK pada pasien kemungkinan status neurologis atau
Kriteria hasil : penyebab peningkatan tanda-tanda
1. Klien tidak gelisah TIK kegagalan untuk
2. Tidak mengeluh menentukan
nyeri kepala perawatan kegawatan
3. Tidak terdapat atau tindakan
papil edema pembedahan
4. TTV dalam batas 2. Monitor tanda-tanda 2. Suatu keadaan
normal vital setiap 4 jam normal bila sirkulasi
Nadi (dewasa serebral terpelihara
normal 60- dengan baik atau
80x/menit) fluktuasi ditandai
Darah (dewasa dengan tekanan darah
normal 120/80 sistemik, karena
mmHg), adanya peningkatan
Pernafasan tekanan darah
(dewasa normal merupakan tanda
15-20 x/menit) terjadinya
Suhu (dewasa peningkatan TIK.
normal 36˚-37˚C) 3. Pertahankan 3. Perubahan kepala
kepala/leher pada pada satu sisi dapat
posisi yang netral, menimbulkan
usahakan dengan penekanan pada vena
sedikit bantal, tapi jugularis dan
dihgindari penggunaan menghambat aliran
bantal yang tinggi pada darah otak untuk itu
kepala. dapat meningkatkan
tekanan intracranial.
4. Bantu klien jika batuk, 4. Aktifitas ini
muntah. meningkatkan
tekanan dalam
thoraks dan tekanan
dalam abdomen
dimana aktivitas ini
dapat meningkatkan
TIK.
5. Kaji tingkat istirahat 5. Tingkat nonverbal ini
dan tingkah laku klien. dapat merupakan
indikasi peningkatan
54

Hari Intervensi keperawatan


No Rasional
/tgl Tujuan dan criteria hasil Intervensi
TIK.
6. Observasi tingkat 6. Perubahan kesadaran
kesadaran (GCS). menunjukkan
peningkatan TIK dan
berguna menentukan
lokasi dan
perkembangan
penyakit.
7. Kolaborasi dengan tim 7. Untuk mengurangi
medis dalam rasa nyeri dan
pemberian terapi. mengurangi
kegelisahan klien.
2. Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi kecepatan 1. Perubahan berguna
keperawatan diharapkan kedalaman, frekuensi, dalam menunjukikan
jalan nafas kembali efektif irama dan bunyi nafas. adanya komplikasi
Kriteria hasil : pulmonal dan luasnya
1. Nafas dalam batas bagian otak yang
normal (15- terkena.
20x/menit) 2. Atur posisi semi 2. Akan mengurangi
2. Bunyi nafas normal fowler (15-45). penekanan isi rongga
tidak stridor, perut terhadap
ronchi, dan diafragma sehingga
wheezing ekspansi paru tidak
3. Tidak ada terganggu.
pernafasan cuping 3. Lakukan penghisapan 3. Dengan dilakukan
hidung lendir, catat warna, penghisapan lendir
4. Klien tidak sesak sifat dan bau secret. maka jalan nafas
5. Klien tampak rileks akan bersih dan
akumulasi secret
dapat dicegah.
4. Anjurkan dan ajarkan 4. Latihan nafas dalam
untuk latihan nafas berguna untuk
dalam. mencegah terjadinya
atelektasis.
5. Kolabaorasi dengan 5. Pemberian oksigen
tim medis dalam dapat meningkatkan
pemberian terapi oksigen otak.
oksigen.

3. Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan factor-faktor 1. Penurunan


keperawatan diharapkan yang menyebabkan tanda/gejala
tingkat kesadaran koma/penurunan neurologis atau
biasa/perbaikan perfusi jaringan otak kegagalan dalam
dipertahankan, kognisi, dan potensial pemulihannya setelah
55

Hari Intervensi keperawatan


No Rasional
/tgl Tujuan dan criteria hasil Intervensi
dan fungsi peningkatan TIK. serangan awal,
Kriteria hasil : menunjukkan
1. Tanda vital stabil perlunya pasien
2. Tidak ada tanda- dirawat di perawatan
tanda peningkatan intensif.
TIK (seperti 2. Pantau dan catat status 2. Mengkaji tingkat
hipoksia, neurologis secara kesadaran dan
penurunan gejala teratur dan bandingkan potensial peningkatan
neurologis, pucat, dengan nilai standard TIK dan bermanfaat
dll) GCS. dalam menentukan
lokasi, perluasan dan
perkembangan
kerusakan SSP.
3. Pantau tanda-tanda 3. Peningkatan TD
vital :TD, nadi, suhu, sistemik yang diikuti
pernafasan. oleh penurunan TD
diatolik (nadi yang
membesar)
merupakan tanda
terjadinya
peningkatan TIK, jika
diikuti oleh
penurunan kesadaran.
4. Pantau intake dan 4. Bermanfaat sebagai
output, turgor kulit dan indicator dari cairan
membrane mukosa. total tubuh yang
terintegrasi dengan
perfusi jaringan.
5. Tinggikan kepala 5. Meningkatkan aliran
pasien 15-45 derjad balik vena dari kepala
sesuai indikasi yang sehingga mengurangi
dapat ditoleransi. kongesti dan oedema
atau risiko terjadinya
peningkatan TIK.
6. Bantu pasien untuk 6. Aktifitas ini akan
menghindari/membatas meningkatkan
i batuk, muntah, tekanan dalam intra
mengejan. thoraks dan intra
abdomen yang dapat,
meningkatkan TIK.

7. Berikan oksigen 7. Menurunkan


tambahan sesuai hipoksemia, yang
indikasi. mana dapat
56

Hari Intervensi keperawatan


No Rasional
/tgl Tujuan dan criteria hasil Intervensi
meningkatkan
vasodilatasi dan
volume darah
serebral yang
meningkatkan TIK.
8. Kolaborasi dengan tim 8. Mempercepat proses
medis untuk pemberian penyembuhan.
therapy.
4. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat nyeri. 1. Untuk mengetahui
keperawatan perkembangan klien.
diharapkankebutuhan rasa 2. Ajarkan tehnik 2. Akan melancarkan
aman klien terpenuhi dan relaksasi dan distraksi peredaran darah
nyeri berkurang atau untuk menurunkan sehingga kebutuhan
hilang ketegangan otot. oksigen oleh jaringan
Kriteria hasil : akan terpenuhi dan
1. Klien mempunyai akan mengurangi
rasa optimis nyeri.
terhadap 3. Ajarkan metode 3. Mengalihkan
kesembuhannya. distraksi selama nyeri perhatian nyeri klien
2. Nyeri berkurang akut. ke hal-hal yang
atau hilang menyenangkan.
3. Klien tidak gelisah
4. Klien tidak 4. Beri kesempatan waktu 4. Istirahat akan
meringis kesakitan istirahat bila terasa merelaksasi semua
5. Bisa nyeri dan berikan jaringan sehingga
mengidentifikasi posisi yang nyaman akan meningkatkan
aktifitas yang misalnya ketika tidur kenyamanan.
mengurangi nyeri. dipasang bantal kecil.
5. Libatkan keluarga 5. Memungkinkan
dalam pengambilan keluarga pasien
keputusan. menjadi bagian
integral dari program
yang dijalani.
6. Observasi tingkat nyeri 6. Pengkajian yang
dn respon motorik optimal akan
klien, 30 menit setelah memberikan.
pemberian obat
analgesic untuk
mengkaji
efektifitasnya erta
setiap 1-2 jam setelah
tindakan.

7. Kolaborasi dengan tim 7. Analgesic memblok


57

Hari Intervensi keperawatan


No Rasional
/tgl Tujuan dan criteria hasil Intervensi
medis dalam lintasan nyeri,
pemberian analgesic. sehingga nyeri akan
berkurang.
5. Setelah dilakukan tindakan 1. Koreksi tingkat 1. Untuk menentukan
keperawatan diharapkan kemampuan aktivitas dan bantuan
klien mampu mobilisasis dengan yang diberikan.
melaksanakan aktifitas skala 0-4 (0) : klien Bantu klien
fisik tidak tergantung pada melakukan gerakan-
Kriteria hasil : orang lain gerakansendiri secara
1. Mampu a. Klien butuh sedikit pasif dan ajtif.
mempertahankan bantuan
fungsi gerak tidak b. Klien butuh
terjadi dekubitus bantuan /
pengawasan atau
bimbingan
sederhana
c. Klien butuh
bantuan atau
peralatan yang
banyak
d. Klien sangat
tergantung pada
pemberian
pelayanan
2. Observasi terus 2. Untuk melihat
kemampuan gerakan penurunan atau
motorik, peningkatan fungsi
keseimbangan, neurologis.
koordinasi gerakan
tonus otot.
3. Berikan motivasi dan 3. Untuk meningkatkan
latihan pada klien semangat hidup klien
dalam pemenuhan agar mandiri dalam
kebutuhan. pemenuhan
kebutuhannya.
4. Anjurkan keluarga 4. Meningkatkan
klien untuk turut percaya diri klien.
membantu melatih dan
memberikan motuvasi.
5. Lakukan kolaborasi 5. Dengan memberikan
dengan tim keehatan terapi fisik akan
lain (fisioterapi) dalam melatih pasien untuk
pemberian terapi fisik. belajar sendiri.
58

Hari Intervensi keperawatan


No Rasional
/tgl Tujuan dan criteria hasil Intervensi

6. Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi persepsi 1. Megaskan batasan


keperawatan diharapkan klien untuk masalah individu dan
klien mampu melaporkan menggambarkan pengaruhnya selama
rasa cemasnya tindakan sesuai dengan diberikan intervensi.
Kriteria hasil : situasi.
1. Mampu 2. Anjurkan keluarga 2. Memberikan
mengungkapkan dank klien untuk kesempatan untuk
perasaan mengungkapkan dan berkonsentrasi,
2. Dapat mengekpresikan rasa kejelasan dan rasa
mendemonstrasika takut. takut.
n perasaan dalam 3. Hindari perasaan yang 3. Memvalidasi atau
pemecahan tak berarti seperti menentramkan yang
masalah mengtakan semuanya nyata tanpa
3. Klien dapat akan menjadi baik. mengurangi
mencatat emosional.
penurunan 4. Berikan kesempatan 4. Anggota keluarga
kecemasan atau untuk mendiskusikan dengan responnya
ketakutan perasannya dan pada apa yang terjadi
4. Klien tampak rileks harapan masa depan. dan kecemasannya
dapat disampaikan
5. Klien dapat pada klien.
istirahat dengan 5. Anjurkan aktifitas 5. Sejumlah
baik pengalihan perhatian keterampilan secara
seperti menulis, nonton sendiri atau dibantu
TV, keterampilan dapat membuat klien
tangan dan dll. merasa berkualitas
dalam hidup.
6. Kolaborasi dengan tim 6. Mungkin dibutuhkan
kesehatan guna untuk membantu jika
penanganan lanjutan. klien atau keluarga
tidak dapat
mengurangi cemas
ketika klien
membutuhkan alat
yang lebih canggih.
7. Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi kemampuan 1. Dapat menentukan
keperawatan diharapkan mengunyah, dan pilihan cara
kebutuhan nutrisi klien menelan klien. memberikan jenis
terpenuhi makanan.
Kriteria hasil : 2. Observasi distensi 2. Bising usus perlu
1. Tanda-tanda mual abdomen dan bising diketahui untuk
muntah tidak ada usus. menentukan
2. Tidak terjadi p- pemberian makanan
59

Hari Intervensi keperawatan


No Rasional
/tgl Tujuan dan criteria hasil Intervensi
enurunan berat dan mencegah
badan komplikasi.
3. Klien mau makan
3. Timbang berat badan. 3. Untuk mengetahui
perkembangan berat
badan klien.
4. Berikan klien makan 4. Untuk memudahkan
dalam porsi sedikit- proses pencernaan
sedikit tapi sering. dan toleransi klien
terhadap nutrisi.
5. Kolaborasi dengan tim 5. Membantu klien
kesehatan tentang gizi dalam mempercepat
yang sesuai. penyembuhannya.
8. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pengetahuan 1. Untuk mengetahui
keperawatan diharapkan klien. berat ringannya
pengetahuan klien kecemasan klien.
bertambah 2. Jelaskan proses 2. Agar klien mengerti
Kriteria hasil : terjadinya penyakit, sepenuhnya tentang
1. Klien kooperatif tanda gejala serta penyakit yang
saat dilakukan komplikasi yang dialaminya.
tindakan mungkin terjadi.
2. Pengetahuan 3. Berikan informasi pada 3. Agar klien
bertambah keluarga tentang mempunyai semangat
perkembangan klien. dan mau empati
terhadap perawatan
dan pengobatan.
4. Diskusikan pilihan 4. Agar klien
terapi. bersemangat
menjalani terapi dan
perawatan yang
dijalankan.
5. Beri dorongan 5. Agar klien kembali
spiritual. menyerahkan
sepenuhnya kepada
Tuhan YME.
(Muttaqin, 2016)
60

2.2.4 Pelaksanaan / Implementasi Keperawatan

Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap keempat dalam

proses keperwatan dengan melaksanakan berbagai strategi

keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam

rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus

mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan

perlindungan pada klien kemampuan dalam prosedur tindakan,

pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami

tingkat perkembangan pasien.

Dalam pelaksanaan rencana tindakan, yaitu tindakan jenis

mandiri dan tindakan kolaborasi, sebagai profesi, perawat mempunyai

kewenangan dan tanggung jawab dalam menentukan asuhan

keperawatan.Jenis tindakan atau langkah dalam tindakan terdapat dua

jenis yaitu tindakan keperawatan mandiri atau yang dikenal dengan

tindakan independent dan tindakan kolaborasi atau yang dikenal

dengan interdependent. (Hidayat, 2014)

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap kelima dan terakhir dalam proses

keperawatan, dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana

kemampuan tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan


61

dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi

keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentangtujuan

yang dicapai serta kemampuan dalam menggabungkan tindakan

keperawatan pada kriteria hasil.

Evaluasi di klasifikasikan, yaitu :

1. Evaluasi proses (formatif)

Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat

memberikan intervensi dengan respon segera.Misalnya kaji ROM

ekstremitas atas klien. Evaluasi proses berfokus pada penampilan

kerja perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan

keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang.

Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis

informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan

fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan

kemampuan tehnikal perawat.

2. Evaluasi hasil (sumatif)

Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis

status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang

direncanakan pada tahap perencanaan, disamping itu evaluasi juga

sebagai alat ukur untuk tujuan yang mempunyai criteria tertentu

yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau

tercapai sebagian.
62

Evaluasi terdiri dari :

a. S (subyektif) : respon subyektif klien terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilakukan.

b. O (obyektif) : respon obyektif klien terhadap tindakkan

keperawatan yang telah dilakukan.

c. A (analisa) : analisa ulang atas data subyektif dan obyektif

untuk menyimpulkan apakah masalah tetap muncul, masalah

baru atau ada data.

d. P (plan of care) : rencana tindakan keperawatan untuk

mengatasi diagnose masalah kesehatan.

(Hidayat, 2014)

2.2.6 Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi secara umum merupakan suatu catatan otentik

atau semua warkat asli yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti

dalam persoalan hokum. Sedangkan dokumentasi keperawatan

merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat

dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk pasien,

perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan

dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis

dengan tanggung jawab perawat. (Hidayat, 2014)

Dokumentasi keperawatan adalah bagian dari keseluruhan

tanggung jawab perawatan pasien.Catatan klinis memfasilitasi

pemberian perawatan, meningkatkan kontinuitas perawat dan


63

membantu mengkoordinasi pengobatan dan evalusi pasien. (Hidayat,

2014)

Sistem dokumentasi keperawatan merupakan cara

mengumpulkan data ke dalam format, catatan, dan prosedur yang

tetap yang dapat memberikan gambaran secara lengkap sebuah

masukan data. (Hidayat, 2014)

Anda mungkin juga menyukai