Anda di halaman 1dari 2

Carlo Ancelotti dan Batas Mia San Freude

"Ini bukan Bayern" kata Karl Heinz Rummenigge sesudah pertandingan antara Bayern melawan PSG.
CEO Bayern ini pantas kecewa karena juara Bundesliga dipermak PSG tiga gol tanpa balas saat melawat
ke Paris. Kekalahan ini seperti melengkapi penderitaan klub berjuluk Die Roten (Si Merah) yang tampil
buruk di liga domestik maupun pentas Eropa.

Di pentas domestik, kekalahan dari Hoffenheim dan imbang melawan Wolfsburg menempatkan Bayern
hanya berada di posisi ketiga klasemen Bundesliga, situasi yang jarang terjadi bagi klub yang
mendominasi Bundesliga dengan torehan 26 gelar ini.

Di pentas Eropa, nasib Bayern tak jauh berbeda. Pemegang 5 gelar Piala/Liga Champions yang sangat
disegani dan ditakuti. Selain karena karena penampilan menyerangnya tampil melempen. Puncaknya
adalah ketika Lewandowski Cs dikalahkan PSG, 0-3.

Padahal, Bayern bukanlah hanya dihitung sebagai konstestan Liga Champions. Bayern dianggap
membawa martabat atau harga diri negara Jerman di pentas tersebut. Bayern juga dinilai sebagai tolak
ukur maju mundurnya persepakbolaan nasional Jerman. Jika Bayern tampil trengginas, maka
kepercayaan diri rakyat Jerman terhadap tim nasionalnya ikut membesar.

Dalam situasi ini memang harus ada yang dipersalahkan atau dikorbankan. Carlo Ancelottilah orangnya.
Ancelotti dianggap orang yang paling bertanggungjawab dari performa Bayern hingga saat ini. Pelatih
berusia 58 tahun asal Italia ini akhirnya dipecat.

Ziarah terpendek dalam sejarah karir kepelatihan Ancelotti dibandingkan perjalanan melatihnya di klub
besar lainnya. Satu gelar Bundesliga dan dua gelar Piala Super Jerman dianggap tidaklah cukup dalam 60
kali menukangi Bayern di segala kompetisi. Mantan Allenatore AC Milan, Chelsea, PSG dan Real Madrid
ini harus menerima bahwa prestasi dan nama besar dirinya sebagai seorang pelatih tidak cukup
menahannya lebih lama di tanah Jerman.

Bagi semua pelatih, kabar pemecatan bukanlah kabar baik. Tetapi karakter Ancelotti di dalam dan di luar
lapangan amatlah mirip. Ancelotti tidak terlihat berteriak protes akan keputusan tersebut, Ancelotti
memilih diam merespon akan keputusan itu.

Entahlah apa yang Ancelotti pikirkan sekarang, namun Ancelotti yang terkenal dengan "kepemimpinan
diam" itu pasti tahu bahwa ketika dia tidak dapat memenuhi keinginan klub, maka dia harus dipecat.
Sekarang Ancelotti harus melepas nostalgia bahagia, ketika dengan antusiasnya CEO Rummenige
memperkenalkan dirnya sebagai pelatih baru meski musim Bayern 2015/2016 belum berakhir di tangan
Guardiola. Tetapi pasti Ancelotti ingat benar akan pesan Guardiola ketika resmi melatih Bayern,
"Semoga Beruntung".

Ancelotti akhirnya memang tidak beruntung. Ekspetasi dan nama besar Bayern yang menuntut kebaruan
terus menerus, kecepatan dengan serangkaian kategori keberhasilan dianggap tidak mampu diimbangi
oleh seorang Ancelotti. . “Performa tim sejak awal musim tidak memenuhi ekspektasi kami," ungkap
Karl Heinz Rummenigge ketika memberikan konfirmasi tentang kabar pemecatan Ancelotti.

Ancelotti dianggap tidak menahkodai tim seraya terus menggerakan filosofi Bayern, bertajuk Mia san
Mia yang berarti Kita adalah Kita. Filosofi yang baru dibuka ke khalayak ramai ketika ulang tahun Bayern
ke 110, 27 Februari 2010.
Mia san Mia, Kita adalah kita, bagi para pesaing atau kompetitor khususnya di Bundesliga, filosofi ini
dianggap terlalu arogan. Arogan karena seperti ingin mengatakan bahwa di tanah Jerman, Bayernlah
yang berkuasa. Memang fakta berbicara tentang hal itu, tetapi kebenaran tidaklah selamanya harus
diteriakan cukuplah diresapi.

Bayern berkilah bahwa di dalam Mia san Mia, banyak filosofi lain yang menjadi bagian daripada filosofi
besar itu. Seperti, Mia san Vorbilder yang berarti harus menjadi teladan bagi anak muda. Ada lagi, Mia
san Tradition yang berarti semua orang di Bayern harus bangga terhadap tradisi yang telah ditorehkan
sepanjang sejarah serta Mia san Innovation yang berarti semua orang harus meningkatkan kinerja dan
sebagai salah satu klub terbaik di dunia harus menjadi tolak ukur bagi orang lain.

Namun ada satu yang menarik dari keseluruhan 16 bagian kecil filosofi Mia san Mia ini, yaitu Mia san
Freude. Mia san Freude berarti harus menikmati semua pekerjaan yang dilakukan dengan menyanjung
semangat tim dan kekalahan harus diterima dengan lapang dada.

Filosofi ini seperti berarti bahwa bagi Bayern kekalahan itu bisa saja hal yang wajar dan harus diresponi
dengan positif. Berespon terhadap sebuah kegagalan akan melahirkan respon balik positif yang
dipercaya akan jauh lebih besar dampaknya terhadap kebaikan tim. Seharusnya, 2 kekalahan musim ini
dapat ditolerir jika Mia san Freude berarti juga adanya kesempatan untuk bereaksi balik.

Namun cara pandang yang berbeda terhadap filosofi ini tentunya ada juga. Batas dari Mia san Freude
tetaplah ada, yaitu target besar tim. 2 kekalahan terlalu banyak bagi tim sebesar Bayern. Paling tidak,
itulah yang dipahami oleh para petinggi Bayern. Ancelotti harus diberhentikan.

“Saya ingin berterima kasih kepada Carlo atas kerjasamanya. Carlo akan selalu menjadi teman saya.
Tetapi kami harus membuat keputusan profesional demi kepentingan Bayern. Saya berharap tim ini bisa
berkembang lebih positif, bermain dengan performa absolut, sehingga kami bisa mencapai target di
musim ini,” kata Rummenigge mengakhiri jumpa pers tentang kabar pemecatan Ancelotti.

Tak ada lagi Mia san Freude, yang terlihat sekarang adalah Mia san Familie yang berarti ikatan
kekeluargaan berlaku sepanjang hayat. Ancelotti tetaplah sebagai teman dan keluarga, bisa saja suatu
saat Ancelotti akan kembali melatih Bayern, tak ada yang akan tahu.

Anda mungkin juga menyukai