Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati
dan fundamental sebagai suatu anugrah tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan
dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara. Namun, seiring dengan
perkembangan zaman sekaran , banyak orang-orang yang tidak faham bahkan tidak
tahu akan hak asasi manusia sebagai warga masyarakat indonesia. Pada hal tujuan
dari pelaksanaan hak asasi manusia adalah untuk mempertahankan hak-hak warga
negara dari tindakan sewenang-wenang aparat negara, dan mendorong tumbuh serta
berkembangnya pribadi manusia yang multidimensional. Oleh karena itu, akibat dari
ketidak fahaman bahkan ketidak tahuan masyarakat indonesia khususnya
masyarakat yang kurang akan pendidikan, tanpa mereka sadari bahwa HAM yang
seharusnya mereka dapat kini telah disalah gunakan oleh aparat negara guna
kepentingan mereka dan tanpa memperhatikan akan nasib-nasib masyarakat yang
kurang mampu karena keterbatasn mereka akan pendidikan.
Manusia memang telah memiliki HAM sejak lahir yakni hak hidup. Namun,
selain dari itu manusia juga mempunyai bermacam-macam hak yang lain dan yang
harus di pertahankan dan harus dilindungi. Dan HAM juga tidak dapat diberikan,
dibeli, bahkan diwarisi karna HAM sendiri adalah sesuatu yang sudah ada secara
otomatis.

2. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana sejarah HAM?
2) Bagaimana sejarah deklarasi universal HAM?
3) Apa isi deklarasi universal HAM?
4) Apa definisi HAM?
5) Apa tujuan HAM?
6) Bagaimana proses HAM?
7) Bagaimana pemajuan HAM?
8) Bagaimna apenghormatan HAM?
9) Bagaimana penegakan HAM?

1
10) Bagaimana batasan HAM?
11) Bagaimana HAM di Indonesia?
12) Apa itu Komnas HAM?

3. TUJAN MAKALAH
1) Untuk mengetahui materi mengenai HAM
2) Agar kita dapat menetahui seperti apakah penerapan HAM di Indonesia
3) Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Politik

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah HAM

Sampai sekarang sejak proklamasi Pernyataan Umum tentang Hak-Hak


Asasi Manusia, beberapa negara telah memproklamasikan deklarasi yang serupa.
Contohnya meliputi Bill of Rights di Amerika Serikat, dan Deklarasi Hak Asasi
Manusia dan Warga Negara di Perancis.

Universal Declaration of Human Rights (1948) adalah sebuah pernyataan


dari seluruh umat manusia mengenai HAM. Meskipun dalam sejarahnya terdapat
banyak perdebatan dalam pembentukanya, namun akhirnya deklarasi tersebut dapat
diterima oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Sebelum
pembentukannya oleh PBB, sejarah mencatat ada beberapa instrumen HAM yang
dianggap sebagai pendahulu UDHR. Istrumen-instrumen tersebut adalah :

1. Piagam PBB
2. Magna Charta (1215)
3. Bill of Rights (1689)
4. Declaration of Independence, USA (1776)
5. Bill of Rights, USA (1791)
6. Declaration of The Rights of Man and The Citizen, Prancis, (1789)

Beragam instrumen tersebut menjadi inspirasi dan sumber dalam


pembentukan UDHR 1948. Ide pengaturan hak asasi manusia pada awalnya timbul
bersamaan dengan kelahiran Perserikatan Bangsa-Bangsa, akan tetapi belum
mencapai kesepakatan antar negara. Ide itu tercetus karena dipengaruhi oleh
kekejaman yang terjadi selama Perang Dunia Kedua, dimana Adolf Hitler dengan
sadisnya melakukan pembantain terhadap jutaan kaum Yahudi dengan cara-cara
yang sangat tidak berperikemanusiaan.

Setelah Perang Dunia II usai, masyarakat dunia memiliki niat untuk


membuat suatu kaidah atau aturan yang dapat melindungi hak-hak asasi manusia.

3
Perlindungan tersebut sangat ingin memfokuskan perlindungan terhadap HAM, baik
yang mengatur mengenai hak sipil dan politik juga hak ekonomi, sosial dan budaya.

Presiden Amerika pada saat itu, yakni Roosevelt, mengeluarkan sebuah


pernyataan tentang kebebasan yang menjadi salah satu pemicu pembentukan
perlindungan HAM, kebebasan menurut Roosevelt itu dikenal dengan The Four
Freedoms, yaitu, Freedom of Speech, Freedom of Worship, Freedom from
Want, Freedom from Fear. Pernyataan itu merupakan simbol sebuah dukungan yang
sangat besar terhadap masalah HAM, sebab Amerika dan sekutu adalah pihak yang
menang perang.

Usainya Perang Dunia II dibarengi juga dengan lahirnya Perserikatan


Bangsa-Bangsa. Dalam Piagam PBB sudah jelas di sebutkan bahwa salah satu
tujuannya adalah penghormatan terhadap hak fundamental dan kebebasan.
Menjelang hari penutupan Konferensi PBB di San Fransisco 1945, para editor The
Annals of The American Academy of Sosial and Political Science, mengumpulkan
makalah-makalah untuk suatu penerbitan khusus tentang HAM dari sejumlah pakar
baik delegasi Amerika maupun delegasi asing, dengan maksud untuk menarik
perhatian publik pada HAM yang acuanya telah di buat dalam piagam PBB.

Selain terdapat dalam tujuan PBB, perlindungan terhadapat hak asasi


manusia juga banyak tersebar dalam bagian isi piagam PBB. Salah satu isi Piagam
PBB tersebut adalah Pasal 68, tentang tugas-tugas ECOSOC, yang berbunyi :

“Dewan ekonomi dan sosial akan membentuk panitia-panitia di lapangan


ekonomi dan sosial dan untuk memajukan hak-hak asasi manusia dan panitia-panitia
demikian lainnya jika diperlukan untuk menjalankan tugas-tugasnya.”

Kemudian pada sidang pertama ECOSOC tahun 1946, yang mendapatkan


mandat untuk membuat suatu instrumen HAM, membentuk sebuah komisi yang
disebut dengan Komisi Hak Asasi Manusia (CHR), dengan tugas untuk menangani
isu-isu hak asasi manusia yang belum diselesaikan. Ketentuan mengenai batas- batas
permasalahan yang di tangani CHR, ditetapkan oleh ECOSOC juga pada tahun
1946. Ketentuan- ketentuan ini menyatakan bahwa komisi harus menyampaikan
kepada ECOSOC, proposal, rekomendasi dan laporan mengenai:

4
1. Suatu Bill of Right (Pernyataan tertulis mengenai hak-hak terpenting) Internasional.
2. Deklarasi atau konvensi internasional mengenai kebebasan sipil (civil libertarian),
status wanita, kebebasan informasi, dan hal-hal serupa.
3. Perlindungan bagi minoritas
4. Pencegahan diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
5. Hal-hal lain mengenai hak asasi manusia yang tidak tercakup dalam butir- butir di
atas.

Selain tugas-tugas yang telah disusun di atas untuk komisi hak asasi manusia,
ECOSOC juga menambahkan misi dengan ketentuan sebagai berikut: “Komisi harus
membantu (ECOSOC) dalam pengkoordinasian kegiatan-kegiatan mengenai hak
asasi manusia dalam sistem PBB.” Tambahan ini akan semakin mempertegas sikap
dari PBB menuju suatu pendekatan yang terpadu dan menyeluruh terhadap
permasalahan hak asasi manusia.

Hal yang paling utama dilaksanakan oleh komisi hak asasi manusia itu
adalah membuat rumusan mengenai Bill of Rights yang berlaku bagi dunia. Agar
dapat terbentuk suatu rumusan yang cepat dan menyeluruh, maka komisi ini
melaksanakan sidang untuk pertama kali pada bulan Februari 1947, komisi ini
diketuai oleh Eleanor Roosevelt dan beberapa anggota yang terdiri dari beberapa
negara-negara. Dalam pembahasan Bill of Rights tersebut, di dalam komisi terdapat
dua pandangan yang berbeda, yaitu:

1. Pendapat pertama dipelopori oleh Amerika Serikat yang beranggapan bahwa Bill of
Rights tersebut akan berbentuk deklarasi, tanpa mempunyai kekuatan mengikat
secara hukum.
2. Pendapat kedua yang didukung oleh negara-negara barat, berpendapat bahwa Bill of
Rights itu harus berbentuk sebuah perjanjian yang mempunyai kekuatan secara
hukum.

Setelah mengalami beberapa perdebatan, akhirnya disepakati sebuah jalan


alternatif untuk menyelesaikan perbedaan pandangan tersebut. Komisi berhasil
menemukan sebuah rumusan yang memuaskan kedua belah pihak, rumusan yang
dihasilkan oleh komisi adalah bahwa Bill of Rights tersebut akan terdiri dari tiga
komponen, yaitu:

5
1. Suatu Deklarasi
2. Suatu Perjanjian
3. Sistem Pengawasan Internasional.

Keputusan yang telah diambil oleh komisi tersebut bukanlah tanpa


konsekuensi sama sekali, melainkan sebuah usaha dalam mencari format ideal
perlindungan hak asasi manusia yang mampu diterima oleh seluruh masyarakat
dunia. Keputusan akhir, yakni dengan membentuk suatu “deklarasi”, tentu akan
memberikan sebuah keuntungan dan juga kerugian.

Keuntunganya adalah deklarasi tersebut dapat diterima secara umum, ketua


komisi yaitu Eleanor Roosevelt menyatakan bahwa “deklarasi tersebut merupakan
suatu standar prestasi bersama bagi semua orang dan semua bangsa.”

Diperkirakan apabila hasil komisi di beri judul “perjanjian”, maka akan kecil
kemungkinan dapat di terima oleh majelis umum. Kerugianya adalah, sebagai suatu
deklarasi atau resolusi, maka produk tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat
secara hukum. Salah satu kelemahan lain dari deklarasi tersebut yaitu tidak
dimuatnya sama sekali lembaga atau mekanisme yang akan menjamin diindahkanya
hak-hak tersebut.

Komisi tersebut telah mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan


efisien, sehingga pada tanggal 10 Desember 1948, deklarasi tersebut dapat diterima
dalam Resolusi Majelis Umum PBB no. 27(III) dengan komposisi pemungutan suara
sebagai berikut:

1. 48 negara setuju
2. 8 negara abstain
3. Tidak ada negara yang menolak.

Delapan negara yang abstain adalah: Belarusia, Cekoslavakia, Ukraina,


Polandia, Uni Soviet, Yugoslavia, Afrika Selatan dan Arab Saudi. Delapan negara
yang abstain tersebut secara keseluruhan menerima prinsip-prinsip tentang
pengaturan HAM dalam UDHR. Namun mereka keberatan terhadap beberapa pasal

6
dalam UDHR yang mereka anggap bertentangan dengan latar belakang politik,
ekonomi, budaya, agama dan ideologi negaranya.

Negara-negara sosialis yang abstain merasa keberatan mengenai beberapa


pasal dalam UDHR yang cenderung terpengaruh dari ideologi liberal yang
merupakan lawan abadi negara-negara sosialis semasa perang dingin. Pasa-pasal
yang mereka tolak misalnya seperti Pasal 17 yang mengatur perlindungan tentang
hak pribadi.

Sedangkan Arab Saudi yang melakukan abstain dalam pemungutan suara


tersebut memiliki alasan yang berbeda dengan negara-negara sosialis. Arab Saudi
keberatan terhadap Pasal 16 UDHR yang mengatur mengenai perkawinan, sebab
dalam pasal tersebut memperbolehkan perkawinan antaragama, sedangkan dalam
Islam perkawinan antaragama tidak diperbolehkan. Arab Saudi juga keberatan
terhadap Pasal 18 yang mengatur mengenai hak kebebasan beragama sebab dalam
pasal tersebut disebutkan hak untuk berpindah agama serta hak untuk tidak
beragama. Padahal dalam Islam seseorang yang telah memeluk Islam dilarang untuk
berpindah agama apalagi menjadi tidak beragama.

Lepas dari abstainya delapan negara tersebut, UDHR tetap diterima sebagai
suatu standar prestasi bersama semua orang dan bangsa. Resolusi Majelis Umum
PBB no. 27(III) tersebut terbagi dalam lima bagian,yaitu:

1. Part A consisted of UDHR


2. Part B The Right to Petition
3. Part C General Assembly called upon the UN Sub Commission “to make through
study of the problem of minorities, in order that UN may be able take measures for
the protection of racial, religious or linguistic minorities.”
4. Part D Publicity of UDHR
5. Part E “Preparation of a Draft Convenant on Human Rights and Draft Measures of
Implementation.”

UDHR memiliki 30 pasal yang mengatur perlindungan hak-hak fundamental


yang paling penting. Pasal-pasal tersebut mengatur mengenai perlindungan terhadap
hak-hak sipil dan politik serta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Sesuai dengan

7
kesepakatan pembentukan UDHR, maka selanjutnya disusun sebuah perjanjian
internasional yang lebih mengikat secara hukum. Perjanjian tersebut
adalah International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR)
dan International Convenant on Economic, Sosial and Cultural Rights ( ICESCR)
yang terbentuk pada tahun 1966.

2. Sejarah Singkat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia


Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia diciptakan setelah terjadinya
penghancuran pada Perang Dunia II. Kekejaman belaka yang dilakukan oleh Nazi
melalui perbudakan dan pemusnahan Yahudi di Eropa menyebabkan dunia
meneriakkan keadilan. Penghancuran telah mengubah pandangan dunia terhadap hak
asasi manusia. Sebelum perang, hak asasi manusia pada awalnya dianggap sebagai
sebagai “keprihatinan domestik”; hak asasi manusia harus ditegakkan oleh
pemerintah di masing-masing negara. Pandangan ini telah bergeser selama
terjadinya perang, sebagai hak asasi manusia kemudian dianggap sebagai
“keprihatinan universal”; hak asasi manusia harus menjadi perhatian bagi setiap
orang. Pada akhir perang, dunia secara keseluruhan merasa memerlukan kemanan
hak asasi manusia yang mutlak.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menetapkan daftar hak asasi manusia
yang mutlak. Oleh karena itu, hak asasi manusia lebih dari sekedar perjanjian
semata. Deklarasi ini menjelaskan bagaimana hak-hak di dalamnya tidak dapat
ditegakkan, melainkan lebih mewakili “suatu standar umum keberhasilan untuk
semua bangsa dan negara”. Di antara hak-hak ini mencakup hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa atau diperbudak, dan diperlakukan tidak adil.
Deklarasi ini juga memberikan kebebasan berfikir, berekspresi, dan beragama.
Hak-hak budaya ditata termasuk hak untuk menikah, pendidikan, pekerjaan,
makanan, dan perlindungan. Deklarasi itu hanya sebuah resolusi yang diadopsi oleh
Majelis Umum, dalam perspektif hukum merupakan dokumen yang tidak mengikat.
Pengeculiannya, semenjak deklarasi tersebut diadopsi, hal itu telah tumbuh menjadi
faktor utama dalam hukum internasional. Bahkan, banyak hak-hak dalam Deklarasi
membentuk dasar bagi banyak peraturan regional hak asasi manusia, seperti halnya
“Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa”, “Piagam Sosial Eropa”, “Piagam Afrika
tentang Hak Asasi Manusia dan Masyarakat”, dan “Kesepakatan Helsinki”.

8
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menjadi exist pada 10 Desember 1948.
Setelah perdebatan yang melelahkan, Presiden Majelis Umum menyerukan
pemungutan suara untuk memutuskan nasib Deklarasi, 58 Negara anggota PBB
berpartisipasi dalam pemungutan suara, 48 menentukan suara untuk mengadopsi
Deklarasi, 8 negara abstain, dan 2 negara tidak hadir. Negara-negara yang abstain
termasuk, Belorussia, Cekoslowakia, Polandia, Ukraina, Uni Soviet, Yugoslavia,
Afrika Selatan, dan Arab Saudi.
Setelah delapan tahun, telah diputuskan bahwa hak-hak dalam Deklarasi itu
harus dipisahkan menjadi dua perjanjian terpisah, Konvenan Internasional tentang
Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya. Dua kovenan tersebut telah diadopsi pada tahun 1966, dan semenjak itu
telah diratifikasi oleh lebih dari 130 negara. Deklarasi Universal HAM dan dua
kovenan dari “Rancangan Undang-Undang Hak Asasi Internasional”

3. Isi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia


MUKADIMAH
Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama
dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar
kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di dunia,
Menimbang, bahwa mengabaikan dan memandang rendah hak-hak manusia
telah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis yang menimbulkan rasa
kemarahan hati nurani umat manusia, dan terbentuknya suatu dunia tempat manusia
akan mengecap nikmat kebebasan berbicara dan beragama serta kebebasan dari rasa
takut dan kekurangan telah dinyatakan sebagai cita-cita yang tertinggi dari rakyat
biasa,
Menimbang, bahwa hak-hak manusia perlu dilindungi dengan peraturan hukum,
supaya orang tidak akan terpaksa memilih jalan pemberontakan sebagai usaha
terakhir guna menentang kelaliman dan penjajahan,
Menimbang, bahwa pembangunan hubungan persahabatan di antara negara-
negara perlu ditingkatkan,
Menimbang, bahwa bangsa-bangsa dari Perserikatan Bangsa-Bangsa di dalam
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menegaskan kembali kepercayaan mereka
pada hak-hak dasar dari manusia, akan martabat dan nilai seseorang manusia dan
akan hak-hak yang sama dari laki-laki maupun perempuan, dan telah memutuskan

9
akan mendorong kemajuan sosial dan tingkat hidup yang lebih baik dalam
kemerdekaan yang lebih luas,
Menimbang, bahwa Negara-negara Anggota telah berjanji untuk mencapai
kemajuan dalam penghargaan dan penghormatan umum terhadap hak-hak asasi
manusia dan kebebasan-kebebesan yang asasi, dalam kerja sama dengan
Perserikatan Bangsa-Bangsa,
Menimbang, bahwa pemahaman yang sama mengenai hak-hak dan kebebasan-
kebebasan tersebut sangat penting untuk pelaksanaan yang sungguh-sungguh dari
janji tersebut,
Maka dengan ini
MAJELIS UMUM memproklamirkan :
DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA
Memproklamasikan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai suatu
standar umum untuk keberhasilan bagi semua bangsa dan semua negara, dengan
tujuan agar setiap orang dan setiap badan di dalam masyarakat, dengan senantiasa
mengingat Deklarasi ini, akan berusaha dengan cara mengajarkan dan memberikan
pendidikan guna menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-
kebebasan tersebut, dan dengan jalan tindakan-tindakan yang progresif yang bersifat
nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan penghormatannnya yang
universal dan efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari Negara-negara Anggota sendiri
maupun oleh bangsa-bangsa dari wilayah-wilayah yang ada di bawah kekuasaan
hukum mereka.
PASAL 1
Seluruh umat manusia dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat dan hak.
Mereka dikaruniai akal serta nurani dan harus saling bergaul dalam semangat
persaudaraan.
PASAL 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dicanangkan dalam
Deklarasi, tanpa pembedaan apa pun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, opini politik atau opini lain, kewarganegaraan atau asal-usul sosial,
kekayaan, keturunan atau status lainnya.
Selanjutnya, tidak boleh ada pembedaan orang berdasarkan status politik,
yurisdiksional, atau internasional yang dimiliki negara asalnya, yang independen,

10
yang berada dibawah pemerintahan perwalian, atau yang berada dibawah
pembatasan kedaulatan lainnya.
PASAL 3
Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keamanan pribadi.
PASAL 4
Tidak seorang pun boleh dibelenggu dalam perbudakan atau perhambaan;
perbudakan dan perdagangan budak dalam segala bentuknya harus dilarang.
PASAL 5
Tidak seorang pun boleh dikenai penganiayaan atau perlakian atau hukuman yang
keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
PASAL 6
Setiap orang berhak atas pengakuan yang sama sebagai seorang manusia di muka
hukum di manapun ia berada.
PASAL 7
Semua orang berkedudukan sejajar di muka hukum dan berhak atas perlindungan
yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apa pun. Semua orang berhak atas
perlindungan yang sama dari segala diskriminasi yang melanggar Deklarasi dan dari
segala dorongan bagi diskriminasi semacam itu.
PASAL 8
Semua orang berhak atas ganti rugi yang efektif dari sidang pengadilan nasional
yang kompeten yang dijamin oleh konstitusi atau hukum yang dikenakan pada
tindakan-tindakan yang melanggar hak asasi manusia.
PASAL 9
Tidak seorang pun boleh dikenai penagkapan, penahanan, atau pengasingan yang
sewenang-wenang.
PASAL 10
Setiap orang berhak atas persamaan yang sepenuhnya akan pemeriksaan yang adil
dan terbuka oleh suatu majelis hakim yang independen seta tidak memihak, dalam
penetapan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya seta dakwaan pidana apa pun
terhadapnya.
PASAL 11
Setiap orang yang didakwa melakukan pelanggaran pidana berhak untuk dianggap
tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum dalam suatu sidang

11
pengadilan terbuka dimana ia memperoleh semua jaminan yang diperlukan bagi
pembelaan dirinya.
Tak seorang pun dapat dianggap bersalah melakukan suatu penggaran pidana
berdasarkan duatu tindakan atau kelalaian yang tidak tergolong pelanggaran pidana,
menurut hukum nasional atau internasional, pada saat ia melakukannya. Juga tidak
boleh dijatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukuman yang dapat
dijatuhkan pada saat pelanggaran pidana tersebut dilakukan.
PASAL 12
Tidak seorangpun boleh dikenai intervensi sewenang-wenang terhadap privasi,
keluarga, rumah atau korespondensinya, juga serangan terhadap kehormatan dan
nama baiknya. Setiap orang berhak atas perlindungan hukum dari intervensi dan
serangan semacam itu.
PASAL 13
Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan bermukim dalam garis perbatasan
masing-masing negara.
Setiap orang berhak untuk meninggalkan suatu negara, termasuk negaranya, dan
untuk kembali ke negaranya.
PASAL 14
Setiap orang berhak untuk mencari dan menikmati suaka di negara-negara lain
supaya luput dari penganiayaan.
PASAL 15
Setiap orang berhak atas suatu kewarganegaraan.
Tidak seorang pun boleh dirampas kewarganegaraannya secara sewenang-wenang
maupun diingkari haknya untuk mengubah kewarganegaraannya.
PASAL 16
Laki-laki dan perempuan dewasa, tanpa pembatasan apapun menurut ras,
kewarganegaran atau agama, berhak untuk menikah dan membentuk suatu keluarga.
Mereka berhak atas hak-hak yang sama pada saat pernikahan, selama pernikahan
dan pada saat perceraian.
Pernikahan hanya boleh dilakukan dengan sukarela dan kesepakatan bulat dari kedua
mempelai.
Keluarga merupakan suatu unit kelompok masyarkat yang alami dan mendasar, dan
berhak atas perlindungan dari masyarakat maupun Negara.

12
PASAL 17
Setiap orang berhak untuk memiliki kekayaan secara pribadi maupun bersama-sama
dengan orang lain.
Tak seorang pun boleh dirampas kekayaannya secara sewenang-wenang.
PASAL 18
Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama ; hak ini
meliputi kebebasan untuk mengubah agama atau keyakinannya, serta kebebasan
secara pribadi atau bersama-sama dengan orang-orang lain dan secara terbuka atau
pribadi, untuk menjalankan agama atau keyakinannya dalam pengajaran, praktek,
ibadah dan ketaatan.
PASAL 19
Setiap orang berhak atas kebebasan beropini dan berekspresi; hak ini meliputi
kebebasan untuk memiliki opini tanpa intervensi serta untuk mencari, menerima, dan
mengungkapkan informasi serta gagasan melalui media apapun dan tidak terikat
garis perbatasan.
PASAL 20
Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berkumpul dan berasosiasi secara tenang.
Tak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki suatu oraganisasi.
PASAL 21
Setiap orang berhak untuk ikut serta dalam pemerintahan negaranya, secara
langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas.
Setiap orang berhak atas akses yang sama pada pelayanan pemerintah negaranya
Kehendak rakyat harus menjadi dasar kewengan pemerintah ; kehendak ini harus
diekspresikan dalam pemilihan umum yang teratur dan sungguh-sungguh yang
diselenggarakan secara universal dan sama, serta harus diselenggarakan lewat
pemungutan suara secara rahasia atau lewat prosedur-prosedur pemungutan suara
yang sama bebasnya.
PASAL 22
Setiap orang sebagai anggota masyarkat, berhak atas jaminan sosial, serta berhak
atas realisasi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang tidak dapat dicabut, demi
martabatnya dan perkembangan kepribadiannya secara bebas, melalui upaya
nasional dan kerjasama internasional serta sesuai dengan organisasi dan sumberdaya
masing-masing Negara.

13
PASAL 23
Setiap orang berhak atas pekerjaan, atas pilihan pekerjaan secara bebas, atas kondisi-
kondisi kerja yang adil dan menguntungkan serta atas perlindungan dari
pengangguran.
Setiap orang, tanpa diskriminasi apa pun, berhak atas upah yang sama untuk
pekerjaan yang sama.
Setiap orang yang bekerja berhak atas imbalan yang adil dan menguntungkan yang
menjamin suatu eksistensi yang layak bagi martabat manusia untuk dirinya sendiri
dan keluarganya, dan dilengkapi manakala perlu oleh sarana perlindungan sosial
lainnya.
Setiap orang berhak untuk membentuk dan bergabung ke dalam serikat buruh guna
melindungi kepentingan-kepentingannya.
PASAL 24
Setiap orang berhak untuk beristirahat dan menikmati waktu senggang, termasuk
pembatasan jam kerja yang wajar serta liburan berkala yang disertai upah.
PASAL 25
Setiap orang berhak atas suatu standar kehidupan yang memadai untuk kesehatan
dan kesejahteraan dirinya serta keluarganya, termasuk makanan, pakaian, rumah,
dan perawatan kesehatan serta pelayana-pelayanan sosial yang diperlukan, dan hak
atas keamanan pada masa menganggur, sakit, tidak mampu bekerja, menjanda, lanjut
usia, atau kekurangan nafkah lainnya dalam keadaan-keadaan yang berada diluar
kekuasaannya.
Ibu dan anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus. Semua anak, yang lahir
didalam maupun diluar pernikahan, harus memperoleh jaminan sosial yang sama.
PASAL 26
Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus bebas biaya, setidaknya pada
tingkat dasar dan tingkat rendah. Pendidikan dasar harus bersifat wajib. Pendidikan
teknik dan profesi harus tersedia secara umum dan pendidikan yang lebih tinggi
harus sama-sama dapat dimasuki semua orang berdasarkan kemampuan.
Pendidikan harus diarahkan bagi pengembangan sepenuhnya kepribadian manusia
dan bagi penguatan penghargaan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan-
kebebasan yang mendasar. Ini harus mengembangkan pengertian, toleransi serta
persahabatan diantara semua bangsa, kelompok ras atau agama, dan harus

14
memajukan kegiatan-kegiatan Perserikatran Bangsa-Bangsa dalam pemeliharaan
perdamaian.
Para orang tua memiliki hak istimewa untuk memilih jenis pendidikan yang akan
diberikan kepada anak-anak mereka.
PASAL 27
Setiap orang berhak untuk berpartisipasi secara bebas dalam kehidupan budaya suatu
masyarakat, menikmati kesenian dan ikut serta dalam kemajuan ilmu dan manfaat-
manfaatnya.
Setiap orang berhak atas perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan material
dan moral dari karya ilmiah, kesusastraan atau kesenian yang ia ciptakan.
PASAL 28
Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial atau tatanan internasional dimana hak-
hak dan kebebasan-kebebasan yang dicanangkan dalam Deklarasi dapat
direalisasikan sepenuhnya.
PASAL 29
Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan
pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh.
Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata
pada pembatasan yang ditentukan oleh hukum dengan maksud untuk menjamin
pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang-orang lain, dan
untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban serta
kesejahteraan umum dalam suatu masyarakart yang demokratis.
Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara
bertentangan dengan maksud-maksud dan prinsip-prinsip Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
PASAL 30
Tak sesuatu pun dalam Deklarasi yang boleh ditafsirkan sebagai mengimplikasikan
bagi suatu Negara, kelompok atau orang, suatu hak untuk terlibat dalam kegiatan
atau untuk menampilkan perbuatan yang bertujuan untuk merusak hak-hak dan
kebebasan-kebebasan apa pun yang dinyatakan di sini

Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB


pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A

15
4. Definisi Hak Asasi Manusia

Jika ingin mendefinisikan apa yang di maksud dengan HAM dari jejak
sejarah, maka niscaya kita akan kesulitan untuk mendapatkan sebuah definisi yang
komprehensif, hal ini disebabkan adanya beberapa perbedaan keyakinan, ideologi,
kebudayaan dan lainnya yang melatar belakanginya.

Hak Asasi Manusia adalah Hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai
manusia, hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang sebagai
manusia. Meskipun begitu sangat menarik apa yang di sampaikan oleh Scoot
Davidson dalam bukunya mengenai HAM,

“Untuk memahami hukum internasional mengenai HAM, ada aspek-aspek


tertentu dari subjek ini yang tidak dapat di tinggalkan begitu saja. Aspek-aspek ini
merupakan komponen histories,politis dan filosofis dari HAM. Adalah mustahil
memberi makna HAM tanpa mempelajari berbagai kekuatan yang membentuk aspek
itu. Sejarah dan politik memberi dimensi kontekstual pada HAM, filsafat
memberinya makna dan ilmu hukum membahas mekanisme penerapanya.”

Komisi Nasional HAM Indonesia (Komnas HAM) mendefinisikan HAM


sebagai hak yang melekat pada setiap manusia untuk dapat mempertahankan hidup,
harkat dan martabatnya. Dalam mengemban hak tersebut dilakukan secara seimbang
antara hak dan kewajiban dan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan
umum.

5. Tujuan HAM

Tujuan pelaksanaan HAM adalah untuk mempertahankan hak-hak warga


negara di Indonesiasewenang-wenang aparat negara dan mendorong
tumbuh/berkembangnya pribadi manusiayang Multidimensional.

6. Proses HAM
Pengakuan terhadap HAM bagi setiap individu sebenarnya telah dihayati dan
dipahami sejak dahulu. Penghormatan terhadap HAM ditentukan pada pelaksanaan
HAM oleh para penguasa negara. Sejarah mencatat bahwa pada masa pemerintahan
monarkhi absolut di Eropa banyak terjadi pembatasan dan pelanggaran HAM, hal

16
tersebut bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan raja-raja yang pada waktu itu
menganggap dirinya sebagai wakil Tuhan di dunia. Menurut konsep kontrak
sosialnya thomas Hobbes, adalah sebagai bentuk penyerahan seluruh kekuasaan dan
kemerdekaan individu kepada negara untuk mengatur tata tertib dalam masyarakat.
Hak Asasi Manusia (HAM) berkembang dan dikenal oleh dunia hukum modern
sekitar abad 17 dan 18 di Eropah. HAM tersebut semula dimaksudkan untuk
melindungi individu dari kekuasaan sewenang-wenang penguasa (raja). Namur
dalam perkembangannya HAM bukan lagi milik segelintir orang, melainkan hak
semua orang (universal) tanpa terkecuali. Atas dasar kesadaran itulah dilahirkan
Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights (UDHR)) tahun
1948.
Tonggak sejarah peradilan HAM internasional adalah peradilan Nurembeg
yang dilakukan terhadap Hermann W. Goering (Pejabat Nazi) yang terjadi pada
tahun 1946. Selain menegaskan prinsip pertanggungjawaban individu, Mahkamah
Nuremberg juga memperkenalkan kategori-kategori kejahatan yang relatif baru,
seperti kejahatan terhadap perdamaian (Crime against peace), kejahatan perang (War
Crime), kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime against humanity). Puncaknya pada
saat Mahkamah Pidana Internasional yang disebut International Criminal Court
(ICC) yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2002.
Penegakan hukum pidana internasional mempunyai dua system, yaitu system
penegakan hukum langsung (direct law enforcement) dan sitem penegakan hukum
tidak langsung (indirect law enforcement). Dalam praktek system penegakan hukum
langsung telah dilaksanakan olh beberapa Mahkamah Internasional ad hoc, seperti
Nuremberg Trial, Tokyo Trial, hingga ICTY dan ICTR. Sejak 1 Juli 2002 didirikan
ICC . Sementara penegakan hukum tidak langsung, dilakukan oleh pengadilan
nasional tempat tindak pidana terjadi atau pengadilan lain yang mempunyai
yurisdiksi atas tindak pidana yang terjadi.
Puncaknya setelah perang Dunia ke II PBB dalam sidang umum tanggal 10
Desember 1948 dikeluarkan pernyataan umum tentang HAM, yang disebut The
Universal Deklaration of Human Rights tentang prinsip-prinsip HAM yang harus
dihormati dan ditaati oleh seluruh negara anggota PBB. Atas dasar itulah kemudian
setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari HAM Internasional. Konsep
tersebut dilandasi buah pikiran Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt, yang

17
mengemukakan empat kebebasan dasar manusia (the tour freedom of Roosevert),
yaitu:
1. Kebebasan untuk berbicara (freedom of speach);
2. Kebebasan beragama (freedom of religion);
3. Kebebasan dari kemiskinan dan kemelaratan (freedom from want);
4. Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).
Dalam perkembangan selanjutnya banyak bermunculan berbagai kovenan atau
konvensi yang mengatur tentang HAM, di antaranya: The International Covenan on
Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang hak-hak di
bidang ekonomi, sosial dan budaya) tanggal 16 Desember 1966 (yang berlaku
tanggal 3 januari 1976) dan The International Covenantion in civil and political
rights (Konvenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik) tanggal 16
Desember 1966 (yang mulai berlaku tanggal 23 Maret 1976), dan lain sebagainya.

7. Pemajuan HAM
Pemajuan dan perlindungan HAM telah menjadi salah satu program
pemerintah sejalan dengan proses reformasi dan pemantapan kehidupan
berdemokrasi yang sedang berlangsung. Bangsa Indonesia melalui wakil-wakilnya
di MPR telah mengambil suatu sikap yang lebih tegas dalam rangka pemajuan dan
perlindungan HAM dengan mengesahkan ketetapan No.XVII/MPR/1998 mengenai
HAM yang memuat Piagam HAM, diikuti dengan perubahan kedua UUD 1945 yang
memasukkan pasal-pasal yang secara rinci dan tegas mengatur tentang pemajuan dan
perlindungan HAM. Untuk lebih melindungi clan memajukan HAM, Pemerintah
telah mengesahkan Undang Undang HAM No.39 tahun 1999 dan Undang-Undang
No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Hingga saat ini Indonesia telah meratifikasi 4 dari 6 instrumen pokok HAM
intemasional, yaitu Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan,
Konvensi Hak Anak, Konvensi Menentang Penyiksaan clan Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Indonesia telah pula menandatangani Protokol
Tambahan Konvensi Hak Anak dan Protokol Tambahan Konvensi Penghapusan
Diskriminasi terhadap Perempuan. Indonesia saat ini sedang dalam proses
meratifikasi Kovenan Intemasional Hak-Hak Sipil clan Politik dan Kovenan
Intemasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

18
Indonesia telah pula mengadopsi sejumlah peraturan untuk melindungi hak-
hak perempuan dan anak dari upaya-upaya trafiking yaitu dengan Undang-Undang
No.32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Keputusan Presiden No.59 tahun
2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
Terburuk Anak, Keputusan Presiden No.87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi
Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (PESKA) dan
Keputusan Presiden No.88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Perdagangan Perempuan dan Anak (P3A).
Dalam hal kelembagaan, Komisi Nasional HAM telah dibentuk pada tahun
1993 dengan Keputusan Presiden No.50 tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan
dengan Undang-Undang No.39 tahun 1999, Komisi Anti Kekerasan terhadap
Perempuan telah dibentuk pada tahun 1998 dengan Keputusan Presiden no.181
tahun 1998, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dibentuk pada tahun 2003
melalui Keputusan Presiden no. 77 tahun 2003.

8. Penghormatan HAM
Salah satu tonggak dalam upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan
hak asasi manusia yang telah mendapat perhatian dunia internasional, adalah ketika
organisasi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk Komisi PBB untuk Hak
Asasi Manusia pada 1946. Langkah untuk pemajuan, penghormatan dan penegakan
HAM semakin nyata ketika Majelis Umum PBB mengeluarkan Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada 10 Desember
1948. Deklarasi ini menjadi salah satu acuan bagi negara-negara anggota PBB untuk
menyusun langkah-langkah dalam penegakan HAM. Meski demikian, Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia tidak bersifat mengikat negara-negara anggota PBB.
Secara rinci, hak-hak asasi manusia tercantum dalam pembukaan dan 30 pasal yang
terdapat di dalam deklarasi tersebut.
Peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di
Indonesia, tidak terlepas dari kesadaran internal atas perkembangan opini dunia
terhadap masalah-masalah demokratisasi dan hak asasi manusia. Hal ini dapat kita
lihat pada Pembuakaan UUD 1945 dan Batang Tubuhnya yang mencumkan prinsip-
prinsip pelaksanaan HAM.
Dalam perkembangan lebih lanjut, peran serta dan upaya pemajuan,
penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia dilakukan melalui hal-hal berikut :

19
1. Pada tanggal 7 Juni 1993, telah diupayakan berdirinya Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) sebagai tindak lanjut Lokakarya tentang HAM yang
diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan dukungan Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu tujuan pembentukan Komnas HAM adalah untuk
meningkatkan perlindungan hak asasi manusia. Demi mewujudkan tujuan tersebut,
maka Komnas HAM melakukan rangkaian kegiatan antara lain :
o Menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai hak asasi manusia
baik kepada masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat internasional
o Mengkaji berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi
manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi
dan/atau ratifikasinya.
o Memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak-hak asasi manusia serta memberikan
pendapat, pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintah negara mengenai
pelaksanaan hak asasi manusia.
o Mengadakan kerja sama regional dan internasional dalam rangka memajukan dan
melindungi hak asasi manusia.
2. Paska Orde Baru (era reformasi), perhatian terhadap upaya pemajuan,
penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia semakin nyata, yakni dengan
disahkannya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia pada
tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan tersebut, MPR menugaskan kepada
lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati,
menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman tentang HAM. Selain itu, Presiden
dan DPR juga ditugaskan untuk segera meratifikasi berbagai instrumen internasional
tentang HAM.
3. Landasan bagi penegakan HAM di Indonesia semakin kokoh setelah MPR
melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Dalam amandemen UUD 1945
tersebut persoalan HAM mendapat perhatian yang khusus dengan ditambahkannya
bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri atas pasal 28 A hingga 28 J. hal ini
menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menegakkan hak asasi manusia.
4. Tonggak lain dalam sejarah penegakkan hak asasi manusia di Indonesia adalah
berdirinya pengadilan HAM yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 26
tahun 2000. Pengadilan HAM ini merupakan suatu pengadilan yang secara khusus
menangani kejahatan pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan.

20
5. Pembentukan lembaga-lembaga yang menangani kejahatan HAM dan penyusunan
beberapa instrumen hukum pokok yang mengatur perlindungan terhadap HAM,
secara nyata telah mendorong penegakan HAM di Indonesia. Beberapa kasus
kejahatan HAM yang terjadi pada masa lalu kini mulai terkuak. seperti penanganan
protes massa Tanjung Priok 1984, kerusuhan dan penembakan mahasiswa pada Mei
1998.
6. Pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggraan (KPP) HAM tahun 2003 yang
mempunyai tugas pokok untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya pelanggaran
HAM. Di antara kasus-kasus tersebut bahkan kasus Tanjung Priok dan kasus Timor-
Timur telah ditangani oleh Pengadilan HAM.
7. Di sisi lain, melalui berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), banyak pihak
melakukan pembelaan dan bantuan hukum (advokasi) terhadap para korban
kejahatan HAM.

9. Penegakan HAM
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara
kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak untuk
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak
keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak yang tidak boleh diabaikan atau
dirampas oleh siapapun, seperti yang tercantum pada rumusan hak asasi manusia
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap MPR
No. XVII/MPR/1998.
Konsep hak asasi manusia sebagai hak yang melekat pada diri manusia sebagai
hak yang harus dihormati dan dilindungi, pada awalnya tumbuh pada tataran
nasional di Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Perancis pada abad ke-17 dan 18. Hal
itu terbukti dengan dikeluarkannya Bill of Rights pada tahun 1689 di Inggris,
Virginia Declaration of Rights dan Declaration of Independence pada tahun 1776 di
AS, Déclaration des Droits de l’Homme et du Citoyen pada tahun 1789 di Perancis,
dan Bill of Rights pada tahun 1791 di AS. Instrumen-instrumen nasional ini
menetapkan pokok-pokok yang sekarang dikenal sebagai human rights (hak asasi
manusia).
Pada abad ke-19 dan dasawarsa awal abad ke-20, konsep hak asasi manusia
(HAM) mulai berkembang di tataran internasional. Konsep ini sudah mulai dianut

21
oleh komunitas bangsa-bangsa dalam melakukan hubungan di antara mereka. Upaya
komunitas internasional untuk memantapkan pengakuan dan penghormatan HAM
mencapai kulminasinya pada tanggal 10 Desember 1948 dengan diterima dan
diproklamasikannya Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Deklarasi ini
menetapkan hak dan kebebasan setiap orang yang harus diakui dan dihormati serta
kewajiban setiap orang untuk dipenuhi.
Walaupun terlambat, lima puluh tahun setelah PBB memproklamasikan UDHR,
lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan tonggak sejarah
yang strategis dalam bidang HAM di Indonesia. Tenggang waktu setengah abad
yang dirasa cukup lama menunjukkan bahwa betapa rumitnya bangsa ini dalam
mengadopsi dan menyesuaikan nilai-nilai universal dengan nilai-nilai mengenai
HAM yang sudah dianut.
Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun
1993 mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan di Indonesia, terbukti
dengan banyaknya laporan dari masyarakat kepada Komnas HAM sehubungan
banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi selama ini. Hal ini di satu sisi
menunjukkan betapa besarnya perhatian bangsa Indonesia terhadap penegakan
HAM, namun di sisi lain menunjukkan pula betapa prihatinnya bangsa Indonesia
terhadap pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di negeri ini.
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden no.40 tahun 2004 telah
mengesahkan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) Indonesia Kedua tahun
2004 - 2009 yang merupakan kelanjutan dari RAN HAM Indonesia Pertama tahun
1998 - 2003.
1) Pengakuan dan Upaya Menegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Meskipun Republik Indonesia lahir sebelum diproklamirkannya UDHR,
beberapa hak asasi dan kebebasan fundamental yang sangat penting sebenarnya
sudah ada dan diakui dalam UUD 1945, baik hak rakyat maupun hak individu,
namun pelaksanaan hak-hak individu tidak berlangsung sebagaimana mestinya
karena bangsa Indonesia sedang berada dalam konflik bersenjata dengan Belanda.
Pada masa RIS (27 Desember 1949-15 Agustus 1950), pengakuan dan
penghormatan HAM, setidaknya secara legal formal, sangat maju dengan
dicantumkannya tidak kurang dari tiga puluh lima pasal dalam UUD RIS 1949.
Akan tetapi, singkatnya masa depan RIS tersebut tidak memungkinkan untuk
melaksanakan upaya penegakan HAM secara menyeluruh.

22
2) Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pendekatan keamanan yang terjadi di era Orde Baru dengan mengedepankan
upaya represif tidak boleh terulang kembali. Untuk itu, supremasi hukum dan
demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus
dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban
dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan
perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari
tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini perlu dibatasi. Desentralisasi
melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan. Otonomi daerah sebagai jawaban
untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjuti
dan dilakukan pembenahan atas kekurangan yang selama ini masih terjadi.

10. Batasan HAM

Pada prinisipnya, setiap bangsa memiliki sendiri konsep HAM yang


sesungguhnya tidak berbeda dengan konsep HAM yang didklarasikan pada tahun
1948. Seiring dengan berjalannya waktu, setiap bangsa menciptakan sendiri konsep
HAM dan pelaksanaannya ke dalam bentuk hukum adat ataupun bentuk hukum
tertulis (seperti perundang-undangan). Pelaksanaannya sendiri tidaklah sama antara
satu bangsa dan bangsa-bangsa yang lainnya. Misalnya, sekalipun dua negara seperti
Spanyol dan Turki didominasi budaya Islam, akan tetapi sejarah di antara kedua
bangsa ini sangat berbeda. Perbedaan inilah yang selanjutnya juga diikuti dengan
perbedaan pelaksanaan HAM di kedua negara. Sama halnya dengan pelaksanaan
HAM pada bangsa-bangsa lainnya di dunia.

Pengertian universal di sini tidak boleh diartikan sebagai bentuk alasan untuk
melakukan suatu pemaksaan kehendak. Sejarah masa lalu dan kultur suatu bangsa
hendaknya terlebih dahulu dihormati sebagai unsur pembentuk perilaku bangsa
tersebut. Perlu diakui jika penyamaan persepsi tentang HAM tidaklah mudah. Segala
bentuk perbedaan kepentingan bisa mengarah pada terciptanya situasi yang justru
jauh dari apa yang diharapkan dengan terwujudnya HAM. Setiap budaya yang lahir
dan berkembang di dalam suatu bangsa memiliki cara pandang sendiri yang
23
selanjutnya menciptakan nilai-nilai HAM pada bangsa tersebut. Butir-butiri
pelaksanaan HAM yang dikenal “The Universal Declaration of Human Rights” oleh
PBB tercipta dari kultur budaya di Eropa. Di sinilah batasan-batasan yang perlu
diperhatikan ketika hendak menyamakan persepsi HAM.

Pengetahuan tentang HAM di Indonesia masih tergolong baru, sekalipun


negeri ini sudah merdeka belum lama setelah dibentuknya PBB. Ideologi dasar yang
dimiliki Bangsa Indonesia, yaitu Pancasila sesungguhnya pula sudah mengandung
unsur-unsur yang terdapat pada “The Universal Declaration of Human Rights”. Jika
saja nilai-nilai ideologi yang kemudian diserap sebagai butir-butir HAM
sesungguhnya belum lama diketahui. Sejarah masa lalu paska kemerdekaan 1945
yang dipenuhi dengan gejolak politik di dalam negeri menyebabkan keterbatasan
penyerapan nilai-nilai HAM. Pergantian politik paska revolusi 1965 selanjutnya
menyebabkan Bangsa Indonesia masuk ke dalam suatu rezim kekuasaan yang sama
sekali tidak mengkedepankan nilai-nilai HAM. Istilah HAM sendiri sesungguhnya
baru dikenal setelah J.P. Pronk (Menkeu Belanda) memaksakan pelaksanaan HAM
ke dalam paket bantuan luar negeri. Sekali lagi, Soeharto sebagai penguasa rezim
ketika itu menolak paket bantuan yang dimuati pelaksanaan HAM. Baru setelah
jatuhnya rezim Soeharto, istilah HAM mulai dipopulerkan kembali, bahkan telah
dibentuk ke dalam kementrian dan departemen yang kemudian dikenal Departemen
Hukum dan HAM (DepkumHAM). Sekalipun demikian, pelaksanaan HAM di
Indonesia masih membutuhkan waktu yang panjang seiring dengan perubahan
politik yang terjadi paska reformasi.

11. HAM di Indonesia

Landasan pemikiran ataupun pandangan tentang HAM yang terdapat di


Indonesia tidak berbeda dengan konsep HAM yang dituangkan melalui ““The
Universal Declaration of Human Rights” (1948). Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan landasan pokok yang membentuk konsep HAM di Indonesia.
Mengenai pelaksanaannya, telah diatur melalui UU No 39 Tahun 1999 Tentang
HAM dan UU No 26 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaran Pengadilan HAM. Untuk
bisa dimasukkan ke dalam kurikulum nampaknya masih membutuhkan waktu guna
melakukan penyesuaian internal yang terdapat dalam kurikulum nasional.
Pelaksanaan HAM di Indonesia sendiri sesungguhnya bisa dikatakan masih di atas
24
kertas. Realisasi untuk menegakkan HAM sesuai dengan ideologi dasar Pancasila
ataupun seperti yang tercantum dalam UUD 1945 masih pada taraf wacana publik.
Di sini saya akan sedikit menyinggung mengenai kesalahan penafsiran terhadap
aliran sesat beberapa tahun belakangan ini. Anda masih ingat dengan berita kasus
aliran sesat dari kelompok yang dipimpin oleh Lia Eden?. Dengan alasan apapun,
pemerintah sesungguhnya tidak memiliki hak untuk membubarkan organisasi
keagamaan yang dibangun oleh Lia Eden, termasuk memasukkannya ke dalam
tindakan kriminal. Hal yang sama dilakukan oleh pemerintah atas desakan kelompok
yang mengaku perwakilan umat muslim terhadap pengikut Ahmadiyah. Dalam hal
ini, pemerintah dianggap telah berlaku tidak adil dengan membiarkan pengikut
Ahmadiyah menjadi korban kekerasan kelompok yang tidak mau
mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.

Penegakan HAM tidak semata didukung oleh sikap moral, akan tetapi perlu
pula mendapatkan dukungan secara politis. Di sini kita tidak berbicara soal
keterkaitan HAM dengan aspek kesejahteraan dan kemajuan suatu bangsa, akan
tetapi sebagai suatu upaya untuk menjadikan suatu bangsa semakin beradab. Wasit
tidak akan memperkenankan seorang petinju terus memukuli lawannya yang sudah
terjatuh dan tidak berdaya. Itu lah gambaran kecil tetang apa yang disebut sebagai
perbuatan yang beradab. Sejauh ini, sistem yang berlaku belum mampu untuk
mewujudkan tantanan kemasyarakatan dan kebangsaaan yang adil dan beradab.

12. Definisi Komnas HAM

Pada awalnya, Komnas HAM didirikan dengan Keputusan Presiden Nomor 50


Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sejak 1999 keberadaan
Komnas HAM didasarkan pada undang-undang, yakni Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 yang juga menetapkan keberadaan, tujuan, fungsi ,keanggotaan, asas,
kelengkapan, serta tugas dan wewenang Komnas HAM. Di samping kewenangan
menurut UU No 39 Tahun 1999, Komnas HAM juga berwenang melakukan
penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dengan
dikeluarkannya UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan Undang-undang No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
Komnas HAM adalah lembaga yang berwenang menyelidiki pelanggaran hak asasi
manusia yang berat. Dalam melakukan penyelidikan ini Komnas HAM dapat
25
membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan
unsur masyarakat.

 Instrumen Acuan
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang guna mencapai tujuannya
Komnas HAM menggunakan sebagai acuan instrumen-instrumen yang berkaitan
dengan HAM, baik nasional maupun Internasional.
 Instrumen nasional:
a. UUD 1945 beserta amendemennya;
b. Tap MPR No. XVII/MPR/1998;
c. UU No 39 Tahun 1999
d. UU No 26 tahun 2000
e. Peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait.
 Instrumen Internasional:
a. Piagam PBB, 1945
b. Deklarasi Universal HAM 1948;
c. Instrumen internasional lain mengenai HAM yang telah disahkan dan diterima
oleh Indonesia.

26
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki manusia karena
martabatnya sebagai manusia dan bukan di berikan oleh masyarakat atau negara.
Sejarah kelahiran HAM di mulai di Inggris. Bangsa Inggris memiliki tradisi
perlawanan terhadap para Raja yang berusaha untuk berkuasa secara mutlak.
a. Tahun 1215, kaum bangsawan memaksa Raja John untuk menerbitkan Magna
Charta Libertatum (Larangan penghukuman, penahanan, dan perampasan benda
dengan sewenang-wenang).
b. Tahun 1679, terbit Habeas Corpus Act (orang ditahan harus dihadapkan pada
Hakim dalam waktu 3 hari dan di beritahu atas tuduhan apa ia ditahan).
c. Tahun 1689, terbit Bill of Rights (Akta Deklarasi Hak dan Kebebasan Kawula dan
Tatacara Suksesi Raja). Akta ini merupakan konstitusi modern pertama di dunia.
Dalam Akta tersebut ditegaskan bahwa raja tunduk kepada parlemen, tidak dapat
memungut pajak ataupun memiliki pasukan pada masa damai tanpa persetujuan
parlemen, dan harus mengakui hak-hak parlemen. UU ini masih diskriminatif karena
hanya mengakui hak kaum bangsawan (itupun hanya laki-laki).
Era Orde Baru (1966-1998) di bawah kepemimpinan Jenderal
Soeharto yang menyatakan diri hendak melakukan koreksi secara menyeluruh
terhadap penyimpangan Pancasila dan UUD 1945, juga tidak menunjukan
perkembangan yang berarti. Walaupun menyatakan sebagai orde kontitusional dan
pembangunan, tetapi rezim ini kurang konsisten terhadap konstitusi dan melakukan
pelanggaran HAM atas nama pembangunan. Begitu pula rancangan Piagam Hak-
Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara yang disusun oleh
MPRS pada 1966 tidak kunjung muncul dalam bentuk ketetapan MPR hingga
berakhirnya kekuasaan Orde Baru (1998).

27
DAFTAR PUSTAKA

 http://id.wikipedia.org/wiki/Pernyataan_Umum_tentang_Hak-
Hak_Asasi_Manusia
 http://leo4kusuma.blogspot.com/2008/12/tentang-hak-asasi-manusia.html
 http://senandikahukum.wordpress.com/2009/03/13/hak-kebebasan-beragama-
antara-universal-declaration-of-human-rights-1948-dengan-cairo-declaration-
1990/
 http://tuturswara.blogspot.com/
 http://www.scribd.com/doc/29217262/HAK-ASASI-MANUSIA
 Djehar, Muhammad Budairi, HAM versus Kapitalisme, Yogyakarta:
 INSIST Press, 2003.
 Ubaidillah Ahmad dkk, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani,
 Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2000.
 Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.
 Sadjiman, Djunaedi. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Daerah :Tanpa Nama
Penerbit.
 Sumarsono, dkk. 2006. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
 http://yancearizona.wordpress.com/2007/11/30/deklarasi-universal-hak-asasi-
manusia/
 http://www.kontras.org/baru/Deklarasi%20Universal%20HAM.pdf
 http://hamblogger.org/sejarah-singkat-deklarasi-universal-hak-asasi-manusia/
 http://mauliasyifa.blogspot.co.id/2012/07/the-universal-declaration-of-
human.html

28

Anda mungkin juga menyukai