Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Absorpsi

Absorpsi merupakan salah satu operasi pemisahan dalam industri kimia


dimana suatu campuran gas dikontakkan dengan suatu cairan penyerap yang sesuai,
sehingga satu atau lebih komponen dalam campuran gas larut dalam cairan
penyerap. Pada absorpsi ada dua macam proses yaitu :
a. Absorpsi fisik
Absorpsi fisik merupakan absorpsi dimana gas terlarut dalam cairan
penyerap tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh absorpsi ini adalah
absorbsi gas H2S dengan air, metanol, propilen, dan karbonat. Penyerapan
terjadi karena adanya interaksi fisik, difusi gas ke dalam air, atau pelarutan
gas ke fase cair.
Dari asborpsi fisik ini ada beberapa teori untuk menyatakan model
mekanismenya, yaitu :
1. Teori model film
2. Teori penetrasi
3. Teori permukaan yang diperbaharui
b. Absorpsi kimia
Absorpsi kimia merupakan absorpsi dimana gas terlarut didalam larutan
penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia. Contoh absorpsi ini adalah
absorpsi dengan adanya larutan MEA, NaOH, K2CO3, dan sebagainya.
Aplikasi dari absorpsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas
CO2 pada pabrik amonia. Penggunaan absorpsi kimia pada fase kering
sering digunakan untuk mengeluarkan zat terlarut secara lebih sempurna
dari campuran gasnya. Keuntungan absorpsi kimia adalah meningkatnya
koefisien perpindahan massa gas, sebagian dari perubahan ini disebabkan
makin besarnya luas efektif permukaan. Absorpsi kimia dapat juga
berlangsung di daerah yang hampir stagnan disamping penangkapan
dinamik.
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi
pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.
Absorben sering juga disebut sebagai cairan pencuci. Persyaratan absorben
yaitu :
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar
mungkin (kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih
kecil).
2. Selektif
3. Memiliki tekanan uap yang rendah
4. Tidak korosif.
5. Mempunyai viskositas yang rendah
6. Stabil secara termis.
7. Murah
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk
gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan
cairan), natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti
asam) dan asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa).
Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi
pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia. Absorben sering
juga disebut sebagai cairan pencuci. Persyaratan absorben :
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar mungkin
(kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
2. Selektif
3. Memiliki tekanan uap yang rendah
4. Tidak korosif.
5. Mempunyai viskositas yang rendah
6. Stabil secara termis.
7. Murah
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk
gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan
cairan), natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti
asam) dan asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa).
a. Sifat-sifat Absorben

 Absorben yang baik harus memiliki daya larut yang tinggi terhadap
komponen yang hendak ditransfer (solute). Kelarutan yang tinggi dapat
dicapai dengan melibatkan reaksi kimia, namun jika digunakan reaksi
kimia, reaksi tersebut harus reversible pada suhu tinggi, sehingga solute
dapat diambil lagi dari absorben.
 Absorben semestinya bersifat non-volatil, untuk mengurangi hilangnya
absorben bersama gas.
 Absorben juga harus murah, karena hilangnya sejumlah absorben tidak
terhindarkan.
 Absorben harus bersifat non-korosif, inert, kecuali terhadap solute.
 Memiliki viskositas yang rendah pada kondisi operasi,

Memiliki titik beku rendah


1.2 Kolom Absorpsi
Adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses
pengabsorbsi penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di
kolom/tabung tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang
terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini
dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut. Diantara jenis-jenis absorben
ini antara lain, arang aktif, bentonit, dan zeolit.
1. Arang aktif
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan
pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar
tidak terjadikebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang
mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang
selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben
(penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel
dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut
dilakukan aktifasi dengan aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan
pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami
perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai
arang aktif. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa
kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau
volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar,
yaitu 25-1000% terhadap berat arang aktif. Arang aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu
arang aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap. Arang aktif sebgai
pemucat, biasanya berbentuk powder yang sangat halus, diameter pori
mencapai 1000 A0, digunakan dalam fase cair,berfungsi untuk memindahkan
zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan,
membebaskan pelarut dari zat-zat penganggu dan kegunaan lain yaitu pada
industri kimia dan industri baru. Diperoleh dari serbukserbuk gergaji, ampas
pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan
mempunyai struktur yang lemah.
Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet
yang sangat keras diameter pori berkisar antara 10-200 A0 , tipe pori lebih
halus, digunakan dalam rase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut,
katalis,pemisahan dan pemurnian gas. Diperoleh dari tempurung kelapa, tulang,
batu bata atau bahan baku yang mempunyaibahan baku yang mempunyai
struktur keras.
2. Zeolit
Mineral zeolit bukan merupakan mineral tunggal, melainkan sekelompok
mineral yang terdiri dari beberapa jenis unsur. Secara umum mineral zeolit
adalah senyawa alumino silikat hidrat dengan logam alkali tanah. serta
mempunyai rumus kimia sebagai berikut :
M2x/nSi1-xAlxO2.yH2O
Dengan M = e.g Na, K, Li, Ag, NH, H, Ca, Ba
Ikatan ion Al-Si-O adalah pembentuk struktur kristal, sedangkan logam alkali
adalah kation yang mudah tertukar. Jumlah molekul air menunjukkan jumlah
pori-pori atau volume ruang hampa yang akan terbentuk bila unit sel kristal
zeolit tersebut dipanaskan. Penggunaan zeolit cukup banyak, misalnya untuk
industri kertas, karet, plastik, agregat ringan, semen puzolan, pupuk, pencegah
polusi, pembuatan gas asam, tapal gigi, mineral penunjuk eksplorasi,
pembuatan batubara, pemurnian gas alam, industri oksigen, industri petrokimia.
Dalam keadaan normal maka ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh
molekul air bebas yang membentuk bulatan di sekitas kation. Bila kristal
tersebut dipanaskan selama beberapa jam, biasanya pada temperatur 250-
900 oC, maka kristal zeolit yang bersnagkutan berfungsi menyerap gas atau
cairan. Daya serap (absorbansi) zeolit tergantung dari jumlah ruang hampa dan
luas permukaan. Biasanya mineral zeolit mempunyai luas permukaan beberapa
ratus meter persegi untuk setiap gram berat. Beberapa jenis mineral zeolit
mampu menyerap gas sebanyak 30% dari beratnya dalam keadaan kering.
Pengeringan zeolit biasanya dilakukan dalam ruang hampa dengan
menggunakan gas atau udara kering nitrogen atau methana dengan maksud
mengurangi tekanan uap ari terhadap zeolit itu sendiri.
3. Bentonit
Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit dalam
dunia perdagangan dan termasuk kelompok dioktohedral. Penamaan jenis
lempung tergantung dari penemu atau peneliti, misal ahli geologi, mineralogi,
mineral industri dan lain-lain. Bentonit dapat dibagi menjadi 2 golongan
berdasarkan kandungan alu-munium silikat hydrous, yaitu activated clay dan
fuller's Earth. Activated clay adalah lempung yang kurang memiliki daya
pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan
tertentu. Sementara itu, fuller's earth digunakan di dalam fulling atau pembersih
bahan wool dari lemak. Sifat bentonit sebagai adsorben adalah :
Ø mempunyai surface area yang besar (fisika)
Ø bersifat asam yang padat (kimia)
Ø bersifat penukar-ion (kimia)
Ø bersifat katalis (kimia)

Kolom absorpsi adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses
pengabsorpsi (penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di
kolom/tabung tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang
terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini
dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut.

Gambar 1 Kolom
Struktur kolom absorpsi : absorpsi
 Bagian atas : Input larutan NaOH sebagai tempat masuknya cairan ke
dalam reaktor.
 Bagian tengah : Packed tower untuk memperluas permukaan sentuh
sehingga mudah untuk diabsorpsi.
 Bagian bawah : Input gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reaktor.

1.3 Prinsip Kerja Kolom Absorpsi


1. Kolom absorpsi adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fase
mengalir berlawanan arah yang dapat menyebabkan komponen kimia
ditransfer dari satu fase cairan ke fase lainnya, terjadi hampir pada setiap
reaktor kimia. Proses ini dapat berupa absorpsi gas, destilasi,pelarutan yang
terjadi pada semua reaksi kimia.
2. Campuran gas yang merupakan keluaran dari reaktor diumpankan kebawah
menara absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa yaitu fasa
gas dan fasa cair mengakibatkan perpindahan massa difusional dalam
umpan gas dari bawah menara ke dalam larutan NaOH yang diumpankan
dari bagian atas menara.
Gambar 2 . Prinsip kerja kolom absorpsi

Proses pengolahan kembali pelarut dalam proses kolom absorber :

1. Konfigurasi reactor akan berbeda dan disesuaikan dengan sifat alami dari
pelarutyang digunakan
2. Aspek Thermodynamic (suhu dekomposisi dari pelarut),Volalitas
pelarut,dan aspek kimia/fisika seperti korosivitas, viskositas,toxisitas, juga
termasuk biaya, semuanya akan diperhitungkan ketika memilih pelarut
untuk spesifik sesuai dengan proses yang akan dilakukan.
3. Ketika volalitas pelarut sangat rendah, contohnya pelarut tidak muncul
pada aliran gas, proses untuk meregenerasinya cukup sederhana yakni
dengan memanaskannya.

1.4 Teori Dua Tahanan

Pada umumnya, campuran gas yang masuk kedalam kolom absorpsi terdiri
atas komponen yang dapat diserap dan gas inert (sukar bereaksi), sedangkan cairan
yang digunakan bersifat tidak melarut dalam fasa gas. Perpindahan massa solut dari
gas menuju cairan terjadi dalam tiga langkah perpindahan; transfer massa dari
badan utama gas ke suatu fase antarmuka, transfer massa melalui bidang antarmuka
ke fase kedua, dan transfer massa dari antarmuka ke badan utama cairan.
Dari gambar dibawah ini dapat dilihat bahwa pada kondisi awal, konsentrasi
A dalam badan utama gas adalah yAG fraksi mol. Ketika mulai terjadi kontak dengan
cairan, konsentrasi A di daerah interface menurun hingga yAi dan pada cairan
(liquid) terjadi penurunan konsentrasi A, dari xAi pada interface menjadi xAL dalam
badan utama cairan. Dan sebagai syarat terjadinya perpindahan massa, konsentrasi
awal yAG dan xAL tidak berada dalam keadaan setimbang.

Konsentrasi dari solut A yang berdifusi


Gas interface

y AG

x Ai Liquid
y Ai

x AL

Jarak

Gambar 3 Teori Lapisan Dua Film


Perpindahan massa solut A dari gas ke cairan akan terjadi bila terdapat
cukup kekuatan gerak (driving force) dari satu fasa ke fasa yang lain yang dikenal
dengan nama koefisien perpindahan massa (mass transfer coefficient). Laju
perpindahan massa ini juga bergantung pada luas permukaan kontak antar fasa.
Menurut Whitman dan Lewis, pada saat terjadi perpindahan massa antar fase,
tahanan terhadap perpindahan tersebut hanya ada pada badan utama masing-masing
fase.
Sedangkan pada daerah antarmuka yang membatasi kedua fase tidak
terdapat tahanan sama sekali sehingga konsentarasi yAi dan xAi merupakan harga
kesetimbangan yang diperoleh dari data kurva kesetimbangan dari sistem dua fasa
tersebut.
1.5 Analisa Hempl (Hempl Analysis)
Dalam skala laboratorium, peralatan kolom absorpsi gas biasanya sudah
dilengkapi dengan peralatan analisa sampel gas (hempl Analysis) mapun analisa
cairan (titrasi). Perangkat peralatan analisa gas Hempl berisi larutan NaOH yang
reaksinya dengan CO2:
CO 2  2NaOH  Na 2 CO3  H 2 O
dimana jumlah CO2 yang diserap sebanding dengan pertambahan volume larutan
dalam peralatan analisa tersebut.
1.1.5 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUHI PADA PROSES
ABSORBSI

1) Laju alir air. Semakin besar,penyerapan semakin baik.


2) Komposisi dalam aliran air. Jika terdapat senyawa yang mampu beraksi
dengan CO2 (misalnya NaOH) maka penyerapan lebih baik.
3) Suhu operasi.Semakin rendah suhu operasi,penyerapan semakin baik.
4) Tekanan operasi.Semakin tinggi tekanan operasi, penyerapan semakin baik
sampai pada batas tertentu. Diatas tekanan maksimum (untuk hidrokarbon
biasanya 4000-5000 kPa), penyerapan lebih buruk.
5) Laju alir gas. Semakin besar laju alir gas,penyerapan semakin buruk.
PRINSIP KERJA ABSORBSI DAN ADSORBSI
1.1 KOLOM ABSORBSI

1.1.1 PENGERTIAN KOLOM


ABSORBSI

Kolom absorbsi adalah suatu kolom atau


tabung tempat terjadinya proses
pengabsorbsi penyerapan/penggumpalan)
dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung
tersebut. Proses ini dilakukan dengan
melewatkan zat yang terkontaminasi oleh
komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke
kolom ini dimana terdapat fase cair dari
komponen tersebut. Diantara jenis-jenis absorben ini antara lain, arang aktif,
bentonit, dan zeolit.
1.1.2 PRINSIP KERJA KOLOM ABSORBSI
Campuran gas yang merpakan
keluaran dari reactor diumpankan kebawah
menara absorber. Didalam absorber terjadi
kontak Antara dua fasa yaitu fasa gas dan
fasa cair mengakibatkan perpindahan
massa difusional dalam umpan gas dari
bawah menara ke dalam pelarut air sprayer
yang diumpankan dari bagian atas menara.
Peristiwa absorbsi ini terjadi pada sebuah
kolom yang berisi packing dengan dua
tingkat. Keluaran dari absorber pada
tingkat I mengandung larutan dari gas yang
dimasukkan tadi.
1.2 MODEL ATAU JENIS KOLOM

1.2.1 MENARA SEMBUR


 Menara sembur terdiri dari sebuah menara,,
dimana dari puncak menara cairan
disemburkan dengan menggunakan nosel
semburan.

 Tetes cairan akan bergerak ke bawah karena


gravitasi, dan akan berkontak dengan arus
gas yang naik ke atas (lihat gambar di
samping)

 Nosel semburan dirancang untuk membagi


cairan kecil-kecil. Makin kecil ukuran tetes
cairan, makin besar kecepatan transfer
massa. Tetapi apabila ukuran tetes cairan
terlalu kecil, tetes cairan dapat terikut arus
gas keluar.

 Menara sembur biasanya digunakan untuk


transfer massa gas yang sangat mudah larut.
1.2.2 MENARA GELEMBUNG

 Menara gelembung terdiri dari sebuah


menara, dimana di dalam menara
tersebut gas didispersikan dalam fase
cair dalam bentuk gelembung.
 Transfer massa terjadi pada waktu
gelembung terbentuk dan pada waktu
gelembung naik ke atas melalui cairan
(gambar di samping)
 Menara gelembung digunakan untuk
transfer massa gas yang relative sukar
larut.
 Gelembung dapat dibuat misalnya
dengan pertolongan distributor pipa,
yang ditempatkan mandatar pada dasar
menara.

1.2.3 MENARA PELAT

Biasa digunakan dalam industri. Menara-menara ini adalah contoh dari


mekanisme transfer kombinasi yang ditemukan pada menara semprot dan
menara gelembung. Pada setiap pelat akan terbentuk gelembung-gelembung
gas pada dasar salah satu kolam cairan akibat masuknya gas dengan paksa
melalui lubang-lubang kecil yang di pelat tersebut atau dibawah tutup-tutup
berlubang yang tercelup didalam cairan. Transfer massa antarfasa akan
terjadi selama pembentukan gelembung tersebut, dan juga saat gelembung-
gelembung itu naik melalui kolam cairan yang sudah diaduk. Transfer
massa tambahan terjadi di atas kolam cairan akibat adanya sisa semprotan
yang dihasilkan oleh pencampuran aktif antara cairan dan gas pada pelat.
Pelat-pelat semacam itu disusun satu di atas yang lain di dalam sebuah
selubung berbentuk silinder seperti pada gambar dibawah ini.
Cairan mengalir kebawah, pertama-tama melintasi pelat paling atas
kemudian pelat dibawah nya. Uap naik melalui setiap pelat. Seperti pada
gambar atas, kontak antara kedua fasa terjadi secara bertahap. Menara-
menara seperti itu tidak dapat didesain dengan persamaan-persamaan yang
kita peroleh lewat pengintegrasian terhadap luasan kontak antar fasa yang
kontinu. Sebaliknya, menara-menara itu didesai dengan perhitungan-
perhitungan bertahap yang diperoleh dan digunakan dalam kuliah-kuliah
desain yang membahas operasi bertahap.

1.2.4 MENARA PAKING

Adalah tipe umum ketiga dari peralatan transfer massa. Pada jenis ini
terdapat suatu kontak arus berlawanan yang kontinyu antara dua fasa yang
imisibel. Menara-menara ini merupakan kolom-kolom vertikal yang telah
diisi dengan packing seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Bahan untuk packing ini sangat bervariasi, mulai dari packing keramik
dan plastik yang didesain secara khusus, seperti ditunjukkan pada
gambar di bawah ini

(gambar packing menara yang umum dipakai dalam industri) , sampai


pada batu yang dihancurkan.
Tujuan utama packing adalah untuk menyediakan luas kontak yang
sangat besar antara kedua fasa yang saling imisible ini. Cairan
didistribusikan keseluruh packing sebagai film tipis atau arus yang
terurai. Gas biasanya mengalir ke atas, berlawanan dengan cairan yang
jatuh. Kedua fasa teraduk dengan baik. Jadi, jenis peralatan ini dapat
digunakan untuk sistem gas-cairan dimana salah satu dari resistansi
fasa yang mengontrol atau dimana kedua resistansi sama-sama
berpengaruh.
Beberapa jenis khusus menara packed digunakan untuk
mendinginkan agar air ini dapat disirkulasikan kembali sebagai
mendum transfer panas. Struktur ini dibuat dari dek-dek bilah-kayu,
yang mempunyai konstruksi berbentuk louver sehingga udara dapat
menglir melalui setiap dek. Air disemprotkan di atas dek teratas dan
kemudian menetes kebawah melalui dek menuju kolam pengumpul
dibawah. Menara pendigin dapat diklasifikasikan sebagai aliran alami
bila tersedia angina alami yang cukup banyak ubtuk memawa udara
lembap atau sebagai aliran paksa (hasil induksi) ketika sebuah kipas
angina digunakan. Dalam menara aliran-paksa, udara tertarik ke dalam
louver-louver di dasar struktur dan kemudian mengalir ke atas melalui
dek-dek berlawanan arah dengan aliran air.

BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain : Tabung gas CO2
yang dilengkapi pengatur tekanan,kolom absorber serta alat-alat penunjang yang
lain seperti labu ukur, botol semprot,gelas kimia,corong dan pipa kecil untuk
pengisi peralatan analisa.

2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain : udara, CO2,
air, akuades dan larutan NaOH 1 N.

2.3. ProsedurPercobaan
2.3.1. Pembuatan Larutan NaOH 1 N
1. Menimbang kristal NaOH sebanyak 40 gr.
2. Melarutkan kristal NaOH tersebut dalam gelas kimia dengan
aquadest.
3. Setelah kristal NaOH larut, dipindahkan ke dalam labu ukur 1000 ml
dan ditambahkan aquadest sampai tanda batas.
4. Kemudian labu tersebut diaduk agar NaOH larut dalam aquadest
secara merata.
2.3.2. Pelaksanaan Percobaan
Langkah-langkah pelaksanaan percobaan sebagai berikut:
1. Mengisi Hempl analisis dengan larutan NaOH 1 N sampai batas 0
ml
2. Menyalakan alat kemudian mengatur laju alir udara dan air
3. Mengatur arah aliran valve untuk S1, S2, dan S3
4. Membersihkan sisa gas yang terdapat pada saluran pengambilan
sampel dengan cara menghisap saluran itu menggunakan piston dan
mendorong/ mengeluarkannya ke atmosfer.
5. Menghidupkan gas CO2 dan kemudian mengatur laju alirnya
6. Melakukan penyerapan pada piston sebanyak 40 ml
7. Menunggu selama waktu yang telah ditentukan
8. Mengontakkan CO2 yang terserap ke NaOH
9. Menarik piston dan menghitung kadar CO2 yang terserap

2.4 Skema Peralatan


S1 F1 = Kecepatan aliran air
F2 = Kecepatan aliran udara
F3 = Kecepatan aliran gas CO2
C1 = Pengatur kecepatan alir air

S2
C2 = Pengatur kecepatan alir udara
C3 = Pengatur kecepatan alir CO2
C4 = Pengatur outlet air
F1 S1 = Valve pada posisi kolom atas

C1
S2 = Valve pada posisi tengah kolom
S3

F3
S3 = Valve pada posisi kolom bawah
F2
C4
C3 C2
C4

kompresor tangki pompa

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Penyerapan Gas CO2 Menggunakan Kecepatan Air 5 L/ menit dengan


Variasi Aliran Udara
Penyerapan gas CO2 dari campuran CO2 dengan udara dengan cara
mengalirkan air dari atas dan gas serta udara dari bawah. Kecepatan air yang di
gunakan 5 L/menit, kecepatan udara 20 L/menit, waktu pengambilan 15 menit dan
kecepatan CO2 4 L/menit, sedangkan pada run 2 kecepatan udara yang digunakan
30 L/menit, pada run 3 kecepatan air yang digunakan 40 L/menit. Hasilnya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini;

Tabel 3.1 Penyerapan Gas CO2


F1 F2 F3 V1 V2 (ml)
(L/menit) (L/menit) (L/menit) (mL) S1 S2 S3
5 20 4 40 1,8 2,1 2,7
5 30 4 40 1,63 1,9 2,3
5 40 4 40 1 1,4 1,57

Keterangan : F1 = Kecepatan aliran air (Liter/menit)


F2 = Kecepatan aliran udara (Liter/menit)
F3 = Kecepatan aliran CO2 (Liter/menit)
V1= Volume gas pada tabung piston (ml)
V2= Volume gas pada CO2 yang terabsorpsi (ml)

Berdasarkan tabel 3.1 dapat dilihat bahwa jumlah V2 yang dihasilkan


memiliki perbedaan. S1 adalah pengambilan pada bagian atas kolom, S2 adalah
pengambilan pada bagian tengah kolom, dan S3 adalah pengambilan pada bagian
bawah kolom. Terlihat pada tabel, semakin ke bawah kolom, maka semakin banyak
jumlah CO2 terserap. Hal ini karena pada bagian bawah kolom, jumlah gas CO2
lebih banyak dibanding bagian lebih ke atasnya atau semakin ke atas, jumlah CO2
semakin berkurang. Semakin besar kecepatan aliran udara maka jumlah CO2 yang
terkurung dalam kolom S1, S2, dan S3 akan semakin sedikit. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dari gambar 3.1 di bawah ini:
3

V2 CO2 yang terserap (ml)


2.5

1.5 S1
S2
1
S3
0.5

0
0 10 20 30 40 50

Laju alir udara(L/min)

Gambar 3.1 Kurva Hubungan Laju Udara dan Penyerapan CO2 pada S1, S2
dan S3
Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa volume gas CO2 yang terabsorpsi (V2) lebih
banyak pada valve S3 dengan kecepatan alir udara 20 L/menit, 30 L/menit
dibandingkan dengan kecepatan alir udara 40 L/menit. Hal ini disebabkan karena
posisi S1 berada di menara isian bagian atas, sehingga gas CO2 yang di alirkan dari
bawah menara isian sedikit yang sampai pada S1, maka gas CO2 yang terserap hanya
sedikit. Sedangkan pada posisi S2 yang berada di menara isian bagian tengah, gas
CO2 yang diserapnya lebih besar dibanding penyerapan pada S1, disebabkan jumlah
gas yang di alirkan dari bawah menara isian sama dengan jumlah air yang dialirkan
dari atas menara isian, sehingga banyak gas yang diserap oleh air. Dan pada posisi
S3 yang berada di menara isian bagian bawah, gas CO2 yang diserapnya lebih
banyak dibanding S1dan S2. disebabkan posisinya yang dekat dengan pemasukan
gasnya.

3.2 Fraksi mol dan fraksi volume CO2 yang diambil dari valve S3
Untuk mengetahui berapa fraksi mol dan fraksi volume CO2 yang diserap dari
dapat dilihat pada tabel 3.2 dibawah ini.

Tabel 3.2 Hasil percobaan fraksi mol dan fraksi volume CO2 dari valve S3
Pembacaan Gas Masuk Saluran dari Bawah Kolom
Perhitungan
Dari Flowmeter Dari Peralatan Hempl
Yi
F1 F2 F3 𝐹3 𝑉2
V1(mL) V2 (mL)
(L/min) (L/min) (L/min) 𝐹2+ 𝐹3 𝑉1
5 20 4 40 2,7 0,166 0,0675
5 30 4 40 2,3 0,117 0,0575
5 40 4 40 1,57 0,099 0,03925

Berdasarkan Tabel 3.2 di atas dapat disimpulkan , perbandingan antara nilai


Yi fraksi mol F3/(F2 + F3) dengan nilai Yi secara fraksi volume (V2/V1) memiliki
perbedaan nilai. Jumlah fraksi mol dan fraksi volume CO2 yang berhasil diserap
dengan laju alir air (F1) sebesar 5 L/menit, laju alir udara (F2) sebesar 20 L/menit,
dan laju alir CO2 (F3) sebesar 4 L/menit adalah sebesar 0,166 dan 0,0675. Untuk
laju alir udara sebesar 30 L/menit, laju alir air dan CO2 yang sama dihasilkan jumlah
fraksi mol dan fraksi volumenya sebesar 0,117 dan 0,0575. Dan untuk laju alir udara
sebesar 40 L/menit, laju alir air dan CO2 yang sama dihasilkan jumlah fraksi mol
dan fraksi volumenya sebesar 0,099 dan 0,03925. Semakin besar laju alir udara
yang diberikan maka semakin sedikit jumlah fraksi mol dan fraksi volume CO2
yang terserap.

Keterangan : F3/(F2+F3) = fraksi mol CO2


V2/V1 = fraksi mol CO2

3.3 Jumlah CO2 yang terserap antara valve S3 dengan S1 dan S3 dengan S2
Berikut adalah tabel hasil CO2 yang terserap antara S3 dengan S1 dan S3
dengan S2 yang ditampilkan sebagai berikut:

Tabel 3.3 Perhitungan jumlah CO2 yang terserap antara valve S3 dan S1

Kondisi Masuk (inlet) Kondisi Keluar (outlet) CO2 terserap

Gas Sampel Gas Sampel


F1, F2, F3, Total, dari S3 diambil dari S1
Fa,
Air Udara, CO2, F2+F3
(L/min)
(L/min) (L/min) (L/min) (L/min) 𝑉2 V1, V2, 𝑉2
Yi = Y0=
𝑉1 𝑉1
(ml) (ml)

5 20 4 24 0,0675 40 1,8 0,045 0,565

5 30 4 34 0,0575 40 1,63 0,041 0,380

3 40 4 44 0,039 40 1 0,025 0,3035

Tabel 3.4 Perhitungan jumlah CO2 yang terserap antara valve S3 dan S2

Kondisi Masuk (inlet) Kondisi Keluar (outlet) CO2 terserap

Sampel Gas
F1, F2, F3, Total, Sampel Gas dari S2
dari S3 Fa,
Air Udara, CO2, F2+F3
(L/menit)
(L/min) (L/min) (L/min) (L/min) 𝑉2 V1, V2, 𝑉2
Yi = Y0=
𝑉1 𝑉1
(ml) (ml)

5 20 4 24 0,0675 40 2,1 0,053 0,3799

5 30 4 34 0,0575 40 1,9 0,047 0,3569

5 40 4 44 0,03925 40 1,4 0,035 0,1939

Berdasarkan Tabel 3.3 dan 3.4 volume CO2 yang berhasil di serap dengan
laju alir air (F1) 5 L/menit, laju alir udara (F2) 20 L/menit, dan laju alir CO2 (F3) 4
L/menit menghasilkan neraca massa CO2 yang terserap L/menit dan L/menit. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 3.2 di bawah ini :
0.6

0.5
CO2 yang Terserap (L/min)
0.4

0.3 CO2 yang terserap


antara S3 dan S1
0.2 CO2 yang terserap
antara S3 dan S2
0.1

0
0 10 20 30 40 50

kecepatan alir udara (L/min)

Gambar 3.2 Kurva Hubungan Kecepatan Alir Udara pada CO2 yang Terserap

Untuk laju alir pada valve S3 dengan S1 pada kecepatan laju alir udara 20
L/menit, 30 L/menit dan 40 L/menit ,laju alir air 5 L/menit, dan laju alir CO2 4
L/menit dapat menyerap CO2 sebanyak 0,565 L/menit, 0,380 L/menit, 0,3035
L/menit, sedangkan pada valve S3 dengan S2 pada kecepatan laju alir udara 20
L/menit, 30 L/menit dan 40 L/menit, laju alir air 5 L/menit, dan laju alir CO2 4
L/menit dapat menyerap CO2 sebanyak 0,3799 L/menit, 0,3569 L/menit, 0,1939
L/menit,. Jika dibandingkan jumlah CO2 yang terserap antara valve S3 dan valve S1
dengan jumlah CO2 yang terserap antara valve S3 dan S2 didapati perbedaan yang
tidak begitu signifikan, hal ini dikarenaka didalam menara isian terdapat benda
padat yang disusun sedemikian rupa untuk menghasilkan luas permukaan kontak
antar fasa gas liquid yang sebesar-besarnya.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Pada percobaan neraca massa pada absorber dapat disimpulkan bahwa
1. Hasil penyerapan CO2 pada S1, S2 dan S3 yang paling banyak diserap
adalah menggunakan katup S3 dengan kecepatan aliran CO2 4 L/menit
dengan Variasi kecepatan aliran udara 20 L/menit, 30 L/menit, 40 L/menit
secara berturut-turut adalah 1,8 ml, 2,1 ml dan 2,7 ml.

2. Pada hubungan penyerapan valve S3 dengan S1 dan valve S3 dan S3


diperoleh hasil penyerapan paling besar adalah penyerapan hubungan
antara valve S3 dengan S1 pada kecepatan laju alir udara 20 L/menit, 30
L/menit dan 40 L/menit ,laju alir air 5 L/menit, dan laju alir CO2 4 L/menit
dapat menyerap CO2 sebanyak 0,565 L/menit, 0,380 L/menit, 0,303
L/menit.

4.2. Saran
1. Selalu periksa tekanan gas yang masuk kedalam kolom absorber, karena
tekanan gas sangat berpengaruh pada penyerapan CO2
2. Saat pergantian katub, perhatikan dengan baik alur yang akan dilewati
sampel,karena pada alat kolom absorpsi, ada banyak katub untuk
mengatur jalannya sampel menuju piston.
3. Melakukan analisa titrasi terhadap larutan NaOH yang dibuat agar
konsentrasi yang diperoleh tepat 1 M
DAFTAR PUSTAKA

Brown, G.G, 1950, ” Unit Operation ”. John Willey & Sons inc, New York

Ludwi G, Ernest, E, 1979, “Appliend Process for Chemical and Petrochemical


Plants vol II.2nd ed. Gulf Publising Company. Houston Texas

Perry, RH. 1984. “ Chemical Enginering Hnad Book “ 6th ed. Mc Graw Hill
book. Co.Singapore

MC.Cabe,W.L,Smith,JC,Harriot,P,1985,”Unit Operation of Chemical


Engineering”, 4th ed, Mc.Graw-Hill,New York.

Tim Laboratorium Dasar Proses dan Operasi Pabrik Program Studi D3 Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau. 2004.PenuntunPraktikum Dasar-
DasarProsesI. Pekanbaru : Laboratorium Dasar Proses dan Operasi Pabrik
Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.

\
LAMPIRAN
PERHITUNGAN

1. Perhitungan Pembuatan NaOH 1 N sebanyak 1000 mL

massa NaOH 1000


N = x
mr v
massa NaOH 1000
1N = x 1000
40

Massa NaOH= 40 gram NaOH dalam 1000 ml


Jadi, kristal NaOH yang diambil sebanyak 40 gr kemudian dilarutkan
kedalam aquadest sampai volume menjadi 1000 ml.
A. Perhitungan fraksi mol atau fraksi volume CO2 yang masuk (input)
pada valve S3
V1= 40 ml F2= 20 l/min
F3= 4 l/min
B.1. Fraksi mol atau fraksi volume CO2 (Yi) pada laju alir udara 20
l/min
(2,6+2,7+2,8)ml
V2 = = 2,7 ml
3

Fraksi volume:
V2 2,7 ml
Yi= V1 = = 0,0675
40 ml

Fraksi mol:
F3 4 l/min
Yi= F2+F3 = = 0,16
20 l/ min + 4 l/min

B.2. Fraksi mol atau fraksi volume CO2 (Yi) pada laju alir udara 30
l/min
(1,9+2,2+2)ml
V2 = = 2,23 ml
3

Fraksi volume:
V2 2,03 ml
Yi= V1 = = 0,0575
40 ml

Fraksi mol:
F3 4 l/min
Yi= F2+F3 = 30 l/ min + 4 l/min
= 0,117
B.3. Fraksi mol atau fraksi volume CO2 (Yi) pada laju alir air 6 l/min
(1,6+1,5+1,6)ml
V2 = = 1,56 ml
3
Fraksi volume:
V2 1,56 ml
Yi= V1 = = 0,0392
40 ml

Fraksi mol:
F3 4 l/min
Yi= F2+F3 = = 0,09
40 l/ min + 4 l/min

A. CO2 yang terserap (Fa) antara valve S3 dan S1


C.1. CO2 yang terserap (Fa) antara S3 dan S1 pada laju alir udara 20
l/min
Yi= 0,0675
Yo pada valve S1:
(1,8+1,9+1,7)ml
V2 = = 1,8 ml
3
V2 1,8 ml
Yo= V1 = = 0,045
40 ml

Fa antara S3 dan S1:


Yi−Yo 0,0675−0,045 (4+20)l
Fa= × (F3 + F2) = × = 0,56 l/min
1−Yo 1−0,045 min

C.2. CO2 yang terserap (Fa) antara S3 dan S1 pada laju alir udara 30
l/min
Yi= 0,0575
Yo pada valve S1:
(1,6+1,7+1,5)ml
V2 = = 1,6 ml
3
V2 1,6 ml
Yo= V1 = = 0,04
40 ml

Fa antara S3 dan S1:


Yi−Yo 0,05075−0,04 (4+30)l
Fa= × (F3 + F2) = × = 0,38 l/min
1−Yo 1−0,04 min

C.3. CO2 yang terserap (Fa) antara S3 dan S1 pada laju alir udara 40
l/min
Yi= 0,039
Yo pada valve S1:
(1,1+0,9+1)ml
V2 = = 1 ml
3
V2 1 ml
Yo= V1 = = 0,025
40 ml

Fa antara S3 dan S1:


Yi−Yo 0,039−0,025 (4+40)l
Fa= × (F3 + F2) = × = 0,3035 l/min
1−Yo 1−0,025 min

B. CO2 yang terserap (Fa) antara valve S3 dan S2


D.1. CO2 yang terserap (Fa) antara S3 dan S2 pada laju alir air 4 l/min
Yi= 0,0675
Yo pada valve S2:
(2,1+2,3+1,9)ml
V2 = = 2,1 ml
3
V2 2,1 ml
Yo= V1 = = 0,0525
40 ml

Fa antara S3 dan S2:


Yi−Yo 0,0675−0,0525 (4+20)l
Fa= × (F3 + F2) = × = 0,379 l/min
1−Yo 1−0,0525 min

D.2. CO2 yang terserap (Fa) antara S3 dan S2 pada laju alir air 5 l/min
Yi= 0,0508
Yo pada valve S2:
(1,9+2+1,8)ml
V2 = = 1,9 ml
3
V2 1,9 ml
Yo= V1 = = 0,0475
40 ml

Fa antara S3 dan S2:


Yi−Yo 0,0575−0,0475 (4+30)l
Fa= × (F3 + F2) = × = 0,3569 l/min
1−Yo 1−0,0475 min

D.3. CO2 yang terserap (Fa) antara S3 dan S2 pada laju alir air 6 l/min
Yi= 0,039
Yo pada valve S2:
(1,4+1,5+1,3)ml
V2 = = 1,4 ml
3
V2 1,4 ml
Yo= V1 = = 0,035
40 ml

Fa antara S3 dan S2:


Yi−Yo 0,039−0,035 (4+40)l
Fa= × (F3 + F2) = × = 0,1939 l/min
1−Yo 1−0,035 min

Anda mungkin juga menyukai