Anda di halaman 1dari 14

BAB I

ISI

Anatomi Sinus Paranasal


Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan
sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,
sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang
dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus
sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung.
Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun.
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah dasar
orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di
sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum
etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar
(P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan
akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik
ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang baik,
lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari
sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitus.

Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 thn dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia
20 thn.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya
dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya
mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm.
Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya gambaran
septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi
sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior,
sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdraenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus
frontal adalah bagian dari sinus etmoid anteroir.

Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada
orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian
anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang
terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan
dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel).
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di
meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus
etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media,
sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan
terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,
yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah
etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya
ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan
sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sisnusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari
rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.

Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cmn tingginya,
dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus etmoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa,
sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan
a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan
fosa serebri posterior di daerah pons.

Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, didalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir
diatasnya. Didalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium
alamiahnya mengikuti jalur-jalur yg sudah tentu polanya.
 Pada sinus maksila sistem transport mukosilier menggerakan sekret sepanjang dinding
anterior, medial, posterior, dan lateral serta atap rongga sinus membentuk halo yang
mengarah ke ostium alamiah
 Pada sinus frontal sistem transport mukosiliar mengikuti gerakan spiral. Sekret berjalan
menuju septum interfrontal, kemudian ke atap, dinding lateral dan bagian inferior dari
dinding anterior dan posterior menuju resesus frontal. Gerakan spiral juga terjadi pada
sinus sfenoid
 Pada sinus etmoid terjadi gerakan rektilinear jika ostiumnya terletak di dasar sinus atau
gerakan spiral jika ostiumnya terdapat di salah satu dindingnya
 Pada dinding lateral terdapat 2 rute besar transport mukosilier.
Rute pertama : merupakan gabungan dari sekresi sinus frontal, maksila dan etmoid anterior.
Sekret ini bergabung di dekat infundibulum etmoid selanjutnya berjalan di tepi proc. Uncinatus
dan sepanjang dinding medial conca inferior menuju nasofaring melewati bagian infero-anterior
orifisium tuba eustachius sampai pada nasofaring, selanjutnya jatuh ke bawah dibantu gaya
gravitasi
Rute kedua : gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sfenoid yang bertemu di recesus
sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian postero-superior orifisium tuba eustachius

Terdapat 2 aliran :
1) Sinus anterior  bergabung di infundibulum ethmoid dialirkan di nasofaring.
2) Sinus posterior bergabung di resesus sfenoethmoidalis  nasofaring (posterior muara
tuba), jika terjadi sinusitis, post nasal drip (+).

Kompleks Ostio-Meatal
Di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus
etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM),
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,
bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.

Fungsi Sinus Paranasal


Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.
Beberapa pendapat:
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban
udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara
yang definitive antara sinus dan rongga hidung. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai
vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.

b. Sebagai penahan suhu (termal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa
serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
c. Membantu keseimbangan kepala

Bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat
sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak bermakna.
d. Membantu resonansi suara

Berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas


suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada
korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Berjalan bila terdapat perubahan tekanan yang besar dan mendadak misalnya pada
waktu bersin atau membuang ingus.
f. Membantu produksi mucus

Jumlahnya produksi mucus yang dihasilakn kecil dibandingkan dengan mucus dari
rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara
inspirasi karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

Pemeriksaan Sinus Paranasal


Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar,
palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologi dan
sinuskopi,

Inspeksi
Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi
sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan suatu
sinusitis maksilaris akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan suatu
sinusitis frontalis akut.
Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke luar, kecuali bila telah
terbentuk abses.

Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila.
Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal yaitu pada bagian medial atap
orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.

Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk memeriksa
sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia.
Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada
pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan berbatas
tegas di dalam sinus maksila.
Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua
sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik dan
normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya menunjukkan sinus yang tidak
berkembang.

Pemeriksaan Radiologik
Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal,maka dapat dilakukan pemeriksaan
radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P.A, dan lateral. Posisi Waters terutama
untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi posterior anterior
untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah
pemeriksaan CT-scan.
Sinuskopi
Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan
melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa kanina.
Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan
granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.

SINUSITIS
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau
dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma
(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang
dan sinus sfenoid lebih jarang lagi.
ETIOLOGI
Beberapa etiologi dan faktor predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis
terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti
deviasi septum atau hipertropi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil,
infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti sindroma Kartagener, dan diluar negeri
adalah penyakit fibrosis kistik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosa dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering
serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia.
PATOFISIOLOFI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernapasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat.
Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya
transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan
biasanya sembuh beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul di dalam sinus merupakan media yang
baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut
sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut,
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini
merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik
yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin
diperlukan tindakan operasi.

 SINUS MAXILLARIS
Etiologi

Sinusitis secara umum sebagai akibat dari salah satu infeksi bakteri primer atau sekunder.
Sinus paranasal dilapisi oleh mukosa dan beresiko menjadi tempat berkembangnya penyakit
yang mempengaruhi saluran pernafasan. Sinus empyema, akumulasi dari nanah di dalam suatu
rongga sinus, yang dapat diakibatkan oleh infeksi bakteri atau virus.
Sinusitis primer sebagai hasil infeksi bakteri atau virus pada saluran pernafasan bagian
atas frekuensi terjadinya lebih sedikit. Sinusitis primer pada umumnya disebabkan oleh
Streptococcus sp. dan mungkin adalah suatu manifestasi akut atau yang kronis yang berhubungan
dengan penyakit saluran pernapasan bagian atas.
Sinusitis sekunder dapat diakibatkan oleh infeksi akar gigi, retak, atau sinus cysts. Sinus
maksilaris paling sering terjadi karena infeksi sekunder dari penyakit pada gigi sebagai akibat
dekatnya sinus maksilaris dan akar gigi (Terutama pada Caninus, Premolar 1 dan 2, Molar 1, 2,
dan 3) . Alveolar periostitis, pattent infundibula, dan gigi yang retak atau pisah adalah penyebab
umum sinus maksilaris empyema. Cacat gigi ini membuat jalan untuk bakteri atau material
makanan ke rongga sinus dan akar gigi. Perluasan sinusitis maksilaris ke sinus frontal dapat
terjadi melalui frontomaxillary yang membuka.

Patofisiologi

Infeksi bakteri atau virus pada saluran pernafasan bagian atas



Mikroorganisme (radang alveol gigi/karies gigi) masuk kedalam sinus

Abnormalitas pada saluran nasal  Obstruksi  Sekresi terbentuk dan
tertahan  mendorong perkembangan bakteri

berkoloni, merusak permukaan sinus , mucosa sinus inflamasi  sekresi mucus ↑ (ada post
nasal drip berlebih  ada aliran di belakang tenggorokan)
 sinus terisi cairan eksudat (purulen/mukopurulen), berbau menusuk (nekrosis)

eksudat mengalir di sela-sela gigi /menembus gusi, sebaliknya partikel makanan
dapat masuk ke sinus

eksudat juga akan melimpah ke dalam rongga hidung, mengalir keluar pada waktu
kepala ditundukkan.

Apabila Lubang penghubung sinus dan rongga mulut tertutup → sinus penuh
dengan eksudat bernanah

Dinding sinus yang meradang,tipis,tekanan yang meningkat sinus menggembung  terjadi nyeri
kepala

Ke arah nasal → menyempitnya rongga hidung
Ke arah lateral → bengkaknya pipi. (asimetri muka penderita)

Perluasan
Perluasan di daerah kantong air mata  lakrimasi (purulen atau mukopurulen)

Gejala Klinis

1. Adanya ingus bersifat mukopurulen dengan bau menusuk yang keluar dari salah satu lubang
Keluar eksudat yang banyak bila kepala ditundukan. Adakalanya leleran ingus berhenti seketika
bila penghubung sinus dengan rongga hidung tertutup endapan atau eksudat.
2. Konjungtivitis dan eksudat mukopurulen serta pembengkakan daerah kantong air mata
3. Pembesaran dinding sinus ke arah lateral menyebabkan muka menjadi asimetris. Apabila di
palpasi di daerah yang membesar mungkin terasa lebih lunak. Adanya eksudat di dalam sinus
menyebabkan suara pekak proses saat di perkusi. Apabila eksudat tidak memenuhi sinus, suara
pekak baru dapat didengar bila kepala penderita ditundukkan posisinya.
4. Pernapasan akan terganggu oleh stenosis pada salah satu saluran hidung.
5. Nafsu makan juga terganggu, terutama sinusitis yang di sebabkan oleh kerusakan gigi.
 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdarsarkan anamnesis,pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
 Pemeriksaan fisik:
- Inspeksi : tampak adanya leleran yang keluar dari lubang hidung yang bersifat mukopurulen
dengan bau tidak sedap.
- Palpasi : nyeri pipi khas, ada pembengkakan konjungtiva, pembengkakan gusi.
- Rinoskopi anterior: akan tampak mukosa edem, basah, berwarna pucat atu livid disertai adanya
sekret encer yang banyak.
- Rinoskopi posterior: polip koana, hipertrofi konka, sekret purulen.
- naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah
adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di
meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid.
 Pemeriksaan penunjang:
- foto polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA, dan lateral, umumnya hanya mampu
menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelaianan akan terlihat
perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi
hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.
CT scan diindikasikan untuk evaluasi sinusitis kronik yang tidak membaik dengan terapi,
evaluasi preoperative, dan jika ada dugaan keganasan. Namum karena mahal hanya dikerjakan
sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-
operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.
- Transluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang
digunakan karena sangat terbatas kegunaannya.
- Mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius atau
superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang
keluar dari pungsi sinus maksila.
- Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus
inferior, dengan alat endoskop bias dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya
dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
Apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa, tumor,atau kista? Bagaimana keadaan
mukosa? Apakah ostiumnya terbuka?

 PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi sinusitis adalah:
1) Mempercepat penyembuhan;
2) Mencegah komplikasi;
3) Mencegah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi
sinus-sinus pulih secara alami.
Pada sinusitis akut berikan antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada
sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka
sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golonga penisilin seperti amoksisiln. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan
amoksisilin-klavulanat, atau jenis sefalosforin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan
selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
Pada sinusitis kronis diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan
anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti
analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan
(diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan
sekret menjadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.
Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang
dapat bermanfaat.
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.
Pada anak pemberian antibiotik jangka lama, dekongestan sistemik atau topikal, serta
imunoterapi yang tepat merupakan dasar pengobatan sinusitis kronik.
Terapi radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat
drainase sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc.
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FES) merupakan opersi terkini untuk sinusitis
kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah
sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan
tidak radikal. Prinsipnya membuka dan membersihkan daerah KOM yang menjadi sumber
penyumbatan infeksi, sehingga mukosa sinus kembali normal. Indikasinya berupa sinusitis
kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan
yang ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
 PROGNOSIS
- Penanganan sinusitis secara tuntas
- Penanganan terhadap sinusitis (diri sendiri atau keluarga)

BAB II
KESIMPULAN

Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan
sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,
sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung.
Fungsi sinus paranasal sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi
sinus paranasal. Beberapa pendapat fungsi sinus sebagai pengatur kondisi udara (air
conditioning), penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara,
sebagai peredam perubahan tekanan udara, membantu produksi mucus untuk membersihkan
rongga hidung.
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar,
palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologi dan
sinuskopi,

Anda mungkin juga menyukai