1
Kejadian cedera ginjal akut pada kehamilan telah menurun secara signifikan selama
tiga dekade terakhir di negara-negara berkembang. Namun, masih terkait dengan mortalitas
dan morbiditas fetomaternal yang signifikan. Diagnosis gagal ginjal akut pada kehamilan
didasarkan pada peningkatan kreatinin serum. Kejadian gagal ginjal akut pada kehamilan
sehubungan dengan kasus gagal ginjal total telah menurun dalam tiga dekade terakhir dari
25% di tahun 1980 menjadi 9% di tahun 2000.4 Pada trimester ketiga, diagnosis banding
gagal ginjal akut berhubungan dengan kondisi spesifik kehamilan yaitu sindrom
preeklampsia / HELLP, perlemakan hepar akut kehamilan dan mikroangiopati trombotik
kehamilan lebih menyulitkan karena ketiga kondisi ini memiliki beberapa ciri klinis dari
microangiopathy trombotik yang membuat diagnosis sangat sulit pada dasar klinis. Sangat
penting untuk membedakan kondisi ini dengan membuat keputusan terapeutik yang tepat.
Biasanya, sindrom HELLP membaik setelah melahirkan janin, sedangkan pertukaran
plasma adalah pengobatan lini pertama untuk microanioathies trombotik kehamilan terkait
mikroangiopati trombotik kehamilan. Pada penelitian diamati bahwa preclampsia /
eklampsia adalah penyebab AKI yang paling umum pada akhir trimester ketiga dan
pascapartum yang diikuti oleh sepsis nifas dan perdarahan pascapersalinan. Mikroangiopati
trombotik terkait kehamilan sindrom hemolitik uremikum atipikal dan Acute Fatty Liver of
Pregnancy adalah penyebab jarang AKI selama kehamilan di negara-negara berkembang.4,5
2
TINJAUAN PUSTAKA
Preeklamsi Kehamilan
Definisi Preeklamsi
Etiologi Preeklamsi
Penyebab pre eklamsia saat ini tak bisa diketahui dengan pasti, walaupun
penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya
baru didasarkan pada teori yang dihubungkan dengan kejadian. Itulah sebab
preeklamsia disebut juga “disease of theory”.2
3
pembentukan antibodi tidak sempurna terhadap antigen plasenta, yang akan
semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa wanita dengan
preeklapsia-eklampsia mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi juga
mendapatkan adanya aktifasi sistem komplemen pada preeklapsia-eklampsia diikuti
proteinuria.
c. Faktor genetik
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklapsia-
eklampsia antara lain : (1) preeklamsia hanya terjadi pada manusia; (2) terdapatnya
kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklapsia-eklampsia pada anak-anak dari
ibu yang menderita PE-E; (3) kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklapsia-
eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklapsia-eklampsia dan
bukan pada ipar mereka; (4) peran renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS).
4
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel1
Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta
mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu
radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl hidroksil akan
merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh
menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan
protein sel endotel.
Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut
disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
- Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksi
prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak
dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih
banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis).
- Peningkatan permeabilitas kapiler.
- Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
menurun sedangkan endotelin meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin1
Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein
5
G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer
(NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan
desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi
penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke
dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada pre eklamsia.
4. Teori Adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor.
Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau
dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon
vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel
endotel. Pada pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan
vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan
mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu
lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre
eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan
hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.
6. Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam
terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa
konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia. Minyak ikan banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah.
7. Teori Stimulasi Inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses
6
apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres
oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat.
Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi
akan mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula,
sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre eklamsia pada
ibu.
7
Proteinuria(dipstick ≥ 1+ pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau
secara kuantitatif 300 mg/24 jam)
Perubahan Pada Organ-Organ
Menurut Winkjasastro Hanifa, 200 pada penderita preeklamasi dapat terjadi perubahan
pada organ-organ, antara lain4 :
Perubahan anatomi patologik
a. Plasenta
Pada preeklamsia terdapat spasme arteriol spiralis desidua dengan akibat
menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibat
tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh
darah dalam vili karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik
dipercepat prosesnya pada preeklamsia dan hipertensi. Pada preeklamsia yang jelas
ialah atrofi sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama
perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteri spiralis mengalami konstriksi
dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing arteriopathi.
b. Ginjal
Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada simpai ginjal dan
pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan – perdarahan kecil. Penyelidikan
biopsi pada ginjal oleh Altchek, dkk, 1968 menunjukkan pada preeklamsia bahwa
kelainan berupa: 1) kelainan glomerulus; 2) hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus; 3)
kelainan pada tubulus-tubulus henle; 4) spasme pembuluh darah ke glomerulus.
Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai
berikut: a) sel-sel diantara kapiler bertambah; b) tampak dengan mikroskop biasa
bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi
ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron disebabkan oleh
bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel kapiler membengkak dan lumen
menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan
dalam kapsul bowman.7,8 Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah
dengan pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi. Epitel tubulus-tubulus
henle berdeskuamasi hebat, tampak jelas fragmen inti sel terpecah-pecah.
8
Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada tempat lain tampak
regenerasi. Perubahan – perubahan tersebutlah tampaknya yang menyebabkan
proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air.8
c. Hati
Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak tempat –
tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada pemerikaan mikroskopik dapat
ditemukan pedarahan dan nekrosis pada tepi lobules, disertai thrombosis pada
pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena porta. Walaupun umumnya lokasi
ialah periportal, namun perubahan tersebut dapat ditemukan ditempat-tempat lain.
Dalam pada itu, rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan
luas perubahan hati.6
9
garam dan air belum diketahui benar. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50%
dari normal, sehingga menyebabkan diuresis turun; pada keadaan lanjut dapat
terjadi oliguria atau anuria.
c. Perubahan pada Paru
Kematian ibu pada preeklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema
paru yang menimbulkan decompensasi cordis. Bisa pula karena terjadinja aspirasi
pneumonia atau abses paru.
d. Metabolisme air dan Elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyertai preeklampsia dan eklampsia belum
diketahui pasti sebabnya. Terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke
ruang interstisial. Kejadian ini diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan
protein serum dan sering diperberat dengan adanya edema, menyebabkan volume
darah berkurang, viskositas darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih
lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh berkurang, dan
berakibat hipoksia jaringan. Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada
penderita preeklampsia daripada wanita hamil biasa atau penderita hipertensi
menahun. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air
dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,
sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolid, kristaloid dan
protein dalam serum tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preklampsia.
Konsentrasi kalium, natrium, kalsium dan klorida dalam serum biasanya dalam
batas normal. Gula darah dan pH pun normal. Pada eklampsia, kejang-kejang dapat
menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara; asidum laktikum dan asam
organik lain naik dan bikarbonas natrikus, sehingga menyebabkan cadangan alkali
turun. Setelah kejangan, zat organik, dioksida natrium dilepaskan untuk dapat
bereaksi dengan asam karbonik menjadi bikarbonas natrikus. Dengan demikian
cadangan alkali dapat pulih kembali. Oleh beberapa penulis kadar asam urat dalam
darah dipakai sebagai parameter untuk menentukan proses preeklampsia menjadi
baik atau tidak. Pemakaian diuretika golongan tiazid menyebabkan kadar asam urat
meningkat. Kadar keratin dan ureum pada preeklampsia tidak meningkat, kecuali
10
bila terjadi oliguria atau anuria. Protein serum total, perbandingan albumin globulin
dan tekanan osmotik plasma menurun pada preeklampsia, kecuali pada penyakit
yang berat dengan hemokonsentrasi. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen
mengalami peningkatan. Kadar tersebut lebih meningkat lagi pada preeklampsia.
Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit
pada eklampsia.
Istilah nekrosis tubular akut (ATN), biasanya digunakan baik untuk cedera ginjal
iskemik maupun neprotoksik. Kerusakan pada tubulus pada ATN yang disebabkan oleh
nefrotoksin sangat bervariasi dan progonisisnya bervariasi sesuai dengan kerusakan
tersebut. Kerusakan tubulus yang disebabkan oleh iskemia ginjal juga sangat bervariasi.
Hal ini tergantung pada luas dan durasi penurunan aliran darah ginjal dan iskemia.
Kerusakan dapat berupa distruksi berbercak atau luas pada epitel dan membrane dan
membrane basalis, atau nerkosis korteks.9
ATN merupakan salah satu penyebab tersering dari gagal ginjal akut atau acute
renal failure, yang bersifat berat tapi reversible (dapat kembali semula). Secara
mikroskopik ATN ditandai dengan adanya destruksi pada sel epitel tubulus yang dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang dapat berujung pada gagal ginjal ARF (acute
renal failure).10
11
Etiologi ATN
Iskemia.
o Segala unsur yang dapat menyebabkan terjadinya iskemi dapat berakibat
pada ATN, seperti perdarahan hebat yang sulit ditangani, shock sepsis, luka
bakar yang parah dan dalam, dehidrasi, diare berkepanjangan, gagal jantung
kongestif, dan volume redistribution (seperti pada pankreatitis, dan
peritonitis). Setiap gangguan hemodinamik dapat menyebabkan iskemia
ATN. 11
o ATN iskemi dapat terjadi karena berkurangnya perfusi (distribusi darah dan
oksigen) pada ginjal (hipotensi). Sel epitel tubulus merupakan sel yang
selalu membutuhkan energi kuat untuk aktivitas metabolismenya dan
organel yang jumlahnya banyak. Jika sel-sel ini kekurangan energi (dalam
hal ini nutrisi dan oksigen), maka sel-sel epitel tubulus ini akan mengalami
kerusakan. Apalagi sel-sel ini sangat sensitif terhadap keadaan hipoksia dan
anoksia sehingga dapat terjadi kekurangan tenaga dengan sangat cepat.
Akibatnya sel-sel ini akan mengalami pemipihan (flattened) dan kadang-
kadang terjadi nekrosis, akan tetapi hanya bersifat lokal sehingga dikatakan
sifatnya reversibel. 11,12
Nefrotoksin merupakan zat-zat kimia yang dapat meyebabkan efek toksik pada
ginjal, seperti antibiotik (golongan aminoglikosida, dan amphotericin B), agen
kontras radiografi, heavy metal seperti merkuri, dan cisplatin yang biasa digunakan
untuk kemoterapi, zat organik (seperti etilen glikol, dan karbon tetraklorida), dan
racun-racun lainnya (contoh: paraquat yang merupakan antibakteri pada
tanaman). Nefrotoksik berarti bersifat toksik pada ginjal. Bahan-bahan toksik
tersebut memengaruhi sel epitel tubulus karena sel-sel epitel tubulus berhubungan
langsung dengan toksin-toksin, dan yang akan menyerap dan mengonsentrasikan
toksin-toksin tersebut. Seperti yang telah disebutkan tadi, myoglobin dan
hemoglobin merupakan nefrotoksin endogen.9,12
12
Protein heme yang bersifat toksin dari dalam tubuh, dapat berupa myoglobin yang
berasal dari sel otot yang mengalami kerusakan (seperti pada rhabdomyolisis), dan
hemoglobin yang berasal dari hemolisis (contohnya karena ketidakcocokan darah
pada saat transfusi).12
Akibat perubahan secara biokimia di atas, terjadilah perubahan pada aliran darah ginjal:13
13
Patofisiologi ATN
Patofisiologi dari ATN yakni kombinasi yang bervariasi yang dapat menyebabkan
terjadinya penurunan GFR dan disfungsi epitel tubulus antara lain:15
- Vasokonstriksi intrarenal
- Perubahan tonus arteriol oleh tubuloglomerular feedback
- Penurunan tekanan hidrostatik glomerulus
- Penurunan permeabilitas kapiler glomerulus
- Obstruksi tubulus oleh debris seluler (yang berasal dari sel epitel tubulus
yang rusak/lepas dari membran basalnya) yang dapat meningkatkan tekanan
hidrostatik
- Backleakage (keluarnya cairan yang telah difiltrasi melalui celah-celah sel
epitelial tubulus yang rusak) dari filtrat glomerulus ke interstitium melalui
epitel tubular yang rusak
Kontruksi ateriol aferen merupakan dasar vaskuler dari penurunan produksi GFR.
Iskimia ginjal dapat mengaktivasi system rennin angiotensin dan memperberat iskemia
kortek setelah hilangnya rangsangan awal. Kadar rennin tertinggi ditemukan pada kortek
luar ginjal, tempat terjadinya iskemia paling berat selama berlangsungnya ARF pada hewan
maupun manusia. Iskemia akut yang berat atau berkepanjangan dapat menghambat sintesis
14
prostaglandin ginjal tersebut. Penghambat prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat
menurunkan RBF (renal blood flow) pada orang normal dan dapat menyebabkan ATN.13
Stadium Oliguria
15
Yang terakhir, oligurea pararenal adalah keadaan yang paling sering menyebabkan ARF
dan harus dibedakan dengan ATN.
Beberapa pemeriksaan sederhana pada sedimen dan senyawa kimia dari urine dapat
membantu membedakan oliguria prarenal atau azonemia dari gagal ginjal akut sejati tipe
ATN. Reabsorpsi oleh ginjal di nilai dari kadar zat terlarut yang tidak dapat direabsorbsi ,
seperti kreatinin, dan biasanya dinyatakan sebagai rasio kadar kreatinin urine terhadap
plasma (kreatinin U/P; U = kadar suatu zat dalam urin, P = kadar suatu zat dalam plasma).
Rasio urea U/P adalah lebih dari 8 pada oliguria prarenal dan kurang dari 3 pada ATN.
Rasio U/P agak lebih rendah dari pada rasio kreatinin, karena ada sedikit disfusi kembali
dari urea tetapi tidak kreatinin. Dengan demikian U/P lebih tepat dalam mencerminkan
reabsorpsi air pada nefron. Osmolalitas berat jenis urin,dan rasio osmolalitas U/P adalah
petunjuk-petunjuk tambahan mengenai kemampuan ginjal dalam mengendalikan air. Kadar
natrium dan rasio kreatinin U/P adalah petunjuk yang paling dapat dipercaya dalam
membedakan azotemia prarenal dengan ATN.15
Stadium Diuresis
Stadium diuresis gagal ginjal akut dimulai bila keluaran urine meningkat sampai
lebih dari 400 ml per hari Rasio urea urine/plasma. Stadium ini biasanya berlangsung 2
sampai 3 minggu. Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter asalkan pasien itu tidak
mengalami hidrasi yang berlebihan. Volume urine yang tinggi pada stadium diuresis ini
dikarenakan diuresis osmotic akibat tingginya kadar urea darah, dan mungkin juga
disebabkan masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang pada masa
penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi.9,16
16
Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan gagal ginjal akut berlangsung sampai satu tahun, dan selama
itu anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Tetapi
beberapa pasien tetap menderita penurunan GPR yang permanen. Sekitar 5% pasien
membutuhkan dialysis untuk waktu yang lama atan transplantasi ginjal, sebanyak 5%
pasien yang lain mungkin mengalami penurunan fungsi ginjal yang progresif.
Meskipun kerusakan epitel tubulus secara teoritis reversible , ATN merupakan keadaan
stadium oliguria , dan sepertiga pasien ATN meninggal selama stadium diuresis.10
Sindrom HELLP
Sindrom HELLP didefinisikan sebagai kumpulan tanda dan gejala yang terpisah dari
preeklampsi berat dan membentuk satu istilah: Sindrom HELLP; H untuk Hemolysis, EL
untuk Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelet.Terjadi pada 1 dari 1000
kehamilan, pada 4-12% pasien dengan preeklampsia berat atau eklampsia. Akronim
HELLP pertama kali diperkenalkan oleh Louis Weinstein, 1982 yang merupakan sindrom
yang terdiri dari hemolisis, peningkatan enzim hati, dan penurunan nilai trombosit.17
Sindrom HELLP didapati pada nulipara 68% dan pada multipara 34%. Pada nulipara usia
rerata 24 tahun (16 – 40 tahun), dengan usia kehamilan rerata 32,5 minggu (24 – 36,5
minggu). Sedangkan pada multipara umur rerata 25,6 tahun (18 – 38 tahun) dengan usia
kehamilan rerata 33,3 minggu (25 – 39 minggu). Karakteristik penderita sindrom HELLP
berkulit putih, multipara dengan riwayat luaran kehamilan yang jelek, usia ibu > 25 tahun,
dan gejala muncul sebelum kehamilan aterm (<36 minggu). Gejala dapat muncul
antepartum dan postpartum.4,6 Gejala sindrom HELLP pada antepartum dijumpai 69%,
dimana 4% pada usia kehamilan 17-20 minggu, 11% pada usia kehamilan 21 –26 minggu,
17
dan selebihnya muncul pada pertengahan trimester ketiga. 31% gejala timbul pada
postpartum Pada kasus postpartum timbulnya bervariasi antara beberapa jam sampai 6 hari
setelah persalinan. Sebahagian besar muncul pada 48 jam postpartum. Pada kelompok ini,
79% penderita sindrom HELLP telah menderita preeklamsia sebelum persalinan. Namun
21% tidak menderita preeklamsia baik sebelum maupun pada saat persalinan.2,5
Usia ibu > 25 tahun Usia ibu < 20 tahun atau > 40 tahun
Riwayat keluaran kehamilan yang jelek Asuhan mental (ANC) yang minimal
Diabetes Melitus
Hipertensi Kronik
Kehamilan multipel
Pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan
pasien preeklamsia-eklampsia tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). Insiden
sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara. Sindrom ini biasanya
muncul pada trimester ke III, walaupun pada umur kehamilan <27 minggu, pada masa
antepartum sekitar 69% pasien dan pada masa postpartum sekitar 31%. Pada masa post
partum, saat terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama post partum.4,6
18
Etiologi dan patogenesis dari sindrom HELLP ini selalu dihubungkan dengan
preeklamsia, walaupun etiologi dan patogenesis dari preeklamsia sampai saat ini juga
belum dapat diketahui dengan pasti. Yang ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah
kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak
ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kemungkinan merupakan akhir dari kelainan
yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler;
akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi
kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemia hemolitik mikroangiopati
merupakan tanda khas.1,6
Banyak teori yang dikembangkan dari dulu hingga kini untuk mengungkapkan
patogenesis dari preeklamsia, namun dalam dekade terakhir ini perhatian terfokus pada
aktivasi atau disfungsi sel endotel. Tetapi penyebab dari perubahan endotel ini belum juga
diketahui dengan pasti. Saat ini ada empat hipotesis yang sedang diteliti untuk
mengungkapkan etiologi dari preeklamsia, yaitu: iskemia plasenta, Very Low Density
Lipoprotein versus aktivitas pertahanan toksisitas, maladaptasi imun dan penyakit genetik.
Sindrom HELLP ini merupakan manifestasi akhir dari hasil kerusakan endotel
mikrovaskular dan aktivasi dari trombosit intravaskular.1,6,9
Sindrom ini menyebabkan terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi
platelet intravaskuler. Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan
serotonin, dan menyebabkan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet, serta
kerusakan endotelial lebih lanjut. Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan terminasi
kehamilan.9
Sindrom HELLP terjadi akibat gangguan fungsi dan iskemia dari plesenta. Iskemia
yang terjadi mengakibatkan pelepasan faktor-faktor yang dapat mencederai endotel melalui
hilangnya relaksasi vaskular, pelepasan vasokonstriktor, dan aktivasi trombosit. Hemolisis
yang menjadi ciri khas sindrom ini berawal dari mikroangiopati. Sel darah merah
mengalami fragmentasi ketika melalui pembuluh darah kecil dengan deposit fibrin
patologik dan kerusakan endotel. Obstruksi aliran darah hepatik oleh deposit fibrin pada
sinusoid hepar menyebabkan peningkatan enzim hati dan nekrosis periportal. Pada kasus
yang lebih berat, perdarahan intrahepatik, hematoma subcapsular atau bahkan ruptur
19
hepatik dapat terjadi. Trombositopenia terjadi akibat peningkatan penggunaan dan destruksi
trombosit.10
Kelainan hematologis timbul pada beberapa perempuan dengan preeklamsia. Salah
satu kelainan yang lazim dijumpai adalah trombositopenia, yang sesekali dapat sangat
hebat, sehingga mengancam nyawa. Selain itu, kadar beberapa faktor pembekuan darah
dalam plasma dapat berkurang, dan eritrosit dapat memperlihatkan bentuk abnormal serta
mengalami hemolisis cepat.6,7
Trombositopenia yang menyertai eklamsia telah digambarkan paling tidak sejak
tahun 1922 oleh Stancke. Karena lazim terjadi, hitung trombosit secara rutin diperiksa pada
perempuan dangan hipertensi gestasional jenis apapun. Frekuensi dan keparahan
trombositopenia bervariasi dan bergantung pada keparahan dan durasi sindrom
preeklamsia, serta pada frekuensi dilakukannya pemeriksaan hitung trombosit, semakin
tinggi angka kesakitan dan kematian ibu dan janin. Pada sebagian besar kasus, disarankan
untuk dilakukan terminasi kehamilan karena trombositopenia yang terus memburuk.
Setelah persalinan, hitung trombosit dapat terus menurun pada hari pertama atau beberapa
hari pertama. Setelah itu, hitung trombosit biasanya meningkat secara progresif hingga
mencapai nilai normal, umumnya dalam 3-5 hari. Pada sindrom HELLP, hitung trombosit
terus berkurang seteah persalinan. Pada beberapa perempuan yang tidak mencapai hitung
trombosit terendah dalam 48 hingga 72 jam pascapelahiran, sindrom preeklamsia dapat
salah diduga sebagai salah satu mikroangiopati trombotik.6,9
Preeklamsia berat sering disertai oleh tanda-tanda hemolisis yang diukur secara
semikuantitatif menggunakan kadar laktat dehidrogenase dalam serum. Sel-sel darah merah
yang mengalami hemolisis akan keluar dari pembuluh darah yang telah rusak, membentuk
timbunan fibrin. Adanya timbunan fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran
darah hepar, akibatnya enzim hepar akan meningkat. Proses ini terutama terjadi di hati, dan
dapat menyebabkan terjadinya iskemia yang mengarah kepada nekrosis periportal dan
akhirnya mempengaruhi organ lainnya. Bukti lain hemolisis tampak dari gambaran
sferositosis, skizositosis, dan retikulosis dalam darah tepi. Gangguan ini disebabkan salah
satunya oleh hemolisis mikroangiopati akbiat kerusakan endotel disertai perlekatan
trombosit dsn penimbunan fibrin. Peningkatan fluiditas membran eritrosit pada sindrom
20
HELLP disebabkan oleh gangguan pada kadar lipid serum. Perubahan membran eritrosit,
peningkatan daya lekat, dan agregasi dapat juga mempermudah terjadinya kondisi
hiperkoagulabilitas. Terjadi peningkatan transaminase hepar dalam serum lazim ditemukan
pada preeklamia berat dan merupakan penanda nekrosis hepatoseluler.15
Perubahan ringan yang sesuai dengan koagulasi intravaskular dan yang lebih jarang,
apoptosis eritrosit lain lazim ditemukan pada preeklamsia dan khususnya eklamsia.
Beberapa perubahan ini termasuk peningkatan konsumsi faktor VIII, peningkatan kadar
fibrinopeptida A dan B serta produk degradasi fibrin, serta penurunan kadar protein
pengatur antitrombin III, serta protein C dan S. Penyimpangan pada sistem koagulasi
umumnya ringan kecuali bila disertai solusio plasenta, kadar fibrinogen plasma biasanya
tidak berbeda bermakna dengan kadar yang ditemukan pada kehamilan normal, dan produk
degradasi fibrin hanya sesekali ditemukan meningkat. Pemeriksaan laboratorium termasuk
prothrombin time, activated pertial thromboplastin time, dan kadar fibrinogen plasma, tidak
diperlukan pada tatalaksana penyakit hipertensi dalam kehamilan. Faktor-faktor pembekuan
lain seperti, trombofilia adalah defisiensi faktor pembekuan yang menyebabkan kondisi
hiperkoagulabilitas.18
21
Diagnosis Sindrom HELLP
22
Klasifikasi Sindrom HELLP11
Tatalaksana
Dasar pengelolaan Preeklampsia berat, pada kehamilan dengan penyulit apapun pada
ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut19:
23
Pemberian terapi medikamentosa :
24
- Terapi dexamethasone dihentikan apabila telah terjadi perbaikan
laboratorium yaitu : trombosit > 100.000/ml dan/atau penurunan LDH; dan
bila ada perbaikan tanda dan gejala klinik preeclampsia – eklapmsia.
e. Dapat dipertimbangkan pemberian :
- Transfusi trombosit bila trombosit < 50.000/cc
- Antioksidan
f. Sindrom HELLP dengan ATN16 :
- Dalam menangani ATN penting untuk mengidentifikasi dan mengobati
penyebab masalah karena ATN bersifat reversible. Tangani sindrom HELLP
sesuai alogaritma.
- Membatasi asupan cairan dengan volume sama dengan volume urin yang
diproduksi, pantau balance cairan.
- Membatasi zat yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal (seperti protein,
kalium natrium,) untuk meminimalkan penumpukan zat dalam tubuh.
- Beri obat untuk membantu mengontrol kadar kalium dalam aliran darah
dapat dipertimbangkan.
25
Gambar2. Alogaritma sindrom HELLP
Prognosis
26
untuk terjadinya preeklamsia, 27% terjadi kelainan hipertensi lainnya dan 3% terjadi
sindrom HELLP pada kehamilan berikutnya. Tetapi bila penderita sindrom HELLP dengan
riwayat kronik hipertensi sebelumnya, maka 75% akan terjadi preeklamsia dan 5%
kemungkinan terjadi sindrom HELLP pada kehamilan berikutnya. Angka kematian ibu
pada sindrom HELLP 1,1 %. Dengan komplikasi seperti DIC (21%), solusio plasenta
(16%), gagal ginjal akut ( 7,7%), edema pulmonum (6%), hematom hepar subkapsular
(0,9%) dan ablasi retina (0,9%). Isler dkk (1999) melaporkan penyebab kematian ibu pada
sindrom HELLP adalah perdarahan intrakranial atau stroke ( 45%), gagal jantung paru
(40%), DIC (39%), sindrom gagal nafas (28%), gagal ginjal (28%), perdarahan hepar atau
ruptur (20%) dan ensefalopati hipoksia (16%). 60% dari kematian ibu dengan sindrom
HELLP kelas I. Angka morbiditas dan mortalitas pada bayi berkisar 10 – 60% tergantung
dari keparahan penyakit ibu. Bayi yang ibunya menderita sindrom HELLP akan mengalami
pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan sindrom kegagalan pernafasan. Angka kematian
bayi 5,5 %, dari 269 bayi dengan ibu sindrom HELLP. Hampir 90% penyebab kematian
karena sindrom gagal nafas. Morbiditas dan mortalitas bayi tergantung dari usia kehamilan
daripada ada atau tidaknya sindrom HELLP.4
Pencegahan
Sindrom HELLP merupakan sebuah rangkaian komplikasi dari preeklampsi berat yang
tidak dapat ditangani dengan baik, sehingga untuk mencegah terjadinya sindrom HELLP
dimulai dari pencegahan preeclampsia pada ibu hamil. Pada umumnya timbulnya
preeklamsia dapat dicegah atau frekuensinya dapat dikurangi. Usaha – usaha untuk
menurunkan frekuensi eklamsia adalah2 :
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua
wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda preeklamsia dan megobatinya segera
bila ditemukan
3. Mengakhiri kehamilan sedapat dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
dirawat tanda – tanda preeklamsia tidak juga dapat hilang.
27
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, S. Buku Ajar Ilmu Kebidanan. FK-UI. 2009 : 530-60
2. Jayakusuma A. Sindrom HELLP Parsial Pada Kehamilan Prematur. FK – UNUD.
2005. 25 – 43
3. J. Prakash and V. C. Ganiger.Acute Kidney Injury in Pregnancy-specific
Disorders.Indian J Nephrol. 2017 Jul-Aug; 27(4): 258–270. doi: 10.4103/0971-
4065.202406
4. Sibai BM. Diagnosis, controversies, and management of the syndrome of
hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count. Obstet Gynecol. 2004
May; 103(5 Pt 1):981-91.
5. Jim B, Garovic VD.Acute Kidney Injury in Pregnancy. Semin Nephrol. 2017
Jul;37(4):378-385. doi: 10.1016/j.semnephrol.2017.05.010.
6. Weinstein L. Syndrome of Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Trombosit
counts : A Severe Consequence of Hypertension in Pregnancy. AmJ Obstet Gynecol
1982 ; 142 : 159 – 67.
7. Cunningham, FG. Obstetri Williams. Jakarta: EGC. 2013. 740-786.
8. Hohllagschwandtner M, Todesca DB. HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes
and low trombosit counts) Needs Help. AmJ Obstet Gynecol 2000:182.
9. Sibai BM, Ramadan MK. Acute renal failure in pregnancies complicated by
hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelets. Am J Obstet Gynecol. 1993
Jun; 168(6 Pt 1):1682-7; discussion 1687-90.
10. Ganesan C, Maynard SE. Acute kidney injury in pregnancy: the thrombotic
microangiopathies. J Nephrol. 2011 Sep-Oct; 24(5):554-63
11. Lockwood CJ, Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders. In : Cohen
WR. Complication in Pregnancy. Ed. 5th. Philadelphia : Lippicott Williams
Wilkins. 2000 : 207 – 26.
12. Fakhouri F.Pregnancy-related thrombotic microangiopathies: Clues from
complement biology. Transfus Apher Sci. 2016 Apr;54(2):199-202. doi:
10.1016/j.transci.2016.04.009. Epub 2016 Apr 25.
13. Van Dam P, Reiner M, Baekelandt M, etal. Disseminated Intravascular Coagulation
and The Syndrome of Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Trombosit in
Severe Preeclampsia. Obstet Gynecol 1989 : 73 : 97-102.
14. Bowers D, Wenk RE. Clinical Laboratory Referent Values. In : Cohen WR.
Complication in Pregnancy. Ed. 5th. Philadelphia : Lippicott Williams & Wilkins.
2000 : 873 – 81.
15. Bailis A, Witter F. Hypertensive Disorders of Pregnancy. In: The Jhons Hopkins
Manual of Gynecology and Obstetrics, 3rd Ed. 2007.
16. Fakhouri F, Vercel C, Frémeaux-Bacchi V.Obstetric nephrology: AKI and
thrombotic microangiopathies in pregnancy. Clin J Am Soc Nephrol. 2012
Dec;7(12):2100-6. doi: 10.2215/CJN.13121211. Epub 2012 Aug 9.
29
17. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Pedoman Pengelolaan Hipertensi
dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi II. 2005.
18. Matsumoto M .Diagnosis and management of thrombotic microangiopathies.
Rinsho Ketsueki. 2015 Oct;56(10):2092-9. doi: 10.11406/rinketsu.56.2092.
19. Prakash J, Pant P, Prakash S, Sivasankar M, Vohra R, Doley PK, Pandey LK, Singh
U. Changing picture of acute kidney injury in pregnancy: Study of 259 cases over a
period of 33 years. Indian J Nephrol. 2016 Jul-Aug;26(4):262-7. doi: 10.4103/0971-
4065.161018.
30