A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal
untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun
elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam
mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi
cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk
seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada
dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan
kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang
peritoneum atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat
diperkirakan dari belakang di mulai dari ketinggian vertebra torakalis
sampai vertebra lumbalis ketiga.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang
menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal
memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal2,5 cm. Berat ginjal
pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram. Ginjal
ditutupi oleh kapsul tunikafibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka
terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri
dari bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks. Bagian dalam
(interna) medula.Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis.
C. PENYEBAB
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus
dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati
timbale.
8. Nefropati obstruktif
1) Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
2) Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
D. MANIFESTASI KLINIS
E. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron
utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang
harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk
sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
Diagnostik
o Etiologi CKD dan terminal
o Foto polos abdomen.
o USG.
o Nefrotogram.
o Pielografi retrograde.
o Pielografi antegrade.
o Mictuating Cysto Urography (MCU).
H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan
sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
b. Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
c. Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
d. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
e. Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
f. Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
g. Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
h. Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa
indikasi medis yang kuat.
3. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
a. Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
b. Kendalikan terapi ISK.
c. Diet protein yang proporsional.
d. Kendalikan hiperfosfatemia.
e. Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
f. Terapi hIperfosfatemia.
g. Terapi keadaan asidosis metabolik.
h. Kendalikan keadaan hiperglikemia.
4. Terapi alleviative gejala asotemia
a. Pembatasan konsumsi protein hewani.
b. Terapi keluhan gatal-gatal.
c. Terapi keluhan gastrointestinal.
d. Terapi keluhan neuromuskuler.
e. Terapi keluhan tulang dan sendi.
f. Terapi anemia.
g. Terapi setiap infeksi.
5. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
o Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
o Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20
mEq/L.
b. Anemia
o Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi
hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor).
Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human
Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg
BB.
c. Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan
adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau
peritoneal dialisis.
o Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti
hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif,
namun harus diberikan secara hati-hati.
Keluhan :
a. Bersifat subyektif
b. Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula
dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a. Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b. Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c. Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi
ini bisa diulang apabila diperlukan
Pemberian obat
a. Diphenhidramine 25-50 P.O
b. Hidroxyzine 10 mg P.O
c. Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan
denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi
yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
a. HD reguler.
b. Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
c. Operasi sub total paratiroidektomi.
I. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
a. Airway
a) Lidah jatuh kebelakang
b) Benda asing/ darah pada rongga mulut
c) Adanya sekret
b. Breathing
a) pasien sesak nafas dan cepat letih
b) Pernafasan Kusmaul
c) Dispnea
d) Nafas berbau amoniak
c. Circulation
a) TD meningkat
b) Nadi kuat
c) Disritmia
d) Adanya peningkatan JVP
e) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
f) Capillary refill > 3 detik
g) Akral dingin
h) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
d. Disability : pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan dan
keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
A : Allert sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri
PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
o Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-
abuan, kadang-kadang disertai udema ekstremitas, napas
terengah-engah.
o Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi
kulit, infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat
nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit polikistik,
keganasan, nefritis herediter)
Anamnesa
o Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit,
WBC, RBC)
o Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia,
peningkatan kalium
o Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
o Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
o Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena,
gadtritis, haus.
o Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
o Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
o Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
o Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
o Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
o Lain-lain : Penurunan berat badan
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa kep Tujuan Intervensi
3 NIC :
Pola Nafas tidak efektif NOC :
Fluid management
Definisi : Pertukaran udara inspirasi 1. Respiratory status : Ventilation
1. Pertahankan catatan intake dan
dan/atau ekspirasi tidak adekuat 2. Respiratory status : Airway
output yang akurat
Batasan karakteristik : patency
2. Pasang urin kateter jika
1. Penurunan tekanan 3. Vital sign Status
diperlukan
inspirasi/ekspirasi Kriteria Hasil :
3. Monitor hasil lAb yang sesuai
2. Penurunan pertukaran udara per Mendemonstrasikan batuk efektif
dengan retensi cairan (BUN ,
menit dan suara nafas yang bersih, tidak
Hmt , osmolalitas urin )
3. Menggunakan otot pernafasan ada sianosis dan dyspneu (mampu
4. Monitor status hemodinamik
tambahan mengeluarkan sputum, mampu
termasuk CVP, MAP, PAP, dan
4. Nasal flaring bernafas dengan mudah, tidak ada
PCWP
5. Dyspnea pursed lips)
5. Monitor vital sign
6. Orthopnea 1. Menunjukkan jalan nafas yang
6. Monitor indikasi retensi /
7. Perubahan penyimpangan dada paten (klien tidak merasa tercekik,
kelebihan cairan (cracles, CVP ,
8. Nafas pendek irama nafas, frekuensi pernafasan
edema, distensi vena leher,
9. Assumption of 3-point position dalam rentang normal, tidak ada
asites)
10. Pernafasan pursed-lip suara nafas abnormal)
7. Kaji lokasi dan luas edema
11. Tahap ekspirasi berlangsung 2. Tanda Tanda vital dalam rentang
8. Monitor masukan makanan /
sangat lama normal (tekanan darah, nadi,
cairan dan hitung intake kalori
12. Peningkatan diameter anterior- pernafasan)
harian
posterior
9. Monitor status nutrisi
13. Pernafasan rata-rata/minimal
10. Berikan diuretik sesuai interuksi
Bayi : < 25 atau > 60
11. Batasi masukan cairan pada
Usia 1-4 : < 20 atau > 30
keadaan hiponatrermi dilusi
Usia 5-14 : < 14 atau > 25
dengan serum Na < 130 mEq/l
Usia > 14 : < 11 atau > 24 12. Kolaborasi dokter jika tanda
14. Kedalaman pernafasan cairan berlebih muncul
Dewasa volume tidalnya 500 memburuk
ml saat istirahat Fluid Monitoring
Bayi volume tidalnya 6-8 1. Tentukan riwayat jumlah dan
ml/Kg tipe intake cairan dan eliminaSi
15. Timing rasio 2. Tentukan kemungkinan faktor
16. Penurunan kapasitas vital resiko dari ketidak seimbangan
cairan (Hipertermia, terapi
Faktor yang berhubungan : diuretik, kelainan renal, gagal
1. Hiperventilasi jantung, diaporesis, disfungsi
2. Deformitas tulang hati, dll )
3. Kelainan bentuk dinding dada 3. Monitor serum dan elektrolit
4. Penurunan energi/kelelahan urine
5. Perusakan/pelemahan muskulo- 4. Monitor serum dan osmilalitas
skeletal urine
6. Obesitas 5. Monitor BP, HR, dan RR
7. Posisi tubuh 6. Monitor tekanan darah
8. Kelelahan otot pernafasan orthostatik dan perubahan irama
9. Hipoventilasi sindrom jantung
10. Nyeri 7. Monitor parameter
11. Kecemasan hemodinamik infasif
12. Disfungsi Neuromuskuler 8. Monitor adanya distensi leher,
13. Kerusakan persepsi/kognitif rinchi, eodem perifer dan
14. Perlukaan pada jaringan syaraf penambahan BB
tulang belakang 9. Monitor tanda dan gejala dari
15. Imaturitas Neurologis odema
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8
vol 3. Jakarta: EGC