Anda di halaman 1dari 14

BIOTEKNOLOGI DI BIDANG FARMASI

MAKALAH
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Mikrobiologi Industri
yang dibina oleh Dr. Umie Lestari, MSi

oleh:
Kelompok 3 / Offering G-GK
Bella Pradina Novinda W. (140342601766)
Ida Wulandari (140342601331)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup
(bakteri,fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol)
dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi secara umum
berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi
teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan
menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut.
Selain itu bioteknologi juga memanfaatkan sel tumbuhan atau sel hewan yang dibiakkan
sebagai bahan dasar sebagai proses industry (Sardjoko, 1991).
Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata,
tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain seperti biokimia, komputer, biologi
molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, fisika, dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai
cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.
Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara maju.
Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa
genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan
lain-lain. Teknologi ini juga dimanfaatkan sebagai upaya untuk memproduksi berbagai
obat dalam bidang farmasi untuk kesejahteraan manusia. Untuk itu dalam makalah
berjudul “Bioteknologi di Bidang Farmasi” ini akan dibahas bagaimana peran
bioteknologi dalam bidang farmasi sehingga dimungkinkan untuk memperoleh berbagai
obat yang dimungkinkan sebagai penyembuh penyakit-penyakit genetik maupun kronis
yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun diabetes.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui bioteknologi di bidang farmasi
2. Untuk mengetahui sejarah bioteknologi di bdang farmasi
3. Untuk mengetahui contoh-contoh bioteknologi di bidang farmasi
4. Untuk mengetahui uji klinik dan praklinik bioteknologi di bidang farmasi
5. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian bioteknologi di bidang farmasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bioteknologi Di Bidang Farmasi


1. Pengertian
Bioteknologi farmasi lebih cenderung dalam hal produksi berbagai jenis obat untuk
menunjang kehidupan manusia. Mulai dari obat preventif untuk diagnosis kesehatan dan
penyakit untuk pengobatan kondisi penyakit manusia, bioteknologi farmasi telah
menghasilkan array yang menakjubkan dari aplikasi yang dirancang untuk meningkatkan
kesehatan manusia (Thieman, 2013).
Ketika dua disiplin ilmu farmasi dan bioteknologi bersatu, maka dihasilkanlah banyak
keuntungan bagi manusia dalam hal kesehatan. Hal ini dimungkinkan melalui
Pharmacogenomics (berasal dari 'farmakologi' dan 'genomics') yang merujuk kepada studi
tentang bagaimana warisan genetik mempengaruhi respon tubuh manusia individu untuk
obat. biofarmasi obat bertujuan untuk merancang dan memproduksi obat-obatan yang
disesuaikan dengan genetik masing-masing orang. Dengan demikian perusahaan
bioteknologi farmasi dapat mengembangkan obat-obatan khusus dibuat untuk efek terapi
yang maksimal. Selain itu, obat-obatan bioteknologi dapat diberikan kepada pasien dalam
dosis yang tepat sebagai dokter akan tahu genetika pasien dan bagaimana proses dan tubuh
memetabolisme obat (Zainatul, dkk 2015).
Perusahaan bioteknologi membuat produk bioteknologi (lebih spesifik kata produk
farmasi biotek) dengan memanipulasi dan memodifikasi organisme, biasanya pada tingkat
molekul. Bioteknologi farmasi perusahaan menggunakan teknologi DNA rekombinan, yang
memerlukan manipulasi genetik sel, atau antibodi monoklonal untuk membuat produk
bioteknologi mereka. Produk-produk farmasi biotek yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan
biotek yang banyak digunakan dalam pencegahan, diagnosis atau pengobatan berbagai jenis
penyakit tentunya agar kita selalu menerapkan healthy lifestyle kita agar menjadi lebih baik
lagi. Perusahaan farmasi menggunakan bioteknologi untuk obat manufaktur,
pharmacogenomics, terapi gen, dan pengujian genetik (Winarno, 2007).
Biopharmaceuticals merupakan molekul biologis yang kompleks dan umumnya dikenal
dengan protein, yang bertujuan untuk menghilangkan mekanisme yang mendasari untuk
pengobatan penyakit. Namun, hal tersebut tidak sesuai atau tidak benar, ketika digunakan
untuk mengobati kasus diabetes mellitus tipe I, insulin hanya dapat digunakan untuk
mengobati gejala – gejala penyakitnya, dan bukan penyebab utama dari penyakit tersebut.
Bioteknologi farmasi, umumnya digunakan untuk membuat molekul yang lebih besar dan
kompleks dengan bantuan sel – sel hidup (seperti yang ditemukan dalam tubuh manusia
seperti sel-sel bakteri, ragi sel, hewan atau tumbuhan sel). Tidak seperti molekul kecil yang
diberikan kepada pasien melalui tablet, molekul besar yang biasanya disuntikkan ke dalam
tubuh pasien (Dinata, 2007).

2. Tujuan
Biofarmasi bertujuan untuk merancang dan memproduksi obat – obatan yang disesuaikan
dengan genetik masing – masing orang. Perusahaan bioteknologi farmasi dapat
mengembangkan obat – obatan khusus yang dibuat untuk mempengaruhi terapi secara
maksimal dan obat - obatan bioteknologi dapat diberikan pada pasien dalam dosis yang
sesuai, sehingga dapat diketahu genetika pasien dan proses tubuh dalam memetabolisme obat
(Zainatul dkk, 2015).

B. Sejarah Bioteknologi Di Bidang Farmasi


Menurut Winarno dan Agustina (2007) Bioteknologi erat kaitannya dengan rekayasa
genetik, Rekayasa genetika yang sering kali sinonim dengan teknologi DNA rekombinan
merupakan tulang punggung dan pemicu lahirnya bioteknologi molekuler. Perkembangan
bioteknologi berubah drastis sejak ditemukannya teknologi DNA rekombinan. Perubahan ini
sangat nyata terutama dalam hal teknologi. Dengan adanya teknologi DNA rekombinan,
maka optimasi biotransformasi dalam suatu proses bioteknologi dapat diperoleh dengan lebih
terarah dan langsung (Suwanto,2008).
Menurut James (1983) Pada awalnya, proses rekayasa genetika ditemukan oleh Crick dan
Watson pada tahun 1953. Rekayasa genetika merupakan suatu rangkaian metode yang
canggih dalam perincian akan tetapi sederhana dalam hal prinsip yang memungkinkan untuk
dilakukan pengambilan gen atau sekelompok gen dari sebuah sel dan mencangkokkan gen
atau sekelompok gen tersebut pada sel lain dimana gen atau sekelompok gen tersebut
mengikat diri mereka dengan gen atau sekelompok gen yang sudah ada dan bersama-sama
mengalami reaksi biokimiawi.
Pada tahun 1973 Stanley Cohen dan Herbert Boyer menciptakan bakteri melalui
rekayasa genetika untuk pertama kalinya. Kemudian tahun 1981, pertama kali di kembangkan
tikus dan lalat buah produk rekayasa genetika, menyusul pada tahun 1985 Plant Genetic
Systems (Ghent, Belgium), sebuah perusahaan yang didirikan oleh Marc Van Montagu dan
Jeff Schell, merupakan perusahaan pertama yang mengembangkan tanaman tembakau toleran
terhadap hama dengan mengambil protein insektisida dari bakteri Bacillus thuringiensis.
Diawal abad 20, Fleming menemukan antibiotik penisilin, dan di tahun 1982, obat
berbasis rekombinasi DNA pertama diciptakan yaitu insulin manusia yang diproduksi dengan
memanfaatkan bakteri tanah, E-coli . Dipenghujung abad 20, merebak produk bioteknologi
maju seperti tanaman transgenik, gene chips dan kloning mamalia. Proses pengembangan
produk berbasis rekombinan DNA ini dikategorikan sebagai bioteknologi modern. Tidak
asing lagi, banyak ilmuan masa kini telah mewarnai dunia dengan temuan-temuan yang
menakjubkan melalui kemajuan bioteknologi. Perkembangan bioteknologi di bidang farmasi
berkembang sangat pesat, pada abad ke 21 ini banyak sekali penemuan yang spektakuler
mewarnai bioteknologi kedokteran diantaranya: terapi gen untuk pengobatan, pembekuan
sperma, penemuan vaksin DNA, penemuan organ sintetis dan lain sebagainya
(Nurcahyo,2011).

C. Contoh-Contoh Bioteknologi Di Bidang Farmasi


Contoh bioteknologi pada bidang farmasi diantaranya yakni pembuatan insulin.
1. Insulin
Insulin adalah suatu hormon polipeptida yang diproduksi dalam sel-sel β kelenjar
Langerhaens pankreas. Insulin berperan penting dalam regulasi kadar gula darah (kadar
gula drah dijaga 3,5-8,0 mmol/liter). Hormon insulin yang diproduksi oleh tubuh kita
dikenal sebagai sebutan insulin endogen. Namun, ketika kelenjar pankreas mengalami
gangguan sekresi guna memproduksi hormon insulin, disaat inilah tubuh membutuhkan
hormone insulin dari luar tubuh,dapat berupa obat buatan manusia yang dikenal sebagai
sebutan insulin eksogen. Kekurangan insulin dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes
militus tergantung insulin (diabetes tipe 1). Insulin terdiri dari 51 asam amino. Molekul
insulin disusun oleh 2 rantai polipepttida A dan B yang dihubungkan dengan ikatan
disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asaam amino dan Bterdiri dari 30 asam amino (Gustia
dkk., 2012)
Proses Pembuatan Insulin
Proses pembuatan insulin dengan teknik DNA recombinan adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi dan mengisolasi gen penghasil insulin dari sel pancreas manusia:
a) Mula-mula mRNA yang telah disalin dari gen penghasil insulin diekstrak dari sel
pancreas.Kemudian enzim transcriptase ditambahkan pada mRNA bersamaan dengan
nukleotida penyusun DNA.
b) Enzim ini menggunakan mRNA sebagai cetekan untuk membentuk DNA berantai
tunggal.
c) DNA ini kemudian dilepaskan dari mRNA.
d) Enzim DNA polymirase digunakan untuk melengkapi DNA rantai tunggal menjadi
ranati ganda,disebut DNA komplementer (c- DNA), yang merupakan gen penghasil
insulin.

2) Melepaskan salinan gen penghasil insulin tersebut dengan cara memotong


kromosom secara khusus menggunakan enzim retrikasi.
3) Mengekstrak plasmid dari sel bakteri, kemudian membuka plasmid dari sel bakteri
dengan menngunakan enzim retrikasi lain. Sementara itu, di dalam serangkain
tabung reaksi atau cawan petri, gen penghasil insulin manusia (dalam bentuk c- DNA
disiapkan untuk dipasangkan pada plasmid yang terbuka tersebut.
4) Memasang gen penghasil insulin kedalam cincin plasmid. Mula-mula ikatan yang
terjadi masih lemah, kemudian enzim DNA ligase memperkuat ikatan ini sehingga
dihasilkan molekul DNA recombinan/plasmid recombinan yang bagus.
5) Memasukkan plasmid recombinan kedalam bakteri E.coli.Di dalam sel bakteri ini
plasmid mengadakan replikasi
6) Mengultur bakteri E.coli yang akan berkembang biak dengan cepat menghasilkkan
klon- klon bakteri yang mengandung plasmid recombinan penghasil insulin. Melalui
rekayasa genetika dapat dihasilkan E.coli yang merupakan penghasil insulin dalam
jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat.
Gambar1. Proses pembuatan insulin (sumber: Gustia dkk., 2012)

Ketika bakteri bereproduksi, gen insulin direplikasi bersama dengan plasmid. E. coli
seketika memproduksi enzim yang dengan cepat mendegradasi protein asing seperti
insulin. Hal tersebut dapat dicegah dengan cara menggunakan E. coli strain mutan yang
sedikit mengandung enzim tersebut. Pada E. coli, β galaktosidase adalah enzim yang
mengontrol transkripsi gen. Untuk membuat bakteri memproduksi insulin, gen insulin perlu
terikat pada enzim β galaktosidase
Penggunaan teknologi DNA rekombinan dalam sintesis insulin manusia membutuhkan
jutaan salinan plasmid bakteri yang telah digabungkan dengan gen insulin dalam rangka
untuk menghasilkan insulin. Gen insulin diekspresikan bersama dengan sel mereplikasi β
galaktosidase di dalam sel yang sedang menjalani mitosis (Gustia dkk., 2012)
Gambar 2. Gen insulin diekspresikan bersama dengan sel mereplikasi β galaktosidase di dalam sel
yang sedang menjalani mitosis (Sumber: Gustia dkk., 2012)

Protein yang terbentuk, sebagian terdiri dari β galaktosidase, bergabung ke salah satu
rantai insulin A atau B. Rantai insulin A dan rantai B kemudian diekstraksi dari fragmen Β
galaktosidase dan dimurnikan.

2. Produksi penisilin G sebagai antibiotik.


Pengembangan produksi penisilin G dapat dilakukan melalui pendekatan genetik, yaitu
dengan penerapan teknologi kloning gen. Penggunaan teknik kloning gen ditempuh dengan
meningkatkan ekspresi gen penyandi enzim kunci biosintesis penisilin G, yaitu dengan cara
memindahkan gen tersebut ke dalam suatu sel inang yang dapat mengekspresikan gen dengan
aktivitas tinggi. Kapang yang dapat menghasilkan penisilin untuk skala industri diantaranya
adalah Penicillium chrysogenum, sehingga perekayasaan mikroba tersebut hingga saat ini
masih terus dilakukan. Gen pcbC pada P. chrysogenum berperan dalam mengkode
Isopenisilin N Sintase (IPNS) yang merupakan salah satu enzim kunci pada produksi penisilin
G. Penggunaan plasmid pPICZA dan Escherichia coli TOP 10 F' yang dirancang untuk
memaksimalkan ekspresi protein asing diharapkan dapat mengoptimalkan ekspresi gen pcbC.
Amplifikasi gen pcbC dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
menggunakan primer pcbC-F dan pcbC-R yang selanjutnya disisipkan ke dalam vektor
ekspresi pPICZA dan ditransformasikan ke dalam bakteri kompeten E. coli TOP 10 F’. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rekombinan berupa fragmen gen pcbC dari P. chrysogenum
yang disisipkan ke dalam plasmid pPICZA telah diperoleh. Selanjutnya sekuen DNA
dianalisis menggunakan program BLAST. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa fragmen
gen pcbC tersebut memiliki tingkat homologi yang tinggi (99%) dengan gen pcbC P.
chrysogenum Wisconsin 54-1255 dan P. chrysogenum AS-P-78 yang merupakan pengkode
IPNS. P. chrysogenum Wisconsin 54-1255 dan P. chrysogenum AS-P-78 merupakan
mikroorganisme bahan baku yang di impor dari negara lain.

D. Uji Praklinik dan Klinik Bioteknologi Di Bidang Farmasi


1. Uji praklinik
Uji praklinik dalam bidang farmakologi adalah suatu uji yang dilakukan pada hewan
coba dan atau pada bahan biologi lainnya seperti kultur jaringan dan kultur biakan kuman,
dengan tujuan untuk membuktikan kebenaran khasiat dan keamanan secara ilmiah terhadap
suatu bahan/zat yang diduga berkhasiat obat. Pada umumnya uji praklinik dilaksanakan
dengan tujuan untuk penelitian suatu bahan yang diduga berkhasiat obat dan atau terhadap
bahan obat yang telah lama beredar di masyarakat tetapi belum dibuktikan khasiat dan
kemanannya secara ilmiah seperti jamu untuk ditingkatkan statusnya menjadi obat herbal
terstandar (OHT) atau obat fitofarmaka.
Berdasarkan kesepakatan yang ditetapkan World Health Organization (WHO) suatu
bahan/zat yang akan digunakan untuk tujuan pengobatan baik sebagai obat hewan maupun
obat manusia harus melalui tahapan uji yakni uji praklinik dan uji klinik. Adapun ui
praklinik meliputi.
Uji Toksisitas
Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi tingkat ketoksikan suatu zat/bahan
yang akan digunakan sebagai obat. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan uji toksisitas dapat
memberikan informasi tentang tingkat keamanan suatu zat/bahan pada hewan coba atau
bahan biologi lainnya sebelum zat/bahan tersebut digunakan di klinik. Sedangkan uji
aktivitas (khasiat) obat adalah suatu uji untuk menentukan kebenaran khasiat suatu bahan
uji yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan metodologi dan parameter yang
ditentukan berdasarkan tujuan penggunaan bahan uji yang akan dipakai di klinik.
Uji Toksisitas in Vitro
Secara umum uji toksisitas obat dibagi dalam 2 bagian yakni uji toksisitas in vitro
(suatu uji yang dilaksanakan diluar tubuh hewan coba) dan uji toksisitas in vivo (di dalam
tubuh hewan coba). Uji toksisitas in vitro adalah suatu uji untuk menentukan tingkat
ketoksikan suatu bahan yang di uji menggunakan media biakan bahan biologi tertentu yang
merupakan subjek dari pengujian. Informasi yang diperoleh dari hasil uji toksisitas in vitro
adalah mengetahui besarnya konsentrasi bahan uji yang dapat membunuh 50% (lethal
concentration 50% = LC50) dari bahan biologi yang di kultur/di benihkan, disamping juga
dapat menentukan aktivitas suatu bahan uji dalam menghambat atau membunuh penyebab
penyakit secara in vitro. Sedangkan untuk mengetahui keamanan bahan uji yang
telah lolos melalui uji toksisitas in vitro, masih dilakukan tahapan uji toksisitas in vivo
sebelum pelaksanaan uji lebih lanjut.
Uji Toksisitas in ViVo
Uji toksisitas in vivo adalah suatu uji toksisitas yang dilakukan pada hewan coba,
dengan tujuan untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu zat/bahan terhadap perubahan
fungsi fisiologis maupun perubahan yang bersifat patologis pada organ vital dalam kurun
waktu tertentu. Uji toksisitas in vivo meliputi uji toksisitas umum dan uji toksisitas khusus.
Berdasarkan lama waktu terjadinya efek toksik maka uji toksisitas umum dibagi atas tiga
bagian yakni uji toksisitas akut, uji toksisitas subkronis dan uji toksisitas kronis, sedangkan
uji toksisitas khusus meliputi uji teratogenik, uji kasinogenik dan uji mutagenik.
2. Uji klinik
Uji klinik adalah suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia, dimana sebelumnya
diawali oleh pengujian pada binatang atau uji pra klinik. Pada dasarnya uji klinik memastikan
efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat
pemberian suatu obat. Bila uji klinik tidak dilakukan maka dapat terjadi malapetaka pada
banyak orang bila langsung dipakai secara umum seperti pernah terjadi dengan talidomid
(1959-1962) dan obat kontrasepsi pria (gosipol) di Cina. Setiap obat yang ditemukan melalui
eksperimen in vitro atau hewan coba tidak terjamin bahwa khasiatnya benar-benar akan
terlihat pada penderita. Pengujian pada manusia sendirilah yang dapat “menjamin” apakah
hasil in vitro atau hewan sama dengan manusia. Uji klinik terdiri dari 4 fase, yaitu uji klinik
fase I. Uji klinik fase II, uji klinik fase III dan uji klinik fase IV (Rahmatini, 2010)
Uji Klinik Fase I
Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya pada manusia. Hal
yang diteliti di sini ialah keamanan obat, bukan efetifitasnya dan dilakukan pada sukarelawan
sehat. Tujuan fase ini ialah menentukan besarnya dosis tunggal yang dapat diterima, artinya
yang tidak menimbulkan efek samping serius. Dosis oral (lewat mulut) yang diberikan
pertama kali pada manusia biasanya 1/50 x dosis minimal yang menimbulkan efek pada
hewan. Tergantung dari data yang diperoleh pada hewan, dosis berikutnya ditingkatkan
sedikit-sedikit atau dengan kelipatan dua sampai diperoleh efek farmakologik atau sampai
timbul efek yang tidak diinginkan.
Uji klinik fase I ini dilaksanakan secara terbuka, artinya tanpa pembanding dan tidak
tersamar, pada sejumlah kecil subjek dengan pengamatan intensif oleh orang-orang ahli
dibidangnya, dan dikerjakan di tempat yang sarananya cukup lengkap. Total jumlah subjek
pada fase ini bervariasi antara 20-50 orang.
Uji Klinik Fase II
Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada sekelompok kecil penderita
yang kelak akan diobati dengan calon obat. Tujuannya ialah melihat apakah efek
farmakologik yang tampak pada fase I berguna atau tidak untuk pengobatan. Fase II ini
dilaksanakan oleh orangorang yang ahli dalam masing-masing bidang yang terlibat. Mereka
harus ikut berperan dalam membuat protokol penelitian yang harus dinilai terlebih dulu oleh
panitia kode etik lokal. Protokol penelitian harus diikuti dengan dengan ketat, seleksi
penderita harus cermat, dan setiap penderita harus dimonitor dengan intensif.
Uji Klinik Fase III
Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat-baru benar-benar
berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II) dan untuk mengetahui kedudukannya
dibandingkan dengan obat standar. Penelitian ini sekaligus akan menjawab
pertanyaanpertanyaan tentang (1) efeknya bila digunakan secara luas dan diberikan oleh para
dokter “yang kurang ahli‟; (2) efek samping lain yang belum terlihat pada fase II; (3) dan
dampak penggunaannya pada penderita yang tidak diseleksi secara ketat. Uji klinik fase III
dilakukan pada sejumlah besar penderita yang tidak terseleksi ketat dan dikerjakan oleh
orang-orang yang tidak terlalu ahli, sehingga menyerupai keadaan sebenarnya dalam
penggunaan seharihari dimasyarakat. Bila hasil uji klinik fase III menunjukkan bahwa obat
baru ini cukup aman dan efektif, maka obat dapat diizinkan untuk dipasarkan. Jumlah
penderita yang diikut sertakan pada fase III ini paling sedikit 500 orang.
Uji Klinik Fase IV
Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena merupakan pengamatan
terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan menentukan pola penggunaan obat di
masyarakat serta pola efektifitas dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya.
Penelitian fase IV merupakan survei epidemiologi menyangkut efek samping maupun
efektifitas obat. Pada fase IV ini dapat diamati (1) efek samping yang frekuensinya rendah
atau yang timbul setelah pemakaian obat bertahun-tahun lamanya, (2) efektifitas obat pada
penderita berpenyakit berat atau berpenyakit ganda, penderita anak atau usia lanjut, atau
setelah penggunaan berulangkali dalam jangka panjang, dan (3) masalah penggunaan
berlebihan, penyalahgunaan, dan lainlain. Studi fase IV dapat juga berupa uji klinik jangka
panjang dalam skala besar untuk menentukan efek obat terhadap morbiditas dan mortalitas
sehingga datanya menentukan status obat yang bersangkutan dalam terapi.
E. Keuntungan Dan Kerugian Bioteknologi Di Bidang Farmasi
Bioteknologi farmasi tentu banyak memberi keuntungan pada kehidupan manusia.
Berikut beberapa keuntungan yang didapatkan dari adanya bioteknologi dalam bidang
farmasi (Nurcahyo,2011).
1. Menghasilkan berbagai obat - obatan yang dibutuhkan manusia.
2. Meneliti berbagai penyakit untuk ditemukan cara pengobatannya
3. Memajukan perkembangan obat - obatan dan cara pengobatannya
4. Meningkatkan kesehatan masyarakat baik di masa sekarang maupun di masa depan
5. Memajukan ilmu kedokteran
6. Meningkatkan mutu kesehatan
7. Biologi membantu kita memahami tubuh dan organ dalam hingga sel melalui ilmu
anatomi, fisiologi, dan histologi.
8. Biologi membantu manusia dalam memahami respon tubuh terhadap bahan kimia
tertentu.
9. Biologi membantu manusia dalam menemukan spesies yang bisa dimanfaatkan
menjadiobat.
10. Biologi membantu manusia dalam menentukan proses biologis dalam pembentukan
senyawa obat-obatan tertentu, misalnya antibiotik dan insulin (biological engineering).

Bioteknologi di bidang farmasi selain menghasilkan kelebihan atau banyak sisi positif
bioteknologi dibidang farmasi ini juga dapat memiliki kekurangan diantaranya,
1. Gen sitetik dan gen yang baru berevolusi bisa menjadi racun baik itu untuk hewan
ataupun manusia.
2. Virus yang ada pada kumpulan genom akan berakibat suatu penyakit yang dimunculkan
karena rekayasa genetika.
3. Jika rekayasa genetika tidak terkontrol dan tidak stabil maka nanti genom akan bergabung
dan bermutasi sehingga membentuk suatu kelainan dan racun yang membahayakan.
4. Sistem salah guna dalam rekayasa genetika dari orang yang tidak bertanggung jawab akan
merugikan lingkungan dan masyarakat. Seperti diciptakan senjata yang biologis dan jenis
makhluk hidup baru lewat rekayasa genetika itu sendiri.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Biofarmasi bertujuan untuk merancang dan memproduksi obat – obatan yang
disesuaikan dengan genetik masing – masing orang.
2. Bioteknologi erat kaitannya dengan rekayasa genetik, Rekayasa genetika yang sering
kali sinonim dengan teknologi DNA rekombinan merupakan tulang punggung dan
pemicu lahirnya bioteknologi molekuler. Perkembangan bioteknologi berubah drastis
sejak ditemukannya teknologi DNA rekombinan. Perubahan ini sangat nyata terutama
dalam hal teknologi.
3. Contoh bioteknologi dibidang farmasi yakni pembuatan insulin melalui DNA
rekombinan, produksi antibiotik penicilin G melalui kloning gen.
4. Uji praklinik dilakukan pada hewan coba dan atau pada bahan biologi lainnya seperti
kultur jaringan dan kultur biakan kuman, dengan tujuan untuk membuktikan
kebenaran khasiat dan keamanan secara ilmiah terhadap suatu bahan/zat yang diduga
berkhasiat obat. Sedangkan uji klinik merupakan suatu pengujian khasiat obat baru
pada manusia. Uji klinik terdiri dari 4 fase, yaitu uji klinik fase I, uji klinik fase II, uji
klinik fase III dan uji klinik fase IV
5. Dampak positif dari adanya bioteknologi dibidang farmasi ini salahsatunya yakni
menghasilkan berbagai obat - obatan yang dibutuhkan manusia. Sedangkan dampak
negatif dibidang bioteknologi yakni Jika rekayasa genetika tidak terkontrol dan tidak
stabil maka nanti genom akan bergabung dan bermutasi sehingga membentuk suatu
kelainan dan racun yang membahayakan.
DAFTAR RUJUKAN

Dinata, Deden Indra.2007. Bioteknologi. Jakarta : EGC.


Gustia R., Hardiyanti I., Slamat. 2012. DNA Rekombinan Bidang Kesehatan (Pembuatan
Insulin). Jmbi: Universitas Jambi.

James, D. Watson. 1983. DNA Rekombinan Suatu Pelajaran Singkat. Jakarta: Erlangga.

Meles D.K. 2010. Pengujian Praklinik Dalam Bidang Farmakologi. Surabaya: pusat
Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP)

Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Yogyakarta : UNY Press.


Rahmatini. 2010. Valuasi Khasiat Dan Keamanan Obat (Uji Klinik). Majalah Kedokteran
Andalas No.1. Vol.34.

Sardjoko. 1991. Bioteknologi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Suwanto, Antonius. 2008, Bioteknologi Molekuler: Mengoptimalkan Manfaat Keanekaan


Hayati Melalui Teknologi DNA Rekombinan, Jurnal Hayati, 5 (1): 25-28.

Thieman, W.J. &Palladino. M.A. 2013. Introduction to Biotechnology Third Edition. United
States of America: Pearson.

Wiharyanti R., Hardianto B., Kusumaningrum H.P., dan BudiharJ. 2014. Kloning Gen
pcbC dari Penicillium chrysogenum ke dalam Plasmid pPICZA untuk
Pengembangan Produksi Penisilin G. Bioma Vol 16: 1

Winarno dan Agustina,W. 2007. Pengantar Bioteknologi, Solo: MBRIO Press

Zainatul, dkk. 2015. Makalah Bioteknologi Farmasi Human Papilloma Virus (Hpv)
Vaccines. Jember. UNJ

Anda mungkin juga menyukai