A. Pengertian
Isolasi social adalah suatu keadaaan kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai
hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negative yang mengancam. ( Mary
C. Townsend, Diagnose Keperawatan. Psikiatri, 1998).
Isolasi social adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan.
` isolasi social adalah Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan
secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain. (Balitbang, dalam Fitria,
2010, hlm. 29
1. Faktor predisposisi
Kegagalan perkembangan yang dapat mngakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang
lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain,
tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.
Menurut Fitria (2009, hlm. 33-35) ada empat faktor predisposisi yang menyebabkan Isolasi Sosial,
diantaranya:
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar
tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas perkembangan tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah sosial.
Dibawah ini akan dijelaskan tahap perkembangan serta tugas perkembangan, lihat tabel 2.1 dibawah
ini:
Masa Bermain
Masa Prasekolah
Masa Sekolah
Masa Praremaja
Menjadi saling bergantung antara orang tua dan teman, mencari pasangan, menikah, dan
mempunyai anak
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut
oleh keluarga di mana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia, penyakit
kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
3. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan
sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak,
misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur
yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel sel dalam
limbik dan daerah kortikal.
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk dalam masalah berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan
yang saling bertentangan dalam waktu bersama atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
2. Faktor presipitasi
Dari factor sosio kulturalkarena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dengan orang yang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga
menyebabkan klien berespon menghindar dengan menarik diri dengan lingkungan.
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) faktor presipitasi atau stresor pencetus pada umumnya mencakup
peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres seperti kehilangan, yang memenuhi kemampuan
individu berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Faktor pencetus dapat
dikelompokkan dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:
1. Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti.
2. Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan.
3. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain,
misalnya pada saat makan.
6. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga
sehari-hari tidak dilakukan.
D. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif
adalah sebagai berikut :
2. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian pada hewan
peliharaan.
Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432) terkadang ada beberapa orang yang ketika ada masalah
mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman yang membantunya dalam mencari jalan
keluar, tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan
menyendiri dan tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan temannya
E. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas.
Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik yaitu sebagai
berikut:
kepada orang lain karena kesalahan sendiri. (Rasmun, 2004, hlm. 35)
b. Spliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam menginterpretasikan dirinya dalam
menilai baik buruk. (Rasmun, 2004, hlm. 36)
v Formasi reaksi
v Proyeksi
v Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain.
(Rasmun, 2004, hlm. 32)
v Identifikasi proyeksi
Berdasarkan bagan diatas respon sosial pada pasien dengan isolasi sosial dibagi menjadi respon
adaptif dan respon maladaptif :
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan
secara umum yang berlaku. Menurut Fitria (2009, hlm. 32) yang termasuk respon adaptif adalah
sebagai berikut:
a. Menyendiri, merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
terjadi dilingkungan sosialnya.
b. Otonomi, merupakan kemampuan individu untuk menentukan dab menyampaikan ide, pikiran,
dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama, merupakan kemampuan individu yang saling membutuhkan orang lain.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
2. Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu menyimpang dari norma sosial. Yang termasuk kedalam rentang
respon maladaptif adalah sebagai berikut:
a. Menarik Diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b. Ketergantungan
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
c. Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat menerima
hubungan sosial secara mendalam.
d. Curiga
v Beri kesempatan untuk menonton TV, mendengarkan music, membaca buku, dll
v Menyendiri bisa menimbulkan gangguan jiwa lain yaitu halusinasi ( merasa mendengar bisikan,
merasa melihat bayangan, merasa ada yang meraba, merasa mencium bau, yang semua itu
sebenarnya tidak ada.
H. Penatalaksanaan
I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk pasien dengan gangguan jiwa dibagi berdasarkan dua metode, yaitu
sebagai berikut
a. Metode Biologik
Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut:
1. Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan fungsi neurotransmitter sehingga
gejala-gejala klinis dapat dihilangkan atau dengan kata lain skizofrenia dapat diobati (Hawari,2006,
hlm. 96). Obat antipsikotik terpilih untuk skizofrenia terbagi dalam dua golongan (Hawari, 2006, hlm.
97-99) yaitu antipsikotik tipikal (Klorpromazim, Trifluferazin, Haloperidol) dan antipsikotik atipikal
(Klozapin, Risperidon). Antipsikotik golongan tipikal tersebut bekerja dengan memblokir reseptor
dopamin terpilih, baik diarea striatal maupun limbik di otak dan antipsikoti atipikal menghasilkan
reseptor dopamin dan serotonin selektif yang menghambat sistem limbik. Memberikan efek
antipsikotik (gejala positif) dan mengurangi gejala negatif.
2. Menurut Doenges (2007, hlm.253) prosedur diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fungsi
otak pada penderita gangguan jiwa adalah sebagai berikut:
Induvidu dengan gejala negatif seringkali menunjukkan abnormalitas struktur otak dalam sebuah
hasil CT scan. (Townsend, 2003, hlm. 318)
Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme glukosa, aliran darah terutama yang
terkait dengan psikiatri.
Digunakan untuk pasien yang mengalami depresi. Pengobatan dengan ECT dilakukan 2 sampai 3 kali
per minggu dengan total 6 sampai 12 kali pengobatan. (Townsend, 2003, hlm.316)
Metode Psikososial
Menurut Hawari (2006, hlm. 105-111) ada beberapa terapi untuk pasien skizofrenia, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila penderita dengan terapi
psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih
dan pemahaman diri sudah baik. (Hawari, 2006, hlm. 105)
2. Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak bergantung pada orang
lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. (Hawari, 2006, hlm. 108-109)
3. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai manfaat. Diantaranya yaitu
gejala-gejala klinis gangguan jiwa lebih cepat hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaya
lebih cepat teratasi, dan lebih cepat dalam beradaptasi dengan lingkungan. Terapi keagamaan yang
dimaksud adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, shalat, ceramah
keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagainya. (Hawari, 2006, hlm. 110-111)