Anda di halaman 1dari 15

TUGAS AKHIR SMESTER

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II (FARMAKOKINETIK)

DISUSUN OLEH :

NAMA : BQ MIFTAHUL JANNAH

NIM : 15.9.3.004

KELAS: II.A

PROGRAM STUDY DIII FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM

2017/2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Farmakokinetik mempelajari kinetika absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi. Terdapat berbagai metode analitik yang dapat digunakan untuk menentukan
kadar obat dalam cairan hayati. Pengukuran kadar obat dalam cairan hayati bertujuan
untuk menentukan nilai parameter farmakokinetik. Seperti telah diketahui, parameter
farmakokinetik obat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran kadar obat dalam cairan
hayati (darah, urine, saliva, dan cairan tubuh lainnya).
Oleh karena itu agar nilai-nilai parameter farmakokinetik obat dapat
dipercaya, metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria, yaitu meliputi
perolehan kembali (recovery), presisi, dan akurasi. Persyaratan yng dituntut bagi
suatu metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan yang tinggi (75-90%),
kesalahan acak dan kesalahan sistematik kurang dari 10% (Pashla dkk,1986).

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui, memahami dan terampil dalamm elakukan sampling
cairan hayati (darah, urin, dan saliva).
2. Mengetahui dan mengerjakan prosedur penetapan kadar parasetamol dalam
sampel darah dengan metode Chafetz.
3. Mahasiswa mampu menetapkan panjang gelombang serapan maksimum
parasetamol dalam darah.
4. Mahasiswa mampu membuat serilarutan kadar parasetamol dalam darah dan
dapat menghitung kadar obat dalam darah berdasarkan persamaan kurva baku.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Parasetamol atau asetaminofen adalah senyawa turunan para-aminofenol yang


memiliki rumus bangun seperti di bawah ini:

Parasetamol berupa serbuk hablur atau serbuk putih yang tidak berbau dengan
rasa agak pahit. Kelarutan parasetamol yakni larut dalam air mendidih dan dalam
NaOH 1 N, serta mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995). Parasetamol merupakan
obat asam lemah dengan pKa 9,5 (Katzung, 1989).

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama


dan digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretiknya ditimbulkan oleh gugus
aminobnezen. Efek analgesik parasetamol serupa dengan asam salisilat, yaitu
menghilangkan nyeri ringan sampai sedang dengan mekanisme yang diduga
berdasarkan efek sentralnya. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis
prostaglandin yang lemah. Dalam plasma, 25 % parasetamol terikat pada protein
plasma. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena
kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik (Wilmana, 1995).
Plasma darah adalah komponen darah berbentuk cairan berwarna kuning yang
menjadi medium sel-sel darah, dimana sel darah ditutup, yang berbentuk butiran-
butiran darah. Di dalamnya terkandung benang-benang fibrin/fibrinogen yang
berguna untuk menutup luka yang terbuka. Plasma darah merupakan komponen
terbesar dalam darah. Dimana besar volumenya 55 % dari volume darah yang terdiri
dari 90% berupa air dan 10% berupa larutan protein, glukosa, faktor koagulasi, ion,
mineral, hormon dan karbon dioksida. Fungsi plasma darah adalah mengangkut sari
makanan ke sel-sel serta membawa sisa pembakaran dari sel ke tempat pembuangan
serta menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit atau zat antibodi
(Montgomery et al,. 1992).

Dua fungsi utama albumin adalah untuk transport molekul kecil dalam plasma
dasn cairan ekstraseluler, dan untuk mempertahankan tekanan osmotik dalam kapiler
nonspesifik (Montgomery et al., 1992) yang memiliki 2 tempat ikatan pada setiap
molekulnya (Rang et al., 2003).
Pengikatan molekul kecil pada protein dapat dituliskan dengan persamaan
umum sebagai berikut: [P] + [A] [PA], dimana [P] = protein yang tidak membentuk
kompleks dengan molekul kecil, [A] = kadar molekul kecil yang tidak terikat, dan
[PA] = kadar kompleks protein-molekul kecil (Montgomery et al., 1992).
Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik analisis fisika kimia yang
mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik pada
panjang gelombang 190-380 nm (UV) dan 380-780 nm (Vis) dengan memakai
instrument spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Sedangkan kolorimetri
mencakup pengubahan senyawa tidak berwarna menjadi senyawa berwarna dan
penentuan fotometrinya dilakukan dalam daerah sinar tampak (400-800 nm) (Roth
dan Blaschke, 1981).
Metode Chafest sangat spesifik untuk parasetamol meskipun dipengaruhi oleh
salisilat (Chamberlain, 1995). Asam salisilat akan memberikan reaksi yang mirip
dengan parasetamol, tetapi di dalam plasma asam salisilat baru akan memberikan
intensitas warna yang mirip dengan 20 μg/ml parasetamol jika kadar asam salisilat di
dalam plasma 1000 μg/ mL. Sampel yang terkontaminasi oleh heparin yang
mengandung kresol sebagai pengawet dapat memberikan hasil yang semu sebesar 200
μg/ mL (Widdop, 1986).
Cincin aromatis dari parasetamol akan dinitrasi oleh asam nitrit menjadi 2-
nitro-4-asetamidofenol. Produk ini kemudian dilarutkan dalam natrium hidroksida
sehingga suasananya menjadi basa. Dalam suasana inilah larutan akan memberikan
kromofor yang kuat sehingga absorbansi dapat terbaca pada 430 nm (Chafetz et al.,
1971).

Namun, metode ini tidak dapat mengukur dengan tepat konsentrasi


parasetamol dalam plasma di bawah 50 μg/ mL sehingga pada konsentrasi tersebut
biasanya digunakan metode kromatografi (Widdop, 1986). Dalam klinik, metode ini
biasanya digunakan untuk penetapan kadar parasetamol plasma pada kasus overdosis
(Chambers dan Jones, 1976).
Parameter kesahihan (validasi) metode analisis antara lain akurasi, presisi,
spesivitas, linearitas, sensitivitas, dan ruggedness. Akurasi yang baik untuk
bioanalisis rentang akurasi 80-120 % masih bisa diterima. Untuk bioanalisis CV= 15-
20 % masih diterima. Linearitas yang bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien
korelasi (r) > 0,999 (Mulja dan Hanwar, 2003).
Sensitivity metode analisis adalah kemampuan metode analisis untuk
memisahkan perbedaan kecil dalam konsentrasi analit. Ada dua faktor yang
mempengaruhi sensitivitas yaitu slope kurva baku dan keterulangan (Skoog, 1994).
Ruggedness digunakan untuk melihat reprodusibilitas hasil analisis
menggunakan sampel yang sama dengan berbagai macam kondisi percobaan seperti
laboratorium, analisis, instrument, waktu yang berbeda dan lain-lain (Anonim b,
1995).
Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode yang
digunakan harus tepat dan dalam pengerjaannya diperlukan suatu ketelitian yang
cukup tinggi agar diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat menghindari
kesalahan yang fatal. Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh lebih dari 10 %,
akan tetapi hal ini tergantung pula pada alat yang digunakan (Ritschel, 1976).
Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal-hal penting dalam
farmakokinetika yang digunakan sebagai parameter- parameter antara lain :
 Tetapan laju invasi atau tetapan absorpsi.
 Volume distribusi : menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan konsentrasi
obat (C) di dalam darah atau plasma.
 Ikatan protein.
 Laju eliminasi dan waktu paruh dalam plasma (t1/2)
 Clearence ginjal, ekstrarenal dan total
 Luas dibawah kurva dalam plasma (AUC)
 Ketersediaan hayati

Parameter di atas diperoleh dari perubahan konsentrasi bahan obat dan


metabolitnya dalam cairan darah (darah, plasma, serum) dan dalam urin terhadap
waktu. Kedua cairan tersebut mudah dilewati dan konsentrasi dalm darah yaitu alat
transportnya, mencerminkan proses kinetika dalam organisme (Mutschler, 1991).
BAB III

METODE PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan


Alat Bahan
Silet bedah Plasma darah kelinci
Kapas Alkohol
Silet/ pisau cukur Betadin
Holder Asam klorida
Sarung tangan TCA 10%
Tabung efendrop Antikoagulan
Tabung reaksi Asam sulfamat
Pipet tetes NaOH
sentrifus NaNO2
Spuit 1cc paracetamol
Pipet volume Aquades
2.2 Cara Percobaan
a) Percobaan I :
 Teknik pengambilan sampel darah pada hewan uji kelinci
1) Tenangkan hewan uji terlebih dahulu
2) Masukkan hewan uji ke dalam holder
3) Bersihkan bulu telinga kelinci bagian dalam dengan silet cukur
4) Oleskan alkohol pada telinga dengan menggunakan kapas, buka
pembuluh darah dengan silet
5) Tabung darah dengan tabung efendrop jika darah tidak menetes
hangati dengan kapas
6) Tutup kembali dengan kapas dan oleskan betadin.
 Teknikpemisahan protein plasma

Darah + Heparin
Dicampur

Darah + TCA 10 % (berubahwarna)

SENTRIFUSE (2500 rpm selama 15 menit)

b) Percobaan II, III, IV : Penetapan kadar parasetamol dengan metode Chafetz


Cara 1
1) Darah kelinci yang mengandung parasetamol di tambah antikoagulan
kemudian di vortexing agar bercampur, campuran di pindahkan ke
dalam tabung reaksi lalu di tambahkan 1 ml TCA 10%
2) Campuran di pusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 2500 gram,
setelah selesai ambil 1 ml beningan masukkan kedalam tabung reaksi
3) Tambahkan HCL (0,5 ml ; 6 N) dan NaNO2 (1 ml; 10%), campurkan
dan diamkan selama 5 menit
4) Dengan hati-hati tambahkan asam sulfamat (1 ml; 15%) dan kemudian
NaOH (2,5 ml; 10%) diamkan 3 menit di tempat dingin
5) Baca intensitas warnanya (absorbansinya) pada spektrofotometer 435
nm.

Cara 2

1 ml plasma

Tambahkan 1 ml larutan parasetamol


Di campur

tambahkan 0,5 ml HCl 6 N

Tambahkan 1 ml NaNO2

Tambahkan 1 ml asam sulfamat

Tambahkan 2,5 ml NaOH

Mencaripersamaankurvabakuparasetamoldalamdarah
1) Buat larutan stok parasetamol dalam air dengan kadar 1 mg/ml (timbang 50
mg parasetamol dan larutkan sampai volumenya 25 ml)
2) Dari larutan stok parasetamol tersebut ambil 5 ml kemudian dilarutkan dalam
darah sampai volumenya tepat 10 ml
3) Dari larutan baku tersebut dibuat seri larutan parasetamol dalam darah dengan
kadar 50, 100, 150, 200, 250, dan 500 µg/ml. Kemudian diproses menurut
prosedur chafets
4) Baca serapannya pada panjang gelombang maksimum
5) Hitung persamaan kurva baku dengan regresi linear.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Percobaan


1. Percobaan I
klp Volume Darah Volume Heparin Volume TCA Volume Plasma
1 1,5 cc 5 tetes 15 tetes 1 ccc
2 1 cc 5 tetes 10 tetes 1 cc
3 0,8 cc 5 tetes 10 tetes 0,5 cc
4 1 cc 5 tetes 10 tetes 1 cc
5 1 cc 5 tetes 10 tetes 1 cc
6 1 cc 5 tetes 10 tetes 1 cc

2. Percobaan II
No Bahan Reaksi yang terjadi
1 Paracetamol + HCl Warna tidak berubah (tetap bening)
2 Penambahan NaNO2 Warna kuning terang
3 Penambahan asam Adanya busa dan larutan menjadi
sulfamat sedikit hangat
4 Penambahan NaOH Reaksinya warna kuning pekat

3. Percobaan III
Sampel cairan plasma
klp Kadar sebenarnya absorbansi
1 1 ml 0,457
2 1 ml 0,440
3 1 ml 0,524
4 1 ml 0,969
5 1 ml 0,483
6 1 ml 0,476

Sampel cairan Aquades

Sampel Kadar sebenarnya Absorbansi


Kelompok 1 Kelompok 2
I 1 mg/ml 0,923 0,851
(1&2)
II 0,5 mg/ml Kelompok 3 Kelompok4
(3&4) 2,334 2,309
III 0,25 mg/ml Kelompok 5 Kelompok 6
(5&6) 1,489 1,472

3.2 Pembahasan
BAB V

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anonim a, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 765, Depkes RI, Jakarta

Chafetz et al., 1971, Selective Colorimetric Determination of Acetaminophen,


J.Pharm. Sci.,60 93), 463-466

Katzung, 1989, Basic and Clinical Pharmacology, diterjemahkan oleh Binawati,


H.K., Budi, I., Christianto, S., Hermawan, S., Yurita, H.H., Gunadi, B., Petrus, A., edisi 3, 3,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Montgomery et al,. 1992. BioChemistry; A Case Oriented Approach. Alih bahasa


Staff Pengajar FKUI,. Edisi V. Jilid I. Binarupa Aksara. Jakarta. Pp. 80-91.

Mulja,. M,. Dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Cetakan Pertama. Airlangga
University Press. Surabaya.pp. 6-9

Ritschel. W. A. 1976. Handbook of Basic Pharmacokinetics. 1st edition. Drug


Inteligence Publication Inc. Hamilton. USA.pp 78

Roth, H.J., Blaschke, 1981, Pharmaceutical Analysis, diterjemahkan oleh sarjoko


Kisman dan Slamet Ibrahim, 359-361, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Widdop, B., 1986, Hospital Toxicology and Drug Abuse Screening, in Moffat A.
C.,Jackson J.V., Moss, M.S., Widdop, B.,Greenfield, E.S., (Eds) Clarke’s Isolation and
Identification of Drug in Pharmaceutical, Body Luids, and Post Mortem Material, 2nd Ed.,
23, The Pharmaceutical Press, London
Wilmana, P.F., 1995, Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid
dan Obat Pirai, dalam Ganiswara, S.G., Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, 214, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai