Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
                         
           A.   Latar Belakang
Perkembangan dunia global dalam masyarakat internasional pada zaman sekarang sudah
banyak   yang   melintasi   batas­batas   wilayah   teritorial   suatu   negara.   Dan   hal   ini   sudah   tentu
memerlukan suatu aturan atau tata tertib hukum yang jelas dan tegas. Yang bertujuan untuk
menciptakan   suatu   kerukunan   dalam   menjalin   kerjasama   antar   negara   yang   saling
menguntungkan. Dan sumber hukum internasional seperti perjanjian internasional, kebiasaan
internasional, dan sebagainya memilki peran penting dalam mengatur masalah­masalah bersama
yang dihadapi subyek­subyek hukum internasional.

        B.  Tujuan
Makalah   ini   kami   susun   selain   untuk   memenuhi   salah   satu   tugas   mata   pelajaran
Pendidikan   Kewarganegaraan,   juga   kami   memiliki   tujuan   agar   dapat   membantu   menambah
referensi mengenai sistem hukum internasional.

          C.    Metode Penulisan 

Metode yang kami gunakan dalam menyusun makalah ini adalah metode daftar pustaka.
Dimana metode ini kami pilih untuk bahan sumber serta pedoman untuk kami dalam menyusun
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

          A.   Sistem Hukum Internasional
Sistem   hukum   internasional   adalah   satu   kesatuan   hukum   yang   berlaku   dan   wajib
dipatuhi oleh seluruh komunitas internasional. Artinya hukum internasional harus dipatuhi oleh
setiap negara.Sistem hukum internasional juga merupakan aturan­aturan yang telah diciptakan
bersama oleh negara­negara anggota yang melintasi batas­batas negara.

          B.   Pengertian Hukum Internasional
Pengertian hukum internasional secara umum merupakan bagian hukum yang mengatur
aktifitas   entitas   dalan   skala   internasional.   Awalnya   hukum   internasional   hanya   diartikan
sebagai   perilaku   dan   hubungan   antar   negara   namun   dalam   perkembangan   pola   hubungan
internasional   yang   semakin   kompleks   pengertian   ini   mulai   meluas   sehingga   hukum
internasional   juga   mengurusi   struktur   dan   perilaku   organisasi   internasional   dan   pada   batas
tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Namun disamping itu, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai hukum
internasional. Diantaranya adalah :
          1.      J.G Starke
Hukun internasional   adalah  sekumpulan   hukum­hukum  (body of  law)  yang sebagian   besar
terdiri dari asa­asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antarnegara.
           2.      Wirjono Prodjodikoro
Hukum internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antara berbagi bangsa
di berbagai negara.
           3.      Mochtar Kusumaatmaja
           4.      Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas­batas negara antara :
∙         Negara dengan negara
∙         Negara dan subyek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain

       C.   Asal Mula Hukum Internasional
Hukum   internasional   sudah   dikenal   oleh   bangsa   romawi   sejak   tahun   89   sebelum
masehi. Mereka mengenal adengan nama ius civile (hukum sipil) dan ius gentium (hukum
antar bangsa). Ius civile merupakan hukum nasional yang berlaku yang berlaku bagi warga
romawi dimanapun mereka berada. Ius gentium yang kemudian berkembang menjadi ius inter
gentium ialah hukum yang merupakan bagian dari hukum romawi yang diterapkan bagi orang
asing yang bukan orang romawi, yaitu orang­orang jajahan atau orang­orang asing. 
Kemudian   hukum   ini   berkembang   menjadi   volkernrecht   (bahasa   Jerman),   droit   des   gens
(bahasa   Prancis),   dan   law   of   nations   atau   international   law   (bahasa   Inggris).   Pengertian
volkernrecht  dan ius gentium sebenarnya tidak sama  karena dalam hukum Romawi, istilah ius
gentium memiliki pengertian :
             a.       Hukum yang mengatur hubungan antara dua orang warga kota Roma dan orang asing.
             b.      Hukum ynag diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur masyarakat segala bangsa,
yaitu hukum alam yang menjadi dasar perkembangan hukum internasional di Eropa pada abad
ke­15 sampai dengan abad ke­19.
     Seiring dengan perkembangan yang ada, pemahaman mengenai hukum internasional dapat
dibedakan dalam 2 hal, yaitu :
                a.       Hukum Perdata Internasional. Yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum hukum
antar warga negara suatu negara dan warga negara dari negara lain.
                b.       Hukum publik internasional, yaitu hukum yang mengatur negara yang satu dengan
negara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antarnegara).
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata
Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang
melintasi   batas   negara   atau   hukum   yang   mengatur   hubungan   hukum   perdata.   Sedangkan
Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan
atau   persoalan   yang   melintasi   batas   negara   (hubungan   internasional)   yang   bukan   bersifat
perdata.
Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas
negara(internasional).   Perbedaannya   adalah   sifat   hukum   atau   persoalan   yang   diaturnya
(obyeknya).

            D.   Hukum Internasional Dalam Arti Modern
Hukum   internasional   yang   kita   kenal   sekarang   merupakan   hasil   dari   diadakannya
konfernsi   Wina   tahun   1969   yang   diikuti   oleh   para   pakar   hukum   dunia.   Hasil   konferensi
tersebut   menyepakati   sebuah   naskah   hukum   internasional,   baik   yang   menyangkut   hukum
perdata maupun hukum publik

               E.     Asas­asas Hukum Internasional

Dalam menjalin  hubungan antar bangsa, ada beberapa asas yang harus diperhatikan
oleh setiap negara.

         a.       Asas Teritorial
Didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Intinya, negara melaksanakan hukum bagi
semua orang dan semua barang yang ada di wilayah negaranya.
         b.      Asas Kebangsaan
Didasarkan   atas   kekuasaan   negara   untuk   warga   negaranya.   Intinya,   setiap   warga   negara
dimanapun dia berada tetap mnedapatka perlakuan hukum dari negaranya sendiri meskipun
seddang berada di negara asing.
         c.       Asas kepentingan umum
Didasarkan   pada   wewenang   negara   untuk   melindungi   dan   mengatur   kepentingan   dalam
kehidupan masyarakat. Jadi, hukum tidak terikat pada batas­batas wilayah suatu negara.

Ketiga asas ini sangat penting untuk diperhatikan, apabila tidak diperhatikan dengan baik maka
akan timbul ketidak­sesuaian hukum dalam menjalankan hubungan internasional.

             F.    Sumber Hukum Internasional
Menurut   Mochtar   Kusumaatmaja   dalam   buku   “Hukum   Internasional   Humaniter”,
sumber hukum internasional dapat dibedakan mennjadi sumber hukum dalam arti material dan
sumber hukum dalam arti formal. 
             a.       Dalam Arti Material
Hukum   internasional   tidak   dapat   dipaksakan   seperti   hukum   nasional.   Pada   dasarnya
masyarakat negara­negara atau masyarakat bangsa­bangsa yang anggotanya didasarkan pada
kesukarelaaan dan kesadaran, sedangkan kekuasaan tertinggi tetap berada di negara masing­
masing.  
Meski demikian, ada sebagian besar negara anggota masyarakat  yang mentaati kaidah­kaidah
hukum internasional. Mengenai hal ini ada dua aliran yang memiliki pendapat berbeda.
∙         Aliran naturalis
Bersandar  pada  hak  asasi  dan hak  alamiah.  Menurut  teori   ini,  hukum  internasional   adalah
hukum alam sehingga kedudukannya dianggap lebih tinggi dari pada hukum nasional. Pencetus
teori ini adalah Grotius (Hugo De Groot) dan kemudian disempurnakan oleh Emmerich Vattel,
ahli hukum dan diplomat Swiss.
∙         Aliran positivisme
Mendasarkan berlakunya hukum internasional pada persetujuan bersama dari negara­negara
ditambah dengan asas pacta sunt servanda yang dianut oleh mazhab Wina dengan pelopornya
yaitu Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen pacta sunt servanda merupakan kaidah dasar pasal
 26 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian (Viena Convention of The Law of treatis) tahun
1969.

  b.    Dalam Arti Formal
Menurut Brierly, sumber hukum internasional  dalam  arti formal  merupakan sumber
hukum paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dapat dipergunakan oleh
Mahkamah Internasional di dalam memutuskan suatu sengketa internasional. Pasal 38 Piagam
Mahkamah   Internasional   Permanen   tertanggal   16   Desember   1920   dapat   dipakai   oleh
Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan persoalan Internasional. 
Sumber­sumber   hukum   internasional   sesuai   dengan   yang   tercantum   di   dalam   Piagam
Mahkamah Internasional pasal 38 adalah sebagai berikut :
          ∙         Perjanjian Internasional (Traktat=Teraty)
                   ∙          Kebiasaan­kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktik umum dan diterima
sebagai hukum
          ∙         Asas­asas umum hukum yang diakui oleh bangsa­bangsa beradab
                   ∙          Keputusan­keputusan hakim dan ajaran­ajaran para ahli hukum internasional dari
berbagai negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum, dan
          ∙         Pendapat­pendapat para ahli hukum yang terkemuka

                  G.  Subjek Hukum Internasional
Pihak­pihak yang dapat disebut sebagai subyek hukun internasional adalah sebagi berikut :
           a.       Negara
Merupakan   subyek   hukum   internasional   dalam   arti   klasik,   artinya   bahwa   lahirnya   hukum
internasional negara sudah diakui sebagi subyek hukum internasional.
           b.      Takhta Suci
Subyek hukum yang merupakan peninggalan sejarah sejak zaman dahulu ketika paus bukan
hanya merupakan kepala gereja Roma tetapi juga memiliki kekuasaan duniawi.
           c.       Palang Merah Internasional
Merupakan   salah   satu   subyek   hukum   internasional   dan   hal   ini   diperkuat   dengan   adanya
perjanjian,   kemudian   diperkuat   oleh   beberapa   konvensi   Palang   Merah   (konvensi   Jenewa)
tentang perlindungan korban perang.
          d.      Organisasi Internasional
Merupakan subyek hukum yang mempunyai hak­hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam
konvensi­konvensi internasional.
           e.       Orang Perseorangan 
Dalam   arti   yang   terbatas   orang   perseorangan   dapat   dianggap   sebagai   subyek   hukum
internasional.
          f.       Pemberontakan dan Pihak dalam Sengketa
Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak
yang bersengketa dalam beberapa hal tertentu. 
         
                  H.  Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional
Adanya hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional ternyata menarik
para   ahli   hukum   untuk   menganalisis   lebih   jauh.   Terdapat   2   aliran   yang   coba   memberikan
gambaran bagaimana keterkaitan antara hukum internasional dengan hukum nasional. Kedua
aliran itu adalah :

             a.       Aliran monisme
Tokoh   nya   ialah   Hanz   kelsen   dan   george   scelle.   Menurut   aliran   ini   hukum   nasional   dan
internasional merupakan satu kesatuan. Hal ini disebabkan  :
            1.      Walaupun kedua sistem hukum tersebut mempunyai istilah yang berbeda, tetapi subjek
hukumnya tetap sama, yaitu individu yang terdapat dalam suatu negara.
            2.      Sama­sama meiliki kekuatan hukum yang mengikat
        b.      Aliran Dualisme
Tokohnya adalah Triepel dan anzilotti aliran ini beranggapan bahwa hukum internasional dan
hukum nasional merupakan dua sistem terpisah yang berbeda satu sama lain. Menurut aliran
ini perbedaan kedua hukum tersebut disebabakan oleh :
          1.      Perbedaan sumber hukum
          2.      Perbedaan mengenai subjek
          3.      Perbedaan mengenai kekuatan hukum

          I.      Proses Ratifikasi Hukum Internasional Menjadi Hukum Nasional
        
                     1.       Proses ratifikasi hukum internasional menurut UU no 24 tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional menimbang :
                 a.        Bahwa   dalam   rangka   mencapai   tujuan   Negara   Republik   Indonesia   sebagaimana
tercantum di dalam Pembukaan Undang­Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia   dan   seluruh   tumpah   darah   Indonesia,   memajukan   kesejahteraan   umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, Pemerintah Negara Republik Indonesia,
sebagai   bagian   dari   masyarakat   internasional,   melakukan   hubungan   dan   kerja   sama
internasional yang diwujudkan dalam perjanjian internasional;
                   b.       Bahwa ketentuan  mengenai  pembuatan  dan pengesahan  perjanjian  internasional
sebagaimana   diatur   dalam   Undang­Undang   Dasar   1945   sangat   ringkas,   sehingga   perlu
dijabarkan lebih lanjut dalam suatu peraturan perundang­undangan;
           c.       bahwa Surat Presiden Republik Indonesia No. 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960
tentang  "Pembuatan  Perjanjian­Perjanjian  dengan Negara  Lain" yang  selama  ini digunakan
sebagai pedoman untuk membuat dan mengesahkan perjanjian internasional sudah tidak sesuai
lagi dengan semangat reformasi;
            d.      bahwa pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Republik
Indonesia   dan   pemerintah   negara­negara   lain,   organisasi   internasional,   dan   subjek   hukum
internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara
pada bidang­bidang tertentu, dan oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian
internasional harus dilakukan dengan dasar­dasar yang jelas dan kuat, dengan menggunakan
instrumen peraturan perundang­undangan yang jelas pula;
            e.        bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Huruf a, b, c dan d
perlu dibentuk Undang­undang tentang Perjanjian Internasional.
Pasal 5 :
             1)       Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen,
di tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional,
terlebih   dahulu   melakukan   konsultasi   dan   koordinasi   mengenai   rencana   tersebut   dengan
Menteri.
                         2)       Pemerintah  Republik  Indonesia dalam  mempersiapkan  pembuatan  perjanjian
internasional, terlebih dahulu harus menetapkan posisi Pemerintah Republik Indonesia yang
dituangkan dalam suatu pedoman delegasi Republik Indonesia.
               3)       Pedoman delegasi Republik Indonesia, yang perlu mendapat persetujuan Menteri,
memuat hal­hal sebagai berikut :
        a)      latar belakang permasalahan;
        b)       analisis permasalahan ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek lain yang dapat
mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia;
               c)       posisi   Indonesia,   saran,   dan   penyesuaian   yang   dapat   dilakukan   untuk   mencapai
kesepakatan.
                       4)       Perundingan rancangan suatu perjanjian  internasional  dilakukan oleh Delegasi
Republik   Indonesia   yang   dipimpin   oleh   Menteri   atau   pejabat   lain   sesuai   dengan   materi
perjanjian dan lingkup kewenangan masing­masing.

          2.      Proses ratifikasi perjanjian internasional menurut pasal 11 UUD 1945  
        a)      Pengertian Ratifikasi
Ratifikasi merupakan suatu cara yang sudah melembaga dalam kegiatan hukum (perjanjian)
internasional. Hal ini menunbuhkan keyakinan pada lembaga­lambaga perwakilan­perwakilan
rakyat   bahwa   wakil   yang   menandatangani   suatu   perjanjian   tidak   melakukan   hal­hal   yang
bertentangan dengan kepentingan umum.
         b)      Proses Ratifikasi
Ratifikasi merupakan proses pengesahan.
Berikut   adalah   contoh   proses   ratifikasi   hukum   (perjanjian   internasional)   menjadi   hukum
nasional :
            ∙          Persetujuan Indonesia­Belanda mengenai penyerahan Irian Barat yang ditandatangani
di New York (15 
            ∙         Januari 1962) disebut Agreement.
            ∙          Perjanjian Indonesia­Australia mengenai garis batas wilayah antara Indonesia dengan
Papua Guinea yang ditandatangani di Jakarta 12 Februari 1973 dalam bentuk agreement.
            ∙         Persetujuan garis batas landas kontinen antara Indonesia­Singapura 25 Mei 1973
       3.      Proses ratifikasi menurut UUD 1945
Pasal   11   UUD   1945   menyatakan   bahwa   “Presiden   dengan   persetujuan   Dewan
Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara
lain”. Untuk menjamin  kelancaran  pelaksanaan  kerja sama antara  eksekutif (Presiden) dan
legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat), harus diperhatikan hal­hal berikut :
         1)       Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
                 2)       Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang dapat menimbulkan
akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara,
dan/atau   mengharuskan   perubahan   atau   pembentukan   undang­undang   harus   dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
        3)      Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang­undang

            

                  J.     Peradilan Internasional

Peradilan  Internasional   dilaksanakan  oleh   Mahkamah   Internasional   yang  merupakan


salah satu organ perlengkapan PBB yang berkedudukan di Denhaag (Belanda).

Para angota nya terdiri atas ahli hukum terkemuka, yakni 15 orang hakim yang dipilih
dari   15   negara   berdasarkan   kecakapannya   dalam   hukum.   Masa   jabatan   mereka   9   tahun,
sedangkan   tugasnya   antara   lain   selain   memberi   nasehat   tentang   persoalan   hukum   kepada
majelis umum dan dewan keamanan, juga memeriksa perselisihan atau sengketa antara negara­
negara anggota PBB yang diserahkan kepada mahkamah internasional. 

Mahkamah internasional dalam mengadili suatu perkara berpedoman pada perjanjian­
perjanjian   internasional   (   traktat­traktat   dan   kebiasaan­   kebiasaan   internasional   )   sebagai
sumber­sumber   hukum.   Keputusan   Mahkamah   Internasional   merupakan   keputusan   terakhir
walaupun   dapat   diminta   banding.   Disamping   pengadilan   mahkamah   internasional,   terdapat
juga pengadilan arbitrase internasionl. Arbitrase internasional hanya untuk perselisihan hukum,
dan keputusan para arbitet tidak perlu berdasarkan peraturan hukum.

Dalam hukum internasional dikenal juga istilah adjudikation, yaitu suatu tehnik hukum
untuk   meyelesaikan   persengketaan   internasional   dengan   menyerahkan   keputusan   kepada
peradilan.   Adjudikasi   berbeda   dengan   arbitrase   karena   adjudikasi   mencangkup   proses
kelembagaan.   Yang   dilakukan   oleh   lembaga   peradialan   tetap   semntara   arbitrase   dilakukan
melalui prosedur ade hoc. Lembaga peradilan internasional pertama yang berkaitan dengan
adjudikasi  adalah  permanent court of internasional  justice  ( PCJI ) yang berfungsi sebagai
bagian dari sistem LBB mulai tahun 1920 hingga 1946. PCJI dilanjutkan dengan kehadiran
internasional court of justice (ICJ), suatu organ pokok PBB.

1. Perkembangan Pemikiran HAM

 Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :


o Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada
bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan
politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan
Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
o Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga
hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan
perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak
yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-
budaya, hak ekonomi dan hak politik.
o Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga
menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam
suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam
pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan
dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi
prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban,
karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
o Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam
proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak
negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan
yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi
kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara
di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut
Declaration of the basic Duties of Asia People and Government

 Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:

1. Magna Charta

Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa
dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang
tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak
terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat
diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).
1. The American declaration

Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of


Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa
manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir
ia harus dibelenggu.

1. The French declaration


Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana
ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang
antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu
berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian
ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. The four freedom
Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk
agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari
kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai
dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha,
pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan
untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).
 Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia:
o Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada
Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan
yang sama hak kemerdekaan.
o Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3
UUD dalam 4 periode, yaitu:
1. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945
2. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia
Serikat
3. Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950
4. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945

1. HAM Dalam Tinjauan Islam

Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama
telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu,
perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang
wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang
diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi
(Abu A’la Almaududi, 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia
(hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah
melandasi manusia dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang
terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat.
Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk
mengelola harta yang dimilikinya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris
(theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur
tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga
masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada
ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep
tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution
dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren
membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber
utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative,
juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam, pertama, Hak Darury (hak
dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat
manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai
misal, bila hak hidup dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy) yakni
hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak
seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya
hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak
primer dan sekunder (Masdar F. Mas’udi, 2002)
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al Maududi
menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah
1. Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama
dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah
dan ilegal.
2. Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak
bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan
memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
3. Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut
keyakinan masing-masing
4. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara
tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah
satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.

1. HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional

Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis yang


memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara). Kedua, dalam
ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan
pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan
peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat
karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam
ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang, antara lain
melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam
konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam
konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk
Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya
mengalami perubahan.
1. Pelanggaran HAM dan pengadilan HAM

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak
akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan
HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran
HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok
etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota
kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota
kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan
secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari
kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan,
perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan
atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas)
ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran
secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap
suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara
paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan
aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap
pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga
pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap pelanggaran
HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi
harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan
khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum.
1. Penaggung jawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion),
perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM.

Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja


dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya negara dan
individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan
perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh
negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan
pelanggaran HAM secara horizontal.
1. Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
1. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang
menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2. Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah
kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
3. Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para
pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga
sangat rentan terjadi kecelakaan.
4. Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM
ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus
kendaraan yang tertib dan lancar.
5. Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu
dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak
bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap
individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat
bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.

HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu
memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran
Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat
dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau
suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM,
pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM
sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
2. Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan
HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang
lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita
dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara
HAM kita dengan HAM orang lain.
Disusun Oleh :
FAHMI ANDINI
Kelas : XI IPS 2

Anda mungkin juga menyukai