Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahasa merupakan salah satu unsur identitas nasional. Bahasa


dipahami sebagai sistem perlambangan yang secara arbiter dibentuk atas
unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana
berinteraksi manusia. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang
mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.
Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa
nasional. Bahasa Indonesia dahulu dikenal dengan bahasa melayu yang
merupakan bahasa penghubung antar etnis yang mendiami kepulauan
nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung antara suku-suku, bahasa
melayu juga menjadi bahasa transaksi perdagangan internasional di
kawasan kepulauan nusantara yang digunakan oleh berbagai suku bangsa
Indonesia dengan para pedagang asing.
Oleh karena itu, dalam pembahasan kali ini akan membahas
tentang asal mula lahirnya bahasa Indonesia, mengapa bahasa Melayu
Riau dijadikan bahasa pemersatu, peristiwa-peristiwa penting
perkembangan bahasa Indonesia, dan proses penyempurnaan ejaan bahasa
Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana asal mula lahirnya Bahasa Indonesia?


2. Mengapa bahasa Melayu Riau di pilih sebagai Bahasa Pemersatu
Negara Republik Indonesia?
3. Apa saja peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan bahasa
Indonesia?
4. Bagaimana proses penyempurnaan ejaan bahasa Indonesia?
C. TUJUAN

1. Mengetahui asal mula lahirnya Bahasa Indonesia.


2. Mengetahui bahasa Melayu Riau di pilih sebagai Bahasa Pemersatu
Negara Republik Indonesia.
3. Mengetahui peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan bahasa
Indonesia.
4. Mengetahui proses penyempurnaan ejaan bahasa Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. ASAL MULA LAHIRNYA BAHASA INDONESIA

Dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dengan yang namanya


bahasa, karena bahasa merupakan alat komunikasi. Sebagai warga negara
Indonesia mungkin hanya sebagian yang mengenal seluk beluk tentang
bahasa Indonesia, sedangkan yang lain hanya mengenal bahasanya saja
tanpa mengenal bagaimana sejarah dan perkembangannya bahasa
indonesia. Apabila ingin mengetahui perkembangan bahasa indonesia
maka kita dihadapkan pada bahasa Melayu sebagai akar dari bahasa
Indonesia.

Pembicaraan mengenai orang Melayu dan Kebudayaannya bukan


hanya menyangkut tentang Malaysia yang di kenal berbahasa Melayu,
tetapi lebih luas lagi, karena memakai bahasa Melayu itu jauh lebih
tersebar. Peranan bahasa Melayu sebagai “Lingua Franca” dari mulai
pantai Afrika sampai Guam, Papua dan Kaledonia Baru (Collins, 1986),
misalnya membicarakan mengenai Melayu kepulaun dan berkaitan dengan
melayu lainnya. Penduduk Semenanjung Malaysia seperti kelompok
“masyarakat terasing” itu disebut “orang asli” yang dilihat dari sisi
geografis tersebar luas, walaupun terdapat konsentrasi bagi komunitas
Negrito dan Senoi di bgian utara. Kelompok masyarakat kecil ini banyak
memiliki berbagai persamaan dengan kelompok masyarakat terasing di
wilayah Sumatera, terutama mereka yang berada di sekitar pantai.

Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi di kerajaan


sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa penghubung antarsuku di
Nusantara dan sebagai bahasa yang digunakan dalam perdagangan antar
pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara. Seiring kemajuan
zaman, bahasa Melayu tumbuh dan berkembang dengan pesat di Nusantara
dan mulai digunakan di berbagai wilayah di Nusantara, terutama kota
besar seperti Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Palembang,
Kalimantan, dan lain sebagainya.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu di wilayah


Nusantara mempengeruhi dan mendorong rasa persaudaraan dan persatuan
antarsuku, kota, wilayah di Nusantara. Para pemuda dari berbagai wilayah
yang tergabung dalam perkumpulan-perkumpulan yang sedang bangkit
mulai resmi dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Melayu yang kini
menjadi bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan negara Republik
Indonesia.

` Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak lebih jelas


dari berbagai peninggalan-peninggalan misalnya:

1. Prasasti kedudukan bukit, di Palembang pada tahun 638


2. Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada tahun 684
3. Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686
4. Prasasti Karang Brahi Brangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688
5. Prasasti Gandasuli, di Jawa Tengah pada tahun 832
6. Prasasti Bogor di Bogor pada tahun 942

Bahasa Melayu pada zaman Sriwijaya pada batu bersurat


merupakan bahasa Melayu tertua, berabad-abad lebih tua dari pada sisa-
sisa bahasa jawa kuno, sebagai sisa-sisa peninggalan yang tertua yang
pernah ditemukan orang tentang bahasa-bahasa Austronesia. Sriwijaya
pada saat itu bukan saja sebagai pusat politik di Asia Tenggara tetapi juga
menjadi pusat pengetahuan, utamanya di kalangan agama Budha.

Penyebaran bahasa Melayu yang demikian luas juga di buktikan


oleh adanya berbagai dialek bahasa Melayu yang daerahnya terpencar-
pencar. Dialek-dialek itu mencerminkan penyebaran bahasa Melayu yang
telah sedemikian luas pada masa itu.
Bukti lain tentang pemakaian bahasa Melayu sebagai bahasa resmi
Sriwijaya didapati pada buku-buku harian musafir China. Disana
dikatakan bahwa bahasa yang digunakan di Nusantara adalah bahasa
Kwun-Lun. Bahasa ini secara kuat di tafsirkan sebagai bahasa Melayu
kuno yang telah menyebar ke seluruh Nusantara. Bahkan Musafir I Tsing
mengatakan bahwa bahasa Kwun-Lun atau Melayu kuno itu digunakan
oleh Sriwijaya sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar-mengajar
tata bahasa Sanskerta.

Berdasarkan fakta-fakta yang ada, dapatlah dikemukakan bahwa


pada zaman sriwijaya bahasa melayu telah berfungsi :

1. Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan


hidup dan sastra
2. Bahasa perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia
3. Bahasa yang digunakan dalam perdagangan antar pedagang dari dalam
Nusantara dan dari luar Nusantara
4. Bahasa resmi Kerajaan

Sejalan dengan perkembangan bahasa Melayu yang semakin pesat,


pergerakan kebangsaan Indonesia untuk mencapai kemerdekaan dan bebas
dari penjajah semakin gencar. Dalam hal ini pemuda-pemuda menyadari
bahwa untuk mencapai kemerdekaan diperlukan alat komunikasi yang
dapat menyatukan pikiran dan cita-cita mereka, yakni bahasa persatuan.
Untuk merealisasi gagasan itu, maka pada peristiwa Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928 diangkatlah sebuah bahasa persatuan “bahasa
Indonesia”, yang tidak lain adalah bahasa Melayu Riau.
B. ALASAN BAHASA MELAYU RIAU DI PILIH SEBAGAI BAHASA
PEMERSATU NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara


Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1. Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di


Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang
merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
2. Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa
Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang
dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun
pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat
menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
3. Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu
Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, Maluku, Jakarta (Betawi),
ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari
Riau, Sultan Malaka yang terakhir pun lari ke Riau selepas Malaka
direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai lingua franca, Bahasa Melayu
Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Cina
Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
4. Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia.
Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia
masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah
Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai
bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti
Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik
dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.

C. PERISTIWA-PERISTIWA PENTING PERKEMBANGAN BAHASA


INDONESIA

1. Sejarah Bahasa Indonesia yang dimulai pada tahun 1901. Pada saat itu
disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuiysen dan ia
dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2. Kemudian pada tahun 1908 Pemerintah Hindia-Belanda (VOC)
mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama
Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang
kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu
menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan,
buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan,
yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan
masyarakat luas.
3. Barulah tanggal 28 Oktober 1928 menjadi saat-saat yang paling
menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada
tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang
kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia.
4. Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan
muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin
oleh Sultan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan. Sastrawan inilah
yang mampu memunculkan karya-karya dengan penggunaan bahasa
Indonesia sehingga dapat dikenal luas oleh masyarakat.
5. Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa
Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa
usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan
secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
6. Walaupun telah diikrarkan dalam Sumpah Pemuda, namun secara
yuridis belum ada penetapan resmi penggunaan bahasa Indonesia.
Akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-
Undang Dasar RI 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36)
menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Inilah bukti sah
penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
7. Perkembangan selanjutnya, pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan
penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti
Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
8. Ini adalah penyempurnaan pertama tata bahasa Indonesia. Setelah
Kongres pertama dilaksanakan, digelarlah Kongres Bahasa Indonesia
II di Medan pada tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1954 yang
menjadi perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa
kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
9. Di era Orde Baru penyempurnaan bahasa Indonesia juga dilakukan.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik
Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang
DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun
1972. EYD inilah yang menjadi tonggak utama penggunaan bahasa
Indonesia yang baku.
10. Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi
berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
11. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1978 merupakan peristiwa
penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan
dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain
memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa
Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan
dan fungsi bahasa Indonesia. Dalam kongres ini disepakati pula bahwa
Kongres Bahasa Indonesia dilaksanakan setiap 5 tahun sekali setiap
peringatan Hari Sumpah Pemuda.
12. Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal
21-26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya
disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua
warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
13. Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober
hingga 3 November 1988. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh
ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi
negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei
Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia.
Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa
di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia.
14. Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tangaal 28 Oktober
hingga 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari
Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia,
Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia,
Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan
agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan
statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan
disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
15. Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia,
Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan
dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan :
1. Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang
mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
2. Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status
kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

16. Kongres Bahasa Indonesia VIII akan digelar di Hotel Indonesia Jakarta
pada 14-17 Oktober 2003. Kongres tersebut bertema “Pemberdayaan
Bahasa Indonesia Memperkukuh Ketahanan Budaya Bangsa dalam Era
Globalisasi” yang dijabarkan ke dalam tiga pokok bahasan yang
mencakupi bahasa, sastra, dan media massa. Peningkatan mutu bahasa
Indonesia dalam menghadapi budaya global merupakan topik dalam
pokok bahasan Bahasa, sedangkan pemantapan peran sastra,
peningkatan mutu karya sastra dan peningkatan apreasiasi sastra, serta
peningkatan mutu pendidikan sastra ada di antara topik-topik lain pada
bidang sastra. Peserta kongres diperkirakan berjumlah 1.000 orang,
terdiri atas peserta undangan dan peserta biasa, yang berasal dari
berbagai kalangan, antara lain tokoh masyarakat, budayawan, peminat
bahasa dan sastra, serta wakil organisasi profesi dari dalam dan luar
negeri.

D. PROSES PENYEMPURNAAN EJAAN BAHASA INDONESIA

1. Ejaan Van Ophusysen

Sebelum tahun 1901 bahasa Melayu masih dituliskan dengan


huruf Arab Melayu. Karena pengaruh bahasa Belanda yang ditulis
dengan huruf Latin, maka beberapa bahasa Melayu yang ada di
Indonesia kemudian ada yang dituliskan dengan menggunakan hurup
Latin. Pemakain hurup Latin ini mempunyai perbedaan antara daerah
satu daerah yang lain, sehingga tidak terdapat keseragaman.

Van Ophusyen adalah orang Belanda yang memiliki banyak


pengetahuan tentang bahasa Melayu. Ia berhasil menciptakan sebuah
ejaan dalam hurup Latin untuk menuliskan bahasa Melayu. Usaha
yang dimulainya sejak tahun 1896 tersebut diselesaikan pada tahun
1901. Hasil pemikiran itu kemudian disahkan oleh pemerintah
Belanda yang dimuat dalam karangan yang berjudul Kitab Logat
Melayu. Sejak tahun 1901 itu pula timbul keseragaman ejaan untuk
menuliskan bahasa Melayu.

Dalam merancang ejaan itu Charles Van Ophuisyen yang dibantu


oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim
menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang
kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui
pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan


karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti
mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y
seperti dalam Soerabaïa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda deakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk
menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

2. Ejaan Soewandi

Setelah beberapa tahun ejaan Van Ophusyen digunakan di


Indonesia, terlihat adanya beberapa kekurangan dan kelemahan.
Kekurangan itu terutama terdapat pada fonem-fonem yang merupakan
fonem asing yang tidak dikenal dalam bahasa Melayu atau bahasa
Melayu atau bahasa Indonesia.

Ejaan Soewandi ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947


menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan baru ini sebenarnya adalah
Ejaan Van Ophusyen yang disederhanakan dengan perubahan kecil
yang dianggap akan berguna dalam pemakain praktis. Hal-hal yang
perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan ini adalah :

1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.


2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata
tak, pak, rakjat, dsb.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-
jalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai
dengan kata yang mendampinginya.
3. Ejaan Melindo
Dalam pertemuan antar pemerintah Indonesia dengan pemerintah
Persekutuan Tanah Melayu yang diselenggarakan pada tanggal 4-7
Desember 1959, telah diambil keputusan yang berupa pengumuman
bersama Ejaan Melayu Indonesia yang disingkat dengan Ejaan
Melindo. Keputusan ini diprakarsai oleh Slamet Mulyono dan Syed
Nasir bin Ismail, sebagai ketua.
Keputusan bersama itu didasarkan pada perjanjian kerjasama
kebudayaan antara kebudayaan Indonesia dengan Pemerintah
Persekutuan Tanah Melayu (Malaysia). Dalam pengumuman itu
ditetapkan pemakaian Ejaan Melindo akan diresmikan di kedua
wilyah pemerintahan selambat-lambatnya bulan Januari 1962
Karena perkembangan politik yang kurang baik antara kedua
belah pihak pemerintah, maka peresmian itu kemudian dibatalkan.
Dasar pemikiran Ejaan Melindo sejajar dengan pembaharuan, yaitu
keduanya berpegang pada satu fonem satu tanda.
4. Ejaan yang di sempurnakan (EYD)

Ejaan yang disempurnakan merupakan pembaharuan ejaan


sebelumnya, yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas
dibandingkan ejaan terdahulu.
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus
1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan
Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua
bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia,
semakin dibakukan.

Indonesia Malaysia
Sejak 1972
(pra-1972) (pra-1972)

Tj Ch C

Dj J J

ch Kh Kh

nj Ny Ny

sj Sh Sy

j Y Y

oe* U U
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bahasa Indonesia mengalami sejarah yang begitu panjang. Dimulai
dari asal mula lahirnya bahasa Indonesia, alasan bahasa Melayu Riau di
pilih sebagai Bahasa Pemersatu Negara Republik Indonesia. Semua itu
tidak terlepas dari perjuang rakyat dan pemerintah sendiri untuk
menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan Indonesia.
B. SARAN
1. Melihat perjuangan pemerintah dan rakyat dalam melakukan
penyempurnaan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Maka kita
sebagai warga Indonesia harus bangga dengan bahasa Inonesia dalam
berkomunikasi di dalam kehidupan.
2. Jika dalam penulisan karya ilmiah ini terdapat kesalahan dan
kekurangan maka penulis meminta saran dan kritik dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Jakarta: Penerbit


Ghalia Indonesia

Kusumaningsih, Dewi, dkk. Terampil Berbahasa Indonesia. Yogyakarta:


C.V andi OFFSET

Uccyjhe. 2012. ”Asal mula bahasa Indonesia dan perkembangannya”


(online), (http://uccyjhe.wordpers.com/2012/11/19/asal-mula-bahasa-
indonesia-dan-perkembangannya, diunduh tanggal 18 September 2014).

Dimasseputro’s.2010. ”Penyempurnaan ejaan bahasa Indonesia” (online),


(http://dimasseputro’s.wordspress.com/penyempurnaan-ejaan-bahasa-
indonesia, diunduh tanggal 18 September 2014)

PennaKeccil. 2012. ”Sajarah singkat ejaan bahasa Indonesia” (online),


(http://pennakeccilberfikir.comblogspot.com/2012/12/sejarah-singkat-ejaan-
bahasa-indonesia.html?m-1, diunduh tanggal 18 september 2014)

Anda mungkin juga menyukai