Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi

Menurut Muttaqin (2012) gagal ginjal akut adalah suatu keadaan

penurunan fungsi ginjal secara mendadak akibat kegagalan sirkulasi

renal, serta gangguan fungsi tubulus dan glomerulus dengan manifestasi

penurunan produksi urine dan terjadi azotemia (peningkatan kadar

nitrogen dara, peningkatan kreatinin serum, dan retensi produk metabolik

yang harus dieksresikan oleh ginjal).

Menurut Purnomo (2008) Gagal ginjal kronis adalah gagal ginjal

atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang

progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam

darah).

Menurut Suharyanto (2009) gagal ginjal kronik adalah penurunan

faal ginjal yang menahun, yang tidak reversibel yang cukup lanjut,

Penyakit ginjal dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan

fungsi ginjal progresif, dan pada umumnya.

Menurut Nursalam (2006) Gagal ginjal kronis adalah gagal ginjal

progresif yang berakibat fatal dan di tandai dengan uremia (urea dan
9

limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya

jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat di simpulkan

gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat

progresif menahun dan ireversibel yang mengakibatkan gejala seperti

sindrom uremia.

2. Anatomi fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Urinaria


Sumber (Sobotta, 2006)

Menurut Basuki B Purnomo ginjal dapat terbagi sebagai berikut :

a) Ginjal

Ginjal adalah organ saluran kemih yang terletak di rongga

retroperitoneal bagian atas.

Struktur ginjal.

Ginjal di bungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang

di sebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal dan di luar kapsula ini
10

terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat

kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/supra adrenal bersama-

sama ginjal dan jaringan lemak perirenal di bungkus oleh fasia

gerota.

b) Struktur ginjal

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks

dan medula ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron

sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal, nefron

adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus

kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis, dan duktus

kolegentes.

Daerah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh di

filtrasi di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat

yang masih di perlukan tubuh mengalami reabsorsi dan zat-zat hasil

sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urine.

Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh di filtrasi di

glomerulus dan menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di

dalam nefron di salurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises

ginjal untuk kemudian di salurkan ke dalam ureter.

c) Vaskularisasi ginjal

Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang

merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah

vena di aliran melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena


11

kava inferior. Sisteem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri

yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri

lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang arteri

ini,berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang di

layaninya.

d) Fungsi ginjal

Selain membuang sisa–sisa metabolisme tubuh melalui urine,

ginjal berfungsi juga dalam (1) mengontrol sekresi hormon-hormon

aldosteron dan ADH ( ant diuretic hormone) dalam mengatur jumlah

cairan tubuh, (2) mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D,

(3) menghasilkan beberapa hormon, antara lain eritropoetin yang

berperan dalam pembetukan sel darah merah, renin yang berperan

dalam mengatur tekanan darah, serta hormon prostaglandin.

3. Etiologi

Menurut Padila 2012 ada beberapa yang menyebabkan gagal ginjal kronik.

a) Pielonefritis

Identifikasi dan penyebab pielonefritis kronis masih

kontroversial. Masalah utama dalam identifikasi adalah banyaknya

daerah peradangan dan penyakit iskemik ginjal lain yang menghasilkan

daearah fokal segmental yang tidak dapat dibedakan dengan yang di

hasilkan oleh infeksi bakteri.


12

b) Glomerulonefritis kronis

Glomerulonefritis kronis (CGN) di tandai dengan kerusakan

glomerulus secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang

sudah berlangsung lama.

c) Hipertensi

Pada ginjal arteriorsklerosis ginjal akibat hipertensi lama

menyebabkan nefrosklerosis benigna. Gangguan ini merupakan akibat

langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah intra

renal.

d) Diabetes Mellitus

Nefropati diabetika merupakan slah satu penyebab kematian

penting pada diabetes melitus yang lama. Lebih dari sepertiga dari

semua pasien baru masuk dalam program ESRD menderita gagal

ginjal.

4. Klasifikasi

Sudoyo (2006) mengklasifikasi ginjal kronik didasarkan atas

dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar

diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar laju

filtrasi glomerulus (LFG), yang dihitung dengan mempergunakan

rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

a. Laki-Laki
(140-umur) X berat badan
LFG (ml/mnt/1,73m2) =
72 X kreatinin plasma (mg/dl)
13

b. Perempuan
(140-umur) X berat badan
LFG (ml/mnt/1,73m ) = 72 X kreatinin plasma (mg/dl) X 0,85
2

Tabel 1 : Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

LFG
Derajat Penjelasan (ml/mnt/1,73m2)
Kerusakan ginjal dengan LFG normal
1 ≥ 90
atau terjadi peningkatan
Kerusakan ginjal dengan LFG dengan
2 60-89
penurunan ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG dengan
3 30-59
penurunan sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG dengan
4 15-29
penurunan berat
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Tabel 2 : Klasifikasi berdasarkan penyakit ginjal kronik atas dasar

diagnosis etiologi (sudoyo, 2006).

Penyakit Tipe mayor (contoh)


Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes a) Penyakit glomerular (penyakit
autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
b) Penyakit vaskular (penyakit
pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
c) Penyakit tubulointerstitial
(pielonefritis kronik, batu,
obstruktif, keracunan obat)
d) Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi a) Rejeksi kronik
b) Keracunan obat recurrent
(glomerular)
c) Transplant glomerulopathy.
14

Tabel 3: Klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik menurut (Price, 2006)

Klasifikasi Penyakit Penyakit


Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronik atau refluk
neuropati.

Penyakit peradangan Glomerulonefritis

Penyakit vaskular hipertensif a) Nefrosklerosis benigna


b) Nefrosklerosis maligna
c) Stenosis arteria renalis

Gangguan jaringan ikat a) Lupus eritematosus sistemik


b) Poliarteritis nodosa

Gangguan kongenital dan a) Penyakit ginjal polikistik


herediter b) Asidosis tubulus ginjal

Penyakit metabolik a) Diabetes mellitus


b) Gout
c) Hiperparatiroidisme
d) Amiloidosis

Nefropati toksik a) Penyalahgunaan analgesik


b) Nefropati timah

Nefropati obstruktif a) Traktus urinarius bagian atas:


batu, neoplasma, fibrosis,
retroperitoneal.
b) Traktus urinarius bagian bawah;
hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika
urinaria dan uretra.
15

5. Patofisiologi

Menurut Padila 2012 proses terjadinya gagal ginjal kronis adalah sebagai

berikut :

a) Penurunan GFR

Penurunan GFR dapat di deteksi dengan mendapat urin 24 jam

untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR,

maka klierns kreatinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan

nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.

b) Ganguan klirens renal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari

penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan

penurunan klirens (subtansi darah yang seharusnya di bersihkan oleh

ginjal).

c) Retensi cairan dan natrium

Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengosentrasikan atau

mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan

natrium, meningkatnya resiko terjadinya edema, gagal jantung

kongestif dan hipertensi.

d) Anemia

Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang

tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi,

dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status ureum

pasien, terutama dari saluran GI.


16

e) Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat

Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubugan yang

saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, antara lain akan

turun dengan menurunya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat

serum dan sebaliknya penurunan dakar kalsium (Padila 2012).

6. Manifestasi klinis

Karena pada gagal ginjal kronik setiap sistem tubuh dipengaruhi

oleh kondisi uremia, maka pasien akan perlihatkan sejumlah tanda dan

gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan

tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.

Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronik mencakup

hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-

angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan edeme pulmoner

(akibat cairan berlebih), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan

perikardial oleh toksin uremik). Gejala dermatologi yang sering terjadi

mencakup rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik suatu

penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat

penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir.

Gejala gastointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia,

mual, muntah dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup

perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan

otot, dan kejang. Mekanisme yang pasti pada setiap manifestasi belum
17

dapat diidentifikasi. Namun demikian, produk sampah uremik sangat

dimungkinkan sebagai penyebabnya (Smeltzer dan Bare, 2002).

7. Pemeriksaan urin

1. Urin

Semua pemeriksaan urin secara ideal harus dilakukan pada

spesimen yang segar, khususnya yang berasal dari eliminasi urin

sewaktu bangun tidur pagi karena spesimen lebih pekak dan lebih

besar kemungkinannya untuk mengungkapkan abnormalitas. Spesimen

yang diambil secara acak merupkan bahan pemeriksaan yang

memuaskan bagi kebanyakan urinalisis dengan syarat bahwa spesimen

tersebut dikumpulkan dalam wadah yang bersih dan dilindungi

terhadap kontaminasi bakteri serta perubahan kimiawi. Semua

spesimen harus disimpan dalam lemari pendingin segera setelah di

peroleh. Jika dibiarkan dalam suhu kamar, urin akan menjadi alkalis

akibat kontaminasi bakteri pemecah ureum dari lingkungan di

sekitarnya. Pemeriksaan mikroskopik harus dilakukan dalam waktu

setengah jam setelah spesimen urin dikumpulkan, kelembatan

memungkinkan terjadinya penguraian unsur-unsur sel dan proliferasi

bakteri pada spesimen nonsteril. Kultur urin harus segera diproses. Jika

tindakan ini tidak mungkin dilakukan, kultur tersebut harus disimpan

pada suhu 4ºC (39º F).


18

8. Pemeriksaan diagnostik

1. Urin : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada

(anuria), secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,

bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat atau urat, sedimen kotor

kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemogloin, mioglobin,

porfirin.

2. Darah : kreatinin meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi.

Kadar kreatinin 10 mg/dl di duga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)

Hitung darah lengkap hemoglobin menurun adanya anemia.

Hemoglobin biasanya kurang dari 7-8 g/dl

3. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg

4. Pelogram retrograt: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

5. Ultrasono ginjal : menetukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista,

obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas

6. Endoskopi ginjal : dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal; keluar

batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.

7. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskular, massa.

8. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

9. Penatalaksanaan

a. Terapi medis

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal

dan homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada


19

gagal ginjal tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan (mis., obstruksi)

diidentifikasi dan ditangani. Komplikasi dapat dicegah atau dihambat

dengan pemberian antihipertensif, eritopoetin, suplemen besi, agens

pengikat fosfat, dan suplemen kalsium. Pasien juga perlu dapat

penanganan dialisis yang adekuat untuk menurunkan kadar produk sampah

uremik dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2002).

Intervensi diet juga perlu pada gangguan fungsi renal dan mencakup

pengaturan yang cermat terhadap masukan protein, masukan cairan untuk

mengganti cairan yang hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium

yang hilang, dan batasan kalium. Pada saat yang sama, masukan kalori

yang adekuat dan suplemen vitamin harus dianjurkan. Protein akan

dibatasi karena urea, asam urat, dan asam organik-hasil pemecahan

makanan dan protein jaringan-akan menumpuk secara cepat dalam darah

jika terdapat gangguan pada klirens tebal. Protein yang dikonsumsi harus

memiliki nilai biologis yang tinggi adalah subtansi protein lengkap dan

menyuplai asam amino yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perbaikan

sel. Biasanya cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk

24 jam. Kalori diperoleh dari karbohidrat dan lemak untuk mencegah

kelemahan. Pemberian vitamin juga penting karena diet rendah protein

tidak cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan. Selain itu,

pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah selama

penanganan dialisis (Smeltzer dan Bare, 2002).


20

Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida

mengandung aluminum yang mengikat fosfat makanan disaluran

gastrointestinal, namun demikian perhatian terhadap potensial toksitas

aluminum jangka panjang dan hubungan antara tingginya kadar aluminum

dan gejala neurologis dan osteomalasia menyebabkan dokter meresepkan

natrium karbonat dosis tinggi sebagai penggantinya. Medikasi ini juga

mengikat fosfor diet disaluran intestinal menyebabkan antasida yang

digunakan cukup diberikan dalam dosis kecil. Kalsium karbonat dan

antasida pengikat fosfat harus diberikan bersama dengan makanan agar

efektif. Antasida mengandung magnesium harus dihindari untuk mencegah

toksisitas magnesium.

Hipertensi ditangani dengan bebagai medikasi antihipertensif kontrol

volume intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner juga

memerlukan pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretik, agens

inotropik seperti digitalis atau dobutamine dan dialisis. Asidosis metabolik

pada gagal ginjal kronik biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan

penanganan, namun demikian, suplemen natrium karbonat atau dialisis

mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini

menimbulkan gejala.

Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang

adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat

terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena.


21

Pasien diharuskan diet rendah kalium. Kadang-kadang Kayexelate, perlu

diberikan secara oral (Smeltzer dan Bare, 2002).

Abnormalitas neurologi dapat terjadi dan memerlukan observasi dini

terhadap tanda-tanda seperti kedutan, sakit kepala, delirium, atau aktivitas

kejang. Pasien dilindungi dari cedera dengan menempatkan pembatas

tempat tidur. Awitan kejang dicatat dalam hal tipe, durasi dan efek umum

terhadap pasien. Dokter segera diberitahu. Diazepam intravena (valium)

atau fenitoin (dilatin) biasanya diberikan untuk mengendalikan kejang.

Anemia pada gagal ginjal kronik ditangani dengan Epogen

(eritopoetin manusia rekombinan). Anemia pada pasien (hematokrit

kurang dari 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaese, keletihan

umum, dan penurunan toleransi aktivitas. Terapi epogen diberikan untuk

memperoleh nilai hematokrit sebesar 33% sampai 38%, yang biasanya

memulihkan gejala anemia. Epogen diberikan secara intarvena atau

subkutan tiga kali seminggu. Naiknya hematokrit memerlukan waktu 2

sampai 6 minggu, sehingga epogen tidak diindikasi untuk pasien yang

memerlukan koreksi anemia dengan segera. Efek samping terapi epogen

mencakup hipertensi (terutama selama tahap awal penanganan),

peningkatan bekuan pada tempat akses vaskuler, kejang dan penipisan

cadangan besi tubuh (Smeltzer dan Bare, 2002).

b. Terapi Dialisis

Dilakukan pada gagal ginjal untuk mengeluarkan zat-zat toksik

dan limbah tubuh yang dalam keadaan normal disekresikan oleh ginjal
22

yang sehat. Dialisis juga dilakukan dalam penanganan pasien dengan

edema yang membandel (tidak responsif terhadap terapi), koma

hepatikum, hiperkalemia, hiperkalsemia, hipertensi dan uremia. Bagi

penderita gagal ginjal kronik, hemodialisis akan mencegah kematian,

namun demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan

penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas

metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari

gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-

pasien ini harus harus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya

(biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 per kali

terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi

pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis yang

kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia (Smeltzer

dan Bare, 2002).

c. Terapi diet

Pengatuaran diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal

kronis. Penderita azotemia biasanya di batasi asupan protein meskipun

masih diperdebatkan seberapa jauh pembatasan harus dilakukan.

Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN dan mungkin

juga hasil metabolisme protein toksin yang belum diketahui, tetapi

juga mengurangi asupan kalium, fosfat, dan produksi ion hidrogen

yang berasal dari protein. Gejala-gejala seperti mual, muntah, dan letih
23

mungkin membaik. Hiperkalemia umumya menjadi masalah dalam

gagal ginjal lanjut, dan juga menjadi penting untuk membatasi asupan

kalium dalam diet. Jumlah yang di perbolehkan dalam diet 40 hingga

80 mEq/ hari. Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tindakan

memberikan obat-obatan atau makanan yang tinggi kandungan kalium.

Makanan obat-obatan ini mengandung tambahan garam (yang

mengandung amonium klorida dan kalium klorida), ekspektoran,

kalium sitrat, dan makanan sperti sup, pisang dan jus buah murni.

Pemberian makanan atau obat-obatan yang tidak di perkirakan akan

menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya.

10. Komplikasi

Menurut Smeltzer dan Bare (2002) komplikasi potensial gagal ginjal

kronik mencakup:

a) Hiperkalemia: akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik,

katabolisme, dan masukan diet berlebih.

b) Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung : akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

c) Hipertensi : akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

renin-angiotensi-aldosteron.

d) Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel

darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan

kehilangan darah selama hemodialisis


24

e) Penyakit tulang : akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang

rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar

aluminium.

B. Konsep Dasar Keperawatan

Dari seluruh dampak masalah di atas, maka di perlukan suatu asuhan

keperawatan yang komperhensif. Pola asuhan keperawatan yang tepat

adalah melalui proses keperawatan yang di mulai dari pengakajian yang

diambil adalah merupakan respon klien, baik respon sosial maupun respon

spritual, kemudian di tetapakan suatu rencana asuhan keperawatan untuk

mentukan tindakan perawatan ginjal. Dan untuk menilai keadaan klien, di

perlukan suatu evaluasi yang merujuk pada tujuan rencana perawatan klien

dengan penyakit

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama untuk langkah awal dari proses

keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data dan

informasi tentang klien yang di butuhkan dikumpulkan dan dianalisa

untuk menentukan diagnosa keperawatan. Tujuan dari pengkajian

keperawatan adalah pengumpulan data, mengelompokkan data dan

menganalisa data, sehingga di temukan diagnosa keperawatan.


25

Adapun pengkajian pada klien dengan gagal ginjal kronis Doenges

(2000) :

a. Aktivitas/ istirahat

Gejala: kelelahan ekstrem, kelemahan malaise.

Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau samnolen).

Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak

b. Sirkulasi

Gejala: riwayat hipertensi lama atau berat.

Palpitasi ; nyeri dada ( angina).

Tanda: hipertensi; DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum.

pitting pada kaki, telapak tangan, distritmia jantung.

Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan

hipovelemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.

c. Integritas ego

Tanda: faktor stres contoh finansial, hubungan dan sebagainya.

Perasaaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada

kekuatan.

Gejala: menolak, ansietas, takut, marah mudah terangsang,

perubahan kepribadian.

d. Eliminasi

Gejala: penurunan fekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap

lanjut).
26

Tanda: perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,

berawan.

Oliguria dapat berubah anuria.

e. Makanan/ cairan

Gejala: peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat

badan (malnutrisi).

Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/ muntah, rasa metalik tidak

sedap pada mulut (pernapasan amonia).

Penggunaan diuretik.

Tanda : distensi abdomen/ asites, pembesaran hati (tahap akhir)

Perubahan turgor kulit/kelebaban

Edema (umum, tergantung).

Ulserasi gusi, perdarahan gusi/ lidah.

Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak

bertenaga.

f. Neurosensori

Gejala: sakit kepala, penglihatan kabur, Kram/ otot/ kejang;

sindrom “kaki gelisah”; kebas rasa terbakar pada telapak

kaki. Kebas/ kesemutan dan kelelahan, khususnya

ekstremitas bawah (neuropati perifer).

Tanda: gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,

kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma


27

Penurunan DTR. Tanda chvostek dan tousseau positif

Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, Rambut tipis.

g. Nyeri/ kenyamanan

Gejala: nyeri panggul, sakit kepala; kram otot/nyeri kaki

(memburuk pada malam hari).

Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.

h. Pernapasan

Gejala: nafas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan/

tanpa sputum kental dan banyak

Tanda: takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/ kedalaman

(pernapasan kussmaul).

i. Keamanan

Gejala: kulit gatal.

Ada/ berulangnya infeksi.

Tanda: pruritus, Demam (sepsis,dehidrasi); normotermia dapat

secara aktual teradi peningkatan pada pasien yang

mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal (efek

GGK/ depresi respon imun). Petekie, daerah ekimosis

pada kulit. Fraktur tulang; deposit fospat pada kalsium

(klasifikasi metatastik) pada kulit, jaringan lunak, sendi;

perbatasan gerak sendi.

j. Seksualitas

Gejala: penurunan libido; amenorea, infertilitas


28

k. Interaksi sosial

Gejala: kesullitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,

mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

l. Penyuluhan pembelajaran

Gejala: riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal),

penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkus urinaria,

malignansi. Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat,

racun lingkungan Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat

ini/ berulang.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang

respon individu, keluarga dan masyarkat tentang masalah kesehatan

aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan

pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dan mengidentifikasi dan

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan,

membatasi, mencegah dan merubah status kesehhatan klien. Carpenito

(2000).

Diagnosa keperawatan dibagi menjadi lima antara lain:

a. Diagnosa keperawatan aktual

Diagnosa keperawatan aktual adalah diagnosa yang

menyajikan keadaan klinis yang telah divalidasikan melalui batasan

karakteristik yang diidentifikasi.


29

b. Diagnosa keperawatan resiko tinggi (risk and high-risk nursing

diagnosis).

Diagnosa keperawatan resiko adalah keputusan klinins

tentang individu, keluarga atau komunitas yang sangat renin untuk

mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain pada

situasi yang sama atau hampir sama.

c. Diagnosa keperawatan sejahtera (wellness nursing diagnoses)

Diagnosa keperawatan sejahtera adalah penilaian klnis

mengenai individu, kelompok atau komunitas dalam transisi dari

tingkat kesehatan khusus/ tertentu ketingkat kesehatan/

kesejahteraan yang lebih baik.

d. Diagnosa keperawatan sindrom (syndrom nursing diagnoses)

Diagnosa keperawatan sindrom merupakan diagnosa

keperawatan yang terdiri dari sekelompok diagnosis keperawatan

aktual resiko, yang di duga akan muncul karena suatu kejadian atas

situasi tertentu.

e. Diagnosa keperawatan kemungkinan (possible nusing diagnoses)

Merupakan pernyataan tentang masalah yang diduga masih

memerlukan data tambahan dengan harapan masiih memerlukan

data tambahan dengan harpan masih di perlukan untuk memastikan

adanya tanda dan gejala adanya faktor resiko.


30

Menurut Doengoes (2000) Diagnosa yang dapat muncul pada teori

diantaranya :

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan frekuensi,

irama konduksi jantung ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia).

b. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penekanan produksi/

sekresi eritopoietin.

c. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis

d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

gangguan turgor kulit (edema/ dehidrasi).

e. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral berhubungan

dengan kurang/ penurunan salivasi, pembatasan cairan.

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya

informasi.

g. Ketidakpatuhan berhubungan dengan perubahan mental, kurang/

menolak sistem pendukung/ sumber.


31

Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi neurion

Mekanisme kompensasi dan dan adaptasi dari neuron menyebabkan


kematian nefron membentuk jaringan parut dan aliran darah ginjal

Destruksi sturkur ginjal secara progersif

GFR menyebabkan kegagalan mempertahankan metabolisme dan


keseimbangan ciran dan elektrolit

Penumpukan toksik uremik di dalam darah ketidakseimbangan cairan dan


elektrolit

Volume cairan
Hipernatremia Sindrom uremik
Aktivasi SRAA asidosis
Hiperkalemia metabolik
PH
Hiperpostamia
hipokalsemia
Hipertensi sistemik Respon asidosis
metabolik dan
Repons sindrom saraf dan
hiperkalemia Kelebihan Beban kerja pernafasan.
Kerusakan dan Volume jantung
saraf gangguan cairan -pernapasan
konduksi elektrikal kussmaul
otot ventrikel
-latergi pernapasan
Penurunan curah
Aritmia resiko jantung - edema sel otak
tinggi kejang
Difusi serebra

Penurunan perfusi Neuropati perifer


serebral
Ganguan pola nafas
Osteodistrofi
Respons hipokalsemia ginjal
PTH Perubahan proses pikir
Deposit kalsium tulang defisit neurologi

Bagan 2.1 penyimpangan KDM (Sumber: Muttaqin 2011)


32

4. Perencanaan

Perencanaan adalah langkah awal dalam menentukan apa yang

dilakukan untuk membantu klien dalam memenuhi serta mengatasi

masalah keperawatan yang telah di tentukan. Tahap perencanaan

keperawatan, penetapan kriteria hasil dan merumuskan intervensi

keperawatan. Rencana tindakan keperawatan yang di susun pada klien

dengan gagal ginjal kronis Doenges (2000) adalah sebagai berikut :

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ganguan frekuensi,

irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia)

Kemungkinan di buktikan oleh:

Tidak dapat di terapkan;adanya tanda-tanda dan gejala-gejala

membuat diagnosa aktual.

Hasil yang di harapkaan/kriteria hasil evaluasi pasien akan :

1) Mempertahankan curah jantung dengan bukti TD dan frekuensi

jantung dalam batas normal,

2) Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler

Perencanaan

1) Awasi TD dan frekuensi jantung

Rasional: kelebihan volume cairan, disertai dengan hipertensi

(sering terjadi pada gagal ginjal) dan efek uremia,

meningkatkan kerja jantung, dan dapat menimbulkan

gagal jantung.
33

2) Observasi EKG atau telemetri untuk perubahan irama

Rasional: perubahan pada fungsi elektromekanis dapat menjadi

bukti pada respons terhadap berlanjutnya gagal

ginjal/akumulasi toksin dan ketidakseimbangan

elektrolit.

3) Auskultasi bunyi jantung

Rasional : terbentuknya S3/ S4 menunjukkan kegagalan.

4) Kaji warna kulit, membran mukosa, dan dasar kuku.

Rasional: pucat mungkin menunjukkan vasokonstriksi atau

anemia.

5) Perhatikan terjadinya nadi lambat, hipotensi, kemerahan, mual/

muntah, dan penurunan tingkat kesadaran (depresi SSP)

Rasional: penggunaan obat (contoh antasida) mengandung

magnesium dapat mengakibatkan hipermagnesia,

potensial disfungsi neuromuskular dan resiko henti

napas/ jantung.

6) Selidiki laporan kram otot, kebas/ kesemutan pada jari, dengan

kejang otot, hiperfleksia.

Rasional: neuromuskular indikator hipokalemia, yang dapat

juga mempengaruhi kontraktilitas dan fungsi ginjal.

7) Pertahankan tirang baring atau dorong istrahat adekuat dan

berikan bantuan dengan perawatan dan aktivitas yang

diinginkan
34

Rasional: menurunkan konsumsi oksigen/ kerja jantung.

kolaborasi

8) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh, kalium

Rasional: selama fase oliguria dapat terjadi tetapi menjadi

hipokalemia pada fase diuretik atau perbaikan.

9) Foto dada

Rasional: Berguna dalam mengidentifikasi terjadinya gagal

jantung atau jaringan lunak.

10) Berikan obat anti hipertensi

Rasional: Menurunkan tahanan vaskuler sistemik atau

pengeluaran renin untuk menurunkan kerja

miokardinal dan membantu mencegah GJK atau

IM

11) Bantu dalam perikardiosentesis sesuai indikasi

Rasional: Akumulasi cairan dalam kantung perikardinal dapat

menggangu curah jantung dan potensial resiko henti

jantung.

12) Siapkan dialisis

Rasional: Penurunan ureum toksik dan memperbaiki

ketidakseimbangan elektrolit dan kelebihan cairan

dapat mrmbatasi mencegah manifestasi jantung,

termasuk hipertensi dan efusi perikardinal.


35

a. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penekanan produksi/

sekresi eritropoitin.

Tujuan : tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala-gejala

membuat diagnosa aktual.

Kriteria hasil : tidak mengalami tanda/gejala perdarahan

Mandiri

1) Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan.

Rasional: Dapat menunjukkan anemia, dan respons jantung

untuk mempertahankan oksigenasi sel.

2) Awasi tingkat kesadaran dan perilaku.

Rasional: anemia dapat menyebabkan hipoksia serebral dengan

perubahan mental, orientasi, dan respon perilaku.

3) Evaluasi respon terhadap aktivitas, kemampuan untuk

melakukan tugas.

Rasional: anemia menurunkan oksigenasi jaringan dan

meningkatkan kelelahan, sehingga memerlukan

intervensi, perubahan aktivitas dan istrahat.

4) Batasi contoh vaskular, kombinasikan tes laboratorium bila

mungkin

Rasional: pengambilan contoh darah berulang/ kelebihan dapat

memperburuk anemia.
36

5) Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan.

Rasional: perdarahan dapat terjadi dengan mudah karena

kerapuhan kapiler/ gangguan pembekuan dan dapat

memperburuk anemia.

6) Hematesis sekresi GI/ darah fase

Rasional: stres dan abnormalitas hemostatik dapat

mengakibatkan perdarahan GI

7) Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil

bila mungkin dan lakukan penekanan lebih lama setelah

penyuntikan/ penyusunan vaskular.

Rasional: menurunkan resiko perdarahan/ pembetukan

hematoma.

Kolaborasi

1) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh darah lengkap, hb

Rasional: uremia (contoh peningkatan amonia, urea, atau

toksin lain) menurunkan eritropoitin dan menekan

produksi SDM dan waktu hidupnya.

2) Jumlah trombosit faktor pembekuan.

Rasional: Penekanan pembekuan trombosit dan

ketidakadekuatan kadar faktor III dan VIII

menggangu pembekuan dan potensial resiko

perdarahan.
37

3) Kadar PT

Rasional: konsumsi protrombin abnormal menurunkan kadar

serum dan menggangu pembekuan.

4) Berikan darah segar, SDM kemasan sesuai indikasi.

Rasional: Diperlukan bila pasien menunjukkan gejala anemia

simtomik, SDM kemasan biasanya di berikan bila

pasien kelebihan cairan atau dilakukan dialisis SDM

washed di gunakan untuk mencegah hiperglekemia

sehubungan dengan darah yang di simpan

5) Berikan obat sesuai indikasi

Rasional: berguna untuk memperbaiki gejala anemia

sehubungan dengan kekurangan nutrisi/ karena

dialisis.

6) Simetidin (tagament), ranitidin (zantac), antasida

Rasional: di berikan secara profilaktik untuk menurunkan/

menetralkan asam lambung

7) Hemastatik/ penghambat fibrinolisis, contoh asam aminokaproik

(amicar)

Rasional: Menghambat perdarahan yang tidak reda secara

spontan/ berespon terhadap pengobatan biasa.

8) Pelunak peses (colace), laktasis bulk (metamucila)

Rasional: Mengejan terhadap feses bentuk keras

meningkatkan perdarahan mukosa/ rektal.


38

b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis

Tujuan : disorentasi terhadap orang, tempat, waktu

Kriteria hasil :

1) Meningkatkan tingkat mental biasanya

2) Mengindentifikasi cara untuk mengkompensasi gangguan

koknitif.

Mandiri

1) Kaji luasnya gangguan kemampuan berfikir, memori, dan

orientasi.

Rasional: efek dari sindrom uremik dapat terjadi dengan

kekacuan/ peka minor dan berkembang ke

perubahan kepribadian atau tidak mampuan untuk

mengasimilasi informasi dan berpartisipasi

dalam perawatan.

2) Pastikan dari orang terdekat, tingkat mental pasien biasanya

Rasional: memberikan perbandingan untuk mengevaluasi

perkembangan/ perbaikan gangguan.

3) Berikan orang terdekat informasi tentang status pasien.

Rasional: beberapa perbaikan dalam mental mungkin di

harapkan dengan perbaikan kadar BUN elektrolit dan

pH serum yang normal.

4) Berikan lingkungan tenang dan izikan menggunakan televisi,

radio dan kunjungan.


39

Rasional: meminimalkan rangsangan lingkungan untuk

menurunkan kelebihan sensori/ peningkatan

kekacauan saat mencegah deprivasi sensori.

5) Orientasikan kembali terhadap lingkungan, orang, dan

sebagainya.

Rasional: memberikan petunjuk untuk membantu dalam

pengenalan kenyataan.

6) Hadirkan secara singkat, ringkas, dan jangan menantang dengan

pemikiran yang tidak logis.

Rasional: konfrontasi potensial membuat reaksi perlawanan dan

dapat menimbulkan ketidak percayaan pasien dan

meningkatkan penolakan terhadap kenyataan.

7) Komunikasikan informasi/ instruksi dalam kalimat pendek dan

sederhana.

Rasional: dapat membantu menurunkan kekacauan dan

meningkatkan kemungkinan bahwa komunikasi akan

di pahami/ diingat.

8) Buat jadwal teratur untuk aktivitas yang di harapkan.

Rasional: membantu dalam mempertahankan orientasi kenyataan

dan dapat menurunkan takut/ kekacuan.

9) Tingkatkan istrahat asekuat dan tidak menggangu periode tidur.

Rasional: gangguan tidur dapat menggangu kemampuan kognitif

lebih lanjut.
40

Kolaborasi

1) Awasi pemeriksaan laboratorium contoh, BUN/ kreatinin, eletrolit

serum, dan GDA (PO2 pH).

Rasional: perbaikan peningkaan/ ketidakseimbangan dapat

mempengaruhi kognitif/ mental

2) Berikan tambahan O2 sesuai indikasi

Rasional: perbaikan hipoksia saja dapat memperbaiki

kognitif.

3) Hindari penggunaan barbiturat dan opiat.

Rasional: obat –obatan secara normal di detoksifikasi dalam ginjal

akan mengalami waktu pendek/ efek akumulasi,

memperburuk kekacuan

4) Siapkan untuk dialisis

Rasional: penyimpanan proses pikir nyata dapat menunjukkan

memburuknya azotemia dan kondisi umum, memerlukan

intervensi cepat untuk meningkatkan hemostatis.

c. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

gangguan turgor kulit (edema)

Tujuan : turgor kulit baik.

Kriteria hasil :

1) Mempertahankan kulit utuh

2) Menunjukan perilaku/ teknik untuk mencegah kerusakan /cedera

kulit
41

Mandiri

1) Inspeksi kulit terhadap warna turgor, vaskular, perhatikan

kemerahan, ekskoriasi.

Rasional: menandakan area sirkulasi buruk/ kerusakan yang

dapatmenimbulkan pembentukan dekubitus/

inspeksi

2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa

Rasional: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan

yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan

pada tingkat seluler.

3) Inspeksi area tergantung terhadap edema.

Rasional: jaringan edema cenderung rusak/ robek

4) Ubah posisi dengan sering gerakan pasien dengan perlahan; beri

bantalan pada tonjolan tulang dengan kulit domba,pelindung siku/

tumit.

Rasional: menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan

pefusi buruk untuk menurunkan iskemia.

5) Berikan perawatan kulit.

Rasional: soda kue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan

mengurangi pengeringan daripada sabun

6) Pertahankan linen kering/bebas keriput

Rasional: menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit


42

7) Selidiki keluhan gatal

Rasional: meskipun dialisis mengalami masalah kulit yang

berkenaan dengan uremik, gatal dapat terjadi karena

kulit adalah rute ekskresi untuk produk sisa

8) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin

untuk memberikan tekanan (daripada garukan) pada daerah

pruritus.

Rasional: menghilangkan ketidaknyaman dan menurunkan resiko

cedera dermal.

9) Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar

Rasional: mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan

evaporasi lembab pada kulit.

Kolaborasi

1) Berikan matras busa/ flotasi

Rasional: menurunkan tekanan pada jaringan yang dapat

membatasi perfusi seluler yang menyebabkan iskemia/

nekrosis.

d. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan

kurang/ penurunan saliva, pembatasan cairan

Tujuan : tidak terjadi perubahan pada mukosa oral

Kriteria hasil :

1) Mempertahankan integritas mukosa


43

2) Mengidentifikasi/ melakukan intervensi khusus untuk

meningkatkan kesehatan oral.

Mandiri

1) Inspeksi rongga mulut perhatikan kelembaban, karakter saliva

adanya inflamasi, ulserasi, leukoplaskia

Rasional: memberikan kesempatan untuk intervensi segera dan

mencegah infeksi

2) Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas di tentukan.

Rasional: mencegah kekeringan mulut berlebihan dari periode lama

tanpa masukan oral.

3) Berikan perawatan mulut sering/ cuci dengan larutan asam asetik

25% berikan permen karet, permen keras, minta pernapasan antara

makan

Rasional: membran mukosa dapat menjadi kering dan pecah-pecah.

4) Anjurkan higiene gigi yang baik setelah makan dan pada saat tidur.

Rasional: menurunkan pertumbuhan bakteri dan potensial terhadap

infeksi.

5) Anjurkan pasien menghentikan merokok dan menghindari produk/

pencuci mulut lemon/ gliserin yang mengandung alkohol

Rasional: bahan ini mengiritasi mukosa dan mempunyai efek

mengering.
44

Kolaborasi

1) Berikan obat-obatan sesuai indikasi.

Rasional : dapat di berikan untuk menghilangkan gatal

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya

informasi

Tujuan : tidak akurat mengikuti instruksi/ terjadi komplikasi yang

dapat di cegah.

Kriteria hasil :

1) Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit pengobatan.

2) Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan

alasan untuk tindakan.

3) Menunjukkan/ melakukan perubahan pola hidup yang perlu

Mandiri

1) Kaji ulang prose penyakit/ prognosis dan kemungkinan yang akan

di alami

Rasional: memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat

membuat pilihan berdasarkan informasi.

2) Kaji ulang pembatasan diet termasuk fosfat

Rasional: pembatasan fosfat merangsang kelenjar paratiroid untuk

pergeseran kalsium tulang

3) Diskusikan masalah nutrisi lain.

Rasional: metabolik yang terakumulasi dalam darah menurunkan

hampir secara keseluruhan dari katabolisme.


45

4) Dorong pemasukan kalori tinggi, khususnya dari kabohidrat.

Rasional: penyimpanan protein, mencegah penggunaan dan

memberikan energi.

5) Diskusikan terapi obat, termasuk tambahan kalsium dan ikatan

fosfat.

Rasional : mencegah komplikasi serius.

6) Tekankan pentingnya membaca semua label produk (obat dan

makanan) dan tidak meminum obat tanpa menanyakan pada

pemberi perawatan.

Rasional: ini sulit untuk mempertahankan keseimbangan eletrolit

bila pemasukan eksogenus buka faktor dalam

pembatasan diet.

7) Kaji ulang tindakan untuk mencegah perdarahan.

Rasional: menurunkan resiko sehubungan dengan perubahan faktor

pembekuan/ menurunkan jumlah trombosit.

8) Instruksikan dalam observasi diri dan pengawasan TD, termasuk

jadwal istirahat sebelum mengukur TD.

Rasional: insiden hipertensi meningkatkan GGK.

9) Waspadakan tentang terpajan pada suhu eksternal ekstrem.

Rasional: neuropati perifer dapat terjadi khusus pada ekstremitas

bawah.
46

10) Buat program rutin, dalam kemampuan individu.

Rasional: membantu dan mempertahankan tonus otot dan

kelenturan sendi.

11) Perhatikan masalah seksual

Rasional: efek fisologis uremia/ terapi antihipertensi dapat

mengganggu hasrat/ penampilan seksual.

12) Identifikasi tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi.

Rasional: depresi sistem imun, anemia, malnutrisi srmua

meningkatkan resiko inpeksi.

13) Kebas/ kesemutan pada jari, abdominal/ kram otot spasme

karpopedal.

Rasional: uremi dan penurunan absorpsi kalsium dapat

menimbulkan neuropati perifer.

14) Pembekakan sendi/ nyeri tekan, penurunan ROM, penurunan

kekuatan otot.

Rasional: hiperfostamia dengan pergeseran kalsium dapat

mengakibatkan deposisi kelebihan fosfat kalsium

sebagai klasifikasi dalam sendi dan jaringan lunak.

15) Sakit kepala atau penglihatan kabur, edema, peri orbital/ skral,

mata merah.

Rasional: dengan terjadinya/ kontrol hipertensi buruk dan

perubahan pada mata yang di sebabkan oleh kalsium.


47

16) Kaji ulang strategi untuk mencegah konstipasi

Rasional: menurunkan pemasukan cairan, perubahan pada pola

diet.

f. Ketidak patuhan berhubungan dengan perubahan mental

Tujuan : menolak kenyataan situasi

Kriteria hasil :

1) Menyatakan pengetahuan akurat tentang penyakit dan pemahaman

program terapi

2) Berpartisipasi dalam membuat tujuan dan rencana pengobatan

3) Membuat pilihan pada tingkat kesiapan berdasarkan informasi yang

akurat

4) Mengidentifikasi/ menggunakan sumber dengan terapi

Mandiri

1) Yakinkan persepsi/ pemahaman pasien/ orang terdekat terhadap

situasi dan kosekuensi perilaku.

Rasional: memeberikan kesadaran bagaimana pasien memandang

penyakit sendiri dan progaram pengobatan dan

membantu dalam memahami masalah pasien.

2) Tentukan sistem nilai (keyakinan perawatan kesehatan dan nilai

budaya)

Rasional: progaram terapi mungkin tidak sesuai dengan pola

hidup sosial/ budaya,dan rasa tanggung jawab/peran

pasien.
48

3) Dengarkan dengan aktif pola keluhan pernyataan pasien.

Rasional: menyampaikan pesan masalah, pada kemampuan

individu dan mengatasi situasi dalam cara positif

4) Identifikasi yang mengindikasikan kegagalan untuk mengikuti

progaram pengobatan.

Rasional: dapat memberikan informasi tentang alasan kurangnya

kerja sama dan penjelasan area yang memerlukan

pemecahan masalah.

5) Kaji tingkat ansietas kemampuan kontrol perasaan tidak budaya

Rasional: tingkat ansietas berat mempengaruhi kemampuan pasien

mengatasi situasi

6) Tentukan arti psikologis perilaku

Rasional: pasien dapat menolak kenyataan kondisi fisik/ proses

penyakit kronis tak dapat pulih.

5. Implementasi

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah deskripsi untuk

perilaku positif yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus

dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa yang di rencanakan

(Doenges, 2000)

Komponen tahap implementasi :

a. Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesan dokter

Tindakan keperawatan mandiri di lakukan oleh perawat. Misalnya

menciptakan lingkungan yang tenang nyaman, mengurangi


49

kebisingan lingkungan dan membatasi jumlah pengunjung serta

lamanya waktu yang di rawat.

b. Tindakan keperawatan kolaboratif

Tindakan keperawatan oleh perawat bila perawat bekerja sama

anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan

bersama untuk mengatasi masalah klien

c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap

tindakan keperawatan

Dokumentasi merupakan pernyataan kejadian atau aktivitas yang

otentik dengan mempertahankan catatan tertulis, dimana dokumen

dapat memberikan bukti respon klien terhadap tindakan

keperawatan dan perubahan-perubahan pada klien (Carpenito

2000).

6. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu hasil/ perbuatan dengan standar untuk

tujuan pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan tercapai.

Evaluasi keperawatan adalah membandikan efek/ hasil suatu tindakan

keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah di buat.

Tipe pernyataan tahap evaluasi dapat dilakukan secara formatif

dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama

proses keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah akhir.


50

a. Penyataan evaluasi formatif

Hasil obsevasi formatif dan analisa perawat terhadap respon pasien

segera pada satu/ setelah tindakan keperawatan dan tulisan pada

catatan perawatan.

b. Peryataan evaluasi sumatif

Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status

kesehatan sesuai waktu pada tujuan dan ditulis pada catatan

perkembangan.

Ada dua alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu :

a. Masalah teratasi

Masalah teratasi apabila klien dan keluarga menunjukkan

perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai

dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah di tetapkan.

b. Masalah teratasi sebagian

Masalah teratasi sebagian apabila pasien menunjukkan perubahan

dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

c. Masalah belum teratasi

Masalah belum teratasi apa bila klien dan keluarga sama sekali

tidak menunjukan perubahan perilaku dan perkembangan

kesehatan atau timbul masalah baru (Nursalam (2008).

Anda mungkin juga menyukai