Sirosis Hepatis
Disusun oleh:
I Wayan Widi Arditya (011.06.0011)
Wahyu Eka Maulyani (011.06.0032)
Pembimbing :
dr. IGN Agung Eddy A, Sp.PD
Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit hati.
Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa
Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan
warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi.1
Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti
kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respons fibrosis terhadap kerusakan hati
bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak
reversibel.1,2
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian per
tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang kesembilan di
AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di AS. Banyak pasien yang
meninggal pada dekade keempat atau kelima. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang
disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant hepatic failure).3,4,5 FHF dapat disebabkan
hepatitis virus (virus hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur Amanita
phalloides atau jamur yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai
macam penyebab lain yang jarang ditemukan.5
Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun dari beberapa
laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan diagnosis klinis saja dapat
dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit dalam umumnya
berkisar antara 3,6 - 8,4% di Jawa dan Sumatra, sedang di Sulawesi dan Kalimantan di bawah
1%. Secara keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang
dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47, 4% dari seluruh pasien penyakit hati
yang dirawat.6
Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan penyakit
kronik progresif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas jika tidak
ditindaklanjuti secara profesional. Tindakan yang tepat dapat dilakukan jika para praktisi
medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko, etiologi, patogenesis, serta tanda dan gejala
klinis dari sirosis hati. Oleh karena itu, penulis mengangkat sirosis sebagai tema presentasi
2
kasus ini dengan harapan agar kita mampu mengenal lebih dalam mengenai penyakit ini,
sehingga kita mampu menerapkan penatalaksanaan dan terapi yang rasional terhadap pasien.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn.T
Usia : 33 tahun
Pekerjaan : Peternak bebek
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Lebah Sempage
No. RM : 042828
Tanggal masuk RSUD Kota Mataram : 30-08-2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Buang air besar berwarna hitam.
4
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku pada 5 tahun yang pernah mengalami BAB berwarna hitam dan diikuti
dengan muntah darah berwarna hitam, pasien mengaku darahnya seperti jelly. Riwayat
mempunyai penyakit hepatitis (+) dan kaki bengkak (+), riwayat sakit maag (+), nafsu makan
menurun.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku 5 tahun yang lalu pernah dirawat di RSUP NTB dengan keluhan BAB hitam
dan muntah darah.
5
PEMERIKSAAN
FISIK ( 30 Agustus 2015)
6
Auskultasi : S1 S2 tunggal regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), caput medusa(-), spider nevi
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien teraba schuffner 4,
permukaan rata
Perkusi :
Anus : Pada Rectal Toucher ditemukan feses kehitaman, lendir (-), darah (-)
Ekstremitas
Atas : hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, sianosis -/-, eritema palmaris -/-
Bawah : hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, sianosis -/-
7
Daftar Masalah
BAB warna hitam
Demam
Nyeri ulu hati
Mual
Lien teraba schuffner 4
ASSESMENT
Hepatitis B kronik
Sirosis hepatis
Melena
Varises esogafus
Splenomegali
Planing Diagnosis
DL, SGOT/SGPT, hbsAg, GDS,ureum, kreatinin
USG abdomen
Planing Terapi
RL 20 tpm
Inj. pantoprazole 1 ampul
Inj. zibac 1 gr + aquades 1 botol
Inj. asam traneksamat 500 mg
Propranolol tablet 10 mg
8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan USG
9
Kesimpulan hasil USG abdomen
1. Sirosis Hepatis
2. Hipertensi porta
3. Splenomegali berat
10
Waktu Subjectve Objective Assesment Plan
30-08-2015 Pasien mengeluh Vital sign : Daftar Masalah: DL,
10.00 nyeri ulu hati, TD:100/80 1. BAB hitam SGOT/SGPT
WITA BAB hitam seperti mmHg seperti aspal HBsAg,
aspal 1x, N : 86 x/ menit 2. Nyeri ulu hati GDS, ureum,
mual(+),muntah(-) Rr : 18 x per 3. Mual kreatinin,
menit, reguler 4. Konjungtiva USG
T : 360C anemis abdomen
K/L: 5. Lien teraba Transfusi
Mata: an +/+, schuffner 4 PRC
ikt +/+, cowong 6. Hb : 6,7 Tindakan:
-/- 7. HbsAg (+) 1. RL 20 tpm
Leher: JVP (-) 2. Inj.
meningkat, Assesment : pantoprazole
pemb.KGB(-) 1 ampul
Sirosis hepatis
Torax: Melena
3. Inj. zibac 1
11
epigastrium (+),
hepar tidak
teraba, lien
teraba schuffner
2, permukaan
rata, tepi tajam
Perkusi :
timpani pada
seluruh lapang
abdomen
Kesan :
Acites
Ekst: dbn
31-8-2015 Pasien lemas, Ku: sedang Daftar Masalah: DL
06.30 mengeluh sesak, Kes: CM 1. Lemas SGOT
pusing, BAB Td: 100/70 mmHg 2. Sesak SGPT
coklat, mual(-), N : 84x/m 3. BAB HBsAg
O
muntah(-). T : 37 c GDS
Melena
RR : 20x/m USG
Hepatitis B
Mata : Anemis +/+ Abdomen
Sirosis hati
Ikterik -/- Transfusi
Varises esogafus
Leher: JVP ≠ PRC
Splenomegali
Pembesaran KBG Terapi:
(-) Anemia
Inj:
Thorax: Ves +/+ 1. Zibac 1g/8jam
RH -/- WH -/- 2. Prosogan
Cor: s1 s2 tunggal
30mg/24jam
regular m(-) g(-) 3. Asam
ABD: Distensi (-),
tranexamat
NT(-) 1A/8jam
EXT: dbn
Oral:
12
1.Propanolol
2x20mg
Oral:
1. Propanolol
20mg/24 jam
13
RR: 20 x/m Melena HBsAg
T : 36,5Oc
Hepatitis B GDS
Mata : Anemis -/-, Sirosis hati USG
Iketrik -/-
Leher:JVP ≠ , Varises esogafus Abdomen
Pembesaran KGB Splenomegali Transfusi
(-)
Thorax : Ves +/+ Anemia PRC
Rh-/-, Wh -/- Terapi:
Cor: s1 s2 tunggal
regular Inf:
m(-) g(-) 1.Inf Ns 20 tpm
Abdomen: Distensi
(-), simetris (+) Inj:
Teraba benjolan 1. Zibac 1g/8jam
(masa) di regio
hipocondrium 2. Prosogan
sinistra (+), nt (+), 30mg/24 jam
Extremitas: dbn.
3. Vit K
Oral:
1. Propanolol
Ku: Baik
Pasein mengeluh Daftar masalah:
Kes: CM DL
03/09/2015 lemas, BAB hitam 1. Lemas
06.45 (-)
TD: 90/60mmHg SGOT
WITA
N :78x/m Melena SGPT
RR : 20 x/m Hepatitis B HBsAg
o
T : 36,5 C Sirosis hati GDS
Mata: anemis -/-, Varises esogafus USG
ikterik -/- Splenomegali Abdomen
Leher : JVP ≠ ,
Anemia Transfusi
Pembesaran KGB PRC
Thorax : Ves +/+, Terapi:
Rh-/-, Wh-/- 1 . Inf NS 20 tpm
Cor : s1.s2 tunggal 2. Zibac 3x1
regular, m(-) g(-) 3. Prosogan
14
Abdomen: Distensi 1x30mg
(-), simeteris (+), 4. Vit K 3x1
Teraba benjolan di
hipocondrium
sinistra (+),
nt(+),Ext: dbn.
15
N: 85x/m Varises esogafus Prosogan 1x30
RR: 21x/m Splenomegali Vit K 3x1
T: 36,5OC
Anemia
Mata : Anemis-/-,
Ikterik -/-
Thorax: Ves+/+,
Wh-/-, Rh, -/-
Abdomen: Distensi
(-), nyeri tekan (+),
BU (+)
Extresmitas: dbn
FOLLOW UP
16
17
Sirosis Hati
Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah
besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
III.1 Epidemiologi6
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30
– 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun. Adapun pada pasien ini, berjenis kelamin
wanita dengan usia 48 tahun.
18
III.3 Etiologi 10
Etiologi yang umumnya mengakibatkan sirosis adalah:
1. Penyakit infeksi (bruselosis, ekinokokus, skistomiasis, toksoplasmosis, hepatitis B,
hepatitis C)
2. Penyakit keturunan dan kelainan metabolik (Hemakhomatosis, Penyakit Wilson,
Tirosinemia, sindroma fanconi, penyakit gaucher, penyakit simpnan glikogen)
3. Obat dan toksin (alkohol, amiodarpn arsenik obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati
non alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer)
4. Penyebab lain atau tidak terbukti (penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, pintas
jejunoileal, sarkoidosis)
Pada pasien ini, etiologi yang mungkin menyebabkan terjadinya sirosis hepatis adalah
infeksi virus hepatitis kronik (hepatitis B atau hepatitis C). Hal ini dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis riwayat transfusi darah sebelumnya. hal ini didukung pula dengan
hasil pemeriksaan sero imunologi HbsAg (+) pada pasien ini yang berarti pasien adalah
pengidap hepatitis B kronik..
19
Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan
Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.
Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, semetara stadium 3
dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata. Pada pasien ini, didapatkan adanya
ascites dan adanya perdarahan yang terbukti dengan adanya muntah darah dan BAB berwarna
hitam, juga adanya keluhan naffsu makan berkurang, mual, sehingga memperkuat diagnosis
sirosis hepatis dekompensata.
20
terbalik (2,1:2,2), dan adanya kelainan hematologi berupa trombositopenia (trombosit:
69.000/mm3).
III.5 Diagnosis
Diagnosis sementara berupa sirosis hati dekompensata pada pasien dapat ditegakkan
dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang telah
diuraikan sebelumnya. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan untuk memperkuat
diagnosis sirosis hati dekompensata pada pasien ini adalah USG abdomen. Adapun hasil USG
abdomen pada pasien ini menyatakan bahwa gambaran hati pada pasien ini sesuai dengan
gambaran sirosis hepatis yaitu ukuran hepar mengecil, permukaan tidak rata, parenkim kasar,
disertai pula dengan pembesaran ukuran lien.
21
ini, direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan biopsi hati. Bila pada pemeriksaan biopsi
hati didapatkan keadaan fibrosis dan nodul-nodul regenerasi sel hati, maka diagnosi sirosis
hepatis dapat ditegakkan dengan pasti.
III.6 Komplikasi 10
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasi yang ditimbulkannya.
Komplikasi yang umumnya terjadi pada pasien sirosis hepatis antara lain:
1. Perdarahan gastrointestinal
2. Ensefalopati hepatik.
3. Koma hepatikum
4. Hipertensi portal
5. Sindroma hepatorenal
6. Karsinoma hepatoseluler
7. Peritonitis bakterial spontan
Pada pasien ini didapatkan hasil anamnesis berupa adanya muntah darah dan BAB
berwarna hitam. Hal ini adalah komplikasi perdarahan gastrointestinal yang kemungkinan
disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, namun hal ini masih harus dikonfirmasi lagi
dengan pemeriksaan endoskopi yang telah direncanakan pada pasien ini.
III.7 Penatalaksanaan9,10
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simptomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang misalnya : cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Pada sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis B dapat dicoba dengan interferon alfa
dan lamivudin.
Pada sirosis alkoholik, maka pengobatan utama adalah menghentikan secara total
konsumsi alkohol oleh pasien.
22
Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid atau imunosupresif
Pada sirosis akibat hepatitis C kronik maka kombinasi interferon dan ribavirin
merupakan terapi standar.
d. Pengobatan fibrosis hati
Pengobatan antifibrotik sampai saat ini lebih mengarah pada peradangan dan tidak
terjadap fibrosis.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti:
a. Asites2,9,10
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
istirahat
diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah
garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus
dirawat.
Diuretik
Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam
dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4
hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah
hipokalemia (khususnya penggunaan furosemid) dan hal ini dapat mencetuskan
ensefalopati hepatik, maka pilihan utama diuretik adalah spironolakton, dan dimulai
dengan dosis rendah 100-200mg, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4
hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid 20-40mg/hari (dengan pengawasan terhadap kadar
kalium darah). Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan BB + 0,5kg/hari
tanpa edema kaki atau + 1kg/hari dengan edema kaki
Parasintesis
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada
keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Parasintesis dilakukan bila asites
sangat besar. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 4-6 liter/hari,
dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6-8 gr/l cairan asites yang
dikeluarkan. Ternyata parasintesis dapat menurunkan masa opname pasien.
23
Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin >
dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10
mmol/24 jam.
b. Peritonitis bakterial spontan
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe
yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus.
Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada
kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan.
c. Hepatorenal syndrome
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip
penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai keadaan pasien stabil,
dalam keadaan ini maka dilakukan :3,4,8,9
Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya
yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan,
evaluasi darah
Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K,
Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan
perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi /
Ligasi atau Oesophageal Transection.
d. Ensefalophaty hepatic
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati
menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke
pre koma dan koma.Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan
adanya factor pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat
yang Hepatotoxic.8,9
e. Perdarahan gastrointestinal
24
Penyebab dari perdarahan gastrointestinal yang paling sering pada pasien sirosis
adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan manifestasi dari hipertensi
portal dan penyebab dari sepertiga kematian.
Pengobatan yang dilakukan pada keadaan akut adalah tamponade dengan alat pipa
Sengstaken-Blakemore dan Minessota. Selanjutnya dapat dilakukan tindakan ligasi
endoskopi. Sedangkan untuk pencegahan dan penatalaksanaan setelah perdarahan
dapat diberikan preparat propanolol untuk menurunkun hipertensi portal.
Penatalaksanan terhadap sirosis dan komplikasinya yang dilakukan pada pasien ini
antara lain:
1. Istirahat
2. Diet rendah garam, merupakan terapi lini pertama pada asites yang ringan atau sedang
3. Diuretik, untuk membantu mempercepat diuresis maka diberikan preparat diuretik. Pada
tahap pertama hanya diberikan spironolakton, lalu dilanjutkan dengan penambahan
furosemid untuk meningkatkan laju diuresis. Pada pasien ini, respon diuretik sepertinya
cukup baik karena selama + 5 hari perawatan, didapat penurunan BB + 7kg atau rata-rata
1,4kg/hari.
4. Preparat propanolol diberikan pada pasien ini untuk menurunkan hipertensi portal dan
mencegah terulangnya perdarahan gastrointestinal
5. Untuk mencegah ensefalopati hepatik, maka diberikan preparat laktulak (laktulosa)
karena dapat membantu mengeluarkan amonia dari tubuh pasien. Selain itu juga
diberikan Kanamisin untuk membunuh bakteri-bakteri yang menghasilkan amonia di
dalam usus.
III.7 Prognosis10
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Indeks hati dapat
dipakai untuk menentukan prognosis sirosis hati dengan hematemesis melena yang mendapat
terapi medik.
Indeks Hati
Nilai
25
0 1 2
Albumin (g%) >3,6 3,0-3,5 <3,0
Bilirubin (mg%) <2,0 2,0-3,0 >3,0
Gangguan kesadaran - Minimal +
Asites - Minimal +
2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds. Schiff’s
Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven; 2003:409-28
6. Hernomo K. Pengelolaan perdarahan massif varises esophagus pada sirosis hati. Thesis.
Airlangga University Press, Surabaya,1983.
7. Lorraine MW. Sirosis Hati. Dalam: Sylvia AP, Lorraine MW. Sirosis. Edisi keenam,
Volume I. EGC, Jakarta: 2005;1:493-501.
26
8. Guadalupe Garsia-Tsao et al. Prevention and Management of Gastroesophagal Varices
and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. American Journal of Gastroenterology. United
States of America. 2007.
9. Pere Gines et al. Management of Cirrhosis and Ascites. The New England Journal of
Medicine. Massachusetts Medical Society. 2004;350:1646-54.
10. Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006;443-446
27
28
29
PENDAHULUAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang di tandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler.Jaringan
penunjang retikulin kolaps diertai jaringan vaskular regenerasi nodularis parenkim hati.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari hepatitis kronik
dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan
melalui pemeriksaan biopsi hati.
KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI
Sirosis secara kovensional diklasifikasin sebagai makronudular (besar nodul lebih dari 3mm)
atau mikronodular (besar nodul kutang dari 3mm) atau camputan mikro dan makronodul.
Selain itu juga diklasifikan berdasarkan etiologi , fungsional namun hal ini kurang
memuaskan.
Sebagaian besar jenis sirosis hati dapat dikalsifikasikan secara etiologis dan morfologis
menjadi:
1. Alkaholik
2. Kriptogenik dan post hepatis (pasca nekrosis)
3. Biliris
4. Kardiak
5. Metabolik, keturanan, dan terkait obat.
Etiologi dari sirosis hati disajikan dalam tabel 1. Di Negara barat yang tersering akibat
alkaholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil
penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% ,
dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk
30
kelompok virus bukan B dan C ( non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di
Indonesia meungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya
Brusilosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C,
hepatitis D, sitomegalovirus)
Difisiensi α1-antitripsin
Sindrom Fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi fluktosa herediter
Tirosinemia herediter
Penyakit Wilson
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi Bilier
Penyakit perlemakan nati non alkaholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerosis primer
31
EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsy. Keseluruhan insiden sirosis di Amerika
diperikan 360 per 100.000 pendudukan. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati
alkaholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitiaan lainmenyebutkan perlemakan hati
akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkaholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir
dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati
belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. DI RS Dr.Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat dibagian
penyakit dalam dalam kurun waktu 1 tahun. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai
pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian penyakit dalam.
Hepatitis Alkaholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alkahol dan
destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat
32
cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul
septa jaringan ikat seperti jaringan yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan venaa
sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang
kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel
yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati
mengecil, benbenjol-benjol (nodular) menjadi keras terbentuk sirosis alkaholik.
Mekanisme cedera hati alkaholik masih belum pasti. Diperkirakan mekenismnya
sebagai berikut:
1. Hipoksis sentrilobular, metabolism asetaldehid etanol dapat meningkatkan
konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relative dan cedera sel di daerah
yang jauh dari aliaran darah ayang teroksigenasi.
2. Infiltrasi atau aktivasi neutrofil, terjadi pelapasan chemoattractants neutrofil oleh
hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil
dan heaptosit yang melepaskan intermidiet oksigen reaktif, protease, dan sitokin.
3. Formasi acetal-dehyde—protein adducts berperan sebagai nonantigen, dan
menghasilkan limposit yang tersensitisasi serta antibody spesifik yang menyerang
hepatosi pembawa antigen ini
4. Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternative dari metabolism etanol, disebut
system yang mengoksisdasi enzim mikrosomal.
Patogensis fibrosis alkaholik meliputi banyak sitokin, antara lain factor nekrosis
tumor, interlukin-1, PDGF, dan TGF-beta. Asetidehid kemungkinan mengaktivasi
sel stelata tetapi bukan suatu faktot patogenik utama pada fibrosis alkaholik.
Sirosis Hati Pasca Nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari
nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran
mikroskopik konsisten dengan gambaran makrosopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi,
dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau perenkim regenerasi yang susunannya
tiak teratur.
Pathogenesis sirosis hati menurut penlitiann terakhir, memperlihatkan adanya peranan
sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
33
keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis
menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu yang berlangsung
secara terus-menerus (missal : hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata
akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus di dalam sel stelata, dan
jaringan hati yang normal akan dig anti dengan jaringan ikat.
Sirosis hati yang di sebabkan oleh etiologi lain frekuensinya sangat kecil sehingga
tidak di bicarakan disini.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala Sirosis
Stadium awal sirosis tanpa gejala sehingga kadang di temukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal
sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut
(sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan
demam tak begitu tinggi. Mungkn disertai adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan
gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih bewarna seperti teh pekat,
muntah darah/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, surkar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma.
Temuan Klinis
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angio maspiderangiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak di ketahui, ada
anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testoteron bebas. Tanda ini juga bisa
di temukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau
umumnya ukuran lesi kecil.
Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar danhipothenar telapak tangan. Hal
ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolism hormone estrogen. Tanda ini juga tidak
spesifik pada sirosis. Dtemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid, hipertiroidisme,
dan keganasan hematologi.
34
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal; dipisahkan dengan
warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa di temukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain
seperti sindrom nefrotik.
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertrofi suatu
periostitis proliferative kronik menimbulkan nyeri.
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur fleksi
jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis.
Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes militus, diistrofi reflex simpatetik, dan
perokok yang juga mengkonsumsi alcohol.
Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae
laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga
hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga lakilaki mengalami perubahan
kearah feminimisme. Kebailkannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga
dikira fase menopause.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini menonjol
pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi perta dan
hipoalbuminemia, caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.
Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan poto sistemik yang berat
Ikterus pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin kurang dari 2-3 mgdl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakkan mengepak-ngepak dari tangan,
dprsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai di antaranya:
Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar.
35
Batu pada vesika felea akibat hemolisis
Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder
infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.
Diabetes militus dialami 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan
tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Gambaran Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksa kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik.
Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
bilirubin, albumin, dan waktu protrombin.
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin
transferase (ALT) atau serum serum glutamil piruvat transferase (SGPT) menigkat tak begitu
tinggi. AST lebih meningkat dariapada ALT , namun bila transferase tidak menyampingkan
adanya sirosis.
Alkasi fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang
tinggi bila ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis billier primer.
Gamma glutamil transpeptida (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase
pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkaholik kronik, karena alkhol
selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.
Bilirubin, konstrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat
pada sirosis yang lanjut.
Albumin, sintesinya terjadi di jaringan hati kosentrasinya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis.
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan,
antigen bakteridari system porta ke jaringan limpoid, selanjutnya menginduksi produsksi
immunoglobulin.
Waktu protrombin mencerminkan derajat atau tingakatan disfungsi sirosis hati ,
sehingga pada sirosis memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan
asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan eksresi air bebas. Kelainan hematologi anemia,
penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom,normositer, hipokrom mikrositer
36
atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, leucopenia, dan neutropenia
akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi
hipersplenisme. Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensiporta. Ultrasonografi (USG) sudah secra rutin digunakan karena
pemeriksaanya non invasif dan mudah digunakan , namun sensitivitasnya kurang.
Pemeriksaan hati yang bisa di nilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan
irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk
melihat asites, splenomegali, thrombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serat skrining
adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
Tomografi kompterisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin di gunakan karena
biayanya relative mahal. Magnetic resonance imaging, perananya tidak jelas dalam
mendiagnosis sirosis selain bianya juga mahal.
DIAGNOSIS
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa
ditegakkan diafnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi, dan opemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakkan diagnosis
sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu
diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau peritoneoskopi karena sulit mebedakan hepatitis
kronik aktif yang berta dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis
kadangkala tidak sulit karena gejal dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya
komplikasi.
PENGOBATAN
Etiologi sirosis mempengaruhi sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahanbahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurani progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk mnghilangkan etiologi, di antaranya : alcohol
37
dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya.
Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.
Pad hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imounosupresif
Pada hemekromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi
normal dan diulang sesuai kebutuhan
Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya
sirosis.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama
satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD
sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3
kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5MIU tiga kali seminggu
dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pad saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa dating, menempatkan sel stelata
sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan
untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon
mempunyai aktifitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata.
Kolkisin memiliki anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum
terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga di
cobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian.
Pengobatan Sirosis Dekompensata
Asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 g
atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasikan dengan obat-obatan diuretic. Awalnya
dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons deuretik
bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1
kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa di
kombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa
ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis
38
dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi
dengan pemberian albumin.
Ensefalopati hepatic; laktuloa membantu pasien untk mengeluarkan ammonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus pengasil ammonia, diet protein
dikurangi sampai 0.5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino
rantai cabang
Varises esophagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat
penyekat beta (propanolol). Waktu pendarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktreotoid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi
Peritonitis bacterial spontan diberikan antibiotic seperti sefotaksim intravena,
amoksilin, atau aminoglikosida.
Sindrom hepatorenal mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur
keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati; terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata, namun sebelum
dilakukan transplantasi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.
PROGNOSIS
Proignosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah factor, meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh (table 2), juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang menjalani
operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan
ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Chil A, B, dan C. Klasifikasi Chil-
pugh berkaitan kelangsungan hidup . Angka kelangsungan hidup selam satu tahun untuk
pasien dengan Chil A, B, dan secara beturut-turut 100,80, dan 45%.
Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model For End Stage Liver Disease (MELD)
digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.
Tabel. 2 Klasifikasi Chil pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati
No Derajat kerusakan Minimal Sedang Berat
1 Bil. Serum (mu.mol/dl <15 35-50 >60
2 Alb. Serum (gr/dl) >35 30-35 <30
3 Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar
4 PSE /ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma
5 Nutrisi sempurna baik Kurang/kurus
39
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta : EGC.
Indonesia.
Kusumobroto O Hernomo, Sirosis Hati, dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati, edisi I, Jakarta,
Jayabadi, 2007
Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V.Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Sujono, Hadi. 2002. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Bandung:Alumni
Sutadi, Sri M.,2003. Sirosis Hepatis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
40