Suatu senyawa yang baru ditemukan (hasil isolasi maupun sintesis) terlebih dahulu diuji
dengan serangkaian uji farmakologi pada hewan. Sebelum calon obat baru ini dapat
dicobakan pada manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat
farmakodinamik, farmakokinetik, farmasetika, dan efek toksiknya pada hewan uji.
Serangkaian uji praklinik yang dilakukan antaralain :
a) Uji Farmakodinamika
Untuk mengetahui apakah bahan obat menimbulkan efek farmakologik seperti yang
diharapkan atau tidak, titik tangkap, dan mekanisme kerjanya. Dapat dilakukan
secara in vivo dan in vitro.
b) Uji Farmakokinetik
- Untuk mengetahui ADME (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme dan Eliminasi)
- Merancang dosis dan aturan pakai
c) Uji Toksikologi
- Mengetahui keamanannya
d) Uji Farmasetika
Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan mutlak bagi setiap obat tradisional
agar masuk ke tahap uji klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif bila:
a. Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial menimbulkan efek khusus
seperti kanker, cacat bawaan.
b. Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuan usia subur
c. Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkait dengan penyakit tertentu
misalnya kanker.
d. Obat digunakan secara kronik
Uji Farmakodinamik
Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk meneliti efek
farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat
tradisional tersebut. Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba.
Cara pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara
pemberiannya pada manusia. Hasil positif secara in vitro dan in vivo pada hewan coba
hanya dapat dipakai untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia
Majelis Kedokteran Indonesia, Volume: 57, Nomor: 8, Agustus 2007
Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan formal/profesi dokter, maka hasil
data empirik harus didukung oleh bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan penggunaannya
pada manusia. Bukti tersebut hanya dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan secara
sistematik. Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka adalah sebagai
berikut.
2. Seleksi
Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat tradisional/obat herbal
yang akan diteliti dan dikembangkan. Jenis obat tradisional/obat herbal yang diprioritaskan
untuk diteliti dan dikembangkan adalah:
a. Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka
kejadiannya (berdasarkan pola penyakit)
b. Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu
c. Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti AIDS dan kanker.
Sembilan spesies tanaman yang dipilih sebagai tanaman unggulan untuk diteliti lebih
lanjut, termasuk uji klinik, adalah
Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan mutlak bagi setiap obat tradisional
agar masuk ke tahap uji klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif bila:
e. Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial menimbulkan efek khusus
seperti kanker, cacat bawaan.
f. Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuan usia subur
g. Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkait dengan penyakit tertentu
misalnya kanker.
h. Obat digunakan secara kronik
Uji Farmakodinamik
Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk meneliti efek
farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat
tradisional tersebut. Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba.
Cara pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara
pemberiannya pada manusia. Hasil positif secara in vitro dan in vivo pada hewan coba
hanya dapat dipakai untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia
11. Apa yang dimaksud dengan uji teratogenik, tujuan, dan contoh?
Uji yg dilakukan untuk mengetahui apakah suatu obat bisa menimbulkan kecacatan
pada janin waktu lahir.
12. Apa saja perbedaan in vitro dan in vivo?
In vitro:
Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit
Murah dan cepat
Yang dimaksud uji in vitro adalah uji pada mikroba jika antibiotic; pada sel kanker dari
hewan utk obat anti kanker; pada plasmodium utk obat anti malaria; pada jamur missal
candida pada obat anti keputihan/candidiasis; pada cacing utk obat cacing; pada virus utk
obat antivirus; pada bagian organ tertentu dari hewan contoh obat asma bronkodilator
diuji pada otot polos trachea marmot; pada jantung hewan dalam chamber utk obat angina
dan aritmia; dll.
In vivo:
Terletak di dalam tubuh manusia
Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
Mahal dan lama
Sedangkan uji in vivo digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar atau
teranestesi). Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya, missal yang
jelas harus dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin, umur, berat badan
(mempengaruhi dosis), dan harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan
mengerat dan non rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi pada manusia
merupakan perpaduan antara rodent dan non rodent.
Selain itu pemilihan jenis hewan yg dipilih pun harus tepat menggambarkan kondisi yg
diinginkan. Contohnya :
Untuk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague Dowley/SD bukan
Wistar atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD memiliki anak banyak sehingga
pengamatan akan lbh baik dg jumlah sample yg banyak.
Fitokimia: Uji in vitro dan in vivo, elearning.unsri.ac.id
In vivo In vitro
Uji terletak di dalam tubuh makhluk Terletak di luar tubuh(laboratorium)
hidup(hewan coba)
Membutuhkan sample yang lebih banyak Sample lebih sedikit
Harga lebih mahal Harga lebih murah
Waktu lebih lama Waktu lebih pendek
Contoh : uji menggunakan hewan coba Contoh : uji bakteri didalam cawan petri
http://repository.unair.ac.id/40108/1/gdlhub-gdl-grey-2016-melesdewak-40588-pg.04-16-
p.pdf
13. Apa saja syarat hewan yang digunakan untuk uji preklinik?
Dalam pemeliharaan dan penggunaan hewan percobaan perlu diperhatikan prinsip 5 Freedom
(5F) dengan rincian sebagai berikut:
1. Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus)
Memberikan akses makanan dan air minum yang sesuai dan memadai untuk kesehatan
hewan mencakup jumlah dan komposisi nutrisi. Kualitas makanan dan air minum yang
memadai dibuktikan melalui analisis proximate makanan, mutu air minum, dan uji
kontaminasi yang dilakukan secara berkala.
2. Freedom from discomfort (bebas dari ketidaknyamanan)
Menyediakan lingkungan yang bersih dan paling sesuai dengan biologik spesies antara
lain meliputi siklus cahaya, suhu, dan kelembaban lingkungan serta fasilitas fisik seperti
ukuran kandang dan komposisi kelompok.
3. Freedom from pain, injury, and disease (bebas dari rasa sakit, trauma, dan penyakit)
Program kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan meminimalkan/ meniadakan
rasa sakit, serta pemilihan prosedur dilakukan dengan pertimbangan meminimalkan rasa
sakit (non-invasive), penggunaan anestesia dan analgesia bila diperlukan, serta eutanasia
dengan metode yang manusiawi dalam rangka untuk meminimalkan bahkan meniadakan
penderitaan hewan.
4. Freedom from fear and distress (bebas dari ketakutan dan stress jangka panjang)
Memberikan kondisi lingkungan dan perlakuan untuk mencegah/ meminimalkan
timbulnya stress (aspek husbandry, care, penelitian), memberikan masa adaptasi dan
pengkondisian (misalnya training) bagi hewan terhadap prosedur penelitian, lingkungan
baru, dan personil. Semua prosedur pada hewan dilakukan oleh personil yang kompeten,
terampil dan terlatih.
5. Freedom to express natural behavior (bebas mengekspresikan tingkah laku alami)
Memberikan ruang dan fasilitas untuk program pengayaan lingkungan (environmental
enrichment) yang sesuai dengan karakteristik biologik dan tingkah laku species
seperti food searching dan foraging, memberikan sarana untuk kontak sosial bagi species
yang bersifat sosial seperti pengandangan berpasangan atau berkelompok, dan
memberikan kesempatan untuk grooming, mating, bermain, dan lainnya.
Prinsip 5F ini diterapkan dalam bentuk Standard Operating Procedures terkait dengan
Program Kesehatan (veterinary care) dan Perawatan Harian (housing dan husbandry).
Spesies yang ideal untuk uji toksisitas sebaiknya memenuhi criteria-kriteria sebagai
berikut:
Berat badan lebih kecil dari 1 kg
Mudah di ambil darahnya dan jumlah darah yang dapat diambil cukup banyak
Mudah dipegang dan dikendalikan
Pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute (oral, subkutan)
Mudah dikembangbiakan dan mudah dipelihara di laboratorium
Lama hidup relative singkat
Fisiologi diperkirakan sesuai/identik dengan manusia/hewan yang dituju
Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada University
Press
14. Apa saja landasan hukum penggunaan hewan coba dalam uji preklinik?
Di tingkat nasional
Undang-undang no. 23/1992 tentang Kesehatan
Undang-undang no. 36/2009 tentang Kesehatan
Pasal 44 ayat 4: Penelitian terhadap hewan harus dijamin kelestariannya dan
mencegah dampak buruk yang tidak langsung terhadap manusia
Peraturan Pemerintah no 39 tahun 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Buku Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan (PNEPK), Depkes RI, 2007 sesuai
dengan SK Menkes 1031/2005 tentang PNEPK, dan 6 Buku Suplemennya
Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB), BPOM 2006
SK Menkes no 1333/2002 tentang Persetujuan Penelitian Kesehatan Terhadap
Manusia
Di tingkat internasional
Nuremberg Code 1947: the Doctor’s Trial
Universal Declaration of Human Rights, UN 1948
Declaration of Helsinki: Ethical Principles for Medical Research Involving Human
Subjects, WMA General Assembly (1964 – 2008)
Operational Guidelines for Ethics Committees That Review Biomedical Research,
WHO 2000
ICH Guidelines for Good Clinical Practice for Trials on Pharmaceutical Products,
WHO 1995
International Ethical Guidelines for Biomedical Research Involving Human Subjects,
CIOMS 2002
International Ethical Guidelines for Epidemiological Studies, CIOMS 2008
15. Bagaimana kriteria tingkat toksisitas suatu bahan pada hewan coba?
khusus
16. Apa saja efek herbal yang ditimbulkan pada hewan coba?
LD50 : menyatakan dosis obat yang dapat menyebabkan kematian
pada 50% hewan percobaan
ED50 : menyatakan dosis obat yang dapat timbulkan efek (ex :kejang-
kejang) pada 50% hewan percobaan.