STEP 1 :
- Uji preklinik
Suatu uju yang dilakukan pada hewan coba dengan tujuan untuk menentukan
keamanan dan khasiat bahan uji secara ilmiah yang dilakukan dengan uji toksisitas
dan uji aktivitas(farmakodinamik) dan uji yang dilakukan secara in vitro dan in in
vivo
- Tolerabilitas
Untuk mengetahui sejauh mana obat menghasilkan efek merugikan dalam tubuh.
STEP 7
Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat tradisional yang akan
dikembangkan menjadi fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada
hewan coba untuk melihat toksisitas dan efek farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan cara
pemberian pada hewan coba disesuaikan dengan rencana pemberian pada manusia.
Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat
Jenderal POM Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk sementara satu
spesies tikus atau mencit, sedangkan WHO menganjurkan pada dua spesies. Uji
farmakodinamik pada hewan coba digunakan untuk memprediksi efek pada manusia,
sedangkan uji toksisitas dimaksudkan untuk melihat keamanannya.
Tujuan penelitian terhadap uji pra klinik antara lain adalah untuk mengidentifikasi
potensi terjadinya toksisitas pada manusia; merancang berbagai uji untuk menetapkan
mekanisme toksis lebih jauh; dan memperkirakan toksisitas yang spesifik dan paling relevan
untuk dipantau dalam uji-uji klinis. Sebagai tambahan berbagai penelitian yang tercantum
dalam tabel I, diperlukan pula beberapa perkiraan kuantitatif seperti ‘no effect’ dose – dosis
maksimum tidak terlihatnya suatu efek toksik tertentu; dosis letal minimum – dosis terkecil
yang dapat mematikan hewan percobaan; dan, bila perlu, dosis letal median (LD50) – dosis
yang mematikan sekitar 50% hewan.
Hedi R. DewotoPengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka,
Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Tujuan dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan potensi ketoksikan
akut dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejala yang timbul pada hewan coba. Data
yang dikumpulkan pada uji toksisitas akut ini adalah data kuantitatif yang berupa kisaran
dosis letal atau toksik, dan data kualitatif yang berupa gejala klinis.
Nurlaila, Donatus IA, Sugiyanto, Wahyono D, Suhardjono D. Petunjuk Praktikum
Toksikologi. 1st ed. Yogyakarta: Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas
Farmasi, Universitas Gajah Mada; 1992. P. 3-5, 16-30.
Spesies yang ideal untuk uji toksisitas sebaiknya memenuhi criteria-kriteria sebagai berikut:
Berat badan lebih kecil dari 1 kg
Mudah di ambil darahnya dan jumlah darah yang dapat diambil cukup banyak
Mudah dipegang dan dikendalikan
Pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute (oral, subkutan)
Mudah dikembangbiakan dan mudah dipelihara di laboratorium
Lama hidup relative singkat
Fisiologi diperkirakan sesuai/identik dengan manusia/hewan yang dituju
Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada University
Press.
Pada prinsipnya jenis hewan yang digunakan untuk uji toksisitas harus dipertimbangkan
berdasarkan sensitivitas, cara metabolisme sediaan uji yang serupa dengan manusia,
kecepatan tumbuh serta mudah tidaknya cara penanganan sewaktu dilakukan percobaan.
Hewan pengerat merupakan jenis hewan yang memenuhi persyaratan tersebut diatas,
sehingga paling banyak digunakan pada uji toksisitas. Hewan yang digunakan harus sehat;
asal, jenis dan galur, jenis kelamin, usia serta berat badan harus jelas. Biasanya digunakan
hewan muda dewasa, dengan variasi bobot tidak lebih dari 20%. Adapun kriteria hewan
yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.
3 hal penting pemanfaatan hewan coba :
Kesehatan hewan
Pemilihan hewan
Tujuan penelitian
Contoh:
Louis Pasteur :
1880 , menggunakan domba untuk penelitian tentang Anthrax.
Ivan Pavlov:
1890, menggunakan anjing untuk penelitian terapi diabetes.
Gambar 3. Cara memegang tikus pada pemberian sediaan uji secara oral
8. apa saja landasan hukum penggunaan hewan coba dalam uji preklinik?
9. Bagaimana criteria tingkat toksisitas suatu bahan pada hewan coba?
10. Apa saja efek herbal yang ditimbulkan pada hewan coba?
LD50 : menyatakan dosis obat yang dapat menyebabkan kematian pada 50% hewan
percobaan
ED50 : menyatakan dosis obat yang dapat timbulkan efek (ex :kejang-kejang) pada
50% hewan percobaan.
Hollinger MA: Introduction to Pharmacology. Taylor & Francis, 1997.
Kriteria tingkat ketoksikan suatu bahan berdasarkan LD50 pada hewan coba Derajat Ketoksikan
Derajat Ketoksikan LD50 Luar biasa toksik 1 mg/kg. bb. Sangat toksik 1-50 mg/kg.bb. Cukup
toksik 50-500 mg/kg. bb. Sedikit toksik 500-5000 mg/kg. bb. Praktis tidak toksik 5000–15.000
mg/kg.bb. Tidak berbahaya 15.000 mg/kg. bb.
Sumber: Lomis 1996.
- Uji toksisitas subkronis adalah suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu zat/bahan
dengan dosis berulang dalam kurun waktu 14–90 hari namun WHO menyarankan sampai 180
hari tergantung dari lama waktu pemakaian obat yang akan digunakan di klinik.
Untuk bahan uji digunakan di klinik dalam waktu berkisar 1–3 hari seperti penggunaan obat
cacing (anthelmintik) maka lama uji toksisitas subkronis berlangsung 14 hari. Untuk bahan uji
yang dipakai di klinik berkisar 5–7 hari, seperti obat antibiotika, maka lama uji toksisitas
subkronis berlangsung 28 hari. Untuk bahan uji yang akan dipakai di klinik dalam kurun waktu 28
hari, maka lama uji toksisitas subkronis 90 hari, dan untuk pemakaian di klinik lebih dari 30 hari
seperti bahan uji untuk terapi penyakit degeneratif yakni obat hipertensi, obat diabetes mellitus,
obat tuberkulosis, obat kanker dan terapi supporting lainnya maka lama pengujian toksisitas
subkronis berkisar 90–180 hari. Tujuan dari pelaksanaan uji toksisitas subkronis adalah untuk
mengetahui adanya efek toksik setelah pemberian bahan uji secara berulang dalam jangka
waktu tertentu khususnya terhadap organ yang berfungsi vital di dalam tubuh hewan coba,
serta untuk mempelajari efek kumulatif bahan uji dalam tubuh.
- Uji toksisitas kronis adalah suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu bahan uji pada
hewan coba dengan dosis berulang dalam kurun waktu sepanjang umur hewan coba. Tujuan
dari uji toksisitas kronis adalah untuk mengetahui profil toksisitas suatu bahan uji secara
berulang dalam jangka panjang.
http://repository.unair.ac.id/40108/1/gdlhub-gdl-grey-2016-melesdewak-40588-
pg.04-16-p.pdf
17. Apa yang dimaksud dengan uji farmakodinamik?
18. Apa contoh uji farmakodinamik?
19. Apa yang dimaksud dengan uji farmakokinetik dan contohnya?
KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA Pengetahuan farmakokinetika berguna dalam berbagai bidang
farmasi dan kedokteran, seperti untuk bidang farmakologi, farmasetika, farmasi klinik,
toksikologi dan kimia medisinal.
Bidang farmakologi Pertama kali, dengan penelitian farmakokinetika dapat dibantu diterangkan
mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana
yang sebenarnya bekerja dalam tubuh; apakah senyawa asalnya, metabolitnya atau kedua-
duanya. Jika efek obat dapat dinilai secara kuantitatif, data kinetika obat dalam tubuh sangat
penting artinya untuk menentukan hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan
intensitas efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian daerah kerja efektif obat (therapeutic
window) dapat ditentukan.
Bidang farmasetica Dalam bidang farmasetika, farmakokinetika berguna untuk menilai
ketersediaan biologis (bioavailability) suatu senyawa aktif terapeutik dari sediaannya (sediaan
yang diberikan secara ekstravaskular). Seperti sudah banyak dibuktikan, kualitas zat aktif, jenis
dan komposisi bahan pembantu serta teknik pembuatan sediaan yang dipakai dalam pembuatan
suatu sediaan dapat mempengaruhi ketersediaan biologis zat aktif dari sediaan tersebut.
Sedangkan ketersediaan biologis zat aktif akan menentukan efektivitas terapeutik dari sediaan
yang bersangkutan. Selain itu, farmakokinetika dapat membantu menentukan pilihan bentuk
sediaan yang paling cocok/baik untuk dibuat.
Bidang farmasi klinik Untuk bidang farmasi klinik, farmakokinetika memiliki beberapa kegunaan
yang cukup penting, yaitu : a) Untuk memilih route pemberian obat yang paling tepat. Apakah
harus secara injeksi intravena, atau bisa dengan route lain seperti secara oral, rektal, dan lain-
lain. Ini dapat dilakukan dengan menilai ketersediaan biologis obat setelah pemberian dalam
berbagai route pemberian, dan dengan mempertimbangkan profil kinetika obat yang dihasilkan
oleh berbagai route pemberian tersebut. b) Dengan cara identifikasi farmakokinetika dapat
dihitung aturan dosis yang tepat untuk setiap individu (dosage regimen individualization).
Sampai dengan saat ini cara identifikasi farmakokinetika merupakan cara yang paling tepat
untuk pengindividualisasian dosis, khususnya untuk obat-obat dengan daerah keija terapeutik
yang sempit seperti teofilin, dan lainlain. c) Data farmakokiketika suatu obat diperlukan dalam
penyusunan aturan dosis yang rasional. d) Dapat membantu menerangkan mekanisme interaksi
obat, baik antara obat dengan obat maupun antara obat dengan makanan atau minuman.
Bidang toksikologi Dalam bidang ini farmakokinetika dapat membantu menemukan sebab-
sebab terjadinya efek toksik dari pemakaian suatu obat.
Bidang kimia medisinal Dalam bidang kimia medisinal, pengetahuan farmakokinetika dan data
farmakokinetika suatu senyawa obat dapat membantu memberikan arah terhadap sintesis
senyawa-senyawa obat baru yang lebih unggul: potensi lebih tinggi, stabilitas
20. Apa yang dimaksud uji mutagenic, tujuan serta contohnya?
21. Apa yang dimaksud dengan uji teratogenik, tujuan serta contohnya?