Anda di halaman 1dari 7

Senin, 13 Juni 2011

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan


Varisella
1.1. Latar Belakang
Varicella Zooster Virus (VZV) adalah penyebab dari sindroma klinik Varicella atau Chickenpox. Varicella
merupakan penyakit yang biasanya tidak berat, sembuh dengan sendirinya, dan merupakan infeksi
primer (1,2,3). Zooster sebagai kesatuan klinis yang berbeda, disebabkan oleh reaktivitas dari VZV
setelah infeksi primer, dimana VZV (disebut juga Human Herpes Virus – 3 / HVH-3) sendiri adalah virus
dengan DNA double-stranded yang termasuk Alphaherpesvirinae(1,4).
Setelah infeksi primer, VZV menempati sistem saraf sensoris terutama di Geniculatum, Trigeminal, atau
akar Ganglia Dorsalis dan dormant di sana untuk beberapa tahun. Dengan bertambahnya umur atau
keadaan immunocompromised, virus menjadi aktif kembali dan turun dari sistem saraf sensoris ke kulit
sehingga muncul erupsi di kulit atau keluhan lain seperti nyeri tanpa manifestasi yang nampak di kulit
(3,4,5).
Varicella atau Chickenpox merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada anak usia sekolah, dimana
lebih dari 90% kasus diderita anak usia kurang dari 10 tahun. Penyakit ini tidak berat pada anak yang
sehat, meskipun morbiditas meningkat pada orang dewasa dan pada pasien dengan
immunocompromised.
Data lain menyebutkan bahwa morbiditas penyakit ini 4000 kasus di rumah sakit dalam satu tahun, dan
mortalitasnya 50 – 100 kematian dalam satu tahun, dengan perkiraan biaya perawatan mencapai 400
juta dollar sehingga pada tahun 1995 diadopsilah vaksinasi untuk penyakit ini (1,2).

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi Varisela


Varisela adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular
bersifat akut yang umumnya menganai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malaise, dan
erupsi kulit berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel selama
3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng. (Thomson, 1986, p. 1483).
Varisela yang mempunyai sinonim cacar air atau chickenpox adalah infeksi akut primer oleh virus
varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa yang secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan
kulit polimorfi terutama dibagian sentral tubuh. (Djuanda, 1993).

2.2. Anatomi Fisiologi


Organ kulit antara lain :
1. Epidermis (Kutilkula) Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit, yang memiliki struktur tipis dengan
ketebalan sekitar 0,07 mm terdiri atas beberapa lapisan, antara lain seperti berikut :
a. Stratum korneum yang disebut juga lapisan zat tanduk. Letak lapisan ini berada paling luar dan
merupakan kulit mati. Jaringan epidermis ini disusun oleh 50 lapisan sel-sel mati, dan akan mengalami
pengelupasansecara perlahan-lahan, digantikan dengan sel telur yang baru.
b. Stratum lusidum, yang berfungsi melakukan “pengecatan” terhadap kulit dan rambut. Semakin banyak
melanin yang dihasilkan dari sel-sel ini, maka warna kulit akan menjadi semakin gelap.
c. Stratum granulosum, yang menghasilkan pigmen warna kulit, yang disebut melamin. Lapisan ini terdiri
atas sel-sel hidup dan terletak pada bagian paling bawah dari jaringan epidermis.
d. Stratum germinativum, sering dikatakan sebagai sel hidup karena lapisan ini merupakan lapisan yang
aktif membelah. Sel-selnya membelah ke arah luar untuk membentuk sel-sel kulit teluar. Sel-sel yang
baru terbentuk akan mendorong sel-sel yang ada di atasnya selanjutnya sel ini juga akan didorong dari
bawah oleh sel yang lebih baru lagi. Pada saat yang sama sel-sel lapisan paling luar mengelupas dan
gugur.
2. Jaringan dermis memiliki struktur yang lebih rumit daripada epidermis, yang terdiri atas banyak lapisan.
Jaringan ini lebih tebal daripada epidermis yaitu sekitar 2,5 mm. Dermis dibentuk oleh serabut-serabut
khusus yang membuatnya lentur, yang terdiri atas kolagen, yaitu suatu jenis protein yang membentuk
sekitar 30% dari protein tubuh. Kolagen akan berangsur-angsur berkurang seiring dengan bertambahnya
usia. Itulah sebabnya seorang yang sudah tua tekstur kulitnya kasar dan keriput. Lapisan dermis terletak
di bawah lapisan epidermis. Lapisan dermis terdiri atas bagian-bagian berikut. Folikel rambut dan struktur
sekitarnya :
a. Akar Rambut
Di sekitar akar rambut terdapat otot polos penegak rambut (Musculus arektor pili), dan ujung saraf indera
perasa nyeri. Udara dingin akan membuat otot-otot ini berkontraksi dan mengakibatkan rambut akan
berdiri. Adanya saraf-saraf perasa mengakibatkan rasa nyeri apabila rambut dicabut.
b. Pembuluh Darah
Pembuluh darah banyak terdapat di sekitar akar rambut. Melalui pembuluh darah ini akar-akar rambut
mendapatkan makanan, sehingga rambut dapat tumbuh.
c. Kelenjar Minyak (glandula sebasea)
Kelenjar minyak terdapat di sekitar akar rambut. Adanya kelenjar minyak ini dapat menjaga agar rambut
tidak kering.
d. Kelenjar Keringat (glandula sudorifera)
Kelenjar keringat dapat menghasilkan keringat. Kelenjar keringat berbentuk botol dan bermuara di dalam
folikel rambut. Bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar keringat adalah bagian kepala, muka, sekitar
hidung, dan lain-lain. Kelenjar keringat tidak terdapat dalam kulit tapak tangan dan telapak kaki.
e. Serabut Saraf
Pada lapisan dermis terdapat puting peraba yang merupakan ujung akhir saraf sensoris. Ujung-ujung
saraf tersebut merupakan indera perasa panas, dingin, nyeri, dan sebagainya.

2.3. Etiologi
Penyebab dari varisela adalah virus varisela-zoster. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa
infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh
setelah sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster.

2.4. Patofisiologi
Varicella dimulai dengan infiltrasi virus ke dalam mukosa yang ditularkan melalui sekresi saluran
pernafasan atau dengan kontak langsung lesi kulit varicella atau herpes zoster. Infiltrasi virus disertai
dengan masa inkubasi 10 – 21 hari pada saat tersebut terjadi penyebaran virus sub klinis. Bila masuk
fase viremi, sel mononuklear darah perifer membawa virus infeksius menghasilkan kelompok vesikel baru
selama 3 – 7 hari.
VVZ juga diangkut kembali ke tempat mukosa saluran pernafasan selama akhir masa inkubasi
memungkinkan penyebaran melalui kontak langsung rentan terjadi sebelum ruam muncul. Varicella
mendatangkan imunitas humoral dan seluler yang sangat protektif terhadap infeksi ulang bergejala.

Infeksi Varisella Zozter


Kontak Langsung Inhalasi
Virus II Virus I
Partiikel virus Infeksi
Menyebar dikulit mukosa saluran nafas Selaput konjungtiva
4-16 hari 4-6 hari
Ensepalitis, hepatitis, typical vesikuler, pneumonia Menggandakan diri
Menularkan penyakit Diliver, spleen dan organ lain
Lesi mengeras
Virus varisella
Kekebalan tubuh

2.5. Manifestasi Klinis


Masa inkubasi dari varicella 7 – 21 hari setelah paparan, dengan kasus terbanyak terjadi antara 14 – 17
hari. Misalnya, satu anak dalam sebuah keluarga tertular varicella pada sekolah, kakak atau adiknya
kemungkinan akan timbul gejala varicella sekitar 2 minggu kemudian. Varicella umumnya berakhir 7 – 10
hari pada anak-anak, dan lebih lama pada orang dewasa.
Masa penularan varicella mulai 2 hari sebelum vesikel muncul dan berakhir saat semua vesikel menjadi
krusta. Anak dengan varicella harus diistirahatkan sekitar 1 minggu. Anda tidak harus menunggu hingga
lesi pada kulit hilang semua. Orang yang sedang sakit atau mempunyai problem dengan sistem immun
harus menghindari kontak dengan penderita varicella. Begitu pula wanita hamil.

2.6. Gejala
Gejala yang timbul dibagi menjadi dua tahap:
1. Tahap awal (fase prodromal), 24 jam sebelum timbul gejala kelainan pada kulit terhadap gejala-gejala
panas, perasaan lemah, malas, tidak nafsu makan dan kadang-kadang disertai kemerahan seperti biang
keringat.
2. Tahap selanjutnya (fase erups) dimulai dengan timbulnya bintik merah kecil yang berubah menjadi
benjolan berisi cairan jernih dan mempunyai dasar kemerahan. Cairan veksikel setelah beberapa hari
berubah menjadi keruh. Dalam 3-4 hari veksikel ini menebar keseluruh tubuh mula-mula dari dada lalu ke
muka, bahu dan anggota gerak. Pada tahap ini dapat tumbuh perasan gatal di tubuh.
Gejala yang mungkin timbul berupa :
o Demam
o Kelemahan tubuh
o Mual
o Nyeri kepala
o Lesi kulit yang berbentuk bentolan berisi air, sangat gatal, yang biasanya dari badan dan menyebar
keluar (muka, kepala dan anggota gerak)
o Les dapat juga terjadi di tenggorokan

2.7. Frekuensi
Pada masa sebelum vaksinasi disbarluaskan insidensi pada tahun 1988–1994 didapatkan 95,5% orang
dewasa 20-25 tahun, 98,8% usia 30-39 tahun, 99,6% usia >40 tahun telah kebal terhadap virus ini.
Sehingga pada tahun 2000 vaksinasi dilakukan untuk melindungi anak dengan usia 19–35 bulan,
sehingga terjadi penurunan yang signifikan terhadap angka kejadian varisella di usia-usia tersebut.
Varisella menyebar secara mendunia, tetapi pada masing-masing negara memiliki insidensi yang
berbeda bergantung suhu, musim. Insidensi cacar air tidak memiliki predileksi usia dan paling sering
terjadi pada anak-anak usia 3–6 tahun.

2.8. Mortalitas / Morbiditas


Angka kesakitan diakibatkan oleh penyebaran virus dalam darah, infeksi otak dan selaputnya, adanya
infeksi bakteri, dan infeksi paru-paru. Komplikasi lainnya berupa rendahnya jumlah trombosit, infeksi
pada sendi, infeksi hati dan infeksi ginjal.
Pada wanita hamil, infeksi varisela pada usia kehamilan 20 minggu akan menyebabkan kelainan
kongenital pada bayi termasuk atrofi anggota gerak, abnormalitas saraf dan mata, dan juga retardasi
mental.
Bayi yang lahir dari ibu yang menderita cacar air beberapa hari sebelum kelahiran atau 2 hari setelah
lahir dapat menimbulkan disseminated varicella neonatorum. Lesi perdarahan di hati dan paru-paru
merupakan potensi terjadinya kematian.

2.9. Komplikasi
Komplikasi Tersering secara umum :
a. Pnemonia
b. Kelainan ginjal.
c. Ensefalitis.
d. Meningitis.
Komplikasi yang langka :
a. Radang sumsum tulang.
b. Kegagalan hati.
c. Hepatitis.
d. Sindrom Reye.
Komplikasi yang biasa terjadi pada anak-anak hanya berupa infeksi varisela pada kulit, sedangkan pada
orang dewasa kemungkinan terjadinya komplikasi berupa radang pari-paru atau pnemonia 10 – 25 lebih
tinggi dari pada anak-anak.

2.10. Penatalaksanaan
Pasien harus diisolasikan dari orang lain, begitu juga untuk kebutuhan sehari-harinya. Biasanya yang
dilakukan adalah :
a. Isolasi untuk mencegah penularan
b. Diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein)
c. Bila demam tinggi kompres dengan air hangat
d. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit misalnya pemberian antiseptic pada air
e. Upayakan agar vesikel tidak pecah
o Jangan menggaruk vesikel
o Kuku jangan dibiarkan panjang
o Bila hendak mengeringkan badan, cukup dengan handuk pada kulit dan jangan digosok.
Pemberian obat-obatan untuk mengurangi gejala seperti gatal (antihistamin-difenhidramin), demam
(parasetamol) diperlukan agar mengurangi tingkat berat penyakit. Pemberian obat antivirus berupa
acyclovir per oral direkomendasikan dalam 48 jam awal pasien mengeluh gejala cacar air. Pemberian
acyclovir per vena di rekomendasikan pada pasien dengan komplikasi berat, gangguan sistem imunitas
dan bayi.
Pemberian varicella-zooster immuno globulin (VZIG) diberikan kurang dari 96 jam setelah terpapar, yaitu
pada :
a. Wanita dengan kehamilan
b. Anak dengan gangguan sistem pertahanan tubuh
c. Bayi baru lahir dengan ibu tertular varicella dalam 5 hari sebelum melahirkan atau 48 jam setelah
melahirkan.
d. Bayi prematur usia 28 minggu atau lebih muda dengan orangtua tanpa riwayat cacar air sebelumnya.

2.11. Pencegahan
Pencegahan yang bisa dilakukan antara lain :
1. Hindari kontak dengan penderita.
2. Tingkatkan daya tahan tubuh.
3. Imunoglobulin Varicella Zoster
- Dapat mencegah (atau setidaknya meringankan) terjadinya cacar air. Bila diberikan dalam waktu
maksimal 96 jam sesudah terpapar.
- Dianjurkan pula bagi bayi baru lahir yang ibunya menderita cacar iar beberapa saat sebelum atau
sesudah melahirkan.
4. Memberikan vaksin
Vaksin Varisella biasanya diberikan kepada anak yang berusia 12-18 bulan.
Untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi bakteri, sebaiknya:
1. Kulit dicuci sesering mungkin dengan air dan sabun
2. Menjaga kebersihan tangan
3. Kuku dipotong pendek
4. Pakaian tetap kering dan bersih.

Dan untuk Menghilangkan bekasnya :


Setelah masa penyembuhan varicella, dapat dilanjutkan dengan perawatan bekas luka yang ditimbulkan
dengan banyak mengkonsumsi air mineral untuk menetralisir ginjal setelah mengkonsumsi obat.
Konsumsi vitamin C plasebo ataupun yang langsung dari buah-buahan segar seperti juice jambu biji,
juice tomat dan anggur. Vitamin E untuk kelembaban kulit bisa didapat dari plasebo, minuman dari lidah
buaya, ataupun rumput laut. Penggunaan lotion yang mengandung pelembab ekstra saat luka sudah
benar- benar sembuh diperlukan untuk menghindari iritasi lebih lanjut.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN VARISELLA


1. Pengkajian
1) Data subjektif
Pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan dan sakit kepala.
2) Data Objektif
a. Integumen : kulit hangat, pucat. adanya bintik-bintik kemerahan pda kulit yang berisi cairan jernih.
Pada kulit dan membran mukosa : Lesi dalam berbagai tahap perkembangannya : mulai dari makula
eritematosa yang muncul selama 4-5 hari kemudian berkembang dengan cepat menjadi vesikel dan
krusta yang dimulai pada badan dan menyebar secara sentrifubal ke muka dan ekstremitas. Lesi dapat
pula terjadi pada mukosa, palatum dan konjunctiva.
b. Suhu : dapat terjadi demam antara 380-390 C.
c. Metabolik : peningkatan suhu tubuh.
d. Psikologis : menarik diri.
e. GI : anoreksia.
f. Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela.

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan leukosit biasanya mennjukkan hasil yang normal, rendah, atau meningkat sedikit.
Multinucleated giant cells pada pemeriksaan Tzanck smear dari lepuhan kulit. Hasil positif pada
pemeriksaan kultur jaringan.

3. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan kurangnya intake makanan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.

4. Intervensi
1. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan tidak demam.
Intervensi :
- Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang dating kontak dengan
pasien
R/ Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi
- Gunakan sarung tangan, masker dan teknik aseptic selama perawatan
R/ Mencegah masuknya organism infeksius
- Awasi atau batasi pengunjung bila perlu
R/ Mencegah kontaminasi silang dari pengunjung
- Cukur atau ikat rambut di sekitar daerah yang terdapat erupsi
R/ Rambut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
- Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas
R/ Meningkatkan penyembuhan
- Awasi tanda-tanda vital
R/ Indikator terjadinya infeksi.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
Tujuan : mencapai penyembuhan tepat waktu dan adanya regenerasi jaringan
Intervensi :
- Pertahankan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
R/ Mengetahui keadaan integritas kulit
- Berikan perawatan kulit
R/ Menghindari gangguan integritas kulit
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan kurangnya intake makanan.
Tujuan : terpenuhinya kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan
Intervensi :
- Berikan makanan sedikit tapi sering
R/ Membantu mencegah ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan
- Pastikan makanan yang disukai/tidak disukai. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari
rumah
R/ Meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
Tujuan : pasien dapat menerima keadaan tubuh
Intervensi :
- Bantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini
R/ Memanfaatkan kemampuan dan menutupi kekurangan
- Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan
R/ Memfasilitasi dengan memanfaatkan keletihan
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan : adanyan pemahaman kondisi dan kebutuhan pengobatan
Intervensi :
- Diskusikan perawatan erupsi pada kulit
R/ Meningkatkan kemampuan perawatan diri dan meningkatkan kemandirian.

5. Implementasi
1. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
a. Menekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak
dengan pasien.
b. Menggunakan skort,masker, sarung tangan dan teknik aseptik selama perawatan luka.
c. Mengawasi atau membatasi pengunjung bila perlu.
d. Mencukur atau mengikat rambut disekitar daerah yang terdapat erupsi.
e. Membersihkan jaringan mefrotik.yang lepas (termasuk pecahnya lepuh).
f. Mengawasi tanda vital.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
a. Memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
b. Memberikan perawatan kulit.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan kurangnya intake makanan.
a. Memberikan makanan sedikit tapi sering.
b. Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang terdekat untuk membawa makanan
dari rumah yang tepat.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
a. Memberikan makanan sedikit tapi sering.
b. Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang terdekat untuk membawa makanan
dari rumah yang tepat.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
a. Mendiskusikan perawatan erupsi pada kulit

6. Evaluasi
Masalah gangguan intebritas kulit dikatakan teratasi apabila :
a. Fungsi kulit dan membran mukosa baik dengan parut minimal.
b. Krusta berkurang
c. Suhu kulit, kelembaban dan warna kulit serta membran mukosa normal alami
d. Tidak terjadi komplikasi dan infeksi sekunder
e. Tidak terdapat kelainan neurologic
f. Tidak terjadi kelainan respiratorik.
g. Suhu tubuh normal.

DAFTA PUSTAKA

Adhi Djuanda (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK Universitas Indonesia, Jakarta,
1993.
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI.
Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis.
June M. Thomson, et. al. (1986). Clinical Nursing Practice, The C.V. Mosby Company, Toronto.
Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.
Diposting oleh luny di 08.57
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Posting Kom

Anda mungkin juga menyukai