BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.3. Etiologi
Penyebab dari varisela adalah virus varisela-zoster. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa
infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh
setelah sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster.
2.4. Patofisiologi
Varicella dimulai dengan infiltrasi virus ke dalam mukosa yang ditularkan melalui sekresi saluran
pernafasan atau dengan kontak langsung lesi kulit varicella atau herpes zoster. Infiltrasi virus disertai
dengan masa inkubasi 10 – 21 hari pada saat tersebut terjadi penyebaran virus sub klinis. Bila masuk
fase viremi, sel mononuklear darah perifer membawa virus infeksius menghasilkan kelompok vesikel baru
selama 3 – 7 hari.
VVZ juga diangkut kembali ke tempat mukosa saluran pernafasan selama akhir masa inkubasi
memungkinkan penyebaran melalui kontak langsung rentan terjadi sebelum ruam muncul. Varicella
mendatangkan imunitas humoral dan seluler yang sangat protektif terhadap infeksi ulang bergejala.
2.6. Gejala
Gejala yang timbul dibagi menjadi dua tahap:
1. Tahap awal (fase prodromal), 24 jam sebelum timbul gejala kelainan pada kulit terhadap gejala-gejala
panas, perasaan lemah, malas, tidak nafsu makan dan kadang-kadang disertai kemerahan seperti biang
keringat.
2. Tahap selanjutnya (fase erups) dimulai dengan timbulnya bintik merah kecil yang berubah menjadi
benjolan berisi cairan jernih dan mempunyai dasar kemerahan. Cairan veksikel setelah beberapa hari
berubah menjadi keruh. Dalam 3-4 hari veksikel ini menebar keseluruh tubuh mula-mula dari dada lalu ke
muka, bahu dan anggota gerak. Pada tahap ini dapat tumbuh perasan gatal di tubuh.
Gejala yang mungkin timbul berupa :
o Demam
o Kelemahan tubuh
o Mual
o Nyeri kepala
o Lesi kulit yang berbentuk bentolan berisi air, sangat gatal, yang biasanya dari badan dan menyebar
keluar (muka, kepala dan anggota gerak)
o Les dapat juga terjadi di tenggorokan
2.7. Frekuensi
Pada masa sebelum vaksinasi disbarluaskan insidensi pada tahun 1988–1994 didapatkan 95,5% orang
dewasa 20-25 tahun, 98,8% usia 30-39 tahun, 99,6% usia >40 tahun telah kebal terhadap virus ini.
Sehingga pada tahun 2000 vaksinasi dilakukan untuk melindungi anak dengan usia 19–35 bulan,
sehingga terjadi penurunan yang signifikan terhadap angka kejadian varisella di usia-usia tersebut.
Varisella menyebar secara mendunia, tetapi pada masing-masing negara memiliki insidensi yang
berbeda bergantung suhu, musim. Insidensi cacar air tidak memiliki predileksi usia dan paling sering
terjadi pada anak-anak usia 3–6 tahun.
2.9. Komplikasi
Komplikasi Tersering secara umum :
a. Pnemonia
b. Kelainan ginjal.
c. Ensefalitis.
d. Meningitis.
Komplikasi yang langka :
a. Radang sumsum tulang.
b. Kegagalan hati.
c. Hepatitis.
d. Sindrom Reye.
Komplikasi yang biasa terjadi pada anak-anak hanya berupa infeksi varisela pada kulit, sedangkan pada
orang dewasa kemungkinan terjadinya komplikasi berupa radang pari-paru atau pnemonia 10 – 25 lebih
tinggi dari pada anak-anak.
2.10. Penatalaksanaan
Pasien harus diisolasikan dari orang lain, begitu juga untuk kebutuhan sehari-harinya. Biasanya yang
dilakukan adalah :
a. Isolasi untuk mencegah penularan
b. Diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein)
c. Bila demam tinggi kompres dengan air hangat
d. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit misalnya pemberian antiseptic pada air
e. Upayakan agar vesikel tidak pecah
o Jangan menggaruk vesikel
o Kuku jangan dibiarkan panjang
o Bila hendak mengeringkan badan, cukup dengan handuk pada kulit dan jangan digosok.
Pemberian obat-obatan untuk mengurangi gejala seperti gatal (antihistamin-difenhidramin), demam
(parasetamol) diperlukan agar mengurangi tingkat berat penyakit. Pemberian obat antivirus berupa
acyclovir per oral direkomendasikan dalam 48 jam awal pasien mengeluh gejala cacar air. Pemberian
acyclovir per vena di rekomendasikan pada pasien dengan komplikasi berat, gangguan sistem imunitas
dan bayi.
Pemberian varicella-zooster immuno globulin (VZIG) diberikan kurang dari 96 jam setelah terpapar, yaitu
pada :
a. Wanita dengan kehamilan
b. Anak dengan gangguan sistem pertahanan tubuh
c. Bayi baru lahir dengan ibu tertular varicella dalam 5 hari sebelum melahirkan atau 48 jam setelah
melahirkan.
d. Bayi prematur usia 28 minggu atau lebih muda dengan orangtua tanpa riwayat cacar air sebelumnya.
2.11. Pencegahan
Pencegahan yang bisa dilakukan antara lain :
1. Hindari kontak dengan penderita.
2. Tingkatkan daya tahan tubuh.
3. Imunoglobulin Varicella Zoster
- Dapat mencegah (atau setidaknya meringankan) terjadinya cacar air. Bila diberikan dalam waktu
maksimal 96 jam sesudah terpapar.
- Dianjurkan pula bagi bayi baru lahir yang ibunya menderita cacar iar beberapa saat sebelum atau
sesudah melahirkan.
4. Memberikan vaksin
Vaksin Varisella biasanya diberikan kepada anak yang berusia 12-18 bulan.
Untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi bakteri, sebaiknya:
1. Kulit dicuci sesering mungkin dengan air dan sabun
2. Menjaga kebersihan tangan
3. Kuku dipotong pendek
4. Pakaian tetap kering dan bersih.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan leukosit biasanya mennjukkan hasil yang normal, rendah, atau meningkat sedikit.
Multinucleated giant cells pada pemeriksaan Tzanck smear dari lepuhan kulit. Hasil positif pada
pemeriksaan kultur jaringan.
3. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan kurangnya intake makanan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
4. Intervensi
1. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan tidak demam.
Intervensi :
- Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang dating kontak dengan
pasien
R/ Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi
- Gunakan sarung tangan, masker dan teknik aseptic selama perawatan
R/ Mencegah masuknya organism infeksius
- Awasi atau batasi pengunjung bila perlu
R/ Mencegah kontaminasi silang dari pengunjung
- Cukur atau ikat rambut di sekitar daerah yang terdapat erupsi
R/ Rambut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
- Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas
R/ Meningkatkan penyembuhan
- Awasi tanda-tanda vital
R/ Indikator terjadinya infeksi.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
Tujuan : mencapai penyembuhan tepat waktu dan adanya regenerasi jaringan
Intervensi :
- Pertahankan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
R/ Mengetahui keadaan integritas kulit
- Berikan perawatan kulit
R/ Menghindari gangguan integritas kulit
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan kurangnya intake makanan.
Tujuan : terpenuhinya kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan
Intervensi :
- Berikan makanan sedikit tapi sering
R/ Membantu mencegah ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan
- Pastikan makanan yang disukai/tidak disukai. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari
rumah
R/ Meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
Tujuan : pasien dapat menerima keadaan tubuh
Intervensi :
- Bantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini
R/ Memanfaatkan kemampuan dan menutupi kekurangan
- Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan
R/ Memfasilitasi dengan memanfaatkan keletihan
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan : adanyan pemahaman kondisi dan kebutuhan pengobatan
Intervensi :
- Diskusikan perawatan erupsi pada kulit
R/ Meningkatkan kemampuan perawatan diri dan meningkatkan kemandirian.
5. Implementasi
1. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
a. Menekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak
dengan pasien.
b. Menggunakan skort,masker, sarung tangan dan teknik aseptik selama perawatan luka.
c. Mengawasi atau membatasi pengunjung bila perlu.
d. Mencukur atau mengikat rambut disekitar daerah yang terdapat erupsi.
e. Membersihkan jaringan mefrotik.yang lepas (termasuk pecahnya lepuh).
f. Mengawasi tanda vital.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
a. Memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
b. Memberikan perawatan kulit.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan kurangnya intake makanan.
a. Memberikan makanan sedikit tapi sering.
b. Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang terdekat untuk membawa makanan
dari rumah yang tepat.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
a. Memberikan makanan sedikit tapi sering.
b. Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang terdekat untuk membawa makanan
dari rumah yang tepat.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
a. Mendiskusikan perawatan erupsi pada kulit
6. Evaluasi
Masalah gangguan intebritas kulit dikatakan teratasi apabila :
a. Fungsi kulit dan membran mukosa baik dengan parut minimal.
b. Krusta berkurang
c. Suhu kulit, kelembaban dan warna kulit serta membran mukosa normal alami
d. Tidak terjadi komplikasi dan infeksi sekunder
e. Tidak terdapat kelainan neurologic
f. Tidak terjadi kelainan respiratorik.
g. Suhu tubuh normal.
DAFTA PUSTAKA
Adhi Djuanda (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK Universitas Indonesia, Jakarta,
1993.
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI.
Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis.
June M. Thomson, et. al. (1986). Clinical Nursing Practice, The C.V. Mosby Company, Toronto.
Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.
Diposting oleh luny di 08.57
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest