ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS
1
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien, pada tanggal 3 januari pukul
06.00 am WIB.
Keluhan Utama
BAB cair
2
Riwayat Kelahiran
Ibu pasien dengan G0P1A0:
1. Anak laki-laki 6 bulan (pasien)
Riwayat morbiditas selama kehamilan disangkal.
Riwayat Kehamilan
Kehamilan cukup bulan (37 minggu). Lahir normal di Bidan. Berat lahir 2800 g, panjang
lahir 48 cm. Langsung menangis, tidak biru, tidak kuning.
Riwayat Imunisasi
Kesan lengkap. DPT 3 dan Campak belum.
Riwayat Nutrisi
ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan.
Riwayat Perkembangan
Kesan tidak ada keterlambatan.
3
TB/U : 68/69 = 98,55%
BB/TB : 6,7/7,9 = 84,8 %
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 01 Juni 2009 (IGD)
Hb 9,1 g/dL
Eritrosit 4,69 juta/µL
Ht 27%
MCV 58 fl
MCH 19,4 pg
MCHC 33,5 g/dL
RDW-CV 28,3%
Leukosit 15.250/ µL
Hitung jenis: basofil 0,1 %; eosinofil 0.7 %; neutrofil 18,9 %; limfosit 69,4 %; monosit 10,9
%
Trombosit 344.000/ µL
Elektrolit: Na 129 mEq/L, K 3,34 mEq/L, Cl 90 mEq/L
4
Mata : cekung (+/+), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
Mulut : mukosa lembab
KGB : tak teraba
Jantung : bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler ka - ki, ronki (-/-), mengi (-/-)
Abdomen : datar, lemas, BU (+) meningkat, nyeri tekan (-), hepar &
limpa tidak teraba, turgor baik
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A: Diare akut dehidrasi ringan sedang
P: KaEN 3B 48 tpm mikro
Lacto B 3 x ½ sach
Sanmol 3x3/4 cth
Pedialite ad lib
Cefotaxime 2x 350 mg
Zinkid 1x1 tab
5
Silinder cast :-
Sil. Hyalin :-
Bakteri : penuh
Kristal :-
Lain-lain :-
6
Lendir :+
Nanah :-
Darah :-
Mikroskopik Feces
Darah samar : -
Leukosit : 0-2
Eritrosit :-
Telur cacing :-
Amoeba :-
Lain-lain : serat makanan (+)
7
S: demam (-). BAB sudah seperti biasa, BAK Normal, muntah (-), makan minum mau,
batuk (-)
O: CM, T= 37,7, nadi= 100 x/menit, RR= 35x
Kepala : deformitas (-), normosefal, ubun-ubun belum menutup
Mata : cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
Mulut : mukosa lembab
KGB : tak teraba
Jantung : bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler ka - ki, ronki (-/-), mengi (-/-)
Abdomen : datar, lemas, BU (+) meningkat, nyeri tekan (-), hepar &
limpa tidak teraba, turgor baik
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A: Diare akut dehidrasi ringan sedang + ISK
P: KaEN 3B 30 tpm mikro
Lacto B 3 x ½ sach
Sanmol 4x3/4 cth
Pedialite ad lib
Cefspan PO 2 x 15 mg ( sore demam – pasien boleh pulang )
Zinkid 1x1 tab
RESUME
Pasien anak laki-laki usia 7 bulan datang dengan keluhan mencret sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mencret dengan frekuensi
sampai lebih dari tiga kali per hari. Mencret berisi cairan disertai sedikit ampas, berwarna
kuning, tanpa lendir, darah (-). Volume setiap kali mencret sebanyak ± ½ gelas Aqua, bau
busuk. Menangis sebelum mencret (-). Keluhan disertai demam naik turun, tidak terlalu
tinggi, tapi suhu tidak diukur. Batuk (-), dahak (-), pilek (-), sesak napas (-), menangis
sebelum buang air kecil (-). Nafsu makan menurun, minum berkurang.
Demam mulai dirasakan 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sempat turun setelah diberi
obat penurun panas, namun hari berikutnya pasien kembali panas. Panas turun hanya ketika
diberi obat penurun panas, tidak ada menggigil, tanpa kejang.
8
1 hari sebelum masuk Rumah Sakit gejala yang dirasakan masih sama disertai dengan
muntah-muntah ± 3 kali dalam sehari, hampir setiap makan dan minum, isi muntahan
makanan dan minuman, tanpa darah, ± ½ gelas Aqua.
Pada Hari masuk Rumah Sakit mencret sekitar 3 kali , cair lebih dari ampas, berwarna
kuning, tanpa lendir dan darah, dengan volume ± ½ gelas Aqua, bau busuk. Makan dan
minum mau.
1 minggu Sebelum sakit berat pasien 8,5 kg. Setelah mencret-mencret selama 3 hari, berat
badan pasien 6,7 kg. Waktu pasien datang ke IGD pasien tampak menangis, aktif, air mata
(+), minum mau, buang air kecil (+), mata tampak cekung. Status gizi pasien masih dalam
gizi baik (berat badan menurut umur).
DAFTAR MASALAH
Diare akut dehidrasi ringan-sedang
ISK
TATA LAKSANA
KaEN 3B 30 tpm mikro
Lacto B 3 x ½ sach
Sanmol 4x3/4 cth
Pedialite ad lib
Cefotaxime 2x 350 mg di STOP ganti dengan Cefspan PO 2 x 15 mg (hari ke-4)
Zinkid 1x1 tab
PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diare didefinisikan sebagai keluarnya tinja yang lunak atau cair tiga kali atau lebih
dalam satu hari. Perlu diingat bahwa bayi yang mendapatkan ASI penuh biasanya
mengeluarkan tinja lunak atau agak cair setiap hari beberapa kali, dengan demikian lebih
praktis mendefinisikan diare sebagai meningkatnya frekuensi tinja atau konsistensinya
menjadi lebih lunak sehingga dianggap abnormal oleh ibu. 1 Diare juga diartikan pengeluaran
tinja yang sangat cair atau sangat sering dengan peningkatan kadar air di dalamnya. 2
Normalnya anak-anak menghasilkan tinja 5 g/kg berat badan per hari.1 Jumlah ini akan
meningkat seiring pertumbuhan anak.
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari
biasanya ( 3 atau lebih per hari ) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari
penderita. (Depkes RI, Kepmenkes RI Tentang Pedoman P2D,Jkt,2002). Secara klinis
penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar yaitu karena Infeksi,
malabsorbsi, alergi, keracunan, immuno defisiensi, dan penyebab lain, tetapi yang sering
ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.
(Depkes RI, Kepmenkes RI Tentang Pedoman P2D , Jkt , 2002). Adapun penyebab-penyebab
tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya keadaan gizi, kebiasaan atau
perilaku, sanitasi lingkungan, dan sebagainya
Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih
tinggi. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita
setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare
merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5
bagi semua umur. Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 - 2 kali per
tahun.
Kasubdit Diare dan Kecacingan Depkes, I Wayan Widaya mengatakan hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu
10
penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten
di 16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare
yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut,
terutama disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup
tidak sehat. Jumlah penderita diare tertinggi ada di daerah NTT yakni 2194 jiwa, sedangkan
di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sebesar 196 jiwa
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui mulut (orofecal) antara lain
melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja
penderita.
Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan
Resiko menderita diare berat beberapa kali lebih besar pada bayi yang tidak diberi
ASI daripada bayi yang diberi ASI penuh.
Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman yang berasal dari tinja
dan sukar dibersihkan. Sewaktu susu dimasukkan ke dalam botol yang tidak bersih akan
terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera diminum kuman akan tumbuh.
Bila makanan dimasak dan disimpan untuk digunakan kemudian, keadaan ini akan
memudahkan terjadinya pencemaran, misalnya kontak dengan peralatan yang terpapar.
Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, kuman dapat berkembang biak.
Menggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja
11
Air mungkin terpapar di sumbernya atau pada saat penyimpanan di rumah.
Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup, atau apabila
tangan tercemar kuman mengenai air sewaktu mengambilnya dari tempat penyimpanan.
Beberapa faktor pejamu dapat meningkatkan insiden, beratnya penyakit, dan lamanya diare.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
ASI mengandung antibodi yang melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab
penyakit diare, seperti Shigella dan Vibrio Cholera.
Kurang gizi
Beratnya penyakit, lama, dan resiko kematian meningkat pada anak-anak dengan
kurang gizi.
Campak
Diare dan disentri lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak dengan
campak atau yang menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini sebagai akibat
penurunan kekebalan penderita.
Imunodefisiensi/imunosupressi
Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara misalnya sesudah infeksi virus
(seperti campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti penderita AIDS. Pada anak
dengan imunosupressi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen dan
mungkin juga berlangsung lama.
12
Umur
Kebanyakan episod diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi
pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Pola ini
menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan
aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terpapar bakteri tinja dan kontak langsung
dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai belajar merangkak. Kebanyakan
kuman usus merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit
yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.
Variasi Musiman
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografi. Pada daerah sub-tropik
diare karena bakteri lebih serign terjadi pada musim panas sedangkan diare karena virus,
terutama rotavirus, puncaknya terjadi pada musim dingin. Di daerah tropik diare rotavirus
terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada musim kemarau, sedangkan puncak
diare karena bakteri adalah pada musim hujan. Insiden diare persisten mengikuti pola
musiman yang sama seperti pada diare cair akut.
Infeksi asimptomatik
Kebanyakan infeksi usus bersifat asimptomatik dan proporsi asimptomatik ini meningkat
di atas umur 2 tahun karena pembentukan imunitas aktif. Pada saat infeksi asimptomatik
yang mungkin berakhir dalam beberapa hari atau minggu, tinja mengandung virus,
bakteri, dan kista protozoa yang infeksius. Orang dengan terinfeksi asimptomatik
mempunyai peranan penting dalam penyebaran beberapa kuman enterik terutama bila
mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan sering pindah dari
satu tempat ke tempat lain.
Dua kuman usus patogen V.Cholerae dan Shigella disentri tipe 1 adalah penyebab utama
kejadian luar biasa yang angka kesakitan dan kematiannya pada semua golongan umur
cukup tinggi. Sejak tahun 1961 kolera yang disebabkan V.Cholerae byotipe Eltor telah
menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia dan Timur Tengah dan
13
beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam waktu yang sama S.disentri tipe 1
menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah
dan Asia Selatan.
II. 3 Etiologi
Etiologi diare pada anak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu infeksi dan noninfeksi.
Penyebab tersering diare pada anak adalah infeksi rotavirus. Tabel di bawah ini menampilkan
berbagai macam etiologi diare pada anak.
Mekanisme Patogenesis
14
Virus :
Beberapa jenis virus seperti Rotavirus berkembang biak dalam epitel usus halus,
menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili yang
secara normal mempunyai fungsi absorpsi dan penggantian sementara oleh sel epitel
berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan
elektrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim
Disakaridase, Menyebabkan berkurangnya absorpsi disakarida terutama Laktosa.
Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi
matang.
Bakteri :
Penempelan di mukosa
Bakteri harus menempel pada mukosa untuk menghindar dirinya dari penyapuan.
Penempelan terjadi melalui antigen yang menyerupai rambut getar, disebut pili atau
fimbrae, yang melekat pada reseptor di permukaan usus. Hal ini terjadi misalnya pada
E.coli enterotoksigenik dan V.cholerae 01. Pada beberapa keadaan, penempelan pada
mukosa dihubungkan dengan perubahan epitel usus yang menyebabkan pengurangan
kapasitas penyerapan dan menyebabkan sekresi cairan.
Toksin yang menyebabkan sekresi
E.cole enterotoksigenik, V.cholerae 01 dan beberapa bakteri lain mengeluarkan toksin
yang menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi ansorpsi natrium melalui villi
dan mungkin meningkatkan sekresi chlorida dari kripta. Yang menyebabkan sekresi air
dan elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat
setelah 2-4 hari.
Invasi mukosa
Shigella, C.jejuni, E.coli enteroinvasive dan Samonella dapat menyebabkan diare
berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa. Ini terjadi sebagian besar di
kolon dan bagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses
dan ulkus superficial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau
terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan kuman ini menyebabkan
kerusakan jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa.
Protozoa:
Penempelan mukosa
15
G.Lamblia dan Cryptosporidium menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan
pemendekan villi, yang kemungkinan menyebabkan diare.
Invasi mukosa
E.histolicia menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel mukosa di kolon (atau
ileum) yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Namun begitu keadaan ini baru terjadi
bila strainnya sangat ganas. Pada manusia 90% infeksi terjadi oleh strain yang tidak
ganas, dalam hal ini tidak ada invasi ke mukosa dan tidak timbul gejala, meskipun kista
amoeba dan tropozoit mungkin ada di dalam tinja.
Pada anak, diare akut adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba
akibat kandungan air dalam tinja melebihi normal (10 ml/kg/hari), yang menyebabkan
peningkatan frekuensi defekasi lebih dari tiga kali sehari.3
Sebagian besar diare berlangsung kurang dari tujuh hari dan sembuh dengan
sendirinya. Sekitar 10% pasien yang mengalami diare akut sampai 14 hari. Dan sekitar
5% pasien diare akut berlanjut menjadi diare persisten (lebih dari 14 hari). 3 Diare
dan/atau muntah merupakan gejala dari gastroenteritis.
Jumlah kasus gastroenteritis akut di seluruh dunia mencapai 3-5 milyar kasus
per tahun dan jumlah kematian balita akibat penyakit ini hampir 2 juta jiwa per tahunnya. 2
Di Amerika Serikat, gastroenteritis meliputi 10% dari keseluruhan pasien rawat inap tiap
tahunnya. Di Inggris, 204 dari 1000 konsultasi dengan dokter umum untuk kelompok
balita dikarenakan gastroenteritis. Di Indonesia, diare merupakan salah satu penyebab
kematian utama pada balita. Jumlah kematian balita di Indonesia pada tahun 2005
16
berjumlah 161.000 jiwa atau 36 per 1000 balita. 5 Sekitar 18% dari jumlah kematian balita
tersebut disebabkan oleh diare.
17
cryptosporidiosis (AIDS)
Osmotik Maldigesti, akumulasi zat Defisiensi laktase, malabsorbsi glukosa-
yang tidak terserap usus, galaktosa, penyalahgunaan laksatif
gangguan transpor zat
Peningkatan Berkurangnya waktu transit Irritable bowel syndrome, tirotoksikosis,
motilitas usus postvagotomy dumping syndrome
Penurunan Kerusakan unit Pseudo-obstruksi, blind loop
motilitas usus neuromuskular, stasis
(pertumbuhan bakteri)
Radang Radang, berkurangnya luas Celiac disease, Salmonella, Shigella,
mukosa usus mukosa usus, berkurangnya amebiasis, Yersinia, Campylobacter,
reabsorpsi di kolon enteritis rotavirus
Mekanisme transmisi patogen diare yang utama adalah rute fekal-oral atau
lewat makanan/minuman yang terkontaminasi. Enteropatogen yang sangat infeksius dapat
ditularkan lewat kontak antarmanusia. Faktor yang berkaitan dengan kerentanan terinfeksi
enteropatogen antara lain usia muda, defisiensi imunitas tubuh, campak, malnutrisi,
berpergian ke daerah endemik, tidak mendapat air susu ibu (ASI), terpapar oleh
lingkungan yang kotor, mengonsumsi makanan/minuman yang terkontaminasi, tingkat
pendidikan ibu, dan tingkat kesadaran memeriksakan diri ke pusat kesehatan.7
Tujuan utama dokter dalam menghadapi pasien anak dengan diare akut adalah
menilai derajat dehidrasi dan memberikan pengganti cairan/elektrolit yang hilang;
mencegah penyebaran enteropatogen; pada kasus tertentu menentukan etiologi diare
akut dan memberikan terapi spesifik.7 Informasi tentang asupan secara oral, frekuensi
dan volume pengeluaran tinja, keadaan umum, aktivitas, frekuensi berkemih harus
diperoleh dokter. Informasi lain yang juga dapat menunjang diagnosis dan tata laksana
diare akut antara lain riwayat berpergian ke daerah endemik diare, riwayat penggunaan
agen antimikroba, riwayat kontak dengan penderita diare, riwayat mengonsumsi
makanan yang dicurigai menjadi sumber penularan seperti air munum yang tercemar
dan makanan yang kurang matang.7
Untuk mencari tahu agen penyebab diare beberapa informasi yang perlu
diperoleh antara lain durasi dan beratnya diare, konsistensi tinja, adanya darah atau
18
lendir, dan simtomatologi yang berhubungan seperti muntah, demam, kejang. Demam
mengindikasikan proses radang dan juga muncul akibat dehidrasi. Mual dan muntah
adalah gejala yang tidak spesifik tetapi muntah biasanya terjadi akibat infeksi saluran
cerna atas oleh beberapa patogen seperti virus, bakteri yang menghasilkan enterotoksin,
Giardia, dan Cryptosporidium. Demam biasa terjadi pada diare inflamatorik. Adanya
tenesmus menandakan kelainan pada usus besar. Pada diare noninflamatorik biasanya
tidak ada demam atau hanya subfebris.7
Pemeriksaan tinja biasanya tidak diperlukan pada kebanyakan kasus diare akut.
Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan pemeriksaan sediaan tinja, lendir, dan darah.
Sediaan tinja perlu diambil bila terjadi wabah, diare disertai darah, terdapat riwayat
berpergian ke daerah endemik, dan pasien menderita gangguan sistem imun.
Pemeriksaan sampel tinja dapat berupa pemeriksaan mikroskopik untuk mencari
leukosit, kultur tinja, dan deteksi antigen.2
Penentuan derajat dehidrasi merupakan hal pertama yang dilakukan dalam
menghadapi pasien diare. Derajat dehidrasi ditentukan dengan melihat gejala dan tanda
yang ada serta menguji turgor kulit. Uji turgor kulit dilakukan dengan mencubit kulit di
daerah perut atau paha. Akan tetapi hasil uji turgor kulit ini tidak akurat pada pasien
obesitas atau gizi buruk.
19
(nadi lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, dari 2 detik.
capillary refill time memanjang, takipnu,
ubun-ubun anterior cekung
Terapi yang pertama kali diberikan terhadap anak dengan diare akut ditujukan
untuk mengatasi dehidrasi. Berikut ini dijelaskan terapi diare sesuai derajat dehidrasi.
20
Untuk anak >6 bulan, berikan satu tablet (20 mg) tiap hari selama 10-14 hari
Untuk anak yang masih sulit mengunyah, pemberian suplemen dilakukan dengan
melarutkan tablet pada air bersih, susu, atau oralit. Untuk anak yang lebih tua, tablet
dapat dikunyah atau dilarutkan ke dalam sedikit air di dalam cangkir atau sendok.
3. Pemberian makanan tetap dilakukan selama diare
4. Kapan harus segera ke tempat layanan kesehatan.
Edukasi ibu untuk segera kembali ke dokter bila anak menjadi lebih sakit, tidak
mampu minum atau menyusui, asupan minum sangat sedikit, timbul demam, atau
diare menjadi berdarah. Apabila tidak terdapat tanda-tanda tersebut tetapi belum
terjadi perbaikan, edukasi ibu untuk melakukan follow-up dalam waktu 5 hari.
Ajari ibu pasien bagaimana cara memberikan oralit. Berikan satu sendok teh tiap
1-2 menit untuk anak di bawah 2 tahun. Untuk anak yang lebih besar, dapat meminum
dari gelas dalam dengan frekuensi yang sering. Jika anak muntah, tunggu 10 menit, lalu
lanjutkan pemberian cairan rehidrasi oral dengan lebih lambat (satu sendok teh tiap 2-3
menit). Jika kelopak mata anak menjadi bengkak, hentikan cairan rehidrasi oral dan ganti
dengan air putih atau ASI. Berikan tambahan cairan 10 ml/kgBB setiap kali anak diare
dan 2-5 ml/kgBB tiap kali anak muntah. Untuk anak yang menyusui, lanjutkan pemberian
ASI kapan saja anak menginginkannya.8
21
Setelah empat jam, tentukan lagi derajat dehidrasi anak. Penilaian ulang juga
dapat dilakukan lebih cepat jika terdapat tanda-tanda perburukan atau anak tidak
meminum cairan rehidrasi oral. Jika tidak ada dehidrasi, anak dapat pulang dan sebelum
pulang ibu diedukasi untuk memberikan tata laksana diare anak tanpa dehidrasi yang
meliputi empat hal penting seperti yang telah dijelaskan di atas. Jika anak masih dehidrasi
ringan sedang, ulangi pemberian cairan rehidrasi oral untuk empat jam dan mulai berikan
makanan, susu, jus, atau ASI. Jika muncul tanda-tanda dehidrasi berat, ganti dengan tata
laksana dehidrasi berat.8
Pemberian nutrisi merupakan salah satu bagian yang penting dari tata laksana diare
akut pada anak. Selama periode rehidrasi selama 4 jam pertama, jangan berikan makanan
kecuali ASI. Anak yang sedang menyusui tetap menerima ASI selama masa diare. Setelah
empat jam, jika anak masih dehidrasi ringan sedang dan cairan rehidrasi oral dilanjutkan,
berikan makanan tiap 3-4 jam. Semua anak di atas usia 4-6 bulan harus diberi makanan
sebelum pulang. Untuk anak berusia lebih dari 6 bulan atau telah dapat makan makanan
padat, makanan berikut ini direkomendasikan:
Sereal atau makanan berkarbohidrat lain dicampur dengan kacang-kacangan, sayuran,
dan daging/ikan
Jus buah segar atau pisang untuk memberikan kalium
Dorong anak untuk makan dengan memberikan makanan 6 kali sehari. Berikan
makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan ekstra tiap hari selama 2
minggu.8
Jika ibu pasien harus pergi sebelum menyelesaikan perawatan di rumah sakit, ajari ibu
bagaimana membuat cairan rehidrasi oral di rumah dan bagaimana memberikannya untuk
rehidrasi selama empat jam di rumah. Berikan paket cairan rehidrasi oral yang cukup
untuk menyelesaikan rehidrasi. Juga berikan dua paket tambahan cairan rehidrasi oral.
Jelaskan tata laksana diare anak tanpa dehidrasi.8
22
Dehidrasi berat harus ditata laksana secepat mungkin. Jika anak dapat minum,
berikan cairan rehidrasi oral melalui mulut selama tetesan dipersiapkan. Berikan 100
mL/kg larutan Ringer Laktat (atau NaCl 0,9%), sebagai berikut:
Pantau anak selama 15-30 menit. Jika status hidrasi tidak membaik, teteskan infus
lebih cepat. Berikan juga CRO (5 mL/kg/jam) secepatnya ketika anak sudah bisa minum:
biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak). Jika anak diare, berikan tambahan
cairan 10 ml/kgBB. Jika anak muntah, berikan tambahan cairan 2-5 ml/kgBB. Pantau
bayi setelah 6 jam dan anak setelah 3 jam. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian pilih
rencana yang cocok untuk melanjutkan perawatan. Jika masih terdapat tanda dehidrasi
berat, ulangi pemberian cairan intravena. Jika setelah 6 jam pasien mengalami perbaikan
tetapi masih terdapat tanda dehidrasi ringan sedang, hentikan pemberian cairan intravena
dan ganti dengan cairan rehidrasi oral selama 4 jam.
23
Anak yang lebih besar yang telah menerima bermacam variasi makanan
sebaiknya diberikan makanan yang seimbang, cukup energi dan mudah dicerna.
Karbohidrat kompleks seperti nasi, mie, kentang, roti, biskuit, dan pisang sebaiknya
diberikan sejak awal, kemudian ditambahkan sayuran dan daging matang. Makanan yang
perlu dihindarkan adalah yang mengandung gula sederhana seperti minuman ringan, jus
buah kental, minuman mengandung kafein, dan sereal yang dilapisi gula. Makanan
dengan kandungan tinggi lemak kurang ditoleransi karena memperlambat pengosongan
lambung sehingga sering menyebabkan muntah.3
Farmakoterapi
Obat-obat antidiare dan antiemetik sebaiknya tidak diberikan kepada anak-
anak dengan diare akut, persisten, atau disenteri, sebab obat-obatan tersebut tidak
mencegah dehidrasi atau memperbaiki status nutrisi, dan beberapa di antaranya memiliki
efek samping yang berbahaya, bahkan fatal.3
Penggunaan antibiotik tidak efektif pada infeksi virus dan hanya terindikasi
pada keadaan tertentu antara lain (1) patogen telah diidentifikasi, (2) bayi/anak dengan
defek imun (immunocompromise), (3) terapi terhadap kolera, (4) bayi kurang dari 3 bulan
dengan biakan tinja yang positif. Bayi kelompok umur tersebut mudah terjadi septikemia.
Bayi dan anak yang mengalami diare disertai gejala septikemia sebaiknya mendapat
antibiotik intravena.3
Defisiensi mikronutrien terutama terjadi pada anak dengan malnutrisi yang
disertai diare. Defisiensi yang sering terjadi adalah defisiensi seng (Zn). Beberapa
penelitian menunjukkan manfaat pemberian Zn pada keadaan tersebut, yaitu lama diare
lebih pendek, volume tinja lebih sedikit, kenaikan berat badan yang lebih baik, dan
perbaikan terhadap status defisiensi Zn.3
Pemberian imunoglobulin oral untuk terapi diare akut karena virus pada
beberapa penelitian menunjukkan efikasi yang cukup baik, walaupun anjuran
penggunaannya belum secara luas dipakai. Penggunaan probiotik seperti Lactobacillus
rhamnosus strain GG terbukti efektif dalam pencegahan maupun terapi diare akut akibat
Rotavirus pada anak, dalam hal ini memperpendek masa sakit.3
24
Komplikasi utama diare akut ialah dehidrasi. Diare yang disebabkan rotavirus
dapat menyebabkan dehidrasi dan intoleransi karbohidrat. Prognosis pasien diare akut
baik apabila dehidrasi dapat ditangani dengan benar dan dilanjutkan dengan pemberian
nutrisi yang seimbang. Kematian terutama disebabkan dehidrasi dan malnutrisi sekunder.
Malnutrisi terjadi apabila diare berlangsung cukup lama.
2. Disentri
Adalah diare yang disertai darah dalam tinja. Akibat penting disentri antara
lain ialah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kerusakan mukosa usus
karena bakteri invasif. Beberapa komplikasi lain mungkin juga terjadi. Penyebab utama
disentri akut adalah Shigella. Penyebab lain adalah Camphylobacter jejuni dan yang
jarang adalah E.coli enteroinvasive atau Salmonella. Entamoeba histolytica dapat
menyebabkan disentri yang serius pada orang dewasa muda tetapi jarang menyebabkan
disentri pada anak.1
Diagnosis :
Diagnosis klinik disentri didasarkan semata-mata pada terlihatnya darah di
dalam tinja. Tinja juga mungkin mengandung sel sel leukosit polimorfonuklear yang
terlihat dengan mikroskop dan mungkin mengandung lendir dalam jumlah banyak;
gambaran yang terakhir ini mengarah kepada diagnosis infeksi bakteri yang invasif ke
mukosa usus, akan tetapi gejala ini saja tidak cukup untuk mendiagnosis disentri. Pada
beberapa episod shigellosis pertama-tama tinja cair kemudian menjadi berdarah setelah 1
atau 2 hari.
Diare cair ini kadang-kadang berat dan menimbulkan dehidrasi. Namun,
biasanya keluarnya darah sedikit-sedikit dan tidak sampai menyebabkan dehidrasi.
Penderita sering panas, namun terkadang suhunya rendah terutama pada kasus-kasus
berat. Sakit kram di perut dan sakit di dubur pada waktu defekasi, atau tetanus juga sering
terjadi, namun anak kecil tidak dapat menggambarkan keluhan ini.
Beberapa komplikasi yang berat dapat terjadi terutama bila penyebab nya
adalah Shigella, meliputi perforasi usus, megakolon toksik, prolapsus rektum, kejang-
kejang anemia septik, sindrom hemolitik uremik, dan hiponatremi yang lama. Komplikasi
utama nya adalah kehilangan berat badan dan status gizi yang cepat memburuk.
Kematian akibat disentri biasanya disebabkan oleh kerusakan ileum dan colon,
komplikasi sepsis, infeksi sekunder (misalnya pnemonia) dan gizi buruk.
25
Tatalaksana :1
Anak dengan disentri harus dicurigai Shigellosis dan diberi pengobatan yang
sesuai karena kira-kira 60 % kasus disentri berat diakibatkan oleh Shigella. Bila pada
mikroskopis feces ditemukan trofozoit E.histolitica yang mengandung eritrosit,
pengobatan anti amubik harus diberikan. 3 komponen kunci pengobatan disentri :
Antibiotika
Contoh antibiotik yang sensitif adalah siprofloxacin, pivmecilinam,
dan golongan flouroquinolon. Co-trimoxazole dan ampicillin sudah tidak efektif lagi
karena sudah terjadi resistensi.
Bila ditemukan adanya trofozoit E.histolitica yang mengandung sel
darah merah dalam tinja atau bila tinja berdarah menetap setelah pengobatan dengan 2
antibiotika berturut-turut. Pengobatan yang dipilih untuk disentri amuba adalah
metronidazol ( 10 mg/kg 3 kali sehari untuk 5 hari ).
Cairan
Sesuai dengan derajat dehidrasi dan terapi berdasarkan derajat dehidrasi masing-
masing pasien.
Makanan
Makanan harus tetap diberikan untuk mencegah adanya kekurangan gizi.
3. Diare Persisten
adalah diare yang mula-mula akut namun berlangsung lebih dari 14 hari.
Episod ini dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri. Kehilangan berat badan yang
nyata sering terjadi. Volume tinja dapat dalam jumlah yang banyak sehingga ada resiko
mengalami dehidrasi. Tidak ada penyebab mikroba tunggal untuk diare persisten; E. Coli
enteroaggregative, Shigella, dan Cryptosporidium mungkin berperan lebih besar daripada
penyebab lain. Diare persisten jangan dikacaukan dengan diare kronik, yakni diare
intermitten (hilang timbul), atau yang berlangsung lama dengan penyebab non infeksi,
seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun.1
Patofisiologi dan Patogenesis
Diare persisten menyebabkan berlanjutnya kerusakan mukosa dan lambatnya
perbaikan kerusakan mukosa yang menyebabkan gangguan absorpsi dan sekresi abnormal
26
dari solute dan air. Proses ini disebabkan oleh infeksi, malnutrisi, atau intoleransi PASI
(non human milk) secara terpisah atau bersamaan.
Patofisiologi Diare Persisten:
Infeksi usus sebelumnya
Kurang Energi Protein (KEP)
Intoleransi non Human Milk (PASI
Intoleransi Lakosa
Intoleransi protein susu sapi
27
tumbuh lampau yang menyebabkan kerusakan mukosa usus karena hasil metaboliknya
yang bersifak toksik, sehingga terjadi gangguan penyerapan dan bakteri itu sendiri
berkompetisi mendapatkan mikronutrien. Gangguan gizi yang terjadi sebelum sakit akan
bertambah berat karena berkurangnya masukan selama diare dan bertambahnya
kebutuhan serta kehilangan nutrien melalui usus. Gangguan gizi tidak hanya mencakup
makronutrien tetapi juga mikronutrien seperti difisiensi Vitamin A dan Zinc.
Faktor resiko lain berupa pemberian jenis makanan baru dan menghentikan
pemberian makanan selama diare akut, menghentikan atau tidak memberikan ASI
sebelum dan selama diare akut dan pemberian PASI selama diare akut.
Diagnosis10
Pasien dengan diare persisten melakukan pemeriksaan lebih lanjut berupa
mikroskopis dan kultur feses. Pemeriksaan ini merupakan pilihan pertama. Tiga sampel
feses harus dilihat dibawah mikroskop cahaya terhadap parasit oleh yang berpengalaman
dan kemudian dilakukan kultur bakteri pathogen. Pemeriksaan antibodi berguna untuk
konfirmasi atau mendukung pemeriksaan lain terhadap infeksi tertentu. Serum antibodi
spesifik terdapat pada 80 – 90 % penderita amobiasis infasif, antibodi juga berguna
terhadap infeksi yersinia interocolica, namun memerlukan waktu 10 – 14 hari guna
mendapat hasilnya. Kit ELISSA untuk strongiloides dan Schistosoniasis dapat diperoleh
secara luas dan digunakan skrening pertama dan terutama bagi pelancong baru kembali
dari daerah indemik.
Endoskopi kolon berguna jika hasil kultur dan mikroskopis feses negatif dan
disentri atau diare masih berlangsung. Pemeriksaan ini berguna untuk membedakan
positif infeksi atau Inflammatory Bowel Disease (IBD). Ulserasi yang menyebar dapat
terjadi pada amobiasis dan tuberkulosa kolon dan sulit dibedakan dengan ulserasi karena
penyakit Crohn. Psudomembran pada colon secara umum disebabkan oleh infeksi
C.Dificille tetapi dapat juga ditemukan pada kolitis iskemik. Biopsi colon dapat
mendeteksi adanya histolitica, cytomegalovirus, dan telur Schistosoma spp. Jika biopsi
mukosa colon dibaca dalam waktu 24 - 72 jam pertama, secara histologi dapat dilihat
adanya infeksi berupa edema mukosa, mengecilnya kelenjar-kelenjar dan infiltrat inflasi
akut. Tetapi jika melebihi waktu diatas akan sangat susah untuk membedakan kolitis
infeksi dengan IBD non spesifik. Biopsi dapat mengungkapkan C. Defficile
pseudomembran dan perkijuan granuloma dari tuberkulosa.
28
Tatalaksana10
Pemberian makan merupakan bagian esensial dalam tatalaksana diare
persisten untuk menghindari dampak diare persisten terhadap status gizi dan
mempertahankan hidrasi. Hidrasi dipertahankan dengan pemberian tambahan cairan dan
cairan rehidrasi oral jika diperlukan. Kadang diperlukan pemberian cairan intravena bila
gagal pemberian oral.
Diare persisten akan mempengaruhi status gizi karena penurunan masukan
makanan, gangguan penyerapan makanan, kehilangan zat gizi dari dalam tubuh melalui
kerusakan saluran cerna dan meningkatnya kebutuhan energi oleh karena demam dan
untuk perbaikan saluran cerna. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) harus dilanjutkan selama
diare berlangsung.
Ada dua kunci dalam tatalaksana pemberian makan pada anak dengan diare persisten.
1.Rencana laktosa dengan mengurangi jumlah susu formula dalam diet.
Anak dengan diare persisten mungkin tidak toleran dengan susu sapi karena
ketidak mampuan memecah laktosa, kemudian laktosa akan melewati usus halus dan
menarik cairan kelumen usus sehingga akan memperberat diare. Hal ini dapat dihindari
dengan mengurangi masukan laktosa sekitar 2-3 gr/kg/hari (30-50 ml/kg/hari susu sapi
murni) dan mencampurkan dengan sereal. Cara lain dengan metode tradisional seperti
pembuatan yoghurt mungkin efektif untuk sebagian pasien, jika tidak, maka susu soya
dapat dicoba.1,4 Ashraf dkk dalam penelitiannya melaporkan 107 anak umur 4 – 23 bulan
dengan diare persisten 57% membaik setelah diberikan diet rendah laktosa, 36%
Membaik dengan diet bebas laktosa dan sukrosa, 4% dengan diet berisikan ayam, minyak
kedele dan glukosa dan 2% membaik dengan progestimil.9
29
Banyak acuan dan cara pemberian makanan pada penderita diare persisten.
Makanan dapat diberikan dalam bentuk padat atau cair, alami atau hidrolisat atau produk
nutrisi elemental sintesis, kontinue atau intermiten, diberikan secara oral atau melalui
pipa lambung atau secara parenteral. Nutrisi enteral harus merupakan prioritas walaupun
terjadi peningkatan volume dan frekuensi depekasi.
Antibiotik tidak selalu diberikan pada diare persisten kecuali pada patogen
tertentu. Patogen spesifik penyebab diare persisten umumnya dapat diobati dengan
pemberian antimikrobal sehingga dapat menurunkan berat dan lamanya diare. Obat
antimotilitas tidak direkomendasikan pada bayi dan anak karena mempunyai efek
terhadap susunan saraf pusat dan dapat mendepresi pernapasan. Disamping antibiótik
sejumlah obat telah dicoba pada tatalaksana diare persisten. Cholestyramin dan bismuto
subsalisilat terlihat bermanfaat pada beberapa studi tetapi tidak direkomendasikan untuk
penggunaan rutin.
Antimicrobial therapy of persistent infectious diarrhea
Antimicrobial
Enteropathogen Alternative (s)
Theraphy
Protozoa
Giardia intestinalis Metronidazole Tinidazole
Cryptosporidium parvum ?Paromomycin ?Nitazoxanide
Cyclospora cayetanensis TMP-SMX
Isospora belli TMP-SMX
Microsporodial
Encephalitozoon intestinalis ?Albendazole ?furazolidone
Enterocytozoon bieneusi ?Atovaquone
Entamoeba histolytica Metronidazol Paromomicyn
Dilaxanide furoate
Balantidium coly Mimetonidazole Tetracyclin
Helminthes
Strongyloides stercoralis Albendazol Thiabendazole
Schistosoma spp Praziquantel
S mansoni, S haematobium Praziquantel
S japonicum Praziquantel
Virus
Cytomegalovirus Ganciclovir Foscarnet
Maintenance therapy
required
Kesimpulan
Diare persisten merupakan diare akut yang berlanjut lebih dari 14 hari. Diare
persisten sering mengenai anak dibawah 2 tahun dan kematian sering mengenai pada anak
30
berumur 1 – 4 tahun yang berhubungan dengan malnutrisi. Patogen penyebab diare
persisten sama dengan diare akut. Beberapa faktor resiko dapat menyebabkan diare akut
berlanjut menjadi daiare persisten. Tatalaksana diare persisten pada prinsipnya sama
dengan diare akut yaitu mempertahankan hidrasi dan pemberian makanan guna
menghindari dampak malnutrisi akan memperlambat proses penyembuhan.
31
BAB III
PEMBAHASAN KHUSUS
32
memberikan suplemen Zn, refeeding, dan memberitahukan kapan untuk kontrol kembali.
Suplemen Zn dapat menurunkan derajat keparahan dan lamanya diare, menurunkan
pengeluaran feses dan frekuensi diare, dan mencegah diare berulang kembali. Data dari WHO
menunjukkan bahwa pemberian Zn 10-20 mg per hari selama 10-14 hari dapat mengurangi
jumlah kejadian diare hingga 2-3 bulan setelah pemberian suplemen. Karena pasien ini
berusia > 6 bulan, maka diberikan Zn 20 mg/hari selama 10-14 hari.
Edukasi kepada ibu pasien perlu dilakukan dalam rangka pencegahan diare berulang.
Edukasi ini meliputi sterilisasi botol setiap sebelum pemberian susu formula, persiapan dan
penyimpanan makanan bayi/anak secara bersih, menggunakan air bersih dan matang untuk
minum, kebiasaan mencuci tangan terutama sebelum menyiapkan dan memberi makan, dan
membuang tinja di jamban.
Prognosis quo ad vitam pada pasien ini bonam karena tidak ada kegawatan yang
mengancam jiwa pasien. Prognosis ad functionam pasien ini bonam karena setelah
penyakitnya hilang, fungsi organ dapat normal kembali. Prognosis ad sanationam pasien ini
dubia ad bonam karena masih ada peluang untuk kambuh lagi jika imunitas pasien menurun
dan terdapat faktor-faktor yang meningkatkan transmisi agen penyebab.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare. Buku Ajar Diare. Departemen Kesehatan RI,
Ditjen PPM & PLP. 1999.
2. Bhutta ZA. Acute gastroenteritis in children. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.
p. 1605-21
3. Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Panduan pelayanan medis departemen ilmu
kesehatan anak. Jakarta: 2007.
4. Hartling L, Bellemare S, Wiebe N, Russell K, Klassen TP, Craig W. Oral versus
intravenous rehydration for treating dehydration due to gastroenteritis in children.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2006, Issue 3. Art. No.: CD004390. DOI:
10.1002/14651858.CD004390.pub2. Diunduh dari http://mrw.interscience.wiley.com/
cochrane/clsysrev/articles/CD004390/frame.html. Diakses tanggal 22 April 2009.
5. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Child health profile.
Diunduh dari www.who.int/child_adolescent_health/data/media/cah_chp_indonesia.pdf.
Diakses tanggal 22 April 2009
6. Bellemare S, Hartling L, Wiebe N, Russell K, Craig WR, McConnell D, et al. Oral
rehydration versus intravenous therapy for treating dehydration due to gastroenteritis in
children: a meta-analysis of randomised controlled trials. BMC Medicine 2004; 2:11.
Diunduh dari http://www.biomedcentral.com/1741-7015/2/11. Diakses tanggal 22 April
2009
7. World Health Organization 2005. Pocket book of hospital care for children: guidelines for
the management of common illnesses with limited resources. Diunduh dari
http://www.who.int/child_adolescent_health/documents/9241546700/en/index.html.
Diakses tanggal 22 April 2009.
8. Guandalini S. Diarrhea. Diunduh dari: http://www.emedicine.com/ ped/topic583.htm, 25
April 2008. Diakses tanggal 22 April 2009.
9. Epidemiologi kasus Diare. Diunduh dari:
http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/01/epidemiologi-kasus-diare/. Diakses tanggal
02 Juni 2009
10. Diare Persisten pada anak, oleh: dr. Deddy Satria Putra SpA (ilmu kesehatan anak RSUD
Arifin Achmad/FKUNRI. Diunduh dari: http://www.dr-rocky.com/layout-artikel-
kesehatan/43-diare-persisten-pada-anak. Diakses tanggal 02 Juni 2009.
34