Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi
mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di
negara-negara berkembang, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya
kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita. Di Indonesia KEP dan defisiensi
mikronutrien juga menjadi masalah kesehatan penting dan darurat di masyarakat
terutama anak balita.
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Hasil
Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi buruk yaitu dari
10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan menjadi 6,3% pada tahun
2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali prevalensi gizi buruk dari
8,0% menjadi 8,3% pada tahun 2003 dan kembali meningkat menjadi 8,8% pada
tahun 2005. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan seluruh Indonesia terjadi
penurunan kasus gizi buruk yaitu pada tahun 2005 terdata 76.178 kasus kemudian
turun menjadi 50.106 kasus pada tahun 2006 dan 39.080 kasus pada tahun 2007.
Penurunan kasus gizi buruk ini belum dapat dipastikan karena penurunan kasus yang
terjadi kemungkinan juga disebabkan oleh adanya kasus yang tidak terlaporkan
(under reported)1.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk dan faktor tersebut
saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu anak kurang
mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak menderita
penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh
tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksio.
Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu tidak cukupnya
persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang memadai dan sanitasi atau
kesehatan lingkungan kurang baik. Serta akses pelayanan kesehatan terbatas.
Masalah tersebut berkaitan dengan rendahnya tingkat pendidikan orang tua, tingkat
pendapatan dan kemiskinan keluarga2.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

2.2 ETIOLOGI

2.3 FAKTOR RESIKO

2.4 PATOGENESIS

2.5 MANIFESTASI

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila: BB/TB < -3 SD atau -3 SD atau marasmik-
kwashiorkor. Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak
tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah
kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan paha; tulang iga terlihat jelas, dengan
atau tanpa adanya edema (Gambar 1). Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi
buruk, karena mungkin anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak
seperti itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit
lain yang berat.

2.7 TATALAKSANA

2.8 KOMPLIKASI
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Krisnansari, D. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Jurnal Mandala of Health. Vol 4, No. 1. Hlm.
60-68.

2. Razak AA, Gunawan IMA, Budiningsari RD. 2009. Pola Asuh Ibu Sebagai Faktor Risiko
Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak Balita. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. vol. 6(2).
Hlm. 95- 103. Diakses pada: http://www.i-
lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=10761

Definisi

Epidemiologi

Pada tahun 1989 prevalensi gizi kurang sebesar 31%, berhasil diturunkan menjadi 18,4%
pada tahun 2007 dan menjadi 17,9% pada tahun 2010 (Riskesdas 2010). Sementara untuk
gizi buruk prevalensinya menurun dari 7,2% pada tahun 1990 menjadi 5,4% pada tahun
2007 dan menjadi 4,9% pada tahun 2010 (Riskesdas 2010). Sedangkan target tahun 2014
(RPJMN 2009-2014) prevalensi gizi kurang sebesar 15% dan prevalensi gizi buruk sebesar
3,5% diperkirakan dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai