Anda di halaman 1dari 24

COVER

DAFTAR ISI

Daftar Isi......................................................................................................... 1
1. Perekonomian Indonesia Dalam Wawasan Global …………………...… 2
1.1 Tantangan Perekonomian Indonesia …………………………………. 2
1.2 Persiapan Indonesia Untuk Menghadapi Globalisasi ............……... 4
a. Peningkatan Daya Saing Indonesia …………………………….... 5
b. Peningkatan Laju Ekspor …………………………………………... 7
c. Pemberdayaan UMKM …………………………………………...... 8
d. Perbaikan Infrastruktur …………………………………………….. 11
e. Ketahanan Ekonomi ………………………………………………... 13
2. Perekonomian Indonesia di Masa yang Akan Datang ………………….. 15
3. Persiapan Indonesia Menghadapi APEC 2020 ………………………...... 18
Kesimpulan..................................................................................................... 22
Daftar Pustaka................................................................................................ 23

1
BAB 13

PEREKONOMIAN INDONESIA DI MASA DATANG

1. Perekonomian Indonesia dalam Wawasan Global


Perekonomian dunia tampaknya makin menjadi bebas. Hambatan tarif dan nontarif
terus dikikis melalui negosiasi dagang antar negara. Asosiasi perdagangan bebas makin
meluas. Perekonomian Indonesia dikepung oleh area perdagangan bebas seperti, SAARC,
ANZCERTA, Uni Eropa, NAFTA, dan malah telah tergabung dalam perdagangan bebas
seperti AFTA dan APEC. Mungkin dapat dikatakan bahwa semua partner dagang
Indonesia telah masuk pada salah satu kesepakatan daerah perdagangan bebas. Dalam
hal yang demikian ini rupanya sudah tertutup jalan bagi Indonesia untuk tidak melakukan
hubungan dagang ke luar negeri, dan begitu kita melihat hubungan dagang dengan luar
negeri Indonesia harus bersedia mengadakan perdagangan bebas atau setidaknya
perdagangan yang lebih bebas dengan negara partner dagangnya. Tampaknya
pernyataan Presiden Suharto pada penutupan pertemuan APEC di Bogor pada tahun 1994
harus diterima dengan lapang dada. Pernyataannya adalah: "suka tidak suka, siap tidak
siap, kita harus menerima globalisasi perdagangan bebas". Beberapa kali pertemuan
APEC selanjutnya menekankan supaya komitmen Bogor direalisir, yakni membuka
pergagangan bebas tahun 2010 bagi negara maju dan tahun 2020 bagi negara
berkembang. Oleh karena itu masalah yang dihadapi perekonomian Indonesia yang makin
bebas di masa depan adalah bagaimana cara meraih keuntungan-keuntungan dari
globalisasi.

1.1 Tantangan Perekonomian Indonesia


Perekonomian Indonesia masih akan menghadapi berbagai tantangan. Di sisi
eksternal, tantangan utama bersumber dari risiko pertumbuhan ekonomi global yang
belum kuat dan penurunan harga komoditas. Di sisi domestik, tantangan struktural
terkait: (i) ketahanan pangan, energi, dan air; (ii) daya saing industri, maritim, dan
pariwisata; (iii) pembiayaan jangka panjang; dan (iv) ekonomi inklusif. Di samping itu,
modal dasar pembangunan serta stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan perlu
diperkuat. Ke depan, struktur ekonomi Indonesia diharapkan lebih terdiversifikasi dan
mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Tantangan utama dari ekonomi global bersumber dari pertumbuhan ekonomi
global yang masih belum cukup kuat dan berlanjutnya penurunan harga komoditas
dunia. Sementara itu, meski ketidakpastian pasar keuangan dunia membaik sejalan

2
dengan menyempitnya divergensi kebijakan moneter antar negara maju, dampak risiko
perekonomian Tiongkok perlu diwaspadai. Meskipun pertumbuhan ekonomi global
diperkirakan membaik, namun masih terdapat risiko pertumbuhan tersebut menjadi
lebih rendah sejalan dengan perekonomian AS yang belum cukup solid dan
perlambatan ekonomi Tiongkok. Normalisasi kebijakan moneter AS diprakirakan
berjalan gradual, sementara Eropa dan Jepang diprakirakan tetap menerapkan
kebijakan Quantitative Easing (QE) sehingga divergensi kebijakan moneter mulai
menyempit. Namun demikian, meski divergensi kebijakan moneter di negara maju
mulai berkurang, kinerja perekonomian Tiongkok yang belum pulih dapat memicu
sentimen negatif investor terhadap negara emerging markets. Hal ini dapat berdampak
pada meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Tantangan global lainnya
mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) memberikan peluang sekaligus
tantangan ke depan. Dalam kaitan ini, peluang Indonesia menjadi pemasok dalam
rantai nilai ASEAN dan global cukup besar. Namun demikian, bila produk domestik
tidak mampu bersaing, maka Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk negara
MEA lainnya.
Di sisi domestik, perekonomian Indonesia ke depan juga masih dihadapkan
dengan berbagai tantangan permasalahan struktural domestik yang belum
terselesaikan secara menyeluruh. Tantangan struktural yang pertama adalah
pencapaian ketahanan pangan, energi, dan air sebagai faktor input utama yang
diperlukan dalam proses transformasi menuju industrialisasi. Di sektor pangan, jumlah
dan kapasitas produksi pangan yang semakin terbatas tdak diimbangi oleh
peningkatan produktvitas dan teknologi yang mencukupi. Di sisi lain, permintaan
pangan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tngginya
ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras akibat minimnya diversifkasi
pangan. Di sektor energi, ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan energi
masih terus berlangsung. Di sisi produksi, berbagai kendala pembangunan infrastruktur
energi menyebabkan ketdakmampuan produksi energi domestk untuk memenuhi
kebutuhan bahan bakar. Di sisi permintaan, minimnya pemanfaatan bahan bakar
alternatf belum mampu menggeser penggunaan sumber energi yang tidak terbarukan.
Tantangan struktural kedua adalah tantangan memperkuat daya saing industri, maritm,
dan pariwisata. Terkait daya saing industri, sektor industri di Indonesia masih berbasis
komoditas ekstraktf dan yang bernilai tambah rendah. Di samping itu, keunggulan
komparatf Indonesia terus mengalami penurunan terutama pada sektor dengan
muatan teknologi menengah dan tnggi. Untuk itu, diperlukan strategi untuk
memperkuat daya saing investasi guna menjadi basis produksi dalam memasok dalam
rantai nilai global. Terkait sektor maritm, Indonesia dihadapkan pada tantangan

3
kedaulatan wilayah, optmalisasi pengelolaan sumber daya alam, dan pengembangan
ekonomi maritm. Di sektor pariwisata, tantangan utama pengembangan sektor ini
bersumber dari terbatasnya infrastruktur yang pada gilirannya menghambat akses dan
waktu jelajah wisatawan. Tantangan struktural ketga adalah tantangan untuk
memperkuat daya dukung pembiayaan jangka panjang yang berkelanjutan dan
mendorong aliran masuk modal asing dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI).
Tantangan struktural keempat adalah tantangan untuk memperluas tngkat partsipasi
ekonomi masyarakat dan memperoleh manfaat dari pembangunan ekonomi.
Empat tantangan permasalahan struktural domestik tersebut tidak terlepas dari
berbagai permasalahan modal dasar pembangunan khususnya yang terkait
infrastruktur, sumber daya manusia, iklim usaha, dan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK). Berdasarkan pendekatan growth diagnostic, tantangan utama dalam
perekonomian di hampir seluruh wilayah Indonesia bersumber dari permasalahan
infrastruktur listrik, konektivitas, dan kualitas sumber daya manusia. Listrik sebagai
sumber pemenuhan kebutuhan energi belum dapat terpenuhi dengan baik terutama di
luar jawa. Sementara itu, belum terintegrasinya infrastruktur terkait konektivitas
menjadi hambatan dalam upaya menurunkan biaya logistik pada rantai nilai domestik,
memperkuat integrasi internal, dan meningkatkan daya saing produk Indonesia. Dari
sisi kualitas sumber daya manusia, tingkat pendidikan tenaga kerja yang mayoritas
merupakan lulusan pendidikan dasar dan menengah belum kompatible dengan upaya
penguatan struktur ekonomi pada sektor teknologi menengah-tinggi. Di sisi iklim usaha,
meski sudah jauh lebih baik ketimbang tahun sebelumnya, perbaikan iklim usaha perlu
terus ditingkatkan antara lain melalui kemudahan terkait ijin investasi, mekanisme
perpajakan, penyederhanaan birokrasi, dan perbaikan manajemen pemerintah. Di sisi
iptek, belum optimalnya dukungan iptek dalam meningkatkan daya saing sektor
produksi dan jasa merupakan permasalahan yang harus terus dicermati Bank
Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, serta
sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah untuk mengawal stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mendorong momentum
pertumbuhan ekonomi.

1.2 Persiapan Indonesia Untuk Menghadapi Globalisasi


Munculnya globalisasi tentunya membawa dampak bagi kehidupan suatu
negara termasuk Indonesia. Dampak globalisasi tersebut meliputi dampak positif dan
dampak negatif di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi,
ideologi, sosial budaya dan lain- lainnya.

4
Proses globalisasi yang bergulir, diiringi dengan pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memungkinkan terjadinya perubahan lingkungan
strategi yang berdampak luas terhadap eksistensi dan kelangsungan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dari aspek eksternal, globalisasi menimbulkan pertemuan
antar budaya bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Dengan
kata lain, globalisasi berdampak pada terjadinya perubahan sosial besarbesaran yang
belum tentu semua perubahan itu kongruen dengan kemajuan sosial (sosial progress).
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh yang cukup besar bagi
kehidupan bangsa Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi, yakni pengaruh
positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi juga merasuk dalam berbagai
bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan
lain sebagainya. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lainlain.
Teknologi informasi dan komunikasi merupakan faktor pendukung utama dalam
globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala
informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh
dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Selanjutnya yang harus di siapkan untuk menghadapi globalisasi adalah
dengan memperkuat posisi Indonesia dari berbagai bidang, salah satu aspek yang
harus diperkuat adalah dibidang ekonomi. Oleh karena itu akan di uraikan beberapa
langkah strategis yang harus dilakukan oleh Indonesia di bidang ekonomi. Beberapa
hal yang bisa di lakuan adalah:

a. Peningkatan Daya Saing Ekonomi


Untuk meningkatkan daya saing, industrialisasi harus dilakukan dalam segala
bidang, hanya dengan industrialisasi, penerapan teknologi produksi yang lebih baik
dapat dilakukan. Teknologi produksi adalah syarat utama untuk meningkatkan
produktivitas dan nilai tambah. Umumnya industrialisasi dilakukan oleh pemodal besar
dengan kekuatan pendanaan dan kemampuan entrepreneurship yang mumpuni.
Namun, menarik para pemodal besar untuk berinvestasi di Indonesia jelas tidak
mudah. Banyak faktor eksternal dan internal yang harus dibenahi. Stabilitas politik,
pungutan liar, penegakan hukum, infrastruktur, dan lain-lain.
Mengundang investor asing harus terus dilakukan untuk menggali potensi
ekonomi yang belum tersentuh danmembuka lapangan pekerjaan. Harus diakui,
pemodal besar bisa mengubah warna ekonomi suatu daerah secara cepat dan instan.
Namun, penguatan ekonomi kerakyatan juga wajib dilakukan. Meskipun tidak bisa
membawa perubahan secara drastis, tapi penguatan perekonomian bawah bisa

5
meningkatkan ketahanan dan kemandirian ekonomi Indonesia. Ekonomi rakyat
umumnya bersifat padat karya. Dengan gelontoran dana yang sama, lapangan kerja
yang tercipta lebih besar daripada industri padat modal. Penguatan dunia usaha rakyat
juga akan meningkatkan daya beli yang akan meningkatkan permintaan barang dan
jasa. Permintaan ini jelas akan menjadi pasar potensial bagi investor. Investor akan
lebih bergairah untuk menanam modal dan akan mendorong penciptaan lapangan
kerja dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lanjut.
Namun, meningkatkan daya saing pada ekonomi rakyat jelas tidak mudah,
masalah terbesar dalam upaya peningkatan daya saing pada level rakyat adalah
minimnya akumulasi modal dan kurangnya pengetahuan. Berbeda dengan para
pemodal besar yang cukup dengan satu kibasan maka teknologi terbaru pun siap
digunakan, rakyat kecil dengan modal minim tentu kesulitan bersaing. Kurangnya
pemahaman tentang konsep - konsep manajerial usaha juga bisa menghambat
pembentukan bisnis yang sehat. Dan yang tidak kalah penting, pengetahuan
mengenai penjualan dan pemasaran produk juga menjadi kendala. Strategi terbaik
yang dapat dilakukan adalah dengan upaya pemerintah untuk mendorong
pertumbuhan koperasi. Keberadaan koperasi dapat mempermudah koordinasi para
pemilik usaha dengan karakteristik yang homogen. Mereka bisa menggabungkan
modal untuk membeli peralatan yang diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah
barang yang diproduksi, sesuatu yang sulit dilakukan bila mereka bergerak sendiri-
sendiri.
Salah satu bentuk kongkrit upaya Pemerintah RI dalam meningkatkan
komitmennya dalam mendukung optimalisasi daya saing guna memacu produktivitas
dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dengan terbitnya Inpres No. 6 Tahun
2014 pada 1 September 2014. Melalui Inpres tersebut, Presiden RI menginstruksikan
kepada jajaran pemerintah di seluruh Indonesia, untuk mengambil langkah-langkah
yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara
terkoordinasi dan terintegrasi untuk meningkatkan daya saing nasional dan melakukan
persiapan perdagangan pasar bebas yang lebih luas.
Diharapkan melalui Inpres tersebut peningkatan daya saing dapat terus
ditingkatkan, utamanya dengan mengedepankan beberapa strategi dasar di
antaranya:
1. Pengembangan industri nasional yang berfokus pada pengembangan industri
prioritas dalam rangka memenuhi pasar ASEAN; pengembangan industri dalam
rangka mengamankan pasar dalam negeri. Selanjutnya, pengambangan industri
kecil menengah; pengembangan SDM dan penelitian; dan penerapan Standar
Nasional Indonesia (SNI).

6
2. Pengembangan pertanian, dengan fokus pada peningkatan investasi langsung di
sektor pertanian, dan peningkatan akses pasar.
3. Pengembangan kelautan dan perikanan, dengan fokus pada penguatan
kelembagaan dan posisi kelautan dan perikanan; penguatan daya saing kelautan
dan perikanan; penguatan pasar dalam negeri; dan penguatan dan peningkatan
pasar ekspor.
4. Pengembangan energi, yang fokus pada pengembangan sub sektor
ketenagalistrikan dan pengurangan penggunaan energi fosil (Bahan Bakar
Minyak); sub sektor energi baru, terbarukan dan konservasi energi; dan
peningkatan pasokan energi dan listrik agar dapat bersaing dengan negara yang
memiliki infrastruktur lebih baik.
Selain itu masih ada sepuluh sektor pengembangan lainnya, yang meliputi
pengembangan infrastruktur; pengembangan sistem logistik nasional; pengembangan
perbankan; investasi; usaha mikro, kecil, dan menengah; tenaga kerja; kesehatan;
perdagangan; kepariwisataan; dan kewirausahaan. Kita patut bersyukur upaya untuk
terus meningkatkan daya saing secara bertahap di Indonesia telah menunjukkan hasil
yang cukup menggembirakan, meskipun harus diakui masih terdapat berbagai
kekurangan yang menjadi tugas bersama untuk terus memperbaikinya. Meningkatnya
daya saing Indonesia tercermin dari laporan Forum Ekonomi Dunia atau World
Economic Forum (WEF), yang merilis Indeks Daya Saing Global 2014-2015. Dalam
rilis itu dikemukakan, daya saing Indonesia naik 4 tingkat menjadi peringkat 34 dari
144 negara di dunia.

b. Peningkatan Laju Ekspor


Indonesia harus bekerja ekstra keras menjadi pelaku perdagangan. Produk-
produk yang dihasilkan perusahaan baik kategori besar atau Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) harus mampu berdaya saing. Oleh sebab itu kualitas produk dan
jasa harus dinomorsatukan agar bisa diterima di pasar global. Hal ini bukan masalah
yang mudah buat Pemerintah dan pelaku industri. Menurut laporan tahunan dari World
Trade Organization (WTO), yang menyatakan bahwa berdasarkan sumbangannya
terhadap nilai total ekspor dunia, Indonesia hingga saat ini tidak termasuk negara-
negara eksportir penting untuk hampir semua barang dan jasa yang diperdagangkan
secara internasional. Dalam perdagangan dunia, Indonesia bukan penentu harga,
melainkan price taker. Pemerintah Indonesia hanya bisa mempengaruhi harga dalam
mata uang asing dari produk-produk ekspor Indonesia lewat perubahan kurs rupiah
(devaluasi atau revaluasi).

7
Perlu adanya langkah cerdas dari kebijakan pemerintah yang memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada para pelaku industri, seperti beban pajak
yang tidak memberatkan, proses pengurusan usaha yang tidak membutuhkan banyak
“meja” (aturan berbelit), meniadakan aroma korupsi birokrasi dalam pengurusan
usaha. Masalah tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan gairah kepada masyarakat
Indonesia agar ikut andil dalam menciptakan ekonomi kreatif yang berdaya saing
tinggi dan meningkatkan laju ekspor. Dalam bidang jasa, peran pemerintah sangat
penting seperti program peningkatan kemampuan berbahasa asing agar tenaga kerja
di Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja lokal di luar negeri. Pengurusan
sertifikasi keahlian pun jangan sampai memakan waktu lama (berbelit).
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri harus
memaksimalkan kemampuannya dengan mengikuti berbagai seminar atau pelatihan
keterampilan agar wawasan semakin luas. Kita tidak ingin tenaga kerja Indonesia yang
bekerja di luar negeri menyandang stigma negatif, dalam arti tidak mempunyai
keahlian dan kecakapan dalam menghadapi arus globalisasi. Saat ini, kemampuan
tenaga kerja kita yang bekerja di luar negeri masih di bawah Philipina. Sebagai contoh
kasus di Singapura yang memberikan gambaran bahwa Tenaga Kerja Asing (TKA)
dari Philipina yang bekerja di sektor informal lebih dihargai dibandingkan dengan
tenaga kerja dari Indonesia. Penyebabnya adalah masalah kemampuan berbahasa
Inggris para tenaga kerja Indonesia yang kurang mahir. Perlu adanya kerjasama
Pemerintah dan stakeholders lainnya secara konsisten dalam mengatasi kualitas
produk kita agar bisa berdaya saing.
Kontribusi Pemerintah untuk mewujudkan produk dalam negeri yang
berkualitas sangatlah menentukan. Dalam dunia perindustrian, masalah tentang
ketersedian modal yang cukup, teknologi informasi yang memadai, dan tenaga kerja
yang terampil di bidangnya serta diimbangi dengan keahlian pengusaha, organisasi
dan manajemem perusahaan, pemakaian teknologi maju dan input lainnya akan
memberikan andil yang besar dalam mencetak produk dalam negeri bermutu tinggi.
Disinilah kerja sama Pemerintah dan pengusaha sangat dibutuhkan untuk
menciptakan hasil produksi perusahaan yang bermutu.

c. Pemberdayaan UMKM
Belum kokohnya fundamental perekonomian Indonesia saat ini, mendorong
pemerintah untuk terus memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja cukup besar dan memberi peluang bagi
UMKM untuk berkembang dan bersaing dengan perusahaan yang lebih cenderung
menggunakan modal besar (capital intensive). Eksistensi UMKM memang tidak dapat

8
diragukan lagi karena terbukti mampu bertahan dan menjadi roda penggerak ekonomi,
terutama pasca krisis ekonomi. Disisi lain, UMKM juga menghadapi banyak sekali
permasalahan, yaitu terbatasnya modal kerja, Sumber Daya Manusia yang rendah,
dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi (Sudaryanto dan Hanim,
2002). Kendala lain yang dihadapi UMKM adalah keterkaitan dengan prospek usaha
yang kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang belum mantap. Hal ini terjadi
karena umumnya UMKM bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan,
dengan ciri-ciri sebagai berikut: merupakan usaha milik keluarga, menggunakan
teknologi yang masih relatif sederhana, kurang memiliki akses permodalan (bankable),
dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi.
Pemberdayaan UMKM di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan
membuat UMKM harus mampu mengadapai tantangan global, seperti meningkatkan
inovasi produk dan jasa, pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, serta
perluasan area pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual UMKM
itu sendiri, utamanya agar dapat bersaing dengan produk-produk asing yang kian
membanjiri sentra industri dan manufaktur di Indonesia, mengingat UMKM adalah
sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia
(Sudaryanto, 2011). UMKM hadir sebagai salah satu jalan keluar bagi Indonesia
untuk bangkit dari masa- masa krisis ekonomi. Selain itu, UMKM tumbuh dengan
berlandaskan ekonomi domestik, sementara itu pertumbuhan sektor ekonomi
Indonesia pun sebagian besar didorong oleh ekonomi domestik. Disinilah dapat dilihat
betapa kuatnya pengaruh UMKM di Indonesia, yang jumlahnya sekarang masih terus
bertambah. Melalui pasar bebas, UMKM justru tak perlu khawatir akan tergerusoleh
serbuan barang impor, karena dengan nilai- nilai lokal yang diusungnya menjadi
senjata utama menghadapi barang asing.
Nilai kelokalan inilah yang perlu diandalkan setiap UMKM di Indonesia. Local
is the new power. Kekuatan dalam ciri khas lokal setiap produk UMKM ini yang akan
membuatnya mampu bertahan dengan keunikannya tersebut. Produk lokal, orang-
orang lokal dan segmen pasar lokal. Ketiga hal ini saling terkait satu dengan lainnya.
Dengan mengusung nilai kelokalan ini bukan mustahil jika kelak segmen pasar lokal
UMKM akan menggaet perhatian pasar global. Bukanlah tak mungkin jika keunikan ini
membawa nama produk lokal UMKM Indonesia bersaing dengan produk branded
yang ada di pasar internasional.
Di setiap brand, termasuk produk lokal, haruslah mengandung ’rasa global’
untuk mempersiapkan produk lokal ini menemui pasar asing sehingga bisa diterima di
negara lain. Rasa global ini tak perlu menghilangkan unsur lokal yang menjadi ciri khas
produk selama ini. Identitas lokal dalam suatu produk UMKM akan mampu

9
membuatnya terkenang sebagai produk khas dari daerah asalnya. Meskipun UMKM
bergerak dalam ruang lingkup sempit, namun seharusnya para pelaku usaha ini mulai
berpikir global. Dengan keunikan produk khasnya mereka bisa menjual sebuah produk
lokal yang unggul dan bersaing melawan raksasa pasar global.
UMKM sebenarnya memiliki potensi sangat besar, namun masih menghadapi
keterbatasan dalam mengembangkan kapasitas dan akses sumberdaya produktif.
Permasalahan pokok yang dihadapi UMKM adalah: Pertama, rendahnya produktivitas,
yang disebabkan oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia khususnya dalam
bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran.
Kedua, keterbatasan akses permodalan. Keadaan itu bagi UMKM amat
menyulitkan untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-
produk yang bersaing. Meskipun pemerintah telah memberikan solusi melalui
kebijakan berbagai skim kredit murah dan mudah, namun hal tersebut sulit terjangkau
oleh UMKM.
Ketiga, penguasaan teknologi, manajemen, informasi dan pasar; relatif masih
jauh dari memadai, sedangkan untuk memenuhi keperluan tersebut, memerlukan
biaya yang besar apalagi untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM. Untuk
mewujudkan maksud tersebut, maka pemerintah perlu menggagas strategi
pemberdayaan UMKM yang tepat.
Terdapat enam hal yang menjadi prioritas strategi bagi UMKM dalam usaha
meningkatkan kinerjanya. Pertama, mempermudah UMKM untuk mengakses
permodalan. Kedua, memperluas jaringan pemasaran. Ketiga, meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Keempat, tersedianya sarana dan prasarana usaha yang
memadai. Kelima, terciptanya iklim usaha yang kondusif, dan keenam, teknologi yang
tepat guna.
Dinas Koperasi dan UMKM sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan dan pertumbuhan UMKM, harus mendorong tumbuhnya sentra-sentra
UMKM dan sekaligus mempersiapkan tenaga konsultan BDS yang mengerti tentang
bisnis. Terlebih lagi pada era persaingan global seperti sekarang ini, dimana UMKM
dituntut harus menguasai teknologi dalam mengakses berbagai informasi tentang
bisnis.
Jika semuanya dilakukan dengan selaras melalui pendekatan program (bukan
proyek), maka pertumbuhan UMKM yang spektakuler bukan sekadar mimpi lagi
karena potensi pasar domestik dan pasar global merupakan peluang yang dapat
dipenuhi oleh UMKM di negeri sendiri, bukan sebaliknya digarap oleh pengusaha dari
negara lain.

10
Karena itu kegiatan pemberdayaan melalui pendekatan sentra UMKM dan
BDS harus menjadi prioritas bagi pemerintah. Pertanyaannya, sudahkan pemerintah
serius melakukan pemberdayaan terhadap UMKM? Entahlah, yang terlihat dan
teramati oleh kita semua, UMKM masih menjadi produk politik praktis bagi para politisi
yang akan mencari dukungan menjelang Pemilu. Setelah Pemilu selesai dan para
politisi telah mendapatkan kursi emas sebagai pejabat negara, mereka ditinggal begitu
saja bahkan justru ditangkapi dengan alasan mengganggu ketertiban dan
kenyamanan kota.

d. Perbaikan Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital
untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang
peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Ini
mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat dipisahkan
dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan
energi. Oleh karena itu, pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari pembangunan
ekonomi selanjutnya. Tapi faktanya bertahun-tahun saat ini perkembangan
infrastruktur yang diharapkan selalu berkembang lebih baik di Indonesia malah sangat
mencemaskan, sebagai contoh pergerakan barang hampir pada posisi terkunci karena
kondisi infrastruktur sangat parah dan sistem logistik yang sangat rapuh. Dengan
melihat informasi di berita dan berfikir sejenak ternyata pertumbuhan ekonomi
Indonesia 2 tahun terakhir naik sekitar 6 persen, bahkan menurut berita Indonesia
sebagai salah satu Negara terbaik yang mampu melewati masa-masa krisis dunia.
Akan tetapi tidak dibarengi dengan kenaikan kapasitas infrastruktur, yang ada
perkembangan infrastruktur menjadi minus karena kerusakan infrastruktur yang sudah
ada diperparah oleh alam yang tidak bersahabat.
Kemampuan daya saing produk Indonesia menuntut ketersediannya
infrastruktur yang memadahi. Infrastruktur yang kurang maksimal akan memperlambat
gerak laju ekspor berbagai produk. Akibatnya kepercayaan permintaan luar negeri
terhadap produk kita mengalami penurunan. Bahkan produk yang berdiam lama
selama di perjalanan akan mengalami penyusutan kualitas. Sama halnya dalam
permintaan jasa, seperti tenaga kerja kita ke luar negeri juga membutuhkan sarana
infrastruktur yang memadai, agar permintaan luar negeri terhadap tenaga kerja kita
bisa sesuai jadwal.
Perlu disadari, bahwa infrastruktur di negeri kita masih jauh dari apa yang
diharapkan. Masalah infrastruktur merupakan pekerjaan rumah Pemerintah yang
harus diselesaikan sesegera mungkin 1) Memperbaiki semua infrastruktur yang rusak,

11
seperti jalan-jalan raya yang berlubang dan bergelombang (sebagian hancur karena
tanah longsor dalam waktu singkat); 2) Membangun jalan tol atau jalan kereta api ke
pelabuhan, dan memperluas kapasitas pelabuhan seperti Tanjung Priok, Tanjung
Perak dan lainnya yang selama ini menjadi pintu keluar masuk barang dalam beberapa
tahun ke depan; 3) Meningkatkan akselerasilistrik dalam dua tahun ke depan, dan
banyak lagi. Sangatlah penting untuk mempermudah aliran logistik yang merupakan
urat nadi perdagangan pada khususnya, seperti pengiriman hasil produksi dan logistik
dari pabrik ke pelabuhan atau sebaliknya atau dari pelabuhan ke pusat pemasaran.
Memerlukan sarana transportasi yang memadai, seperti kondisi jalan raya
yang baik dan mencukupi, fasilitas pelabuhan yang memadahi dan lain-lain perlu
penanganan yang serius dan terkoordinir. Tercapainya infrastruktur yang memadahi
akan berpengaruh besar terhadap daya saing produk dalam negeri. Dengan demikian,
daya saing sangat ditentukan oleh kecepatan barang masuk dan keluar. Saking
pentingnya infrastruktur, Pemerintah seharusnya menjadikan sektor ini adalah sektor
yang paling diprioritaskan. Pemerintah Pusat dan daerah hendaknya bersinergi secara
harmonis dalam membuat berbagai kebijakan, agar pembangunan infrastruktur,
seperti perbaikan pelabuhan, jalan raya dan sarana transportasi lainnya bisa dilakukan
secepatnya. Bahkan pembangunan sarana transportasi ini mampu menjangkau
sampai ke pedesaan, di mana terdapat UMKM atau home industry yang menciptakan
ekonomi kreatif agar bisa membantu negara dalam meningkatkan laju ekspor. Akses
insfrastruktur benar-benar merupakan faktor penentu dalam memperlancar sirkulasi
produk yang mempunyai daya saing tinggi. Apalagi, ketersediaan infrastruktur mampu
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Tantangan membangun infrastruktur di Indonesia sangat besar mengingat
celah yang lebar antara kondisi yang ada dan kebutuhan yang harus dipenuhi. Luas
wilayah negara yang besar membutuhkan infrastruktur yang berskala raksasa,
melebihi kebutuhan yang sama pada kebanyakan negara. Berbagai upaya serius perlu
dilakukan untuk benar-benar mewujudkan hadirnya infrastruktur yang merata dan
berkualitas baik.
Pembangunan infrastruktur akan dipercepat melalui skema Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.
Dalam rencana ini, akan dibangun infrastruktur yang diperlukan untuk
mengembangkan potensi ekonomi di kawasan-kawasan sepanjang enam koridor
terpilih yang tersebar di seluruh wilayah negara. Ke enam koridor ini kemudian akan
terhubung dengan koridor ASEAN, untuk mempercepat arus barang antar negara.
Skema kerjasama pemerintah dan swasta dalam penyediaan infrastruktur uga
akan terus didorong. Perangkat peraturan, kelembagaan dan SDM terus disiapkan

12
untuk menggalang dan melayani permintaan kerjasama dengan pihak swasta.
Promosi kepada investor asing pun harus dilakukan pemerintah. Namun pemerintah
masih perlu terus bekerja keras melakukan promosi dan membuat peraturan yang
lebih menarik dan terprediksi, termasuk mengenai pengaturan jika terjadi suatu risiko
dan memastikan adanya perlindungan terhadap hasil investasi.
Kunci keberhasilan penyediaan infrastruktur yang lain adalah pembagian
kewenangan dan tanggungjawab yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah.
Seluruh jalan raya yang ada di wilayah negara sudah ditetapkan kewenangan dan
kewajiban pembangunan dan pemeliharaannya, apakah pemerintah pusat, provinsi
atau kabupaten/kota. Yang belum jelas adalah bagaimana kerjasama yang baik
dilakukan antar tingkatan pemerintahan, sehingga setiap prasarana dan sarana,
siapapun penanggungjawabnya, selalu berada dalam kondisi baik dan saling
mendukung.

e. Ketahanan Ekonomi
Ketahanan ekonomi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan
perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi serta
mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang datang dari
luar maupun dari dalam negeri baik yang langsung maupun tidak langsung untuk
menjamin kelangsungan hidup pereokonomian bangsa dan negara Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan perekonomian
bangsa, yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat
dan dinamis serta kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan
daya saing tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Dengan
demikian, pembangunan ekonomi diarahkan kepada mantapnya ketahanan ekonomi
melalui terciptanya iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi, tersedianya barang dan jasa, terpeliharanya fungsi lingkungan hidup serta
meningkatkan daya saing dalam lingkup persaingan global.
Usaha untuk mencapai ketahanan ekonomi yang diinginkan perlu upaya
pembinaan terhadap berbagai hal yang dapat menunjangnya antara lain yaitu:
a) Sistem ekonomi Indonesia diarahkan untuk dapat mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan yang adil dan merata di seluruh wilayah nusantara melalui ekonomi
kerakyatan untuk menjamin kesinambungan pembangunan nasional
kelangsungan hidup bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

13
b) Struktur ekonomi dimantapkan secara seimbang dan saling menguntungkan
dalam keselarasan dan keterpaduan antar sektor pertanian dengan perindustrian
dan jasa.
c) Pembangunan ekonomi dilaksanakan sebagai usaha bersama atas dasar asas
kekeluargaan dibawah pengawasan anggota masyarakat, serta memotivasi dan
mendorong peran serta masyarakat secara aktif. Harus diusahakan keterkaitan
dan kemitraan antara para pelaku dalam wadah kegiatan ekonomi yaitu
Pemerintah, BUMN, Koperasi, Badan Usaha Swasta, dan sektor informal untuk
mewujudkan pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas ekonomi.
d) Pemerataan pembangunan dan pemfaatan hasil-hasilnya senantiasa
dilaksanakan melalui keseimbangan dan keserasian pembangunan antar wilayah
dan antar sektor.
e) Kemampuan bersaing harus ditumbuhkan secara sehat dan dinamis dalam
mempertahankan serta meningkatkan eksistensi kemandirian perekonomian
nasional, dengam memanfaatkan sumber daya nasional secara optimal dengan
sarana iptek tepat guna dalam menghadapi setiap permasalahan serta dengan
tetap memperhatikan kesempatan kerja.

Dari beberapa strategi diatas, tentunya masih banyak hal yang harus
dilakukan guna menghadapi tantangan global khususnya untuk beberapa tahun ke
depan. Kita juga tentunya berharap, melalui berbagai pembangunan infrastruktur
dapat meningkatkan daya saing ekonomi, mengatasi masalah kesenjangan, dan
mengurangi disparitas harga diberbagai wilayah, pembangunan infrastruktur juga
berperan peran vital dalam pemenuhan hak dasar rakyat.
Urgensi menyukseskan berbagai pembangunan infrastruktur seyogyanya
menjadi prioritas utama bagi seluruh pemangku kepentingan, mengingat memiliki
keterkaitan yang sangat kuat dengan kesejahteraan sosial dan juga berperan penting
dalam memacu proses pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau region. Hal tersebut
dapat ditunjukkan dengan indikasi bahwa wilayah yang memiliki kelengkapan sistem
infrastruktur yang berfungsi lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya
mempunyai tingkat kesejahteraan sosial dan kualitas lingkungan serta pertumbuhan
ekonomi yang lebih baik pula.
Dalam konteks ekonomi, infrastruktur merupakan modal sosial masyarakat
(social overhead capital) yaitu barang-barang modal esensial sebagai tempat
bergantung bagi perkembangan ekonomi, dan merupakan prasyarat agar berbagai
aktivitas masyarakat dapat berlangsung. Pembangunan infrastruktur merupakan
katalisator di antara proses produksi, pasar dan konsumsi akhir. Keberadaan

14
infrastruktur memberikan gambaran tentang kemampuan berproduksi masyarakat dan
tingkat kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai apabila tidak ada
ketersediaan infrastruktur yang memadai, atau dengan kata lain infrastruktur adalah
basic determinant atau kunci bagi perkembangan ekonomi. Keberadaan infrastruktur,
telah terbukti berperan sebagai instrumen bagi pengurangan kemiskinan, pembuka
daerah terisolasi, dan mempersempit kesenjangan antarwilayah. Dengan demikian,
investasi infrastruktur baik dari pemerintah maupun swasta dan masyarakat perlu
terus didorong guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor riil, penyerapan
tenaga kerja guna mengurangi pengangguran dan kemiskinan, serta menumbuhkan
investasi sektor lainnya.
Berbagai tantangan dan peluang pembangunan ekonomi yang kita hadapi di
tahun-tahun berikutnya diharapkan dapat memacu kita untuk lebih memanfaatkan
momentum dan mengoptimalkan upaya dalam menjamin percepatan pembangunan
infrastruktur agar dapat memacu berkembangnya sektor ekonomi produktif, guna
mengatasi masalah kesenjangan serta mempercepat terwujudnya kemandirian
ekonomi.

2. Perekonomian Indonesia di Masa yang akan Datang


Prospek ekonomi ke depan diperkirakan tumbuh lebih kuat, berkelanjutan, dan inklusif.
Optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari komitmen untuk
mempercepat pelaksanaan reformasi struktural secara berkelanjutan, konsisten, dan
tersinergi antarsektor. Dalam jangka pendek, pertumbuhan ekonomi diprakirakan masih
bertumpu pada permintaan domestik yang ditopang oleh investasi dari proyek infrastruktur.
Dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi akan meningkat sejalan dengan dampak
proyek infrastruktur terhadap peningkatan kapasitas perekonomian. Dengan
perkembangan tersebut, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan ke depan akan
tetap terjaga.
Dalam jangka menengah hingga tahun 2020, pertumbuhan ekonomi diprakirakan
tetap berada dalam tren yang meningkat. Prakiraan ini didukung oleh membaiknya prospek
perekonomian global yang disertai dengan dampak berbagai kebijakan struktural yang
telah ditetapkan oleh Pemerintah. Pertumbuhan ekonomi jangka menengah akan dapat
mencapai 6,3-6,8% pada tahun 2020. Dari sisi domestik, investasi tumbuh sejalan dengan
pembangunan proyek-proyek infrastruktur, iklim usaha yang membaik, reformasi birokrasi,
dan FDI (Foreign Direct Investment) yang meningkat. Pengeluaran pemerintah yang
lebih mengarah pada belanja modal dan penguatan efisiensi alokasi subsidi juga
berkontribusi meningkatkan investasi. Implementasi berbagai program perbaikan struktural

15
dan rangkaian paket kebijakan akan mendorong peningkatan produktivitas sehingga
memperkuat sisi produksi yang pada gilirannya dapat mengurangi ketergantungan impor
barang antara dan barang modal. Kondisi tersebut akan membuat volatilitas rupiah lebih
terjaga dan mendukung tercapainya tingkat inflasi yang rendah dan stabil.
Konsumsi rumah tangga dalam jangka menengah diprakirakan terus meningkat. Tren
tersebut didukung oleh meningkatnya proporsi penduduk usia produktif sehingga akan
meningkatkan jumlah angkatan kerja sekaligus menurunkan rasio ketergantungan. Selain
itu, tren penurunan tingkat kemiskinan yang tetap berlanjut dan meningkatnya jumlah kelas
menengah akan meningkatkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Disamping itu,
kontribusi ekspor yang diperkirakan membaik akan menambah daya beli masyarakat
melalui penghasilan ekspor sehingga meningkatkan konsumsi rumah tangga. Sementara
itu, pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat ditopang oleh naiknya
pendapatan pemerintah sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan
berbagai usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan.
Pertumbuhan investasi dalam jangka menengah terkait erat dengan reformasi
struktural yang sedang berlangsung. Perwujudan dari reformasi struktural yang sangat
penting adalah pembangunan infrastruktur yang merupakan salah satu fokus utama dalam
rencana pembangunan pemerintah. Berbagai infrastruktur yang saat ini sedang dibangun
di berbagai kawasan Indonesia diperkirakan dapat menggerakkan dan meningkatkan
pertumbuhan perekonomian di daerah, khususnya di luar Jawa. Selain itu, reformasi
struktural juga dilakukan melalui perbaikan iklim investasi yang diperlukan untuk menarik
lebih banyak investasi di Indonesia serta meningkatkan kontribusi UMKM dalam
pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut tercermin dari berbagai paket kebijakan pendukung
perbaikan iklim investasi yang telah diterbitkan. Hasil survei dari beberapa institusi
internasional menunjukan bahwa Indonesia masih menjadi negara tujuan utama untuk
investasi yang mengindikasikan daya saing Indonesia yang terus membaik. Selain itu,
pasar Indonesia yang besar dan terus tumbuh, khususnya kelas menengah, juga menjadi
daya tarik untuk kegiatan investasi Untuk memenuhi semakin membesarnya jumlah dan
ragam permintaan barang dan jasa baik untuk keperluan domestik maupun ekspor,
investasi perlu tumbuh dengan proporsi yang seimbang dengan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, investasi di sektor UMKM dan di luar Jawa berpotensi besar menjadi sumber
pertumbuhan ekonomi ke depan.
Pertumbuhan ekspor diperkirakan akan membaik sejalan dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi dunia. Dengan kondisi pertumbuhan ekonomi mitra dagang yang
membaik, harga komoditas yang tumbuh positif, serta peningkatan kemampuan untuk
memproduksi barang ekspor yang lebih bervariasi, kontribusi ekspor dalam pertumbuhan
ekonomi diperkirakan akan terus meningkat. Walaupun beberapa negara tujuan ekspor

16
utama Indonesia, seperti Tiongkok dan Eropa, diperkirakan memasuki tren pertumbuhan
yang lebih rendah, beberapa negara dan kawasan tujuan utama ekspor Indonesia, seperti
AS, Jepang, dan India, diprakirakan berada dalam tren pertumbuhan yang meningkat.
Disamping itu, beroperasinya smelter, ekspor mineral, dan olahan bahan tambang
diperkirakan berdampak positif terhadap ekspor terkait dengan nilai tambahnya yang lebih
tinggi. Dengan langkah-langkah peningkatan daya saing, termasuk nilai tukar yang tetap
kompetitif, inflasi yang terjaga, serta diversifikasi pasar dan produk, pertumbuhan ekspor
dalam jangka menengah diperkirakan akan meningkat.
Impor diperkirakan meningkat sejalan dengan tren pertumbuhan ekonomi. Dengan
perkiraan pertumbuhan investasi yang lebih tinggi, pertumbuhan impor barang modal
dalam bentuk mesin dan perlengkapan juga diprakirakan meningkat. Selain itu, kegiatan
produksi yang semakin meningkat untuk memenuhi permintaan dalam dan luar negeri akan
mendorong permintaan impor bahan baku. Impor barang konsumsi diprakirakan tumbuh
sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Tingkat inflasi dalam jangka menengah diperkirakan stabil dan terjaga di kisaran
3,5+1% pada tahun 2020. Tekanan inflasi dari sisi eksternal cenderung moderat. Hal ini
sejalan dengan perkiraan peningkatan harga komoditas internasional yang diperkirakan
masih terbatas dalam jangka menengah dan volatilitas pergerakan nilai tukar yang rendah.
Dari sisi domestik, meningkatnya permintaan domestik diprakirakan dapat direspons oleh
sisi penawaran yang membaik sejalan dengan dampak reformasi struktural terhadap
meningkatnya kapasitas perekonomian. Dengan kondisi tersebut, tekanan inflasi dari sisi
permintaan diprakirakan relatif minimal. Selain itu, ekspektasi inflasi akan tetap terjaga
sejalan dengan melalui implementasi kebijakan moneter yang konsisten dengan target
inflasi yang ditetapkan yang ditopang oleh penguatan koordinasi kebijakan Pemerintah dan
Bank Indonesia. Kinerja NPI dalam jangka menengah diprakirakan akan membaik dengan
defisit transaksi berjalan yang sehat dan berada pada level yang berkelanjutan. Perbaikan
tersebut terutama bersumber dari ekspor nonmigas yang diprakirakan semakin membaik
sejalan dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global dan kembali positifnya
pertumbuhan harga komoditas nonmigas. Di sisi lain, peningkatan permintaan domestik
dan ekspor serta pembangunan infrastruktur mendorong peningkatan impor bahan baku
dan barang modal. Dari sisi migas, prospek harga minyak yang kembali meningkat secara
gradual berdampak pada penerimaan ekspor minyak yang membaik. Namun demikian,
peningkatan tersebut semakin terbatas didorong oleh penurunan produksi secara natural
akibat usia sumur yang menua. Ekspor gas diperkirakan tetap naik sejalan dengan asumsi
produksi gas yang meningkat, meskipun terdapat kewajiban pemenuhan kebutuhan migas
untuk dalam negeri sebesar 25% dari produksi migas. Sementara itu, impor minyak

17
diperkirakan terus meningkat seiring dengan pertambahan kelas menengah yang
mendorong peningkatan konsumsi BBM.

3. Persiapan Indonesia Menghadapi APEC 2020


Pada tahun 2008 yang lalu Indonesia mengajukan diri dan akhirnya terpilih secara
konsensus untuk menjadi ketua dan tuan rumah KTT ke-21 APEC pada tahun 2013 ini.
Tema yang selanjutnya diusung oleh Indonesia dalam APEC 2013 adalah “Resilient Asia-
Pacifik, Engine of Global Growth”. Dalam kepemimpinannya di APEC tahun 2013
Indonesia berkeinginan untuk memanfaatkan forum kerjasama yang terdiri atas 21 negara
di lingkar Samudera Pasifik tersebut untuk mengusung suatu visi bagi kawasan Asia Pasifik
dalam rangka mewujudkan kawasan Asia Pasifik yang tangguh, berketahanan, dan cepat
pulih di tengah hambatan krisis ekonomi yang dihadapi oleh negara-negara di dunia. APEC
sendiri hingga saat ini menampung keanggotaan dari negara-negara yang antara lain
mereka adalah Australia, Brunei Darussalam, Canada, Chile, China, Hongkong-China,
Indonesia, Japan, Korea, Malaysia, Mexico, New Zealand, the Philippines, Peru, Papua
New Guinea, Rusia, Singapura, Chinese-Taipei, Thailand, the United States, dan Vietnam.
Kerjasama APEC ini bukanlah merupakan sebuah bentuk kerjasama politis, tetapi lebih
menekankan pada bentuk kerja sama yang fokus pada ekonomi, perdagangan, dan
investasi. Ketika kita telisik secara lebih mendalam Indonesia memiliki konstribusi yang
cukup signifikan pada awal pembentukan APEC yakni keberhasilannya merumusakan
Bogor Declaration pada saat keketuaan APEC Indonesia tahun 1994, termasuk di
dalamnya adalah Bogor Goals. Dengan dasar Bogor Goals tersebut fokus utama APEC
menjadi sebuah upaya untuk membentuk kawasan Asia Pasifik yang lebih bebas dan
terbuka bagi perdagangan dan investasi. Target pencapaian Bogor Goals bagi negara
maju adalah pada 2010, sementara bagi negara berkembang adalah pada 2020. Dibawah
tema yang diusung oleh Indonesia pada APEC 2013 ini, beberapa prioritas yang terkait
dengan pencapaian Bogor Goals, sustainable growth with equality, serta peningkatan
konektivitas diharapkan mampu terwujud sehingga dapat menjadikan kawasan Asia Pasifik
sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi dunia. Namun, permasalahannya saat ini adalah
apakah APEC benar-benar mampu menjadi peluang bagi pengembangan ekonomi dan
kesejahteraan Indonesia ataukah sebaiknya justru akan menjadi ancaman bagi
perekonomian nasional. Mengingat berbagai macam permasalahan yang sedang dan akan
dihadapi oleh Indonesia sebagai negara yang dalam tahap menghadapi liberalisasi
perdagangan pada tahun 2020.
Seberapa siapkah Indonesia menghadapi pasar bebas? Apa sajakah yang telah
dilakukan Indonesia dalam menyambutnya? Walaupun ditargetkan Indonesia memasuki
pasar bebas itu pada 2020, saat ini saja sudah dirasakan banyaknya penderitaan kita.

18
Pasar bebas dalam beberapa hal telah menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian
nasional, seperti makin lebarnya jurang si kaya dengan si miskin dan melemahnya kontrol
pemerintah dalam perekonomian. Perekonomian nasional lebih banyak dikuasai pihak
asing dengan dijualnya aset - aset penting negara yang menguasai hidup orang banyak.
Sejak bergabung dengan APEC, Indonesia berusaha melakukan beberapa persiapan,
seperti (a) kemitraan usaha dan modal ventura yang merupakan kerjasama terpadu
pengusaha besar dengan pengusaha kecil di tingkat nasional; (b) kemitraan melalui jalur
kota kembar ( sister city) dengan pihak luar negeri yang dimaksudkan untuk mengambil
manfaat saling menguntungkan dari hubungan - hubungan sosial, budaya, perdagangan,
pariwisata, dan alih teknologi 3; (c) meningkatkan daya saing industri tekstil dan perkayuan.
Melakukan kemitraan antara pengusaha besar dengan kecil maupun antara negara
maju dengan negara berkembang, bukanlah pekerjaan mudah. Di satu pihak, ada
keinginan untuk bersama - menggairahkan perekonomian masing -masing pihak, namun
di pihak lain ada beberapa hal yang tidak bisa begitu saja diberikan secara mudah/ gratis
kepada pihak lain. Di pihak yang kuat ada keengganan untuk mentransfer kelebihan
kepada pihak yang lemah. Hal ini konsisten dengan sifat dasar ideologi liberalisme.
Sebagai contoh, sebagai negara yang secara teknologi masih jauh tertinggal, Indonesia
mengalami hambatan dalam bidang transfer teknologi dari negara maju, sehingga tujuan
kemitraan dalam sister city tidak bisa terwujud secara nyata. Bidang pertekstilan yang
menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia, juga mengalami berbagai kendala. Tekstil
dan pakaian jadi Indonesia tidak mampu bersaing dengan tekstil dari Cina yang mutunya
tinggi dan semakin merambah dunia.
Dibandingkan dengan China dan India, sektor industri Indonesia masih tertinggal jauh
dalam banyak hal. Data dari United Nations Conference on Trade and Development, China
merupakan pemasok dunia terbesar ketiga untuk barang dan kesembilan terbesar untuk
jasa komersial. Sementara India sudah mampu bersaing di teknonolgi informasi (IT) di
tingkat internasional. Pendapatan India dari industri IT mencapai 36 miliar dollar AS pada
tahun 2006. Sementara China, India dan sebagian negara APEC naik kelas dalam
perindustrian, Indonesia bukan hanya tinggal kelas tetapi justru turun kelas. Nilai ekspor
Indonesia di produk teknologi tinggi berada di tingkat terbawah (dengan pendapatan 4.850
juta dollar AS) dibandingkan dengan negara-negara APEC lainnya: China (107.543 juta
dollar), Singapura (71.421 juta dollar AS), Korea (57.161 juta dollar AS), Malaysia (47.042
juta dollar AS), Thailand (18.203 juta dollar AS).
Bagaimana mungkin Indonesia yang secara potensial memiliki hampir semua
komponen produksi untuk mampu mengembangkan industrinya secara maksimal justru
mengalami deindustrialisasi? Kondisi ini diperparah sejak krisis moneter 1997. Jangankan
bersaing di sektor industry berteknologi tinggi, di industri manufaktur saja (pupuk, keramik,

19
gas, tekstil, kayu dan sektor lain yang hanya mengandalkan sumber daya alam), kita tidak
mampu menggarapnya. Indonesia yang dulu menjadi eksporter minyak, akibat
kecerobohan manajemen sekarang menjadi importer minyak. Dengan kondisi demikian
industri nasional semakin terpukul akibat kerawanan BBM. Demikian pula di industri
pertanian, Indonesia sebagai negara agraris justru menjadi importer kebutuhan dasar
pangan seperti beras, kedelai, susu, garam, buah – buahan dan berbagai produk pertanian
lain. Pemerintah lebih suka mengajak rakyat menjadi boros dengan seringnya membeli
kebutuhan dasar (yang sebenarnya bisa kita penuhi sendiri) dari luar negeri untuk menutup
kebutuhan dalam negeri. Pemerintah lebih memanjakan para pedagang daripada petani
yang dirugikan oleh masuknya barang impor. Padahal jika pemerintah bijaksana dan taktis,
Indonesia mampu mengembangkan teknologi pangan dan pertanian sendiri yang manfaat
jangka panj angnya lebih positif tanpa harus menggantungkan diri pada pasokan luar
negeri.
Jika ketergantungan ini terus berlangsung maka tidak mengherankan jika bangsa kita
akan jadi konsumen saja di pasar bebas dengan membajirnya barang dan jasa asing di
dalam negeri. Kita tidak akan mampu menjadi tuan rumah di negeri kita sendiri. Jangankan
mampu bersaing di produk teknologi tinggi, untuk memenuhi kebutuhan dasar pun kita
tidak mampu. Suatu hal yang ironis bahwa bergabungnya Indonesia dalam APEC sebagai
mitra dan sarana mencapai kemakmuran justru menjadi pemangsa bagi kita sendiri. Jika
hal ini berlangsung terus sampai 2020, maka Indonesia hanya mampu berhenti sebagai
pasar raksasa dengan daya beli lemah karena tidak memiliki daya saing kuat di belantara
pasar terbuka. Ketika menjadi tuan rumah KTT APEC tahun 1994 di Bogor Indonesia
mencanangkan tekadnya untuk mewujudkan liberalisasi itu pada tahun 2020, tanpa
memperkirakan sejauh manakah kesiapan nasional kita. Indonesia berharap banyak pada
liberalisasi ekonomi untuk meningkatkan taraf kesejahteraan nasional. Indonesia terseret
dan menyerah pada para pendukung neo - liberal yang mengagungagungkan pasar bebas,
seolah-olah tidak ada alternatif lain, seperti yang pernah disuarakan oleh Margareth
Thatcher dan Ronald Reagan yang kemudian disetujui oleh Mantan Presiden Suharto yang
menyatakan bahwa siap atau tidak siap Indonesia harus memasuki pasar bebas.
Kondisi ekonomi Indonesia yang centang perentang diperburuk oleh beberapa faktor,
baik faktor kesalahan manusia maupun faktor yang bersifat natural. Indonesia belum
sepenuhnya mampu bangkit dari krisis. Indonesia tidak saja diterpa krisis keuangan dan
ekonomi namun juga krisis yang sering disebut-sebut sebagai “krisis multidimensi”, yang
telah melemahkan sendi sendi bernegara. Berbagai persoalan besar di tingkat nasional
belum menemukan jalan keluarnya seperti konflik berbasis etnis, terorisme, otonomi
daerah yang belum mantap, krisis BBM dan krisis energi, krisis kepemimpinan, belum di
patuhinya peraturan hukum, hutang luar negeri yang semakin membengkak, serta

20
persoalan sejenisnya. Berbagai kesulitan ini ditambah pula dengan bebrapa bencana alam
yang secara beruntun menimpa Indonesia, mulai tsunami, tanah longsor, gempa bumi, dan
sebagainya. Semua persoalan itu menyerap dana dan enegi pemerintah dan rakyat
sehingga Indonesia nampak semakin tidak berdaya menghadapi pasar bebas. Sementara
itu investor asing pun makin undur langkah melihat kondisi Indonesia yang demikian parah.
Selain faktor yang telah disebutkan di atas, ketertinggalan Indonesia di bidang investasi
dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya disebabkan oleh beberapa faktor
penghambat klasik, antara lain tingkat korupsi yang tinggi, infrastruktur yang tidak
memadai, birokrasi pemermintah yang berbelit-belit, peraturan perpajakan yang rumit,
kualitas SDM yang rendah serta instabilitas kebijakan. Hadi Soesastro berargumen bahwa
kebijakan Indonesia menghadapi globalisai (termasuk bergabung d alam APEC dan AFTA)
lebih didasarkan pada “pertimbangan obyektif apa yang bisa dicapai negara -negara Asia
Timur lainnya dan keinginan mereka untuk berlomba meliberalisasi perekonomiannya agar
lebih menarik investasi global”. Soesastro menambahkan, pemeri ntah tidak bijaksana
dalam kebijakan ekonominya karena tidak mendorong tumbuhnya persaingan sehat di
dalam negeri dengan memberi keistimewaan pada golongan tertentu. Padahal persaingan
sehat di dalam negeri merupakan modal persaingan di pasar bebas.
Selain faktor-faktor internal Indonesia, hambatan menuju pasar bebas juga datang dari
faktor eksternal. Dalam pasar bebas tentu masing - masing negara ingin melindungi
industrinya agar tidak “dimangsa” oleh negara asing. Dengan berbagai aturan tarif dan non-
tarif negara maju berupaya menghalangi masuknya produk dari negara berkembang.
Hambatan - hambatan non-tarif seperti anti-dumping, ecolabelling, serta hambatan -
hambatan yang dikaitkan dengan isu - nonperdagangan seperti kondisi HAM, merupakan
senjata ampuh untuk menangkal masuknya produk negara berkembang. Untuk menguasai
pasar dunia, negara -negara di Eropa saja melindungi produksi pertaniannya sedemikian
rupa. Amerika Serikat juga melakkan hal yang sama. AS telah mengalokasikan subsidi
sampai 80 % untuk sektor pertaniannya. Untuk menaklukkan pasar dunia, negara maju
melakukan tiga langkah, yaitu mengambil pasar di negara lain, mengambil energi di negara
yang kaya sumber daya alam, dan bagaimana menaruh posisi yang tepat untuk
menyebarkan pengaruh politik, artinya menyebatkan hegemoni agar memperoleh akses
politik besar di negara yang diincar. Akses politik besar berdampak pada akses untuk
menguasai pasar negara berkembang.

21
Kesimpulan

A. Perekonomian Indonesia dalam Wawasan Global


Perekonomian dunia tampaknya makin menjadi bebas. Hambatan tarif dan
nontarif terus dikikis melalui negosiasi dagang antar negara. Asosiasi perdagangan
bebas makin meluas. Kedepannya perekonomian Indonesia masih akan menghadapi
berbagai tantangan. Di sisi eksternal, tantangan utama bersumber dari risiko
pertumbuhan ekonomi global yang belum kuat dan penurunan harga komoditas. Di
sisi domestik, tantangan struktural terkait: (i) ketahanan pangan, energi, dan air; (ii)
daya saing industri, maritim, dan pariwisata; (iii) pembiayaan jangka panjang; dan (iv)
ekonomi inklusif. Di samping itu, modal dasar pembangunan serta stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan perlu diperkuat. Untuk itu, bauran kebijakan
diarahkan untuk mengawal stabilitas, mendorong momentum pertumbuhan ekonomi,
dan mempercepat reformasi struktural. Ke depan, struktur ekonomi Indonesia
diharapkan lebih terdiversifikasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

B. Perekonomian Indonesia di Masa yang akan Datang


Prospek ekonomi ke depan diperkirakan tumbuh lebih kuat, berkelanjutan, dan
inklusif. Optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari komitmen untuk
mempercepat pelaksanaan reformasi struktural secara berkelanjutan, konsisten, dan
tersinergi antarsektor. Dalam jangka pendek, pertumbuhan ekonomi diprakirakan
masih bertumpu pada permintaan domestik yang ditopang oleh investasi dari proyek
infrastruktur. Dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi akan meningkat sejalan
dengan dampak proyek infrastruktur terhadap peningkatan kapasitas perekonomian.
Dengan perkembangan tersebut, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan ke
depan akan tetap terjaga.

22
DAFTAR PUSTAKA

Nehen, Ketut. 2016. Perekonomian Indonesia. Denpasar. Udayana University Press

23

Anda mungkin juga menyukai

  • Sap 9 Fix
    Sap 9 Fix
    Dokumen15 halaman
    Sap 9 Fix
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Review Artikel Kel. 8
    Review Artikel Kel. 8
    Dokumen10 halaman
    Review Artikel Kel. 8
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • RMK Sap 10
    RMK Sap 10
    Dokumen12 halaman
    RMK Sap 10
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Kelompok 8
    Jurnal Kelompok 8
    Dokumen8 halaman
    Jurnal Kelompok 8
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Review Artikel Kelompok 6 Present
    Review Artikel Kelompok 6 Present
    Dokumen10 halaman
    Review Artikel Kelompok 6 Present
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Sap 9 Fix
    Sap 9 Fix
    Dokumen8 halaman
    Sap 9 Fix
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Sap 12
    Sap 12
    Dokumen10 halaman
    Sap 12
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Sap 1
    Sap 1
    Dokumen13 halaman
    Sap 1
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • RMK Sap 6
    RMK Sap 6
    Dokumen11 halaman
    RMK Sap 6
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan TA Sap 7
    Pembahasan TA Sap 7
    Dokumen9 halaman
    Pembahasan TA Sap 7
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Sap 1
    Sap 1
    Dokumen13 halaman
    Sap 1
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • RMK Sap 4
    RMK Sap 4
    Dokumen7 halaman
    RMK Sap 4
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • RMK Sap 2
    RMK Sap 2
    Dokumen6 halaman
    RMK Sap 2
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Audit Sap 10
    Audit Sap 10
    Dokumen15 halaman
    Audit Sap 10
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Pajak Sap 5
    Pajak Sap 5
    Dokumen13 halaman
    Pajak Sap 5
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • RMK Sap 3
    RMK Sap 3
    Dokumen6 halaman
    RMK Sap 3
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Ipi135769
    Ipi135769
    Dokumen9 halaman
    Ipi135769
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • RMK Sap 4
    RMK Sap 4
    Dokumen7 halaman
    RMK Sap 4
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • RMK Sap 3
    RMK Sap 3
    Dokumen6 halaman
    RMK Sap 3
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Review Artikel Kel. 3
    Review Artikel Kel. 3
    Dokumen10 halaman
    Review Artikel Kel. 3
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • RMK Sap 8
    RMK Sap 8
    Dokumen13 halaman
    RMK Sap 8
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Sap 3 Presentasi
    Sap 3 Presentasi
    Dokumen15 halaman
    Sap 3 Presentasi
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • RMK Sap 7 Fix
    RMK Sap 7 Fix
    Dokumen6 halaman
    RMK Sap 7 Fix
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • RMK Sap 5
    RMK Sap 5
    Dokumen6 halaman
    RMK Sap 5
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • RMK Presentasi
    RMK Presentasi
    Dokumen7 halaman
    RMK Presentasi
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat
  • Sap 3 Kelompok 2 - Prinsip Prinsip GCG
    Sap 3 Kelompok 2 - Prinsip Prinsip GCG
    Dokumen7 halaman
    Sap 3 Kelompok 2 - Prinsip Prinsip GCG
    goufaprs
    Belum ada peringkat
  • RMK Sap 2
    RMK Sap 2
    Dokumen13 halaman
    RMK Sap 2
    Natalia Dwi
    Belum ada peringkat