Anda di halaman 1dari 3

Definisi

Kusta merupakan penyakit infeksi kronik, dan penyebabnya ialah mycobacterium leprae yang bersifat
intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius
bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali saraf pusat. (buku merah hal 87)
Penyakit kusta disebut juga sebagai penyakit Lepra atau penyakit Hansen disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lama antara 2–3 minggu.
Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh manusia. Kuman kusta memiliki masa
inkubasi 2–5 tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun.
(http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-
kesehatan-Indonesia-2015.pdf Hal : 175)

Epidemiologi

( https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/viewFile/1669/1286 )

Berdasarkan data WHO (2013), jumlah kasus baru kusta di dunia dari tahun 2005 sampai 2012 mencapai
2.004.590 kasus. Sedangkan untuk kasus kusta yang terdaftar pada akhir trimester pertama tahun 2013
adalah 189.018 kasus dengan prevalensi sebesar 0,33. Wilayah endemis utama penyakit ini adalah Afrika,
Amerika, Asia Tenggara, Mediterania Timur, dan Pasifi k Barat. India merupakan negara dengan jumlah
penderita terbesar, diikuti Brasil dan Indonesia. Situasi kusta di Indonesia sejak tahun 2007- 2011
menunjukkan adanya peningkatan kasus baru yang mengindikasikan bahwa penyakit kusta masih menjadi
masalah di Indonesia. Kasus baru pada tahun 2007 berjumlah 21.430 kasus, kemudian meningkat pada
tahun 2008 dengan 21.538 kasus, namun menurun pada tahun 2009 dengan jumlah 21.062 kasus. Tahun
2010 menunjukkan penurunan lebih besar dibanding tahun sebelumnya yaitu dengan 19.741 kasus, dan
kembali terjadi peningkatan pada tahun 2011 dengan jumlah kasus mencapai 23.169. Dalam kurun waktu
tersebut secara umum menunjukkan tidak ada perubahan yang berarti terkait situasi penyakit kusta di
Indonesia, hal tersebut juga mengindikasikan bahwa penyakit kusta di Indonesia masih menjadi masalah
kesehatan. Pada tahun 2011, sedikitnya 14 provinsi (42,4%) termasuk dalam beban kusta tinggi (high
endemic) dan 19 provinsi lainnya (57,6) termasuk dalam beban kusta rendah (low endemic). Pada periode
tersebut dilaporkan terdapat 20.023 kasus baru kusta yang terdiri dari kusta tipe Multi Basiler (MB)
dengan persentase 80,40% dan tipe Pausi Basiler (PB) dengan persentase 19,60% (Kemenkes RI, 2012).
Provinsi Jawa Timur merupakan wilayah high endemic kusta di Indonesia (CDR > 10/100.000 penduduk)
atau dengan kata lain jumlah kasus baru lebih dari 1000 orang per tahun. Kasus baru pada tahun 2013
dilaporkan mencapai 4.132 orang dengan proporsi cacat tingkat II sebesar 13% atau berada di atas rata-
rata nasional. Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (Dinkes Provinsi Jatim, 2013), di Indonesia
Jawa Timur tidak hanya merupakan penyumbang kasus kusta terbesar, tetapi juga memiliki angka
kecacatan yang tinggi dengan proporsi cacat tingkat II sebesar 13% di antara seluruh kasus baru yang
ditemukan.
(http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-
kesehatan-Indonesia-2015.pdf Hal : 175 – 179)
Jumlah penderita kusta yang dilaporkan dari 121 negara di 5 regional WHO sebanyak175.554 kasus
di akhir tahun 2014 dengan 213.899 kasus baru (www.who.int). Penatalaksanaan kasus kusta yang
buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit,
saraf, anggota gerak, dan mata.
Sejak tercapainya status eliminasi kusta pada tahun 2000, situasi kusta di Indonesia menunjukkan
kondisi yang relatif statis. Hal tersebut dapat terlihat dari angka penemuan kasus baru kusta selama
lebih dari dua belas tahun yang menunjukkan kisaran angka antara enam hingga delapan per
100.000 penduduk dan angka prevalensi yang berkisar antara delapan hingga sepuluh per 100.000
penduduk per tahunnya. Namun, sejak tahun 2012 hingga tahun 2015 angka tersebut menunjukkan
penurunan.

Target prevalensi kusta sebesar <1 per 10.000 penduduk (<10 per 100.000 penduduk). Dengan
demikian prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2015 yang sebesar 0,79 per 10.000 penduduk
telah mencapai target program.

Pada tahun 2015 dilaporkan 17.202 kasus baru kusta dengan 84,5% kasus di antaranya merupakan
tipe Multi Basiler (MB). Sedangkan menurut jenis kelamin, 62,7% penderita baru kusta berjenis
kelamin laki-laki dan sebesar 37,3% lainnya berjenis kelamin perempuan.

Etiologi

Penyakit kusta disebabkan olerh bakteri yang bernama mycobacterium leprae. Dimana microbacterium
ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang, dikelilingi oleh membrane sel lilin
yang merupakan ciri dari spesies mycobacterium, berukuran Panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro
biasanya berkelompok dan ada yang tersebarsatu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA)
atau gram positif, tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam
atau alcohol sehingga oleh karena itu dinamakan

( www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin_kusta.pdf )

Penularan (www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin_kusta.pdf )

Kuman ini menular kepada manusia melalui kontak lansung dengan penderita dan melalui saluran
penrapasan, bakteri ini mengalami pengembangbiakan dalam waktu 2-3 minggu, pertahanan bakteri ini
dalam tubuh manusia mampu bertahan 9 hari diluar tubuh manusia kemudian kuman membelah dalam
jangka waktu 14-21 hari dengan masa inkubasi rata-rata dua hingga ima tahun bahkan juga dapat
memakan waktu lebih dari 5 tahun. Setlah lima tahun, tanda seseorang menderita kusta mulai muncul,
antaralain, kulit mengalami bercak putih, merah, rasa, kesemutan bagian anggota tubuh hingga tak
berfungsi sebagaimana mestinya. Penatalaknsanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi
progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata.

Patofisiologi ( buku merah hal 88 )

Sebenarnya M.leprae memiliki patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita yang
mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan sebaliknya.
Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon
imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat ataumenyeluruh yang dapat
sembuh sendiriatau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagaipenyakit imunologik.
Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya.

( nlep.nic.in/pdf/Ch%205%20Pathogenesis.pdf ) Journal of national leprosy eradication programe :


pathophysiology of leprae.

Basil dari M. Leprae yang masuk kedalam tubuh melalui traktus respiratorius dan menembus system
retikuloendotelial, lalu kuman akan bermigrasi ke jaringan saraf dan masuk ke dalam sel schwann yang
merupakan target utamanya, dan dapat pula ditemukan pada sel otot, endotel dan pembuluh darah.

Setelah asuk kedalam sel sel targetnya, kuman lepra akan mulau berkembang biak secara perlahan (12-
14 hari untuk satu kuman berubah menjadi dua ) di dalam sel yang dihancurkannya, lalu kuan ini akan
mencari sel yang belum di infeksi, sampai fase ini seseorang yang terinfeksi masih belum merasakan gejala
yang jelas.

Bersamaan dengan multifikasi bakteri, imunitas tubuh akan berespon, seperti limfosit dan histiosit akan
menyerang kuman pada jaringan yang terinfeksi dimana akan terbentuk sel granul akubat proses imunitas
tubuh sehingga saraf tertekan dan menyebabkan pembesaran pada saraf (edema) lalu pada fase ini
seseorang yang terinfeksi akan merasakan adanya gejala klinis yang jelas berupa anastesi, alopesia,
anhidrosis, atrofia, akromia.

Anda mungkin juga menyukai