Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA MATERIAL

“PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN PANAS TERHADAP


KEKERASAN TEMBAGA (Cu)”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Fisika Logam”

Dosen pengampu: Erna Hastuti, M.Si

Disusun oleh:

Lilis Afifatul Iza (15640017)

Rindu Laksmitha Dewi (15640023)

Zainur Roziqin (15640030)

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2017
A. Metodologi percobaan:
1.1 Alat dan bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu:
1. Tembaga (Cu) (3,5 cm x 3 cm) 5 buah
2. Oli 100 mL secukupnya
3. Aquades 100 mL secukupnya
4. Beaker Glass 500 mL 2 buah
5. Furnace (tungku) 1 buah
6. Alat uji universal vickers hardness 1 buah
7. Microscope optic 1 buah
8. PC windows 1 buah
9. Stopwatch 1 buah
10. Tisu secukupnya
11. Tang penjepit 1 buah
12. Ampelas secukupnya
1.2 Langkah percobaan
Adapun langkah percobaan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Diatur furnace pada suhu 700°C
2. Setelah suhu mencapai 700°C, 4 sampel tembaga yang sudah dipotong
berukuran 3,5 cm x 3 cm dimasukkan ke dalam furnace dan 1 sampel tidak
diberi perlakuan panas.
3. Ditunggu selama 1 jam dengan suhu konstan 700°C
4. Setelah ditunggu selama 1 jam dikeluarkan 4 sampel tembaga tersebut .
kemudian diberi perlakuan masing2 sampel:
a. Sampel I di masukan ke dalam oli yang sudah disiapkan dalam gelas
beaker (Quenching oli)
b. Sampel II dimasukkan ke dalam air yang sudah disiapkan dalam gelas
beaker (Quenching air)
c. Sampel III dibiarkan di udara terbuka (Normalizing)
d. Sampel IV dibiarkan di dalam furnace, didinginkan perlahan-lahan
hingga suhu furnace turun sampai mencapai suhu kamar (Annealing)
5. Semua sampel dibiarkan selama 1 hari didalam medianya masing-masing
6. Setelah 1 hari, sampel dibersihkan, di ampelas kemudian ke 5 sampel diuji
hardness vickersnya (HV)
7. Setelah didapatkan data HV nya, digunakan kamera mikroskop optik
dengan perbesaran 500x (bisa lebih) untuk melihat dan memotret
permukaan masing-masing sampel.

B. Data hasil percobaan

Perlakuan D1 D2 Hardness Vickers


(HV)
Tanpa perlakuan 48,17 46,49 827,6

Quenching air 33,09 18,61 2773,9

Quenching oli 13,99 14,86 2347,1

Normalizing 35,16 33,12 1590,6

Annealing 34,89 31,38 1688,5

C. Perhitungan
1. Tembaga Murni
Diketahui : D1 = 48,17
D2 = 46,49
P = 1000 gr
Ditanya : HV?
𝐷1+ 𝐷2
 𝐷= 2

48,17+46,49
𝐷= 2
𝐷 = 47,33

1854 𝑃
 𝐻𝑉 = 𝐷2

1854 ×1000
𝐻𝑉 = 47,332

1854000
𝐻𝑉 = 2240,1289

𝐻𝑉 = 827,6

2. Normalizing
Diketahui : D1 = 35,16
D2 = 33,12
P = 1000 gr
Ditanya : HV?
𝐷1+ 𝐷2
 𝐷= 2

35,16 +33,12
𝐷= 2

𝐷 = 34,14

1854 𝑃
 𝐻𝑉 = 𝐷2

1854 ×1000
𝐻𝑉 = 34,142

1854000
𝐻𝑉 = 1165,5396

𝐻𝑉 = 1590,6
3. Annealing
Diketahui : D1 = 34,89
D2 = 31,38
P = 1000 gr
Ditanya : HV?
𝐷1+ 𝐷2
 𝐷= 2

34,89+31,38
𝐷= 2

𝐷 = 33,135

1854 𝑃
 𝐻𝑉 = 𝐷2

1854 ×1000
𝐻𝑉 = 33,1352

1854000
𝐻𝑉 = 1097.928225

𝐻𝑉 = 1688,6

4. Quenching Air
Diketahui : D1 = 33,09
D2 = 18,61
P = 1000 gr
Ditanya : HV?
𝐷1+ 𝐷2
 𝐷= 2

33,09+18,61
𝐷= 2

𝐷 = 25,85
1854 𝑃
 𝐻𝑉 = 𝐷2

1854 ×1000
𝐻𝑉 = 25,852

1854000
𝐻𝑉 = 668,2225

𝐻𝑉 = 2774

5. Quenching Oli
Diketahui : D1 = 13,99
D2 = 14,86
P = 1000 gr
Ditanya : HV?
𝐷1+ 𝐷2
 𝐷= 2

13,99+14,86
𝐷= 2

𝐷 = 14,425

1854 𝑃
 𝐻𝑉 = 𝐷2

1854 ×1000
𝐻𝑉 = 14,4252

1854000
𝐻𝑉 = 208,08

𝐻𝑉 = 8910,03
D. Pembahasan
Berdasarkan data hasil percobaan diatas, dapat diketahui bahwa kekerasan
pada logam tembaga meningkat dan menurun setelah mengalami proses
heat treatment. Nilai kekerasan yang didapatkan berbeda beda tergantung
jenis perlakuan panas apa yang digunakan. Pada perlakuan pendinginan
menggunakan oli, didapatkan hasil hardness vickersnya 2347,1 dimana
kekerasannya lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa dilakukan perlakuan
panas yaitu 827,6. Sedangkan pada perlakuan pendinginan menggunakan air,
didapatkan hasil yang sedikit lebih tinggi dari pendinginan menggunakan oli
yaitu 2773, 9. Nilai HV ini mengindikasikan bahwa untuk meningkatkan
kekerasan, quenching dengan media air lebih baik dibandingkan quenching
oli. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor salah satunya yaitu nilai viskositas
dari media yang digunakan itu sendiri. Oli memiliki viskositas lebih tinggi
dibandingkan dengan air. Semakin tinggi nilai viskositasnya maka semakin
berkurang kemampuannya untuk menyerap kalor karena waktu yang
dibutuhkan untuk mendinginkan tembaga lebih lama dibandingkan quenching
dengan media air. Sehingga air mempunyai kekerasan lebih tinggi
dibandingkan dengan oli.

Saat dilakukan pemanasan maka temperatur logam tembaga akan naik.


Setelah mencapai suhu tinggi, atom –atom akan bergerak keluar dari struktur
dari permukaan logam tembaga. Kemudian setelah didinginkan dengan media
pendingin maka dengan cepat temperature logam tembaga akan menurun.
Pada awalnya berada pada fase austenit stabil. Saat temperature logam
tembaga turun terbentuk austenit yang tidak stabil, kemudian pada saat logam
temperaturnya dibawah 250°C terbentuk austenit dan martensit. Martensit ini
terbentuk karena atom – atom karbon yang ada pada permukaan tidak sempat
berdifusi kembali kedalam struktur logam sebagai akibat pendingin yang cepat
dan struktur logamnya merapat.

Data hasil pengujian kekerasan untuk perlakuan annealing diperoleh nilai


kekerasan lebih keras dari pada bahan yang tidak di beri perlakuan. Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa pada saat proses penempaan benda uji akan
mengalami deformasi plastik. Deformasi plastik tersebut membuat bidang
atom bergeser terhadap bidang atom yang ada didekatnya atau disebut juga
dislokasi, bidang atom yang bergeser oleh suatu gaya atau tegangan ini disebut
tegangan geser. Adanya deformasi plastik ini maka struktur intern logam
dapat berubah, oleh karena itu deformasi dapat merubah pula sifat-sifat dari
logam. Logam yang mengalami deformasi plastik akan menjadi lebih keras
dan getas akibat dari regangan dan bergesernya struktur kristal pada saat
terdeformasi. Pada percobaan ini didapatnilai kekerasan tembaga sebelum di
annealing sebesar 827,6 HV. Setelah dilakukan annealing kekerasannya
menjadi 1688,5 HV.

Pada proses annealing struktur-struktur atom yang telah mengalami


dislokasi dalam kristal, akan bergerak dan menata diri kembali menuju sisi
dislokasi dalam kristal yang teregang, kemudian pada kisi yang terregang
karena terdeformasi akan digantikan oleh kristal yang baru, orientasi kristal
yang baru tidak sama dengan kristal yang lama, hal ini mengakibatkan
perbedaan sifat kristal yang digantikan, dan kemudian terjadi pertumbuhan
butir baru setelah rekristalisasi telah mengkonsumsi seluruh material yang
mengalami regangan. Perbedaan orientasi ini mengakibatkan bahan yang
mengalami proses annealing akan bersifat lebih lunak dan ulet. Namun tidak
selamanya logam yang di annealing mengalami pelunakan, ada juga yang
mengalami pertambahan kekerasan. Hal ini dikarenakan jumlah kandungan
karbon pada logam tersebut.

Nilai kekerasan pada tembaga yang telah diberikan perlakuan normalizing


terukur sebesar 1590,6 HV. Nilai kekerasan tembaga sebelum diberikan
perlakuan heat treatmen sebesar 827,6 HV. Proses normalizing tidak jauh beda
dengan annealing. Yang membedakan adalah lingkungan pendinginannya.
Jika annealing didinginkan seiringan dengan dinginnya furnace, maka
normalizing pendinginannya dilakukan pada udara terbuka. Pendinginan
diudara terbuka menghasilkan stuktur mikro yang agak berbeda dengan anil
penuh. Temperatur daerah transformasi lebih rendah sehingga diperoleh besar
butir femrit dan perlit yang lebih halus. Dengan demikian kekuatan dan
kekerasan lebih tinggi meskipun keuletan lebih rendah dibandingkan dengan
proses annealing. Pada percobaan didapatkan hasil yang berbeda yaitu
tembaga yang diberikan perlakuan normalizing menjadi lebih lunak 1590,6
HV dibandingkan dengan tembaga yang diberi perlakuan annealing 1688,5
HV.

Perhitungan dilakukan dengan data-data yang didapat pada eksperimen.


1854 𝑃
Perhitungan diaatas menggunakan rumus hardness vickers yaitu 𝐻𝑉 = 𝐷2

dimana P=1000 gram atau 1 kg. Dari hasil perhitungan dapat kita ketahui
bahwa semua sampel nilainya sudah sesuai dengan ekperimen. Hanya saja ada
satu sampel yang hasil eksperimen tidak sesuai dengan teori yaitu pada
quenching oli dimana hal yang menyebabkan ketidaksesuaian ini ada pada
diagonalnya sehingga hardness vickers yang dihasilkan pada eksperimen tidak
sama dengan teori.

Hasil permukaan tembaga yang dilihat menggunakan mikroskop optik


dapat dilihat pada gambar berikut:

(a) Cu tanpa perlakuan panas (b) Cu dengan quenching air

(c) Cu dengan quenching oli (d) Cu dengan Annealing


(e) Cu dengan Normalizing

Gambar (a) merupakan gambar permukaan tembaga sebelum dilakukan


perlakuan panas, terlihat permukaan yang warnanya kekuningan dan masih
halus. Kemudian setelah diberi perlakuan panas quenching pada gambar (b) dan
(c) terlihat permukaan tembaga yang butirannya semakin rapat dibandingkan
dengan permukaan annealing dan normalizing yang terlihat pada gambar (d) dan
(e). Pada foto dari benda uji tanpa annealing terlihat butir-butir dengan ukuran
kecil, hal ini disebabkan oleh dislokasi (cacat garis) akibat tegangan geser dari
deformasi plastik tersebut atau mengalami pengerasan regangan, karena atom
pada permukaan batas butir memiliki energi bebas lebih rendah dibandingkan
atom yang terdapat dalam butir, maka butir-butir akan mengecil. Pada foto hasil
uji bahan yang di annealing terlihat ukuran butir menjadi lebih besar.
Pertambahan ukuran butir ini disebut pertumbuhan butir. Pertumbuhan butir
ditandai dengan batas butir menjadi lurus dan butir yang kecil akan menyusut
sedangkan butir yang besar akan tumbuh. Pertumbuhan butir terjadi karena suhu
yang tinggi pada proses annealing dapat menghasilkan pergerakan atom. Karena
atom pada permukaan batas butir memiliki energi bebas yang lebih tinggi
dibandingkan atom yang terdapat didalam butir, maka butir akan bertambah
besar. Penurunan suhu akan menghambat pergerakan batas butir tetapi tidak
dapat membalikkan reaksi.

Gambar struktur mikro yang dinormalisasi yaitu dengan melakukan


pendinginan diudara. Pada gambar 3 terlihat fasa ferit dan perlit. Fasa ferit
adalah fasa yang terlihat berwarna terang, fasa ini mempunyai mempunyai sifat
lunak. Sedangkan fasa perlit yang terlihat berwarna gelap adalah lapisan ferit
dan sementit, fasa ini mempunyai sifat mekanik yang baik. Temperatur
pemanasan austenisasi yang semakin tinggi (super heating) diatas garis akan
menghasilkan pertumbuhan butir austenit yang semakin besar, sehingga pada
saat pendinginan yang lambat akan menghasilkan butir ferit dan perlit yang
semakin kasar.

E. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dan dari data serta hasil perhitungan
yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Nilai kekerasan (HV) tembaga semakin meningkat ketika diberi


perlakuan panas.
2. Nilai kekerasan pada sampel quenching oli adalah 2347,1 HV
sedangkan sampel quenching air adalah 2773,9 HV. Semakin
rendah viskositas media pendinginannya maka semakin cepat
laju pendinginannya dan menyebabkan semakin besar nilai
kekerasan tembaga tersebut. Begitu pula sebaliknya semakin
tinggi viskositas media pendinginnya maka laju pendinginannya
semakin lambat sehingga nilai kekerasannya kebih rendah
dibandingkan dalam media pendingin dengan viskositas rendah.
3. Nilai kekerasan pada sampel annealing lebih rendah dibanding
quenching yaitu 1688,5 HV. Hal ini dikarenakan pertumbuhan
butir2 pada proses annealing sehingga sampel yang didapat
bersifat ulet.
4. Nilai kekerasan sampel normalizing adalah yang paling rendah
jika dibandingkan dengan perlakuan panas yang lainnya yaitu
1590,6 HV. Hal ini mengindikasikan bahwa sampel ketika diberi
perlakuan normalizing lebih lunak dibandingkan dengan
pelakuan panas lainnya.

Anda mungkin juga menyukai