Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

Uji Sifat Mekanik Komposit Resin Epoxy dengan Variasi Massa Serat Tebu

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Material komposit “

Dosen pengampu :
Erna Hastuti, M.Si

Oleh :
Mochammad Muchyidin (14640010)
Feny Fefiyanti Marta Cahyani (15640020)
Rindu Lakmitha Dewi (15640023)

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2017
Uji Sifat Mekanik Komposit Resin Epoxy dengan Variasi Massa Serat Tebu
1. Tujuan
Adapun tujuan dilakukan percobaan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui nilai densitas tiap sampel dengan variasi massa filler.
2. Untuk mengetahui sifat mekanik (uji beban) dengan variasi massa filler.
2. Metodelogi
2.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu meliputi:
a. Ressin epoxy secukupnya
b. Serat tebu 1 cm (0.05 g, 0.1 g, 0.15 g, 0.2 g) secukupnya
c. Katalis secukupnya
d. Pipet 1 buah
e. Tempat cetakan 4 buah
f. Gunting 1 buah
g. Neraca digital 1 buah
h. Beaker glass 2 buah
i. Tissu secukupnya
j. Air kran secukupnya
k. Jangka sorong 1 buah
l. Bebab tempa (palu) 1 buah
2.2 Langkah Percobaan
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam percobaan ini yaiyu:
Perlakuan pertama (pembuatan serat tebu)
1. Disiapkan alat dan bahan percobaan dengan baik dan benar.
2. Dijemur ampas tebu hingga kering (kurang lebih 3-4 hari).
3. Disikat tebu yang telah kering untuk memisahkan serat dengan
ampasnya dan dipotong serat dengan panjang 1 cm setelah penyikatan
selesai.
4. Dilakukan percobaan setelah serat siap digunakan.
Perlakuan kedua (pembuatan sampel)
5. Disiapkan alat dan bahan dengan baik dan benar.
6. Ditimbang serat tebu sesuai dengan massa yang divariasaikan
menggunakan alat bantu neraca digital.
7. Dibuat adonan campuran resin dan katalis dengan perbandingan 1:10.
8. Dituangkan adonan resin pada 4 wadah cetakan yang telah diisi filler
(serat tebu) dengan massa yang telah ditentukan.
9. Diaduk adonan resin dan serat tebu sampai merata antara keduanya.
10. Didiamkan adonan resin dan serat tebu sampai adonan mengeras
(kurang lebih 12 jam).
11. Dikeluarkan dari cetakan setelah sampel mengering.
Perlakuan ketiga (pengujian)
12. Diukur densitas dengan mengimbang massa sampel (m) dengan alat
bantu neraca, diukur volume sampel (V) dengan menghitung selisih
antara volume air sebelum dimasuki sampel dan setelah dimasuki
sampel.
13. Diukur kekuatan masing-masing sampel dengan cara diberikan
penempaan beban terhadap sampel menggunakan alat bantu palu
sebanyak 3 kali pukulan tiap sampelnya.
14. Dicatat data hasil percobaan pada tabel.
3. Laporan Hasil Percobaan
3.1 Dasar Teori
a. Komposit
Kata komposit (composite) berasal dari kata "to compose" yang berarti
menyusun atau menggabung. Komposit adalah suatu material yang terbentuk
dari kombinasi dua atau lebih material, dimana sifat mekanik dari material
pembentuknya berbeda-beda (Jones, 1975). Karena bahan komposit bahan
gabungan secara makro, maka bahan komposit dapat sebagai suatu sistem
material yang tersusun dari campuran/kombinasi dua atau lebih unsur-unsur
utama yang secara makro berbeda di dalam bentuk dan atau komposisi
material yang pada dasarnya tidak dapat dipisahkan (Schwartz, 1984).
Penggabungan material yang berbeda bertujuan untuk menemukan
material baru yang mempunyai sifat antara (intermediate) material
penyusunnya yang tidak akan diperoleh jika material penyusunnya berdiri
sendiri. Sifat material hasil penggabungan ini diharapkan saling memperbaiki
kelemahan dan kekurangan material penyusunnya. Sifat-sifat yang dapat
diperbaiki : kekuatan, kekakuan, ketahanan bending, berat jenis, pengaruh
terhadap temperatur, isolasi termal, dan isolasi akustik (Jones, 1975).
Pada umumnya material komposit terdiri dari dua unsur, yaitu serat
(fiber) dan bahan pengikat serat-serat tersebut yang disebut matrik.
1) Serat
Serat berperan sebagai penyangga kekuatan dari struktur komposit,
beban yang awalnya diterima oleh matrik kemudian diteruskan ke serat karena
itu serat harus mempunyai kekuatan tarik dan elastisitas yang 6 lebih tinggi
daripada matrik. Serat secara umum terdiri dari dua jenis yaitu serat alam dan
serat sintetis (Schwartz, 1984).
Serat alam adalah serat yang dapat langsung diperoleh dari alam.
Biasanya berupa serat yang dapat langsung diperoleh dari tumbuhtumbuhan
dan binatang. Serat ini telah banyak digunakan oleh manusia diantaranya
adalah kapas, wol, sutera, pelepah pisang, sabut kelapa, ijuk, bambu, nanas
dan kenaf atau goni. Keunggulan serat alam sebagai filler komposit
dibandingkan dengan serat sintetis sudah dapat diterima dan mendapat
perhatian khusus dari para ahli material di dunia. Keunggulan tersebut antara
lain densitas rendah, harga lebih murah, ramah lingkungan, dan tidak beracun.
Serat alam memiliki kelemahan yaitu ukuran serat yang tidak seragam,
kekuatan serat sangat dipengaruhi oleh usia. Serat sintetis adalah serat yang
dibuat dari bahan-bahan anorganik dengan komposisi kimia tertentu. Serat
sintetis mempunyai beberapa kelebihan yaitu sifat dan ukurannya yang relatif
seragam, kekuatan serat dapat diupayakan sama sepanjang serat. Serat sintetis
yang telah banyak digunakan antara lain serat gelas, serat karbon, kevlar,
nylon, dan lain-lain (Schwartz, 1984).
2) Matrik
Matrik dalam struktur komposit dapat berasal dari bahan polimer,
logam, maupun keramik. Matriks adalah fasa dalam komposit yang
mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan). Syarat utama yang
harus dimiliki oleh bahan matrik adalah bahan matrik tersebut harus dapat
meneruskan beban, sehingga serat harus bisa melekat pada matrik dan
kompatibel antara serat dan matrik. Umumnya matrik yang dipilih adalah
matrik yang memiliki ketahanan panas yang tinggi. Matrik sebagai pengisi
ruang komposit memegang peranan penting dalam mentransfer tegangan,
melindungi serat dari lingkungan dan menjaga permukaan serat dari
pengikisan. Matrik harus memiliki kompatibilitas yang baik dengan serat. 7
matrik dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam,
maupun keramik. Matrik secara umum berfungsi untuk mengikat serat menjadi
satu struktur komposit (Gibson, 1994).
b. Jenis-Jenis Komposit
1. Menurut struktur dari penyusunnya Komposit dibedakan menjadi 5
kelompok menurut bentuk struktur dari penyusunnya (Schwartz, 1984),
yaitu:
a. Komposit serat (Fiber composite)
Komposit serat merupakan jenis komposit yang menggunakan serat
sebagai bahan penguatnya. Dalam pembuatan komposit, serat dapat diatur
memanjang (unidirectional composites) atau dapat dipotong kemudian
disusun secara acak (random fibers) serta juga 8 dianyam (cross-ply
laminate). Komposit serat sering digunakan dalam industri otomotif dan
pesawat terbang (Schwartz, 1984).
b. Komposit Serpih (flake composite)
Flake Composites adalah komposit dengan penambahan material
berupa serpih kedalam matriksnya. Flake dapat berupa serpihan mika,
glass dan metal (Schwartz, 1984).
c. Komposit butir (particulate composite)
Particulate composites adalah salah satu jenis komposit di mana dalam
matrik ditambahkan material lain berupa serbuk/butir. Perbedaan dengan
flake dan fiber composites terletak pada distribusi dari material
penambahnya. Dalam particulate composites, material penambah
terdistribusi secara acak atau kurang terkontrol daripada flake composites.
Sebagai contoh adalah beton (Schwartz, 1984).
d. Komposit isian (filled composite)
Filled composites adalah komposit dengan penambahan material ke
dalam matriks dengan struktur tiga dimensi dan biasanya filler juga dalam
bentuk tiga dimensi (Schwartz, 1984).
e. Komposit lapisan (laminar composite)
Laminar composites adalah komposit dengan susunan dua atau lebih
layer, dimana masing – masing layer dapat berbeda – beda dalam hal
material, bentuk, dan orientasi penguatannya (Schwartz, 1984).
2. Berdasarkan Matriknya
Berdasarkan bentuk dari matriksnya komposit dapat dibedakan menjadi
sebagai berikut (Gibson, 1994):
a. Komposit Matrik Polimer (Polymer Matrix Composites –
PMC)
Komposit jenis ini terdiri dari polimer sebagai matriks baik itu
thermoplastic maupun jenis thermosetting. Thermoplastic adalah plastik
yang dapat dilunakkan berulang kali (recycle) dengan menggunakan
panas. Thermoplastic merupakan polimer yang akan menjadi keras
apabila didinginkan. Thermoplastic akan meleleh pada suhu tertentu, serta
melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat kembali
(reversibel) kepada sifat aslinya, yaitu kembali mengeras bila didinginkan.
Thermoplastic yang lazim dipergunakan sebagai matriks misalnya
polyolefin (polyethylene, polypropylene), vinylic (polyvinylchloride,
polystyrene, polytetrafluorethylene), nylon, polyacetal, polycarbonate,
dan polyfenylene (Gibson, 1994).
Thermosets tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Bila
sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan
kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan thermoset
melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang
demikian sering digunakan sebagai tutup ketel,seperti jenis-jenis melamin.
Thermosets yang banyak digunakan saat ini adalah epoxy dan polyester
tak jenuh. Resin polyester tak jenuh adalah matrik thermosetting yang
paling banyak dipakai untuk pembuatan komposit. Resin jenis ini
digunakan pada proses pembuatan dengan metode hand lay-up (Gibson,
1994).
b. Komposit Matrik Logam (Metal Matrix Composites –
MMC)
Metal Matrix composites adalah salah satu jenis komposit yang
memiliki matrik logam. Komposit ini menggunakan suatu logam seperti
alumunium sebagai matrik dan penguatnya dengan serat seperti silikon
karbida. Material MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Komposit
MMC berkembang pada industri otomotif digunakan sebagai bahan untuk
pembuatan komponen otomotif seperti blok silinder mesin, pully, poros,
dan garden (Gibson, 1994).
c. Komposit Matrik Keramik (Ceramic Matrix Composites –
CMC)
CMC merupakan material 2 fasa dengan 1 fasa berfungsi sebagai
reinforcement dan 1 fasa sebagai matriks, dimana matriksnya terbuat dari
keramik. Reinforcement yang umum digunakan pada CMC adalah oksida,
carbide, dan nitrid. Salah satu proses pembuatan dari CMC yaitu dengan
proses DIMOX, yaitu proses pembentukan komposit dengan reaksi
oksidasi leburan logam untuk pertumbuhan matriks keramik di sekeliling
daerah filler (penguat) (Gibson, 1994).
3. Berdasarkan Strukturnya
a. Struktur laminate
Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang
digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat
sendiri (Gibson, 1994).
b. Struktur sandwich
Komposit sandwich merupakan gabungan dua lembar skin yang
disusun pada dua sisi material ringan ( core ) serta adhesive. Fungsi utama
skin adalah menahan beban aksial dan bending, sedangkan core berfungsi
untuk mendistribusikan beban aksial menjadi beban geser pada seluruh
luasan yang terjadi akibat pembebanan gaya dari luar (Gibson, 1994).
c. Tebu
Tebu (saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan semusim,
yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalamnya terdapat zat gula. Tebu
termasuk keluarga rumput-rumputan (family graminae). Akar tanaman tebu
adalah serabut dan tanaman ini termasuk ke dalam kelas monocotyledone
(Supriadi 1992).
Tanaman tebu mempunyai batang yang kurus, tidak bercabang dan
tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh baik tingginya dapat mencapai 3-5
meter. Pada batangnya terdapat lapisan lilin yang berwarna putih atau
keabuabuan. Batangnya beruas dengan panjang ruasnya 5-10 cm. Daun
berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang bersilang (Supriadi
1992).
Ampas tebu atau Bagase adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang
telah mengalami extraksi niranya dan banyak mengandung parenkin serta
tidak tahan lama disimpan karena mudah terserang jamur. Serat sisa dan
ampas tebu biasanya digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan
energy pengolahan gula. Serat tebu selain dimanfaatkan sebagai bahan bakar
pabrik juga dapat digunakan sebagai pembuatan papan partikel, kertas, media
budidaya jamur dan pupuk kompos (Slamet 2004).
Bentuk serat ampas tebu hampir menyerupai bentuk fiber sintetik yang
tersedia di pasaran. Kandungan ampas tebu terdiri dari selulosa (52,42%),
hemiselulosa (25,8%), lignin (21,69%), abu (2,73%) dan ethanol (1,66%) (Tewari
dkk, 2012). Kadar serat pada ampas tebu yang cukup tinggi sekitar 44%-48%
menyebabkan material ini dapat digunakan sebagai material tambahan untuk
memberikan kekuatan pada material lain. Kandungan selulosa yang cukup tinggi
juga memberikan sifat kuat pada serat ampas tebu. Kelebihan lain dari
penggunaan serat ampas tebu sebagai material penguat ialah jumlahnya yang
cukup banyak, mudah dijumpai dan harganya yang terjangkau (Slamet 2004).
3.2 Data Hasil Percobaan

Massa Massa Volume Densitas Ketebalan 1x 2x 3x


serat komposit komposit sebelum takik takik takik
tebu (kg/m3) di takik
(kg) (kg) (dm3) (m) (m) (m) (m)

0,00005 0,01194 0,010 1194 0,0085 0,006 0,006 0,006

0,00010 0,01308 0,010 1308 0,01 0,009 0,0085 0,0085

0,00015 0,01287 0,013 990 0,01 0,009 0,008 0,008

0,00020 0,01432 0,014 1022,85 0,011 0,01 0,0085 0,008

3.3 Perhitungan

a. Diketahui: Massa serat= 0,00005 kg


Massa komposit= 0,01194 kg
Volume=0,010 dm3= 0,010x10-6 m3

Ditanya: densitas?
𝑚 0,01194
Jawab: 𝜌 = = 0,010𝑥10−6 = 1194 kg/m3
𝑣
b. Diketahui: Massa serat= 0,00010 kg
Massa komposit= 0,01308 kg
Volume= 0,010 dm3= 0,010x10-3 m3

Ditanya: densitas?
𝑚 0,01308
Jawab: 𝜌 = = =1308 kg/m3
𝑣 0,010𝑥10−3

c. Diketahui: Massa serat= 0,00015 kg


Massa komposisi= 0,01287 kg
Volume= 0,013 dm3= 0,013x10-3 m3

Ditanya: densitas?
𝑚 0,01287
Jawab: 𝜌 = = = 990 kg/m3
𝑣 0,013x10−3

d. Diketahui: Massa serat= 0,0020 kg


Massa komposisi= 0,01432 kg
Volume= 0,014 dm3= 0,014x10-3 m3

Ditanya: densitas?
𝑚 0,01432
Jawab: : 𝜌 = = = 1022,85 kg/m3
𝑣 0,014x10−3

3.4 Grafik Hasil Percobaan

Hubungan antara massa filler dengan


kekuatan takik
12
10
kekuatan takik

8
massa 0,20 gr
6
massa 0,15 gr
4
massa 0,10 gr
2
massa 0,05 gr
0
0 5 10 15 20 25
massa serat x 10^-2 gr

Grafik 1

Hubungan antara massa filler dan kekuatan takik


3.5 Pembahasan

Dari data hasil percobaan yang didapatkan saat melakukan eksperimen,


diketahui bahwa massa komposit (resin epoxy+serat tebu) lebih besar seiring
dengan bertambahnya massa tebu dalam komposit sehingga ketika massa
komposit semakin meningkat. Tetapi pada kasus ini, untuk sampel ke 3 yaitu
dengan massa tebu 0,15 gram mempunya massa yang lebih kecil dibandingkan
sampel kedua. Hal ini disebabkan ketidakseragaman volume resin yang
dicampurkan dengan serat tebu sehingga didapatkan hasil yang tidak valid.
Sehaarusnya dengan bertambah beratnya filler dalam komposit akan sangat
berpengaruh pada massa komposit itu sendiri. Kesalahan dalam hal ini murni
disebabkan oleh ketidaktelitian praktikan saat mengambil data.

Nilai densitas pada ke empat sampel yang paling kecil ada pada massa
tebu 0,15 gram hal ini disebabkan karena volume yang lebih besar dibanding
sampel pertama dan kedua dan massanya yang lebih kecil dibandingkan
sampel kedua sehingga didapatkan densitas yang kecil. Hal ini sesuai dengan
𝑚
persamaan 𝜌 = dimana volum dan densitas berbanding terbalik. Semakin
𝑣

besar volume maka densitasnya akan semakin kecil. Karena massa dan
densitas berbanding lurus maka semakin kecil nilai massa (m) maka semakin
kecil pula nilai densitasnya (𝜌). Factor lain yang menyebabkan perbedaan
densitas pada ke empat sampel yaitu bias kita lihat pada sampel ke 3. Pada
sampel tersebut nilai densitas turun secara drastic dibandingkan sampel kedua
dan ketiga. Hal ini disebabkan pada percobaan tidak menggunakan takaran
resin yang konstan sehingga kemungkinan besar pada saat membuat sampel
yang ketida penuangan resin tidak lebih banyak daripada sampel 1 dan 2.
Meskipun massa serat tebu sampel ke 3 lebih besar disbanding massa
sebelumnya. Dan pada percobaan ke empat nilai densitas kembali naik, hal ini
disebabkan karena kemungkinan besar penuangan resin yang banyak dan
ditambah massa serat tebu yang banyak juga sehingga nilai densitas naik
kembali.

Nilai ketebalan komposit yang paling tinggi ada pada massa tebu paling
besar yaitu 0,2 gram. Hal ini disebabkan karena ketika lebih banyak filler yang
akan digunakan dalam suatu komposit maka dibutuhkan lebih banyak volume
resin epoxy untuk dapat menyatu dengan serat tebu. Sehingga ketika massa
tebu sedikit maka resin epoxy yang dibutuhkan untuk merekatkan serat tebu
juga tidak perlu berlebihan. Untuk mendapatkan bahan komposit yang baik,
hendaknya volume matrix epoxy dan filler harus seimbang sehingga komposit
yang dihasilkan tidak terlalu keras (karena terlalu banyak filler dibanding
resin) atau tidak terlalu lembut (karena terlalu banyak resin dibandingkan
fillernya).

Pada uji takik terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban
menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung
menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Pada pengujian takik ini
banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya
perpatahan/deformasi merupakan ukuran ketahanan impact atau ketangguhan
bahan tersebut. Tetapi pada percobaan kali ini dikarenakan kurangnya alat
untuk menguji sampel komposit maka uji impact dilakukan secara manual
menggunakan hammer (palu) dengan derajat kemiringan 90° sehingga bukan
banyaknya energi yang diserap sebagai tolak ukur ketangguhan komposit
melainkan ketebalan sampel ketika sebelum dan sesudah dikenai takikan.
Setiap sampel dikenai takikan 3x. Pada awalnya, akan dikenai takikan 5x
tetapi karena takik an 1x saja komposit serat tebu mudah hancur, dibandingkan
komposit dengan serat yang ijuk maka tiap sampel dikenai takikan 3x. Dari
data hasil percobaan diatas, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
ketebalaan komposit maka nilai ketebalan komposit setelah dikenai takikan 3x
juga akan lebih tinggi dibandingkan yang memiliki ketebalan komposit
rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor filler pada komposit yang lebih banyak
dibandingkan dengan yang memiliki presentase massa filler rendah. Semakin
banyak filler yang terkandung pada komposit, maka ikatan filler dengan
matriks akan semakin kuat sehingga takikan tersebut terdistribusi secara
menyeluruh pada permukaan komposit dan tidak mudah terdeformasi ketika
dikenai takikan.

4. Penutup

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini yaitu:

1. Densitas sangat mempengaruhi kekuatan takik. Hubungan antara


densitas dan kekuatan takik berbanding lurus. Semakin besar nilai
densitas maka kekuatan takik juga semakin besar. Sebab, dengan
tingginya nilai densitas maka kerapatan benda akan semakin tinggi
dikarenakan ikatan antar molekulnya semakin kuat. Namun pada
percobaan ini, nilai densitas nya naik turun disebabkan oleh
penuangan resin yang tidak konstan.
2. Massa serat sangat mempengaruhi kekuatan takik suatu komposit.
Hubungan antara keduanya yaitu bebanding lurus. Semakin banyak
massa serat yang terkandung dalam komposit maka semakin kuat
komposit dalam menahan takikan.

4.2 Saran

Sebaiknya percobaan ini dilakukan menggunakan takaran resin dan


katalis yang sesuai dengan teori yang ada. Sebab, pada percobaan ini
banyak data yang didapat tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

5. Daftar Pustaka

Gibson, R.F. 1994. Principles of Composites Material Mechanics. Singapore:


Mc. Graw Hill
Jones, R.M. 1975. Mechanics of Composite Materials. Washington DC:
Scripta Book Company
Schwartz, M.M. 1984. Composite Material Handbook. New York: Mc. Graw
Hill.

Slamet. 2002. Tebu (Saccarum Officinarum). Diakses pada tanggal 5 Agustus


2011 dari
http://warintek.progresio.or.id/tebu/perkebun/warintek/merintis
bisnis/progresio.html
Supriadi, A. 1992. Rendemen Tebu : Liku-Liku Permasalahannya. Jogjakarta:
Kanisius
6. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai