Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS

Cholesteatoma Externa

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian


Ilmu THT Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada:
dr. Bakti Setio Gustomo, Sp.THT KL

Disusun Oleh:
Ammalia Mutiara Hikmah
20174011018

BAGIAN ILMU THT RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Colesteatoma

Telah dipresentasikan pada tanggal:

Desember 2017

Bertempat di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

Disusun oleh:

Ammalia Mutiara Hikmah

20174011018

Disahkan dan disetujui oleh:

Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu THT

RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. Bakti Setio Gustomo, Sp.THT KL

2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Presentasi Kasus dengan judul “Cholesteatoma Externa”. Presentasi Kasus ini
disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Kepaniteraan Klinik bagian
Ilmu THT di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam penulisan presentasi kasus ini, penulis banyak mendapatkan


bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
membantu, khususnya kepada:

1. dr. Bakti Setio Gustomo, Sp.THT KL., selaku pembimbing Kepaniteraan


Klinik bagian Ilmu THT sekaligus pembimbing presentasi kasus di RSUD
KRT Setjonegoro, Wonosobo.
2. Seluruh perawat poli THT dan tenaga medis lainnya yang telah berkenan
membantu berjalannya Kepaniteraan Klinik bagian THT.
3. Ayah dan Ibu masing-masing dari kami yang telah mencurahkan kasih
sayang yang tiada henti bagi kami dan telah memberikan dukungan moril
dan materiil dalam penyelesaian presentasi kasus ini.
Semoga pengalaman dalam membuat presentasi kasus ini dapat memberikan
hikmah bagi semua pihak. Mengingat penyusunan presentasi kasus ini masih
jauh dari kata sempurna, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
menjadi masukan berharga sehingga menjadi acuan untuk penulisan presentasi
kasus selanjutnya.

Wonosobo, Desember 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI
PRESENTASI KASUS ....................................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ 2
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 3
BAB I .................................................................................................................................... 5
STATUS PASIEN ............................................................................................................... 5
A. IDENTITAS PASIEN ............................................................................................... 5
B. ANAMNESIS ..................................................................................................... 5
C. PEMERIKSAAN FISIK ..................................................................................... 7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................................ 8
E. PENATALAKSANAAN .................................................................................... 8
BAB II ................................................................................................................................... 9
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 9
A. Anatomi telinga ................................................................................................... 9
B. Anatomi MAE ................................................................................................... 13
C. Fisiologi pendengaran ....................................................................................... 15
D. Mekanisme Pendengaran .................................................................................. 16
E. Definisi .............................................................................................................. 18
F. Epidemiologi ..................................................................................................... 19
G. Patogenesis........................................................................................................ 20
H. Gejala klinik ...................................................................................................... 23
I. Diagnosis........................................................................................................... 24
J. Pemeriksaan penunjang..................................................................................... 24
K. Staging .............................................................................................................. 25
L. Tatalaksana ....................................................................................................... 26
BAB III ............................................................................................................................. 28
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 28
BAB IV ............................................................................................................................. 30
KESIMPULAN ................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 31

4
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. G

Umur : 44 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

NO RM : 529278

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :

Pasien perempuan usia 44 datang dengan keluhan utama nyeri pada telinga

kanan, berair sejak 1 tahun yang lalu dan hilang timbul.

2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien perempuan usia 44 datang dengan keluhan utama telinga kanan

berair sejak 1 tahun yang lalu dan hilang timbul. Awalnya cairan dari telinga

encer berwarna putih kekuningan dan tidak berbau, makin lama cairan

kental kekuningan dan berbau, terutama sejak 5 bulan yang lalu dan terasa

nyeri pada telinga kanan. Pasien sering mengeluarkan kotoran telinga yang

keras dengan menggunakan cotton bud. Pendengaran dirasa sedikit

berkurang pada telinga kanan. Demam tidak ada. Pusing berputar tidak ada.

Tidak ada sakit kepala hebat yang disertai mual dan muntah.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

5
Pasien mengaku sering mengalami keluhan tersebut hilang timbul. Riwayat

trauma pada telinga tidak ada. Riwayat DM dan Hipertensi disangkal.

Riwayat operasi telinga sebelumnya tidak ada.

4. Riwayat penyakit keluarga :

Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama, Riwayat

keluarga dengan hipertensi dan DM disangkal.

Sistem serebrospinal: sadar, compos mentis, demam (-), nyeri kepala (-)

Sistem Indra:

 Mata : Tidak ada keluhan

 Telinga : Telinga kanan terasa tersumbat dan nyeri, keluar cairan

dari telinga kanan (+), penurunan pendengaran pada telinga kanan

(+).

 Hidung : Tidak ada keluhan

 Mulut : Tidak ada keluhan

Sistem Kardiovaskular : nyeri dada (-), berdebar (-)

Sistem Respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-), riwayat

asma (-)

Sistem Gastrointestinal : nyeri perut (+), kembung (-), BAB cair (-),

mual (-), muntah (-),

Sistem Urogenital : BAK(+) normal, BAK warna merah (-),

nyeri saat BAK (-)

Sistem Integumentum : tidak ada keluhan

6
Sistem Muskuloskeletal : gerak bebas (+), kelemahan anggota gerak

(-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-), edema (-)

pada kedua kaki, kesemutan (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Tanda Vital

Tekanan Darah : 130/80

Nadi : 97 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 37.8

 Kepala : Mesosefal, pusing

 Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-),

hematompalpebra(-/-), ikterik (-)

 Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), darah (-)

 Telinga :

- AD : Hematom aurikula (-), LT kemerahan, terdapat massa (+)

kuning kemerahan, discharge (+), MT intak (-).

- AS : Hematom auricula (-), LT lapang, serumen (-), discharge (-), MT

intak (+).

 Mulut : bibir sianosis (-)

 Tenggorokan : faring hiperemis (-), nyeri telan (-).

 Leher : simetris, pembesaran limfonodi (-)

 Thorax

7
Inspeksi : Dinding dada simetris kanan-kiri, tidak ada

retraksi dinding dada

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak,

Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke medial

linea midclavicularis sinistra.

Perkusi : konfigurasi jantung sulit dinilai

Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-), gallop (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Computed Tomografi

E. PENATALAKSANAAN
- Cefixime Tab 200 mg
- Methylprednisolon tab 4 mg
- Ofloxacin tetes 3 x 3 gtt AD
- Pembersihan liang telinga
- Pembedahan untuk membuang jaringan patologis ( Tatalaksana sesuai
stadium kolesteatom)

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi telinga
Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar,

telinga tengah dan telinga dalam. Struktur anatomi telinga seperti diperlihatkan

pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur anatomi telinga Sumber: Fox S.9

1. Telinga Bagian Luar

Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi dari

luar. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran telinga

9
(canalis auditorius externus) yang mengandung rambut-rambut halus dan kelenjar

sebasea sampai di membran timpani.

- Daun telinga terdiri atas tulang rawan elastin dan kulit. Bagian-bagian

daun telinga lobula, heliks, anti heliks, tragus, dan antitragus.

- Liang telinga atau saluran telinga merupakan saluran yang berbentuk

seperti huruf S. Pada 1/3 proksimal memiliki kerangka tulang rawan

dan 2/3 distal memiliki kerangka tulang sejati. Saluran telinga

mengandung rambut-rambut halus dan kelenjar lilin. Rambut-rambut

alus berfungsi untuk melindungi lorong telinga dari kotoran, debu dan

serangga, sementara kelenjar sebasea berfungsi menghasilkan

serumen. Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar

seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Kelenjar

sebasea terdapat pada kulit liang telinga.

2. Telinga Bagian Tengah

Telinga tengah atau cavum tympani. Telinga bagian tengah berfungsi

menghantarkan bunyi atau bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. Bagian depan

ruang telinga dibatasi oleh membran timpani, sedangkan bagian dalam dibatasi

oleh foramen ovale dan foramen rotundum. Pada ruang tengah telinga terdapat

bagian-bagian sebagai berikut :

a. Membran timpani

Membran timpani berfungsi sebagai penerima gelombang bunyi. Setiap

ada gelombang bunyi yang memasuki lorong telinga akan mengenai membran

10
timpani, selanjutnya membran timpani akan menggelembung ke arah dalam

menuju ke telinga tengah dan akan menyentuh tulang-tulang pendengaran yaitu

maleus, inkus dan stapes. Tulang-tulang pendengaran akan meneruskan

gelombang bunyi tersebut ke telinga bagian dalam.

b. Tulang-tulang pendengaran

Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (tulang martil), incus

(tulang landasan) dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiga tulang tersebut

membentuk rangkaian tulang yang melintang pada telinga tengah dan menyatu

dengan membran timpani. Susunan tulang telinga ditampilkan pada gambar 2.

Gambar 2. Susunan tulang-tulang pendengaran Sumber: Fox S.9

c. Tuba auditiva eustachius

11
Tuba auditiva eustachius atau saluran eustachius adalah saluran penghubung

antara ruang telinga tengah dengan rongga faring. Adanya saluran eustachius,

memungkinkan keseimbangan tekanan udara rongga telinga telinga tengah dengan

udara luar.

3. Telinga bagian dalam

Telinga dalam berfungsi menerima getaran bunyi yang dihantarkan oleh

telinga tengah. Telinga dalam atau labirin terdiri atas dua bagian yaitu labirin

tulang dan labirin selaput. Dalam labirin tulang terdapat vestibulum, kanalis

semisirkularis dan koklea. Di dalam koklea inilah terdapat organ Corti yang

berfungsi untuk mengubah getaran mekanik gelombang bunyi menjadi impuls

listrik yang akan dihantarkan ke pusat pendengaran. Telinga dalam terdiri dari

koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang

terdiri dari 3 buah kanalis semi-sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut

helikotrema, menghubungkan skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis

semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran

yang tidak lengkap. Koklea atau rumah siput merupakan saluran spiral dua

setengah lingkaran yang menyerupai rumah siput.

Koklea terbagi atas tiga bagian yaitu:

a. Skala vestibuli terletak di bagian dorsal

b. Skala media terletak di bagian tengah

c. Skala timpani terletak di bagian ventral

12
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media

berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfe berbeda dengan

endolimfe. Hal ini penting untuk proses pendengaran. Antara skala satu dengan

skala yang lain dipisahkan oleh suatu membran. Ada tiga membran yaitu:

a. Membran vestibuli, memisahkan skala vestibuli dan skala media.

b. Membran tektoria, memisahkan skala media dan skala timpani.

c. Membran basilaris, memisahkan skala timpani dan skala vestibuli. Pada

membran membran basalis ini terletak organ Corti dan pada membran basal

melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis

Corti, yang membentuk organ Corti.

B. Anatomi MAE
Kanalis auditorius eksternal memiliki keunikan dengan lapisan epitel

skuamos berkeratinnya, dimana epitel tersebut tidak berpenetrasi ke permukaan

kulit. Fakta inilah, yang menyebabkan kolesteatoma dapat terjadi. Secara

embriologi, kanalis auditorius eksterna berasal dari celah bronkial pertama, dan

merupakan invaginasi dari permukaan eksternal wajah yang bertemu dengan

turunan kantong pharingeal pertama, celah telinga tengah, daerah membran

timpani (membran timpani tersusun dari lapisan ektodermal luar, lapisan

mesodermal tengah fibrosa, dan lapisan endodermal mukosa dalam).

13
Telinga tengah/middle ear (ME) dibentuk dari kantong pharingeal pertama

sedangkan kanalis eksternal/ external auditori canal (EAC) dibangun dari celah

pharingeal pertama. Anatomi meatus eksterna tidak kompleks. Kanalis auditorius

eksterna terdiri dari pars osseus pada 2/3 bagian medial dan pars kartilagenus di

1/3 bagian lateral. Pars osseus disusun oleh tulang timpani yang berbentuk kaki

kuda dan pada bagian superiornya terdapat celah yang disebut notch of rivinus.

Akhir anterosuperior tulang timpani terdiri dari sutura timpanoskuamos dan akhir

posterosuperiornya disusun oleh sutura timpanomastoid. Pars kartilagenus kanalis

auditorius disusun oleh meatus itu sendiri. Penghubung antara osseus dan

kartilagenus adalah bagian terpendek dari kanalis auditorius eksterna dan disinilah

tempat dimana serumen sering terperangkap. Kartilago yang menyusun meatus

eksterna berbeda dengan kartilago aurikula. Pada bagian anterosuperior pars

14
kartilagenus, terdapat celah pada insicura, yakni daerah antara helik dan tragus.

Pada bagian inferior, kartilago menjadi lebih tebal.

Kulit yang menutupi kartilago kanalis auditorius cenderung tebal dan

mengandung kelenjar apokrin yang memproduksi serumen. Kulit yang menutupi

tulang mastoid sangat tipis, tidak ada bantalan dan kelenjar dan sangat sensitif

terhadap nyeri dan tekanan. Kulit yang menutupi notch rivinus suprior, antara dua

garis sutura, lebih longgar dan hampir sama dengan vaskular strip karena

memiliki suplai darahnya sendiri. Kulit kanalis auditorius eksterna yang ketat

berbeda dengan epitel pada pars tensa membran timpani.

C. Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara atau tulang ke

koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke

telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan memperkuat

getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas

membran timpani dan foramen ovale. Energi getar yang teiah diperkuat ini akan

diteruskan ke stapes yang menggerakkan foramen ovale sehingga cairan perilimfe pada

skala vestibuli bergerak.1 Getaran akibat getaran perilimfe diteruskan melalui membran

Reissner yang akan mendorong endolimfe, sehingga akan terjadi gerak relatif antara

membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang

menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka

dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan

proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis

15
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus

auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 - 40) di lobus temporalis.

D. Mekanisme Pendengaran
Gelombang bunyi merupakan suatu gelombang getaran udara yang timbul

akibat getaran suatu obyek. Bunyi yang didengar oleh setiap orang muda antara

20 dan 20.000 siklus per detik. Akan tetapi, batasan bunyi sangat tergantung pada

intensitas. Bila intesitas kekerasan 60 desibel di bawah 1 dyne/cm2 tingkat

tekanan bunyi, rentang bunyi menjadi 500 sampai 5000 siklus per detik. Pada

orang yang lebih tua rentang frekuensi yang bisa didengarnya akan menurun dari

pada saat seseorang berusia muda, frekuensi pada orang yang lebih tua menjadi 50

sampai 8000 siklus perdetik atau kurang.1 Kekerasan bunyi ditentukan oleh

sistem pendengaran yang melalui tiga cara. Cara yang pertama di mana ketika

bunyi menjadi keras, amplitudo getaran membran basiler dan sel-sel rambut

menjadi meningkat sehingga akan mengeksitasi ujung saraf dengan lebih cepat.

Kedua, ketika amplitudo getaran meningkat akan menyebabkan sel-sel rambut

yang terletak di pinggir bagian membran basilar yang beresonansi menjadi

terangsang sehinga menyebabkan penjumlahan spasial implus menjadi transmisi

yang melalui banyak serabut saraf. Ketiga, sel-sel rambut luar tidak akan

terangsang secara bermakna sampai dengan getaran membran basiler mencapai

intensitas yang tinggi dan perangsangan sel-sel ini tampaknya yang

menggambarkan pada sistem saraf bahwa tersebut sangat keras.1 Jaras persarafan

pendengaran utama menunjukan bahwa serabut saraf dari ganglion spiralis Corti

memasuki nukleus koklearis dorsalis dan ventralis yang terletak pada bagian atas

medulla. Serabut sinaps akan berjalan ke nukleus olivarius superior kemudian

16
akan berjalan ke atas melalui lemnikus lateralis. Dari lemnikus lateralis ada

beberapa serabut yang berakhir di lemnikus lateralis dan sebagian besar lagi

berjalan ke kolikus inferior di mana tempat semua atau hampir semua serabut

pendengaran bersinaps. Jaras berjalan dari kolikus inferior ke nukleus genikulum

medial, kemudian jaras berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorik

yang terutama terletak pada girus superior lobus temporalis.

Jaras saraf pendengaran ditampilkan pada gambar

Pada batang otak terjadi persilangan antara kedua jaras di dalam korpus

trapezoid dalam komisura di antara dua inti lemniskus lateralis dan dalam

komnisura yang menghubungkan dua kolikulus inferior. Adanya serabut kolateral

17
dari traktus auditorius berjalan langsung ke dalam sistem aktivasi retikuler di

batang otak. Pada sistem ini akan mengaktivasi seluruh sistem saraf untuk

memberikan respon terhadap bunyi yang keras. Kolateral lain yang menuju ke

vermis serebelum juga akan di aktivasikan seketika jika ada bunyi keras yang timbul

mendadak. Orientasi spasial dengan derajat tinggi akan dipertahankan oleh traktus

serabut yang berasal dari koklea sampai ke korteks.

E. Definisi
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel

(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma

bertambah besar. Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johanes Muller

pada tahun 1983 karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang

ternyata bukan. Beberapa istilah lain yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain

adalah : keratoma, squamous epiteliosis, kolesteatosis, epidermoid kolesteatoma,

kista epidermoid, epidermosis. Kolesteatoma pada meatus akustikus eksternus

(MAE) merupakan keadaan patologi yang sangat jarang

terjadi. Kebanyakan literatur menggambarkan kasus sekunder, dengan beberapa

laporan dari kolesteatoma primer. Hal ini ditandai dengan erosi dari bagian tulang

MAE yang disebabkan proliferasi dari jaringan skuamosa yang

berdekatan. Deskripsi awal mengenai kolesteatoma kanalis auditorius

eksternal diperkenalkan oleh Toynbee pada tahun 1850, tetapi definisi yang tepat

dari penyakit ini dipaparkan oleh Piepergerdes et al pada tahun 1980, ketika telah

ditemukan perbedaan antara kolesteatoma kanalis auditorius

eksternal dengan keratosis obturans. Kolestetoma didefinisikan sebagai

18
akumulaasi dari keratin yang diproduksi oleh pengelupasan kulit kanalis

auditorius eksternal. Kolesteatoma kanalis auditorius eksternal ini

ditandai oleh erosi tulang sebagian dari kanalis auditorius

eksternal darijaringan skuamosa yang berdekatan. Diagnosis diferensial mencakup

neoplasma dan otitis eksternal maligna.

F. Epidemiologi
Kolesteatoma eksterna merupakan kondisi yang langka dengan angka

kejadian diperkirakan 1,2 kasus primer per 1.000 pasien dengan penyakit pada

telinga. Vrabec danChaljub memperkirakan peningkatan menjadi 1,7 per

1.000 pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Owen, Jorn dan Michael pada pasien

dengan penyakit telinga pada tahun 1979 sampai 2005 mendapatkan angka yang

lebih tinggi yakni 3,7 kasus per 1.000 pasien, sedangkan kejadian dari semua

kasus adalah 7,1 per 1.000 pasien. Namun, yang terakhir ini

cocok dengan Vrabec dan Chaljub, yang menemukan kejadian total 1 dari

200, atau 5kasus per 1.000 pasien. Angka kejadian dari penelitian tersebut

adalah 0,15 untuk kasus primer, sementara 0,30 untuk semua kasus per tahun

per 100.000 penduduk dalam perbandingan tingkat kejadian kolesteatoma telinga

tengah adalah sekitar 9,2 per 100.000per tahun. Berdasarkan lokasi kolesteatom

dari jumlah kasus pada masing-masing kelompok kolesteatom ekterna primer

paling banyak ditemukan di aterior (76 %), inferior (68 %) dan dinding posterior

(60 %). Menurut Anthony dan Anthony lokasi terbanyak adalah anterior dan

inferior.8 Menurut Heilbrun dkk, lokasi terbanyak pada posterior dan inferior.9

Pada kasus ini lokasi kolesteatom di liang telinga didapatkan pada bagian

19
posterior liang telinga. Perluasan kolesteatom ekterna berdasarkan penelitian

Owen dkk.7 63 % tidak didapatkan perluasan, 23 % terdapat perluasan ke

temporomandibular joint, 13 % terdapat perluasan ke mastoid, 6 % ke telinga

tengah, 2 % dapat mengenai N.VII dan perluasan ke attik dan antrum masing-

masing 2 %. Menurut Heilbrun dkk. Perluasan kolesteatom eksterna terbanyak ke

telinga tengah 38 %, mastoid 31 %, N. VII 15 %, tegmen 8 %.9 Pada pasien ini

terdapat perluasan ke mastoid. Berdasarkan distribusi jenis kelamin, dari

penelitian Owen dkk7. rasio perempuan dan pria adalah 13 : 12, menurut Anthony

dan Anthony8 rasio tersebut 7 : 5, menurut Sismanis dkk. rasio perempuan dengan

pria 4 : 6 sedangkan dari penelitian Holt perbandingan antara perempuan dan pria

yang mengalami kolesteatom eksterna 2 : 6. Usia rata-rata pasien kolesteatom

eksterna menurut Owen dkk.7 adalah 57 tahun.

G. Patogenesis
Koesteatoma kanalis auditorius eksternal terjadi karena oklusi atau stenosis

kanalis eksternal yang kemudian menyebabkan retensi debris epitel skuamosa

pada bagian medial kanalis eksternal yang seharusnya dikeluarkan melalui

kanalis, namun terhalang oleh oklusi atau stenosis tersebut. Menurut Gray,

kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah.

Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit pada tubuh kita berada pada

lokasi yang terbuka/terpapar ke dunia luar. Penghubung antara osseus dan

kartilagenus adalah bagian terpendek dari kanalis auditorius eksterna dan disinilah

tempat dimana serumen sering terperangkap Epitel kulit di kanalis auditorius

merupakan suatu darah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di

20
kanalis auditorius dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada

medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk

kolesteatoma.1 Stenosis kanalis auditorius dapat terjadi post traumatik dan post

inflamasi, dimana epitel akan terperangkap lalu berakumulasi sebagai

kolesteatoma. Post radiasi juga dapat menyebabkan kolesteatoma karena terjadi

hiperplasi epitel.

Kolesteatoma membutuhkan angiogenesis dalam perimatrix jaringan ikat, dan

zat dalam kaskade penyembuhan yang memainkan peran penting

dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Namun, masih belum

diketahui apakah hal ini disebabkan adanya defek gen yang mengontrol

proliferasi, baik itu oleh sitokin yang dikeluarkan oleh sel inflamasi atau

dengan mekanisme lain. Perimatrix dapat memainkan peranan penting

dalam patogenesiskolesteatoma, banyak mediator kimia yang terlibat

dalam agresivitas dan erosi tulang yang disebabkan oleh kolesteatoma.

Kolagenase ditingkatkan oleh inflamasi kronik yang menyerang molekul kolagen

yang intak, selanjutnya di digesti oleh protease yang juga merupakan produk dari

inflamasi. Proses ini kemudian menyebabkan reasorbsi jaringan ikat dan tulang.

Erosi proteolitik pada tulang temporal merupakan patognomonik kolesteatoma

yang progresif. Selain itu, MMP juga memegang peranan penting dalam invasi ke

tulang temporal. Proliferasi epitel pada kolesteatoma dipengaruhi oleh

Transforming Growth Factor Alpha (TGF-α), interleukin-1 (IL-1) dan Epidermal

Growth Factor (EGF).

21
Patofisiologi kolesteatom eksterna sampai saat ini masih belum jelas. Teori

terbaru dikemukakan oleh Persound dkk, ada dua teori utama :

1. Terdapat suatu trauma minor pada kulit liang telinga yang menimbulkan

reaksi inflamasi dan ulserasi, proses selanjutnya akan menyebabkan terjadinya

periosteitis dan nekrosis pada tulang di liang telinga. Epitel skuamosa akan masuk

(invasi) ke dalamnya dan berproliferasi, proses akhir adalah akan terbentuk

kolesteatom di daerah tersebut.

2. Proses penuaan pada epitel kulit liang telinga mengakibatkan aliran darah di

tempat tersebut berkurang, jaringan kulit akan mengalami hipoksia sehingga

proses normal migrasi epitel menurun. Terjadi penumpukkan sel epitel akan

menyebakan terbentuknya kolesteatom. Terdapat beberapa klasifikasi dari

kolesteatom ekterna, pertama klasifikasi yang disampaikan oleh mengelompokkan

kolesteatom ekterna berdasarkan asal dari kolesteatom:

1. Kolesteatom primer

2. Kolesteatom sekunder

3. Kolesteatom yang berkaitan dengan atresia kongenital pada liang telinga.

Klasifikasi lainnya adalah yang disampaikan oleh Vrabec dan Chaljub

(2000)6, dikelompokkan berdasarkan faktor penyebab dari kolesteatom eksterna:

1. Kolesteatom spontan (tidak terdapat penyakit pada telinga sebelumnya,

trauma atau riwayat operasi telinga)

2. Kolesteatom kongenital (stenosis kogenital pada liang telinga)

3. Kolesteatom iatrogenik (terdapat riwayat operasi telinga)

4. Kolesteatoma post-trauma (terdapat riwayat fraktur tulang temporal)

22
5. Kolesteatom post-obstruksi (terdapat lesi sekunder yang menimbulkan

oklusi liang telinga)

H. Gejala klinik
Pasien dengan kolesteatoma kanalis auditorius eksternal biasanya datang

denganotore dan otalgia kronis, juga dapat disertai gangguan

pendengaran. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Heilbrun et al mendapatkan

hasil yang sama dengan gejala tersebut, hanya 4 dari pasien mereka yang

mengalami tuli konduktif. Gangguan pendengaran ini jarang terjadi mungkin

dihubungkan dengan oklusi dari kanal eksternal oleh kolesteatoma. Otore diduga

berhubugan dengan infeksi lokal yang terkait dengan berbagai organisme paling

sering adalah Pseudomonas aeruginosa. Jika sangat besar, mungkin kolesteatoma

kanalis auditorius eksternal mengakibatkan paresis saraf wajah fasialis.

Analisis patologi kolesteatoma kanalis auditorius eksternal menunjukkan

erosi luas pada tulang kanalis auditorius eksternal dengan perluasan epitel

skuamosa keratinizing dengan periostitis lokal dan penyerapan

tulang. Membran timpani biasanya normal. Permukaan antara kolesteatoma

kanalis auditorius eksternal dan tulang tererosi. Hal ini diduga terkait dengan

proteolitik enzim sepanjang margin lesi diproduksi dalam lapisan kista, dapat

melemahkan tulang dan mengakibatkan periostitis dan penyerapan tulang.

Erosi juga bisa sebagian terkait dengan akumulasi puing keratin,

yang terperangkap dan menghasilkan suatu infeksi bakteri yang dapat

menyebabkan ulserasi dari lapisan epitel dan jaringan granulasi pada pasien yang

mengalami infeksi.

23
I. Diagnosis
Diagnosis kolesteatom eksterna ditegakkan dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan radiologi berguna untuk menentukkan perluasan

penyakit ke telinga tengah atau ke struktur neurovaskular. Temuan dari

pemeriksaan fisik yang paling sering dijumpai adalah retensi debris skuamosa

dalam liang telinga, dengan berbagai variasi jumlah lokasi destruksi tulang liang

telinga. Secara klinis, pasien dengan kolesteatom eksterna datang dengan keluhan

nyeri telinga yang bersifat tumpul dan telinga berair, biasanya purulen. Nyeri

timbul akibat invasi jaringan skuamosa ke tulang yang liang telinga yang

mengalami periosteitis. Pasien biasanya tidak mengeluhkan gangguan

pendengaran.

J. Pemeriksaan penunjang
Pencitraan dapat bermanfaat dalam evaluasi kolesteatoma kanalis auditorius

eksternal. Namun, dalam literatur dikatakan bahwa pada CT, kolesteatoma kanalis

auditorius eksternal tidak dapat digambarkan dengan jelas. Bahkan,

istilah keratosis obturans dan kolesteatoma kanalis auditorius eksternal sering

digunakan secara bergantian. Dengan resolusi tinggi pada pemeriksaan CT tulang

temporal, kolesteatoma kanalis auditorius eksternal ini paling

sering dilihat sebagai massa jaringan lunak dengan erosi tulang dan fragmen

tulang intramural. Tulang erosi yang berdekatan dengan massa jaringan lunak

mungkin halus, mirip dengan kolesteatoma telinga tengah. Pemeriksaan CT ini

penting untuk mengevaluasi perluasan ke telinga tengah dan untuk keutuhan

saluran saraf wajah, tegmen timpani, dan mastoid.

24
K. Staging
Staging kolesteatoma kanalis auditorius eksternal dibagi menjadi 4, yakni :

- Stage I : hiperplasia dan hiperemis epitel meatal auditorius.

- Stage II : inflamasi lokal pada epitel yang berproliferasi dan

periostesis yang berdekatan. Tidak ada destruksi tulang kanalis

auditorius. Akumulasi debris keratin. Secara klinis, nyeri tumpul dan

super infeksi. Dapat terjadi otore. Permukaan epitel intak tanpa

penampakan tulang kanalis. Defek epitel dengan penampakan tulang

kanalis.

- Stage III : destruksi tulang kanalis auditorius dengan tulang skuestes

(osteonekrosis asepsis). Perusakan epitel ke tulang kanalis yang

berdekatan.

- Stage IV : destruksi spontan pada struktur anatomi yang berdekatan

dengan liang telinga disertai otore, penurunan pendengaran, parase

nervus fasialis, dan abses endokranial.

Berdasarkan stadium kolesteatom eksterna yang dikemungkakan oleh Shin dkk

yang dikelompokkan berdasarkan gambaran klinis dan tomografi komputer, yaitu:

- Stadium I Kolesteatom masih terbatas diliang telinga

- Stadium II Kolesteatom sudah sampai ke membran timpani dan

telinga tengah

- Stadium III Kolesteatom telah menimbulkan destruksi pada liang

telinga dan pneumotisasi air cell tulang mastoid terganggu.

- Stadium IV Lesi sudah meluas ke jaringan di luar tulang temporal.

25
L. Tatalaksana
Penatalaksanaan kolesteatom eksterna tergantung pada berat

ringannya gejala. Pasien dengan keluhan hanya rasa gatal dan tidak nyaman

ditelinga hanya membutuhkan pembersihan rutin liang telinga, dapat

dipergunakan antiseptik topikal. Prosedur operasi dipilih berdasarkan lokasi

dan perluasan destruksi tulang. Canaloplasty dipilih pada lesi yang terdapat

di anterior dan inferior liang telinga dan tidak ditemukan perluasan ke

mastoid. Pada defek kulit yang luas dapat dilakukan skin graft.

Mastoidektomi dinding utuh dilakukan pada destruksi yang luas didinding

posterior dan terdapat gangguan fungsi tuba atau perluasan ke telinga

tengah. Mastoidektomi dinding utuh dilakukan jika fungsi telinga tengah

normal. Tulang kortek dapat dipergunakan untuk rekonstruksi liang telinga.

Pembedahan direkomendasikan untuk kolesteatoma auditorius

eksterna, terutama dalam kasus yang kronis, infeksi yang terus menerus

terjadi dan yang telah terjadi komplikasi seperti hypoacusis, kelumpuhan

nervus fasial, vertigo kronis, lesi yang berkembang progresif,keterlibatan

hypotympanum, jugularis foramen atau keterlibatan mastoid. Seperti

rekomendasi Naim dkk:

- stage I : pendekatan transkanal,

- stage II dan III : pembedahan untuk membuang jaringan patologis.

- stage IV : insisi postauriculardiikuti dengan teknik kanal wall down.

Sekuester yang kecil di kanalis auditorius dapat dihilangkan melalui

kuretase dengan anestesi lokal. Bagaimanapun, kolesteatoma kanalis

auditorius eksternal yang besar dan luas harus terapi

26
dengan debridement melalui pendekatan postaurikular. Setelah diangkat,

penyembuhan berlangsung dalam 10 minggu. Setelah sembuh, kanalis

auditorius umumnya membutuhkan periode pembersihan untuk mencegah

reakumulasi debris keratin dalam depresi tulang. Skin graft bermanfaat

bagidefek kulit kanalis yang besar. Mastoidektomi kanal wall

down digunakan untuk defek dinding posterior yang besar dan disfungsi

tuba estachius atau penyakit telinga tengah.

27
BAB III

PEMBAHASAN

Dari anamnesis pasien datang dengan keluhan utama nyeri pada telinga

kanan dan berair sejak 1 tahun yang lalu dan hilang timbul. Awalnya cairan dari

telinga encer berwarna putih kekuningan dan tidak berbau, makin lama cairan

kental kekuningan dan berbau, terutama sejak 5 bulan yang lalu. Pasien

merasakan pendengarannya sedikit berkurang pada telinga kanan. Pasien mengaku

kadang merasa pusing, namun pusingnya tidak berputar juga tidak disertai mual

ataupun muntah. Telinga berdenging disangkal. Pasien sering mengeluarkan

kotoran telinga yang keras dengan menggunakan cotton bud. Riwayat trauma

disangkal, riwayat operasi telinga juga disangkal.

Pada pemeriksaan fisik status umum didapatkan keadaan umum baik,

sadar dan tidak demam. Pada status lokalis THT didapatkan telinga kiri; daun

telinga tidak ada kelainan, retroaurikuler tidak ada kelainan, liang telinga lapang,

sekret tidak ada, membran timpani utuh. Pada telinga kanan; daun telinga tidak

ada kelainan, nyeri tekan tragus tidak ada, nyeri tarik daun telinga tidak ada,

retroaurikuler tidak ada kelainan, liang telinga sempit, sekret berbau. Terdapat

jaringan granulasi hampir menutupi liang telinga. Membran timpani tidak dapat

dinilai. Dilakukan pembersihan liang telinga dan membuang jaringan granulasi

pada evaluasi didapatkan liang telinga lapang tampak destruksi pada posterior

liang telinga, bone exposed, membran timpani utuh. Diagnosis ditegakkan

kolesteatom eksterna auris dextra. Pada pasien ini didapatkan destruksi pada liang

28
telinga, sehingga termasuk dalam stadium III, menurut Naim dkk, tatalaksana

kolesteatom eksterna stadium III adalah pembedahan untuk membuang jaringan

patologis.

29
BAB IV

KESIMPULAN

Keluhan utama pasien adalah nyeri pada telinga kanan dan berair sejak 1

tahun yang lalu dan hilang timbul. Awalnya cairan dari telinga encer berwarna

putih kekuningan dan tidak berbau, makin lama cairan kental kekuningan dan

berbau, terutama sejak 5 bulan yang lalu. Pasien merasakan pendengarannya

sedikit berkurang pada telinga kanan. Pasien mengaku kadang merasa pusing,

namun pusingnya tidak berputar juga tidak disertai mual ataupun muntah.

Riwayat trauma disangkal, riwayat operasi telinga sebelumnya juga disangkal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada telinga kanan; daun telinga tidak

ada kelainan, nyeri tekan tragus tidak ada, nyeri tarik daun telinga tidak ada,

retroaurikuler tidak ada kelainan, liang telinga sempit, sekret berbau. Terdapat

jaringan granulasi hampir menutupi liang telinga Membran timpani tidak dapat

dinilai. Dilakukan pembersihan liang telinga dan membuang jaringan granulasi

pada evaluasi didapatkan liang telinga lapang tampak destruksi pada posterior

liang telinga, bone exposed, membran timpani utuh. Adanya dekstruksi liang

telinga posterior menunjukkan kolesteatom stadium dan membutuhkan tindakan

pembedahan untuk membuang jaringan patologis. Namun dalam pengambilan

keputusan tindakan pembedahan juga dibutuhkan pemeriksaan radiologi yaitu

Computed Tomografi untuk menentukkan perluasan penyakit ke telinga tengah

atau ke struktur neurovaskular. Pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan

radiologi tersebut.

30
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, dr.Cholesteatoma externa. 2006. Universitas Sumatera Utara.[cited on


April 4th 2013]. Available from
:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789
/24571/.../Chapter%20II.pdf
Morre, Keith L., Arthur F Dalley. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis. Ed:ke-5,
jilid 3. Jakarta: Erlangga

Nguyen, Q.A. (2011). Cholesteatoma . Diakses 30 November 2017, dari


http://emedicine.medscape.com/article/863320-overview

Roezin A, Armiyanto.Kelainan telinga luar. dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan


Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher: edisi 6. Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. 2007. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. hal : 57 - 62.
Sanjeev, B., Saurabh, F., , Sampan, B. (2012). Primary external auditory canal
cholesteatoma presenting as cerebellar abscess. BMJ;344:e1097. Diakses 30
November 2017, dari www.bmj.com/content/344/bmj.e1097

Nash CM MSc and Fiel S. MB Bch. 2008. Epidemiologi of Choleastoma in a


Canadian Emergency Departement. IJEM: 8(3) 23028.

Iskandar, N., Supardi, E.A. (1993). (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. Edisi Kedua, Jakarta FKUI, hal. 85, 103-7.

Kanowitz, S.J., Citardi, M.J., Batra, P.S. (2009). Cholesteatoma of the external ear
canal: etiological factors, symptoms and clinical findings in a series of 48
cases. BMC Ear, Nose and Throat Disorders. Berlin: Springer; p. 139-49.

Herkner, H., Laggner, A.N., Muller, M., Formanek, M., Bur, A. (2011). External
auditory canal cholesteatoma and keratosis obturans: The role of imaging
in preventing facial nerve injury. ENT Journal. P 65-89.

31
32

Anda mungkin juga menyukai