Anda di halaman 1dari 16

TUGAS AGAMA ISLAM

MAKALAH TENTANG MAWARIS

Disusun Oleh :
Nama : Tri Wahyuni
No : 27
Kelas : XII IPS 2

SMA NEGERI 1 WERU SUKOHARJO


TAHUN PELAJARAN 2017/2018
i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Makalah Tentang Mawaris”.
Makalah ini berisikan bagaimana tentang warisan atau mawaris itu dibahas dalam ilsam.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................... i


Kata Pengantar ................................................................................................................ ii
Daftar isi.......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1


A. Latar belakang ......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
C. Tujuan Penulis ........................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 2


A. Pengertian Warisan dan Sebab-Sebab Mawaris...................................................... 2
B. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Harta Waris Dibagikan ....................... 3
C. Pelaksanaan Pembagian Warisan ........................................................................... 8
D. Hukum Waris Adat dan Hukum Positif ................................................................. 10

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 12


A. Kesimpulan ............................................................................................................. 12
B. Saran ....................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ditengah –tengah masyarakat, harta pusaka orang meninggal dunia dapat menjadi
permasalahan yang kompleks, terkadang malah rentan menimbulkan konflik diantara
keluarga. Oleh karena itu, islam menyediakan perangkat dan ketentuan tentang kepengurusan
harta pusaka yang disebut dengan mawaris. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam
penghitungan dan pembagian warisan. Dalam bab ini akan dibicarakan cara penyelesaian dari
beberapa kasus dalam penghitungan dan pembagian warisan. Penghitungan dan pembagian
warisan dilakukan setelah hak dan kewajiban muaris terpenuhi, seperti pembayaran utang,
biaya kepengurusan jenazah, dan pelaksanaan (pembayaran) wasiat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mawaris?
2. Apa hubungannya dengan wasiat dengn mawaris?
3. Bagaimana islam mengatur pembagian harta mawaris?
4. Siapa yang berhak menerima wasiat jika terjadi kematian?
5. Bagaimana hukum wasiat adat dan hukum psitif?

C. Tujuan Penulis
1. Agar mampu menjelaskan Pengertian mawaris
2. Agar mampu memahami hubungan antara wasiat dengan mawaris
3. Agar mampu menjelaskan bagaimana cara mengatur harta warisan
4. Agar mampu menjelaskan siapa yang berhak menerima harta warisan
5. Agar mampu memahami hukum wasiat adat dan hukum positif

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mawaris dan Sebab-Sebab Mawaris


Menurut bahasa, mawaris merupakan bentuk jamak dari kata miras artinya harta yang
diwariskan. Sedangkan secara istilah, mawaris adalah ilmu yang mempelajari cara-cara
pembagian harta peninggalan setelah orang meninggal dunia.
Ilmu mawaris juga disebut dengan ilmu Faraid, yaitu ilmu yang menjelaskan perkara
pusaka. Pusaka adalah peninggalan orang yang sudah mati, artinya harta benda dan hak yang
ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan, definisi ilmu mawaris adalah ilmu yang
mempelajari tentang ketentuan –ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut
hokum islam. Tujuan ilmu mawaris atau Faraid adalah untuk menyelamatkan harta orang
yang meninggal agar terhindar dari pengambilan oleh orang-orang yang tidak berhak
menerimanya, dan agar jangan ada orang yang memakan harta hak milik orang lain.
Warisan dibagikan kepada ahli waris sesudah memberi warisan meninggal dinia.
Perhatikan firman Allah berikut ini!
(QS. An-Nisa’:7)
Artinya : “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
dan bagi seorang wanita ada hak bagian (pula) dan peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan (QS. An-Nisa’:7).
Pada masa jahiliah (sebelum islam), masyarakat arab membagi harta warisan hannya
diberikan kepada laki-laki dewasa, sedang kaum perempuan dan anak-anak tidak
mendapatkan bagian. Bahkan terkadang anak angkat justru mendapatkan bagian warisan
karna perjanjian sumpah untuk dapat mewarisi. Hal yang demikian ini telah dihapus oleh
aturan dalam islam yang lebih adil.
Tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seorang akan mendapatkan warisan.
Menurut islam, sebab-sebab mawaris antara lain:
1. Sebab Nasab (nasab hakiki) atau pertalian darah.
2. Sebab-sebab perkawinan yang sah yaitu perkawinan yang dilakukan secara sah menurut
hokum agama yang menyebabkan istri atau suami dapat mewarisi, yang dalam Faraid
muncul istilah zawil furud, asabah, dan furudul Muqadarah.
3. Sebab memerdekakan hamba sahaya atau wala’(nasabah hokum), yaitu meskipun diantara
mereka tidak ada hubungan daraah, tetapi dapat saling mewarisi. Tuan yang
memerdekakan budak itu, apabila budak yang dimerdekakan mati maka tuan dapat
menerima harta warisan budak itu.
4. Hubungan agama, yaitu dengan ketentuan jika orang yang meninggal dunia tidak ada.
Ahli warisnya yang tertentu; maka harta peninggalannya diserahkan ke Baitul Mal untuk
umat islam dengan jalan pusaka.
Ahli waris laki-laki maupun perempuan dapat terhalang mendapat warisan apabila terdapat
salah satu aebab, sebagai berikut :
1. Perbedaan agama.
2. Berdaasarkan hadis Nabi saw. : “Tidaklah orang islam mewarisi orang kafir, dan
tidaklah orang kafir mewarisi orang islam.”(H.R. Bukhari dan Muslim)
3. Pembunuhan, yaitu orang yang membunuh ahli waris dengan cara yang tidak
dibenarkan oleh hokum, ia tidak berhak mendapatkan harta pusaka dari yang
dibunuhnya.

2
B. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Harta Warisan Dibagikan

Apabila terjadi kematian, kita akan mengenal beberapa istilah. Untuk memahami hal itu
perhatikanlah kolom berikut:
No. Istilah Penjelasan
1. Muaris Orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta
warisan.
2. Waris Orang yang berhak menerima harta peninggalan
muaris
3. Wasiat Pesan seseorang sebelum meninggal yang akan
dilaksanakan setelah meninggal dunia.
4. Miras Harta peninggalan yang sudah dapat dibagi setelah
dikeluarkan biaya perawatan jenazah adan pelunasan
utang.
5. Tirkah Harta peninggalam muaris yang belum dapat dibagi
karna masih dikeluarkan biaya perawatan jenazah dan
pelunasan utang.
6. Faraid Ilmu yang mempelajari ketentuan bagian harta
peninggalan bagi setiap ahli waris.
Setelah memahami beberapa istilah dalam masalah warisan, pelu dipahami beberapa hal
yang harus diutamakan dan didahulukan sebelum pelaksanaan pembagian warisan kepada
ahli waris, antara lain:
1. Hak yang bersangkutan dengan harta itu seperti zakat dan sewanya.
Harta itu harus dibayarkan terlebih dahulu apabila sebelum meninggal almarhum
punya nazar, karena nazar itu hukumnya wajib untuk ditunaikan.
2. Tajhiz (biaya yang diperlukan untuk pengurusan jenazah).
Contohnya biaya perawatan selama dirumah sakit, pembelian kain kafan, menyewa
ambulan, dan biaya pemakaman.
3. Ad-Dain (utang si mayat).
Apabiala si mayat masih punya utang, maka untang tersebut harus dilunasi dahulu
dengan harta peninggalannya.
4. Melaksanakan Wasiat.
Wasiat adalah pesan almarhum sebelum meninggal. Memberikan wasiat tidak boleh
lebih dari sepertiga harta pusaka yang ditingkatkan, kecuali ada persetujuan dari ahli
waris yang membolehkan memberikan wasiat lebih dari sepertiga. Jika semua hak di
atas sudah terselesaikan dengan baik, barulah harta peninggalan almarhum itu
dibagiakan kepada ahli waris menurut pembagian yang telah ditetapkan oleh Allah
dalam Al-Qur’an.

1. Orang-Orang yang Berhak Menerima Warisan


No. Ahli Waris Laki-Laki No. Ahli Waris Perempuan
1. Suami 1. Istri
2. Bapak 2. Ibu
3. Anak laki-laki 3. Anak perempuan dari anak lali-laki
4. Cucu laki-laki dari anak laki-laki 4. Cucu perempuan
5. Kakek dari bapak 5. Ibu dari ayah
6. Saudara laki-laki sekandung 6. Ibu dari ibu
7. Saudara laki-laki sebapak 7. Saudara perempuan sekandung
8. Saudara laki-laki seibu 8. Saudara perempuan sebapak

3
9. Anak laki-laki dari saudara laki- 9. Saudara perempuan seibu
laki sekandung
10. Anak laki-laki dari saudara laki- 10. Perempuan yang memerdekakan
laki sebapak budak
11. Paman sekandung
Paman sebapak
13. Anak laki-laki paman sekandung
14. Anak laki-laki paman sebapak
15. Laki-laki yang memerdekakan
budak

Ditinjau dari ketentuan di atas, jumlah bagiannya dikenal dengan tiga istilah sebagai
berikut:
No. Istilah Penjelasan Jumlah Bagian
1. Zawil Furud Ahli waris yang berhak 1/2 , 1/4 , 1/3 , 1/8 ,
mendapatkan bagian tertentu 1/6, 2/3.
yang sudah ditentukan oleh Al-
qur’an (furudul muqaddarah).
2. Asabah Ahli waris yang berhak mendapat Semua sisa harta.
seluruh sisa harta (bagiannya
tidak menentu).
3. Zawil arqam Ahli waris yang berhak Sesuai kesepakatan
mendapatkan bagaian tertentu ahli waris yang ada.
dari sisa harta karena pertalian
keluarganya telah jauh.
Dari uraian di atas dapat dikenal 25 orang ahli waris, 15 pria dan 10 wanita. Apa Ahli
waris pria seluruhnya ada, yang berhak mendapatkan bagian hanya 3 orang saja, yaitu bapak,
anak, dan suami. Sedangkan ahli waris wanita jika seluruhnya ada, yang berhak mendapat
bagian hanya 5 orang, yaitu istri, anak perempuan, ibu, saudara perempuan sekandung, dan
saudara perempuan seibu.
Ke-25 ahli waris ini dinamakan zawil furud. Apabila 25 orang ahli waris pria dan
wanita seluruhnya ada, yang berhak mendapat bagian hanya suami atau istri, bapak, ibu, dan
anak laki-laki atau perempuan.
1. Bagian-Bagian Zawil Furud
a. Dua pertiga ( 2/3)
No. Ahli Waris yang Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Dua orang anak Apabila tidak ada anak laki-laki Q.S. An-Nisa’ ayat
perempauan 11
2. Dua orang cucu Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’ ayat
perempuan dan laki- a. Anak laki-laki 11
laki b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
d. Cucu perempuan dari anak
laki-laki
e. Saudara laki-laki sekandung
f. Bapak
g. Kakek dari bapak

4
b. Setengah (1/2)
No. Ahli Waris yang Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Anak perempuan Apabila tidak ada ahli waris anak Q.S. An-Nisa’
tunggal laki-laki ayat 17
2. Cucu perempuan Apabila tidak ada ahli waris : Q.S. An-Nisa’
tunggal a. Anak laki-laki ayat 17
b. Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
c. Anak perempuan
3. Saudara kandung Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
tunggal a. Anak laki-laki ayat 17
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
d. Cucu perempuan dari anak
laki-laki
e. Bapak
f. Kakek dari pihak bapak
4. Saudara perempuan Apabila tidak ada ahli waris :
sebapak a. Anak laki-laki
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari pihak laki-
laki
d. Saudara laki-laki sekandung
e. Bapak
f. Kakek dari pihak bapak
5. Suami Apabila tidak ada ahli waris:
a. Anak laki-laki
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
d. Cucu perempuan dari anak
laki-laki

c.Seper tiga (1/3)


No. Ahli Waris yang Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Ibu Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’ ayat
a. Anak laki-laki 12
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
d. Cucu perempuan dari anak
laki-laki
e. Dua orang saudara atau lebih,
baik laki-laki maupun
perempuan, baik sekandung
maupun seibu.

5
2. Dua orang saudara Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’ ayat
atau lebih yang seibu a. Anak laki-laki 12
baik laki-laki maupunb. Anak perempuan
perempuan c. Cucu laki-laki dari pihak laki-
laki
d. Cucu perempuan dari anak
laki-laki
e. Bapak
f. Kakek dari pihak bapak
d.Seperempat (1/4)
No. Ahli Waris yang Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Suami Apabila ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’ ayat
a. Anak laki-laki 12
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
d. Cucu perempuan dari anak
laki-laki
2. Istri Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’ ayat
a. Anak laki-laki 12
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari pihak laki-
laki
d. Cucu perempuan dari anak
laki-laki
e.Seperenem (1/6)
No. Ahli Waris yang Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Bapak Apabila ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’ ayat
a. Anak laki-laki 11
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
d. Cucu perempuan dari anak
laki-laki

2. Ibu Apabila ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’ ayat


a. Anak laki-laki 12
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
d. Dua orang saudara atau lebih,
baik laki-laki maupun
perempuan, baik sekandung,
sebapak maupun seibu
3. Nenek (baik dari Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’ ayat
pihak ibu atau bapak)a. Ibu 11 dan 12
b. Bapak (khusus nenek dari
bapak)

6
4. Cucu perempuan dari Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’ ayat
anak laki-laki a. Anak laki-laki 11 dan 12
b. Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
c. Anak perempuan lebih dari
satu orang. Jika hanya satu
orang anak perempuan, cucu
perempuan mendapat bagian 1/6
5. Saudara perempuan Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’ayat
sebapak a. Anak laki-laki 11 dan 12
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-
aki
d. Saudara laki-laki kandung
e. Saudara laki-laki sebapak
dengan syarat ada ahli waris
saudara seorang perempuan
kandung.
6. Saudara seibu tunggal, Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’ ayat
baik laki-laki maupuna. Anak laki-laki 11 dan 12
perempuan b. Anak perempuan
c. Cucu perempuan dari anak
laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak
laki-laki
e. Bapak
f. Kakek dari pihak bapak
f.Seperdelapan (1/8)
No. Ahli Waris yang Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Istri Apabila ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’ ayat
a. Anak laki-laki 11
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
d. Cucu perempuan dari anak
laki-laki

2. Asabah
Asabah adalah ahli waris yang menerima seluruh sisa harta warisan. Asabah ini dibagi
menjadi 3 macam, yaitu:
a. Asabah binafsihi, yaitu asabah dengan sendirinya, terdiri dari semua ahli waris laki-laki
kecuali suami dan saudara laki-laki seribu.
b. Asabah bil gair, yaitu menjadi asabah karena ada ahli waris yang lain setingkat
dengannya, terdiri dari:
1) Anak perempuan dengan anak laki-laki
2) Cucu perempuan dengan cucu laki-laki
3) Sudara perempuan kandung dengan saudara laki-laki kandung
4) Saudara perempuan sebapak dengan saudara laki-laki sebapak.

7
c. Asabah Ma’al gair adalah menjadi adabah bersama-sama ahli waris yang lain.
1) Saudara perempuan kandung bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu
perempuan.
2) Saudara perempuan sebapak bersama-sama anak perempuan atau cucu perempuan.

3. Hijab dan Mahjub


a. Hijab
Hijab adalah ahli waris yang menghalangi ahli waris yang lain, sebab ia lebih dekat
hubungannya dengan si manyat.
1) Hijab Nuqsan
Yaitu ahli waris yang menghalangi ahli waris yang lain, sehingga bagian ahli waris itu
berkurang dari semestinya.
2) Hijab Hirman
Yaitu ahli waris yang menghalangi ahli waris yang lain sehingga tidak mendapat bagian
warisan sama sekali.
b. Mahjub
Mahjub adalah ahli waris yang terhalang (tertutup) oleh ahli waris yang lain yang lebih dekat,
sehingga ia tidak mendapat bagian warisan.
Contoh: Kakek termahjub oleh ayah.

C. Pelaksanaan Pembagian Warisan


Apabiala seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta, maka terlebih dahulu
harta itu dipakai untuk mengurus perawatan jenazahnya, baik berupa penguburan, biaya
rumah sakit, dan biaya pengurusan jenazah lainnya. Setelah itu, dibayarkan utangnya dan
diselesaikan wasiatnya. Setelah utang dan wasiatnya terbayar, maka barulah harta dibagikan
kepada ahli waris. Hal itu berdasarkan firman Allah swt. Q.S. An-Nisa’ ayat 12:
Artinya: “Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangnya.”
(Q.S. An-Nisa’/4:11)
1. Penetapan Ahli Waris yang Mendapat Bagian
Dalam melaksanakan pembagian warisan harta pusaka, seseorang perlu menetapkan
terlebih dahulu ahli warais yang berhak menerima. Misalnya, seseorang meninggal dunia,
meninggalkan ayah, ibu, istri, anak laki-laki, anak perempuan, paman, kakek, dan saudara
kandung, maka ahli waris berhak mendapatkan bagian:
a. Ayah, karena ada anak bagiannya 1/6.
b. Ibu, Karena ada anak mendapat 1/6.
c. Istri, Karena ada anak mendapat 1/8.
d. Anak laki-laki dan perempuan mendapat asabah dengan perbandingan 2:1. Sedang
pamaan, kakek, dan saudara kandung terhalang (terhijab).
Cara pembagiannya ditentukan terlebih dahulu KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil)
atau diistilahkan dengan asal masalahnya yakni 24, berarti:
Ayah 1/6 x 24 = 4
Ibu 1/6 x 24 = 4
Istri 1/8 x 24 = 3
11
Sisanya 24 – 11 = 13

Sisa 13 ini dibagi rata untuk anak laki-laki dan anak perempuan. Karena tidak dapat
langsung dibagi, maka caranya: 3 x 24 = 72 (angka 3 berasal dari pembanding 2:1),
penyelesaiannya menjadi:

8
Ayah 1/6 x 72 = 12
Ibu 1/6 x 72 = 12
Istri 1/8 x 72 = 9
33
(Sisanya adalah 72 – 33 = 39)
Maka bagian anak laki-laki dan anak perempuan dengan 2:1 adalah 39:3 = 13. Jadi
bagian masing-masing anak laki-laki mendapat (13 x 2 = 26) dan anak perempuan mendapat
(13 x 1 = 13).
2. Aul, Rad, dan Cara pembagian Sisa Harta
Aul menurut bahasa artinya naik/bertambah, Sedang menurut istilah, aul adalah adanya
kelebihan dalam saham-saham para ahli waris dari besarnya asal masalahnya, maksutnya aul
merupakan cara mengatasi kesulitan pembagian warisan bila asal masalah yang
dilambangkan angka pembilang lebih kecil dari jumlah penyebutnya.
Penyelesaian masalahnya dengan membulatkan angka pembilang. Misalnya: seseorang
meninggal dan ahli waris terdiri dari suami dan dua saudara prempuan sekarang. Maka
bagian suami 1/2, sedang saaudara perempuan sekandung dua, berarti 2/3. Asal masalahnya
6, berarti :
2 Saudara perempuan kandung 2/3 x 6 = 4/6 + 7/6
Karena dengan asal masalah 6, terjadi kekurangan, maka ditampuh dengan cara
membulatkan asal masalah menjadi 7, sehingga:
Suami mendapat 3/7, sedangkan 2 saudara perempuan kandung 4/7. Apabila harta yang
ditinggalkan sebesar 104 juta rupiah, maka:
Suami 3/7 x 104 jt = 60 jt.
2 Saudara perempuan kandung 4/7 x 104jt = 80jt
Sedangkan rad adalah mengembalikans sisa harta pusaka kepada ahli waris. Misalnya,
seorang meninggal dunia, ahli warisnya seorang ibu dan anak perempuan. Ibu mendapat 1/6
dan anak perempuan mendapat 1/2. Asal masalahnya 6, maka:
Ibu mendapat 1/6 x 6 = 1/6 sedang anak perempuan mendapat 1/2 x 6 =3/6, maka totalnya
adalah 4/6 .
Dari asal masalah 6 menjadi 4, berarti berkurang 2(6 - 4 = 2), maka asal masalahnya
berubah menjadi 4, berarti: ibu mendapat saham 1/4 , dan anak perempuan mendapat 3/4,
makajumlahnya 4/4. Bila harta yang ditinggalkan sejumlah 400 juta, maka:
Ibu mendapat 1/4 x 400jt = 100jt.
Anak perempuan mendapat 3/4 x 400jt = 300jt.
Adapun cara pembagian sisa harta dapat dibagi dengan cara sebagai berikut:
a. Apabila yang memeroleh bagian kembali hanya seorang saja, misalnya ibu saja, maka
harta pusaka akan dikembalikan semua kepadanya, 1/3 bagian diperoleh melalui
ketentuan dan 2/3 diperoleh melalui pembagian kembali/sisa.
b. Apabila yang memmeroleh pembagian kembali 2 orang atau lebih yang sederajat, maka
harta dibagikan rata kepada mereka.
c. Apabila yang mendapat pembagian sisa terbilang, sedang derajat (bagian) mereka tidak
sama, maka dibagi kembali sesuai dengan ketentuan mawaris (rad) di atas.
3. Beberapa Masalah dalam Urusan Mawaris
Pada data pelaksanaannya, ketika membagikan warisan, terdapat berbagai masalah yang
muncul belakangan, yang pada akhirnya memunculkan ijtihad ataupun kebijakan-kebijakan
baru, Seperti masalah garawai, dan musyarakah.
a. Masalah garawain
Kata garawain berarti dua bintang yang cemerlang. Dalam hal ini, garawain disebut juga
dengan masalah Umariyah, karena Umar bin Khatab yang memutuskan kedua masalah
tersebut, yakni seorang ibu mendapat sepertiga dari sisa setelah diambil bagian suami atau

9
istri, bukan sepertiga dari seluruh harta pusaka. Apabila ahliwaris seorang ibu jika bersama
ayah mendapat bagian sepertiga dari semua harta. Contoh pelaksanaan masalah garawain
tersebut misalnya apabila ada orang meninggal dunia, ahli waris suami, ibu, dan ayah. Maka
cara penyelesaiannya:
(asal masalah 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6, ibu mendapat 1/3 sisa yaitu 1/3 dai 3/6 =1/6, ayah mendapat
asabah = 2/6, jumlah = 6/6.
b. Masalah Musyarakah
Musyarakah (yang diserikatkan) yaitu jika ahli waris yang dalam perhitungan mawaris yang
semestinya memeroleh warisan, tetapi tidak memerolehnya, maka diserikatkan kepada ahli
waris lain yang memeroleh bagian. Apabila ahli waris terdiri dari suami, ibu, atau nenek
perempuan, dua orang saudara seibu atau lebih dan saudara laki-laki sekandung (seorang atau
lebih), maka cara pembagiannya, yakni:
(asal masalahnya 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6, ibu atau nenek mendapat 1/6 x 6 = 1/6, saudara seibu 2 orang
1/3 x 6 = 2/6.
Dalam hitungan diatas, saudara laki-laki sekandung mestinya sebagai asabah (mendapat sisa),
tetapi ternyata tidak ada sisa. Dengan demikian terdapat kejanggalan, yang seharusnya
saudara sekandung lebih dekat hubugannya justru tidak mendapat bagian. Cara
menyelesaiannyan dengan menggabungkan antara saudara laki-laki sekandung dengan
saudara seibu yaitu mendapat 1/3, sehingga bagiannya menjadi:
(asal masalah 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6
Ibu atau nenek mendapat 1/6 x 6 = 1/6
2 saudara seibu bersama saudara laki-laki sekandung 1/3 x 6 = 2/6, jumlahnya = 6/6.

D. Hukum Waris Adat dan Hukum Positif


1. Hukum Waris adat
Hukum waris adat erat hubunganya dengan sifat dan bentuk kekeluaargaan. Di
Indonesia terdapat tiga bentuk kekeluargaan yaitu:
a. Patrilinial, yaitu jalur keturunan ada pihak laki-laki. Oleh karena itu hak waris pun
hanya berlaku pihak laki-laki saja. Sistem ini berlaku pada masyarakat daerah
Batak, Ambon, Irian Jaya, dan Bali.
b. Matrilianal, yaitu jalur keturunan ada pada pihak perempuan atau ibu. Karena itu
yang berhak atas waris pun hanya anak perempuan. Sistem ini berlaku pada
masyarakat Minagkabau.
c. Parental, yaitu jalur keturunan ada antara ayah dan ibu punya peran yang sama.
Karena itu warisan laki-laki maupun perempuan memeroleh bagiannya. Sistem ini
berlaku sebagian besar masyarakat Indonesia.
2. Hukum Waris Positif
Di Indonesia ada dua sistem penyeleaian waris, yaitu pertama, menggunakan KUH
Perdata, Buku I dari pasal 830 hingga pasal 1130. Kewenangan ada pada pengadilan Negri.
Kedua, UU No. 7 tahun 1989. Undan-undang ini khususnya berlaku bagi umat islam dalam
penyelesaian warisan. Wewenangnya ada di pihak Pengadilan Agama. Adapun peranan
Pengadilan Agama adalah:
a. Menentukan para ahli waris
b. Menentukan harta peninggalan
c. Menentukan bagian masing-masing ahli waris
d. Pelaksanaan dalam pembagian harta peninggalan tersebut.

10
Pada dasarnya sebagian pasal Undang-undang No. 7 tahun 1989, merupakan implementasi
dari hukum islam, misalnya:
a. Bab III Pasal 176-182, tentang ketentuan para ahli waris (dzawil furud).
b. Pasal 173.3 Baba II, terhalangnya hal waris bagi pembunuh untuk menerima harta waris
dari yang terbunuh.
c. Pasal 171 Bab I, jika orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris, maka harta
bendanya masuk ke Baaitul Mal dan dipergunakan untuk kepentingan umat Islam.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menurut bahasa, mawaris merupakan bentuk jamak dari kata miras artinya harta yang
diwariskan. Sedangkan secara istilah, mawaris adalah ilmu yang mempelajari cara-cara
pembagian harta peninggalan setelah orang meninggal dunia. Ilmu mawaris juga disebut
dengan ilmu Faraid, yaitu ilmu yang menjelaskan perkara pusaka. artinya harta benda dan
hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak
menerimanya. Dengan demikian, dapat disimpulkan, definisi ilmu mawaris adalah ilmu yang
mempelajari tentang ketentuan –ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut
hukum islam. Di dalam mawaris terkandung banyak ketentuan cara menghitung dan siapa
yang berhak menerima mawaris dan yang tidak berhak menerimanya. Dengan Tujuan Agar
Umat Islam Dapat membagi harta warisan sesuai dengan ketentuan nash Al Qur’an
danhadits, sesuai dengan keadilan sosial dantugas serta tanggung jawab masing-masingahli
waris.Kedudukan ilmu muwaris dalam agamaislam mempunyai kedudukan yang sangat
penting, karena dengan membagi hartawarisan secara benar maka salah satu urusanhak adami
manusia bisa terselesaikan dengan baik.Hal itulah yang menyebabkan ilmu mawaris
mempunyai kedudukan yang sangatpenting, sehingga Al Qur’an menjelaskan perkara
mawaris secara terperinci.Demikian juga Rasulullah SAW menganggap penting ilmu
mawaris karena dikhawatirkan kalau ilmu mawaris akan dilupakan.

B. SARAN
1. Kita sebagai orang islam di tuntun untuk mempelajari tentang mawaris, agar kita itu
mengerti apa yang dimaksud mawaris, bagaimana cara perhitungannya, siapa yang berhak
menerima warisaan.
2. Bagi para pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan lebih memahami mawaris
dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama islam dimana
hukum memahami mawaris adalah fardhu kifayah.

12
DAFTAR PUSTAKA

A. Wahid.2007. Memahami Pendidikan Agama Islam. Bandung: Amico


Al Asqalani, Ibnu Hajar. 1996. Bulughul Maram (Terjemah). Badung: PT. Al Ma’afif
http://robiatuladawiyah47.blogspot.co.id/2015/04/makalah-mawaris.html
http://elbutar.blogspot.co.id/2012/02/makalah-tentang-mawaris.html

13

Anda mungkin juga menyukai