Anda di halaman 1dari 93

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI TERAPEUTIK INTERPERSONAL

PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN


PRE OPERASI FRAKTUR DI RSUD
Dr. MOEWARDI

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir Dalam Rangka


Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh :

OTAVIA ANDANSARI
NIM. 2011.1369

PRODI STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Penelitian dengan judul ”Efektifitas Komunikasi Terapeutik Interpersonal Perawat


Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Fraktur di RSUD Dr.
Moewardi” telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dihadapan
Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Program Studi
Diploma III STIKES PKU
Muhammadiyah
Surakarta

Diajukan Oleh :

OTAVIA ANDANSARI
NIM. 2011.1369

pada

Hari : Senin
Tanggal : 07 Juli 2014

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Cemy Nur Fitria, S.Kep.Ns.,M.Kep. Anik Enikmawati, S.Kep.Ns.


NIDN. 0623087703 NIDN. 0626038502

ii
LEMBAR PENGESAHAN

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI TERAPEUTIK INTERPERSONAL


PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN
PRE OPERASI FRAKTUR DI RSUD
Dr. MOEWARDI

Disusun Oleh :

OTAVIA ANDANSARI
NIM. 2011.1369

Susunan Tim Penguji :

Penguji I Penguji II Penguji III

Anis Prabowo, SKM Siti Sarifah, S.Kep., Ns.,M.Kep Cemy Nur Fitria, S.Kep.,Ns.M.Kep
NIDN. 0616087605 NIDN. 0620047603 NIDN. 0623087703

Mengetahui,

Ketua STIKES

Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes.


NIDN. 0618047704

iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah dengan judul :

EFEKTIFITASKOMUNIKASI TERAPEUTIK INTERPERSONAL


PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN
PRE OPERASI FRAKTUR DI RSUD
Dr. MOEWARDI

dibuat untuk melengkapi Tugas Akhir Diploma Keperawatan STIKES PKU


Muhammadiyah Surakarta. Tugas Akhir ini merupakan Karya Tulis Ilmiah saya
sendiri (ASLI), dan dalam tugas akhir tidak terdapat karya yang pernah diajukan
oleh orang lain atau kelompok lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu
Institusi Pendidikan, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah dipublikasikan dan/ atau ditulis dan diterbitkan oleh
orang lain maupun di Perguruan Tinggi atau Instansi manapun, kecuali bagian
yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Surakarta, Februari 2014

OTAVIA ANDANSARI
NIM. 2011.1369

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat, innayah dan hidayahNya. Dialah yang sesungguhnya Maha

Pemberi Petunjuk, yang memberi kekuatan, ketabahan, dan kemudahan dalam

berfikir untuk menyelesaikan proposal penelitian ini. Sholawat dan salam

senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarga, para

sahabat, dan segenap pengikutnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan karya

tulis ilmiah ini.

Penyusunan Proposal Karya Ilmiah ini mengambil judul “Efektifitas

Komunikasi Terapeutik Interpersonal Perawat Terhadap Tingkat Kecemasan

Pasien Pre Operasi Fraktur di RSUD Dr. Moewardi”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal karya ilmiah ini

mengalami banyak kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan, arahan,

dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka kesulitan maupun hambatan

tersebut dapat teratasi. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati,

penulis menyampaikan terima kasih segala bantuan yang telah diberikan dan

mohon maaf atas segala kekhilafan kepada :

1. Weni Hastuti, S.Kp.,M.Kes., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan izin kepada penulis

untuk melakukan penelitian.

2. Sri Mintarsih, S.Kep.Ns.,M.Kes selaku Pembantu Ketua 1 STIKES PKU

Muhammadiyah Surakarta.

3. drg R. Basoeki, MMR selaku direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Moewardi yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

v
4. Cemy Nur Fitria, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku dosen Pembimbing I, dengan

sabar dan bijaksana membantu dan menyumbangkan ide-idenya dalam

mengoreksi, merevisi serta melengkapi dalam penyusunan karya tulis ilmiah

ini.

5. Anik Enikmawati, S.Kep., Ns selaku dosen pembimbing II, dengan sabar dan

bijaksana membantu dan menyumbangkan ide-idenya dalam mengoreksi,

merevisi serta melengkapi dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

6. Ayah, ibu, dan adikku tercinta yang senantiasa mensupport dan mendo’akan

keberhasilanku dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Teman-teman seperjuangan, terimakasih untuk semuanya atas semangat dan

kekompakan selama ini, baik suka maupun duka.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan proposal karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam keterbatasan pengetahuan, kemampuan

dan waktu yang saya miliki, masih banyak kekurangan dalam penuliasan

penelitian ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak

sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi

pihak - pihak yang terkait, kalangan akademis dan masyarakat yang berminat

terhadap ilmu keperawatan.

Surakarta, Februari 2014

Penulis

vi
ABSTRAK

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI TERAPEUTIK INTERPERSONAL PERAWAT


TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI FRAKTUR
DI RSUD Dr. MOEWARDI

Otavia Andansari 1, Anik Enikmawati 2 , Cemy Nur Fitria 3

Latar Belakang : Pembedahan merupakan pengalaman unik perubahan


terencana pada tubuh yang menimbulkan kecemasan. Kecemasan dapat
dikurangi dengan tindakan keperawatan fokus pada komunikasi terapeutik dan
pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga. Komunikasi terapeutik
merupakan hubungan memberi dan menerima antara perawat dan klien.
Berdasarkan hasil survei di RSUD Dr. Moewardi terdapat 237 pasien fraktur yang
dirawat di RSUD Dr. Moewardi selama 3 bulan terakhir. Terdapat 12 dari 15
pasien yang mengalami kecemasan dengan kriteria sedang.

Tujuan : Mengetahui efektifitas komunikasi terapeutik interpersonal perawat


terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur di RSUD Dr. Moewardi.

Metode Penelitian : Metode penelitian berupa quasi eksperimen dengan


pendekatan One Group Pretest-Posttest Design. Analisa data menggunakan
paired t test. Teknik pengambilan sampel berupa accidental sampling pada
pasien pre operasi fraktur dengan jumlah sampel 15 responden. Instrument yang
digunakan berupa leaflet tahapan komunikasi terapeutik dan HRS – A.

Hasil : Komunikasi terapeutik perawat sangat efektif dilakukan terhadap tingkat


kecemasan pasien pre operasi fraktur dengan skor sebelum 39,5 dan setelah
22,3, hasil nilai ρ value sebesar 0,000 pada signifikansi 5 %.

Kesimpulan : Komunikasi terapeutik interpersonal perawat sangat efektif untuk


menurunkan tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar II
RSUD Dr. Moewardi.

Kata Kunci : Komunikasi Terapeutik, Kecemasan, Pre operasi Fraktur

1. Mahasiswa Program D III Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah


Surakarta
2. Dosen Program D III Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta
3. Dosen Program D III Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

vii
ABSTRACT

EFFECTIVENESS COMMUNICATION THERAPEUTIC INTERPERSONAL OF


NURSING ON PREOPERATIVE PATIENT ANXIETY LEVEL FRACTURE IN
SPACE MAWAR II HOSPITAL Dr. MOEWARDI

Otavia Andansari 1, Anik Enikmawati 2, Cemy Nur Fitria 3

Background : Surgery is a unique experience the change be planned on body


that cause anxiety. Anxiety can be reduced by focusing on the act of nursing
therapeutic communication and health education for patients and their families.
The Communication therapeutic is a relationship take and a give between nursing
and patient. Based on the results of a survey in 237 hospitals there Dr. Moewardi
during 3 last month. There are 12 of the 15 patients who experience anxiety with
the criteria being the sign.

Objective : To determine effectiveness of communication therapeutic on pre


operative patient anxiety levels Fractures in Hospital Dr. Moewardi.

Methods : The research method in the form of quasi experimental with One
Group Pretest-Posttest Design. Data analysis using paired t test. Sampling
technique is accidental sampling fracture on preoperative patients with a sample
of 15 respondents. The instrument used in the form of leaflets communication
therapeutic and HRS – A.

Results : Communication therapeutic nursing there is very effected on patient


anxiety level fracture with score before 39,5 and after 22,3, the results of the ρ
value of 0,000 results at the 5 % significance.

Conclusion : Communication therapeutic interpersonal nursing there is very


effected on preoperative patient anxiety level fracture in Space Mawar II Hospital
Dr. Moewardi.

Keywords : Communication Therapeutic, Anxiety, Pre Surgery Fracture

1. Student Nursing Program D III STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta


2. Lecturer in Nursing Program D III STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta
3. Lecturer in Nursing Program D III STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.

viii
MOTTO

“Tidak ada yang tidak mungkin selama kita masih mau berusaha, Allah akan

membantu dengan caraNya.”

(Penulis)

“Siapa pun bisa marah, tetapi marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang

sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dengan cara yang baik

bukanlah hal yang mudah.”

(Aristoteles)

“Kalau anda menginginkan perubahan yang kecil, maka rubahlah perilaku anda,

kalau anda menginginkan perubahan yang besar dan mendalam maka rubahlah

pola pikir anda.”

(X)

ix
PERSEMBAHAN

1. Kedua orang tua saya, Mutari dan Sulastri yang

selalu memberikan kasih sayang serta dukungan

dan semangat kepadaku, tanpa meminta balasan.

2. Adik saya Tri Wulandari yang selalu

membantuku.

3. Seluruh keluarga besar saya yang selalu jadi

semangat dan motivasi saya.

4. Seseorang yang selalu mendukung dan

membantuku selama menyusun Karya Tulis

Ilmiah ini.

5. Teman – teman kelas A, sahabat ku GCS (Riris,

Ilut, Dian, Iyan, Ana), mbak Tatik, Lis, Nui, Mey,

Isna, Deni, Rita dan semua Dosen dan karyawan

di Prodi DIII Keperawatan STIKES PKU

Muhammadiyah Surakarta.

6. Almamaterku STIKES PKU Muhammadiyah

Surakarta serta semua pihak yang ikut serta dalam

terselesainya KTI ini.

x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ..................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................... vii
ABSTRACT ....................................................................................... viii
MOTTO ............................................................................................ ix
PERSEMBAHAN .............................................................................. x
DAFTAR ISI...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xv
DAFTAR TABEL.............................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................ 3
D. Manfaat Penelitian............................................................... 4
E. Keaslian Penelitian .............................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 7
A. Tinjauan Pustaka ................................................................. 7
1. Komunikasi Terapeutik ................................................ 7
a. Pengertian .............................................................. 7
b. Tujuan ................................................................... 8
c. Prinsip ................................................................... 8
d. Jenis Komunikas .................................................... 9
e. Tehnik ................................................................... 9

xi
f. Penggunaan Diri .................................................... 11
g. Tahapan Komunikasi ............................................. 11
2. Kecemasan ................................................................... 13
a. Pengertian .............................................................. 13
b. Rentang Respon Kecemasan .................................. 13
c. Tingkat Kecemasan ............................................... 14
d. Penyebab ansietas .................................................. 16
e. Pengukuran Kecemasan ......................................... 16
f. Faktor Predisposisi ................................................ 17
g. Respon Kecemasan ................................................ 17
h. Mekanisme Koping................................................ 19
i. Reaksi Kecemasan ................................................. 20
j. Faktor yang mempengaruhi kecemasan .................. 20
k. Cara mengatasi kecemasan .................................... 21
l. Penatalaksanaan ansietas........................................ 21
3. Fraktur.......................................................................... 23
a. Pengertian .............................................................. 23
b. Etiologi .................................................................. 23
c. Patofisiologi .......................................................... 23
d. Tanda dan Gejala ................................................... 24
e. Klasifikasi Fraktur ................................................. 25
f. Gambaran klinis..................................................... 27
g. Komplikasi ............................................................ 27
h. Penatalaksanaan ..................................................... 28
4. Hubungan Perawat –Pasien........................................... 29
a. Hubungan perawat pasien ...................................... 29
b. Hubungan bantuan ................................................. 29
c. Komunikasi keperawatan ....................................... 30
B. KerangkaTeori .................................................................... 31
C. Kerangka Konsep ................................................................ 32
D. Hipotesis ............................................................................. 32

xii
BAB III METODE PENELITIAN ................................................... 33
A. Desain Penelitian ................................................................. 33
B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 33
C. Populasi dan Sampel ........................................................... 33
D. Variabel Penelitian .............................................................. 35
E. Definisi Operasional ............................................................ 36
F. Instrumen Penelitian ............................................................ 37
G. Pengolahan Data dan Analisa Data ...................................... 37
H. Jalannya Penelitian .............................................................. 39
I. Etika Penelitian ................................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................... 42
A. Profil Lokasi Penelitian ....................................................... 42
B. Hasil Penelitian ................................................................... 43
C. Pembahasan ........................................................................ 48
D. Keterbatasan Penelitian ....................................................... 54
BAB V PENUTUP ............................................................................. 55
A. Simpulan ............................................................................. 55
B. Saran ................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 57
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Jadwal Penelitian

Lampiran 2.Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 3.Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 4.Leaflet

Lampiran 5.Kuesioner

Lampiran 6. Data Induk Penelitian

Lampiran 7. Uji Normalitas

Lampiran 8. Hasil Perhitungan

Lampiran 9. Surat Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran 10. Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 11. Lembar Konsultasi

xiv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori ................................................................ 31

Gambar 2.2 Kerangka Konsep ............................................................. 32

Gambar 3.1 Efektifita Antara Variabel Independen dan Variabel

Dependen........................................................................ 35

xv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................ 36

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden ................... 42

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur Responden ................................ 42

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden ........... 44

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden .......................... 45

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kecemasan Sebelum dan Setelah Komunikasi

Terapeutik .......................................................................................... 45

Tabel 4.6 Uji Normalitas T- Test ........................................................ 46

Tabel 4.7 Hasil Analisis Perbandingan ............................................... 47

Tabel 4.8 Memperlihatkan hasil analisa perbandingan kecemasan ....... 47

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang dalam taraf

menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi

masyarakat. Hal ini akan menyebabkan terjadi peningkatan panggunaan alat –

alat transportasi atau kendaraan bermotor. Arus lalu lintas yang tidak teratur

dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan bermotor.

Kecelakaan tersebut seringkali menyebabkan cedera tulang atau yang disebut

dengan fraktur. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab fraktur (patah

tulang) terbanyak. Menurut WHO (2009), kecelakaan lalu lintas selain dapat

menyebabkan fraktur bahkan dapat menyebabkan kematian 1,25 juta orang

tiap tahunnya, dengan korban sebagian besar adalah remaja. Bahkan antara

tahun 2000 sampai tahun 2010 organisasi kesehatan tingkat dunia WHO

menetapkan sebagai “Dekade Tulang dan Persendian”.

Umumnya dampak yang ditimbulkan dari fraktur adalah terjadinya

kerusakan neuromuskuler akibat kerusakan jaringan atau terputusnya tulang,

adanya perubahan tanda – tanda vital dan gangguan pergerakan lainnya,

tindakan darurat secara capat dan tepat pada fraktur adalah melakukan

imobilisasi di daerah yang terjadi fraktur.

Operasi adalah pengalaman baru bagi pasien yang menimbulkan

kecemasan, respon pasien ditunjukkan melalui : ekspresi marah, bingung,

1
2

apatis, atau mengajukan pertanyaan. Kecemasan dapat dikurangi dengan

tindakan keperawatan fokus pada komunikasi terapeutik dan pendidikan

kesehatan bagi pasien dan keluarganya. Komunikasi terapeutik merupakan

hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat

dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka

memperbaiki pengalaman emosional klien (Suryani, 2006).

Ansietas merupakan respon emosional terhadap penilaian individu

yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui secara

khusus penyebabnya. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingkat

kecemasan, yaitu ancaman terhadap integritas seseorang meliputi seseorang

ketidakmampuan fisiologis yang akan terjadi atau menurunkan kapasitas

untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pada ancaman ini, stressor yang berasal

dari sumber eksternal adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan

fisik (misalnya : infeksi virus, polusi udara). Sedangkan yang menjadi sumber

internalnya adalah kegagalan mekanisme fisiologi tubuh (misalnya : sistem

jantung, sistem imun, pengaturan suhu, dan perubahan fisiologis selama

kehamilan). Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan

identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang. Ancaman

yang berasal dari sistem eksternal yaitu kehilangan orang yang berarti

(meninggal, perceraian, pindah kerja) dan ancaman yang berasal dari sumber

internal berupa gangguan hubungan interpersonal di rumah, tempat kerja, atau

menerima pesan baru. Mekanisme koping terhadap ansietas antara lain

menyerang, menarik diri dan kompromi (Dalami, 2009).


3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dinyatakan

rumusan masalah penelitian adalah “Bagaimana efektifitas komunikasi

terapeutik interpersonal perawat terhadap tingkat kecemasan pasien pre

operasi fraktur di RSUD Dr. Moewardi?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas komunikasi terapeutik interpersonal perawat

terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur di RSUD Dr.

Moewardi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan dan pekerjaan.

b. Mengetahui tingkat kecemasan pasien sebelum adanya komunikasi

terapeutik interpersonal perawat pada pasien pre operasi fraktur.

c. Mengetahui tingkat kecemasan pasien setelah adanya komunikasi

terapeutik interpersonal perawat pada pasien pre operasi fraktur.

d. Menganalisis efektifitas komunikasi terapeutik interpersonal perawat

terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur di RSUD Dr.

Moewardi.
4

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pemberian pelayanan

kesehatan yang berkaitan dengan adanya komunikasi terapeutik pre

operasi pada pasien fraktur.

2. Bagi Perawat

Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien pre operasi

fraktur. Dan dapat digunakan untuk menambah intervensi keperawatan

dalam meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

3. Bagi Pendidikan

Sebagai masukan pada ilmu keperawatan terutama keperawatan

medikal bedah yang berhubungan dengan pasien fraktur.

4. Bagi Peneliti Lain

Sebagai referensi yang dapat dijadikan sebagai sumber pustaka

dalam menyusun karya tulis ilmiah.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh ini penulis belum menemukan judul penelitian yang sama,

namun penulis menemukan penelitian yang mirip dengan penelitian ini yaitu :

1. Penelitian yang telah dilakukan oleh Sunarni (2011) dengan judul

“Pengaruh Terapi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre

Operasi di Ruang Rawat Inap Bedah RSUD dr. Soedirman Mangun

Sumarso, Wonogiri”. Metode penelitian : penelitian ini merupakan


5

penelitian pre-eksperiment design dengan desain one group pra-post test

design. Responden yang menjadi subjek penelitian adalah pasien pre

operasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan Paired Sample T-test.

Kesimpulan tingkat kecemasan responden sebelum komunikasi terapeutik

sebagian besar dalam tingkatan ringan sebanyak 71,8 %. Tingkat

kecemasan responden sesudah komunikasi terapeutik sebagian dalam

tingkatan ringan 74,4 %. Hasil analisis diperoleh nilai Ho (hipotesis nol)

ditolak dan Ha diterima yang berarti ada pengaruh yang signifikan

komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di

Ruang Rawat Inap Bedah RSUD dr. Soedirman Mangun Sumarso

Wonogiri. Pada penelitian diatas bertempat di Ruang Rawat Inap Bedah

RSUD dr. Soedirman Mangun Sumarso Wonogiri. Variabelnya adalah

pengaruh komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pra

operasi, sampel pasien pre operasi umum.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Utomo (2012) dengan judul “Gambaran

Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Terencana di Bangsal Anggrek di

RSUD Karanganyar”.Metode penelitian : jenis penelitian ini dengan

pendekatan study deskriptif. Sampel adalah seluruh pasien yang menjalani

tindakan operasi di ruang Anggrek RSUD Karanganyar sebanyak 28

pasien. Sampel diambil dengan tehnik sampling total populasi (sampling

jenuh), yaitu pasien pre operasi umum.Variabel penelitian adalah

kecemasan pasien pre operasi. Analisis statistik menggunakan statistik

deskipsi. Hasil penelitian : 21,4% pasien mengalami cemas ringan, 60,7%


6

pasien mengalami cemas sedang, dan 17,9% pasien mengalami cemas

berat.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Purwani (2012), dengan judul “Pengaruh

Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Pre

Operasi Craniotomy di Ruang HCU IGD RSUD Dr. Moewardi”. Metode

penelitian ini menggunakan quasi experiment dengan pendekatan One

Group Pretest-Posttest Design. Penelitian diatas variabelnya adalah

komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan keluarga pasien pre

operasi craniotomy. Jumlah populasi dan sampel sebanyak 32 orang

dengan tehnik pengambilan sampel dengan total sampling. Hasil

penelitian :

a. Sebagian besar sebelum komunikasi terapeutik pada keluarga pasien

mempunyai tingkat kecemasan berat yaitu 14 orang (43,8%).

b. Sebagian besar sesudah komunikasi terapeutik pada keluarga pasien

mempunyai tingkat kecemasan sedang yaitu 13 orang (40,6%).

c. Terdapat pengaruh antara komunikasi terapeutik terhadap tingkat

kecemasan keluarga pasien pre operasi craniotomy di Ruang HCU

IGD RSUD Dr. Moewardi.


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Komunikasi Terapeutik

a. Pengertian komunikasi terapeutik

Menurut Suryani (2006), mendefinisikan komunikasi sebagai

sebuah proses penyesuaian dan adaptasi yang dinamis antara dua orang

atau lebih dalam sebuah interaksi tatap muka yang pada saat tersebut

terjadi pertukaran ide, makna, perasaan dan perhatian. Komunikasi

pada hakikatnya adalah suatu proses sosial. Sebagai proses sosial,

dalam komunikasi selain terjadi hubungan antar manusia juga terjadi

interaksi saling mempengaruhi. Hakikat komunikasi sebagai suatu

hubungan yang dapat menimbulkan perubahan sikap dan tingkah laku

serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-

orang yang terlibat dalam komunikasi. Pendekatan konseling yang

memungkinkan klien menemukan siapa dirinya merupakan fokus dari

komunikasi terapeutik. Jadi, “komunikasi terapeutik merupakan

hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini

perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam

rangka memperbaiki pengalaman emosional klien”.

7
8

b. Tujuan komunikasi terapeutik

Menurut Suryani (2006), tujuan dari komunikasi terapeutik

adalah :

1) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri

2) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak

superfisial dan saling bergantung dengan orang lain

3) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan

serta mencapai tujuan yang realistis

4) Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri

c. Prinsip – prinsip komunikasi terapeutik

Menurut Priyanto (2009), prinsip – prinsip komunikasi terapeutik

sebagai berikut:

1) Menjadikan klien sebagai fokus yang utama dalam interaksi

2) Mengkaji kualitas intelektual untuk menentukan pemahaman

3) Mempergunakan sikap membuka diri hanya tujuan terapeutik

4) Menerapkan perilaku professional dalam mengatur hubungan

terapeutik

5) Menghindari hubungan sosial dengan klien

6) Harus betul – betul menjaga kerahasiaan klien

7) Mengimplementasikan intervensi berdasarkan teori

8) Mengobservasi respons verbal klien melalui pernyataan klarifikasi

dan hindari perubahan subjek atau topik jika perubahan isi topik

bukan sesuatu yang sangat menarik bagi klien


9

9) Memelihara hubungan atau interaksi yang tidak menilai, dan

hindari membuat penilaian tentang tingkah laku atau memberi

nasihat klien

10) Berikan petunjuk klien untuk menginterpretasi kembali

pengalamannya secara rasional

d. Jenis komunikasi

Menurut Nasir (2009), komunikasi ada 2, yaitu :

1) Komunikasi verbal

2) Komunikasi non verbal

e. Teknik komunikasi terapeutik

Menurut Dalami (2009), teknik komunikasi terapeutik antara lain

1) Mendengarkan dengan penuh perhatian

a) Pandanglah klien ketika sedang berbicara atau menyampaikan

pesan

b) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk

mendengarkan

c) Pertahankan sikap tubuh yang menunjukkan bahwa kita

perhatian dan jangan menyilangkan kaki atau tangan

d) Hindari melakukan gerakan – gerakan yang tidak perlu

e) Berikan anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting

atau memerlukan umpan balik

f) Posisikan tubuh dengan mencondongkan badan ke arah lawan

bicara
10

2) Menunjukkan penerimaan

Berikut sikap perawat yang menunjukkan rasa percaya :

a) Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan

b) Memberikan umpan balik verbal pada klien dengan cara yang

baik

c) Memastikan bahwa isyarat non - verbal sesuai dengan

komunikasi verbal

d) Menghindari perdebatan, mengekspresikan keraguan, atau

mencoba untuk mengubah pikiran klien

3) Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

4) Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri

5) Klarifikasi

6) Memfokuskan

7) Menyampaikan hasil observasi

8) Menawarkan informasi

9) Diam

10) Meringkas

11) Memberikan penghargaan

12) Menawarkan diri

13) Memberi kesempatan klien untuk memulai pembicaraan

14) Mempersilakan untuk meneruskan pembicaraan

15) Menganjurkan klien untuk menjelaskan persepsinya

16) Refleksi
11

Refleksi adalah suatu tehnik yang menganjurkan klien untuk

mengemukakan dan menerima ide serta perasaan sebagai bagian

dari dirinya sendiri.

f. Penggunaan diri dalam komunikasi terapeutik

Menurut Priyanto (2009), penggunaan diri dalam komunikasi

terapeutik itu sangat penting, antara lain :

1) Berhadapan

2) Mempertahankan kontak mata

3) Membungkuk kearah pasien

4) Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat tangan atau kaki,

tetapi mempertahankan posisi tangan disamping atau dalam posisi

terbuka lainnya, menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.

5) Tetap rileks

g. Tahapan komunikasi terapeutik

Tahap komunikasi terapeutik menurut Suryani (2006), antara lain

1) Tahap persiapan (preinteraksi)

Tugas perawat pada tahap ini adalah :

a) Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasan klien

b) Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri

c) Mengumpulkan data tentang klien

d) Merencanakan pertemuan pertama dengan klien

2) Tahap perkenalan (orientasi)

Tugas perawat pada tahap ini adalah :


12

a) Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan

komunikasi terbuka

b) Merumuskan kontrak bersama klien

c) Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah

klien

d) Merumuskan tujuan dengan klien

3) Tahap kerja

Pada tahap ini, perawat dan klien bekerja bersama – sama

untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien, mendorong klien

dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Melaksanakan

rencana tindakan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan

yang akan dicapai.

4) Tahap terminasi

a) Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah

dilaksanakan (evaluasi objektif)

b) Melakukan evaluasi subjektif, dengan menanyakan perasaan

klien setelah berinteraksi dengan perawat

c) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah

dilakukan

d) Membuat kontak untuk pertemuan berikutnya


13

2. Kecemasan

a. Pengertian kecemasan

Kecemasan adalah keadaan dimana seseorang mengalami

perasaan gelisah dan aktivitas sistem saraf otonomi dalam merespon

terhadap ancaman yang tidak jelas, tidak spesifik. Kecemasan

merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak

menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam

kehidupan sehari – hari. Kecemasan yang diartikan sebagai

pengalaman sub dari individu dan tidak dapat diobservasi secara

langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang

spesifik (Suliswati, 2005 : 108).

Menurut Sumiati (2009), mendefinisikan ansietas sebagai

pengalaman emosi dan subyektif yang bersifat individual.

Ansietas merupakan respon emosional terhadap penilaian

individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak

diketahui secara khusus penyebabnya (Dalami, 2009).

b. Rentang respon cemas

Adaptif Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik


14

c. Tingkat kecemasan

Tingkat kecemasan menurut Pieter (2011), dibagi menjadi 4 yaitu

1) Ansietas ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari –

hari. Ansietas pada tingkat ini menyebabkan seseorang menjadi

waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas ini dapat

memotivasi belajar, menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas,

dan menajamkan indra.

Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, tremor

halus pada tangan, suara kadang – kadang meninggi.

Respon fisiologi : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan

darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir

bergetar.

2) Ansietas sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang

penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang

mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat melakukan

sesuatu yang lebih banyak jika diberi arahan. Terjadi penyempitan

lahan persepsi.

Respon fisiologi : sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah

naik, mulut kering, anoreksia, diare/ konstipasi, gelisah.


15

Respon perilaku dan emosi : gerakan tersentak – sentak

(meremas tangan), bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur,

perasaan tidak aman.

3) Ansietas berat

Sangat mengurangi lahan presepsi seseorang. Individu

cenderung untuk berfokus pada sesuatu yang terinci dan spesifik

serta tidak dapat berfikir tentang yang lain. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut

memerlukan banyak pengarahan untuk dapat berfokus pada suatu

area lain.

Respon fisiologi : nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,

berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur.

Respon perilaku dan emosi : perasaan ancaman meningkat,

verbalisasi meningkat, blocking.

4) Tingkatan panik

Dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan

teror. Karena mengalami kehilangan kembali, individu yang

mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun

dengan pengarahan. Terjadi peningkatan aktivitas motorik. Detil

perhatian hilang, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran

rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Berkurangnya

kemampuan berhubungan dengan orang lain, biasanya disertai

dengan disorganisasi kepribadian.


16

Respon fisiologi : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,

sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah.

Respon perilaku dan emosi : agitasi, mengamuk dan marah,

ketakutan, berteriak – teriak, blocking, kehilangan kendali atau

kontrol diri, persepsi kacau.

d. Penyebab ansietas

Menurut Sumiati (2009), ansietas dapat disebabkan karena :

1) Adanya perasaan takut tidak diterima dalam satu lingkungan

tertentu

2) Adanya pengalaman traumatis, seperti akan perpisahan, kehilangan

atau bencana

3) Adanya rasa frustasi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan

4) Adanya ancaman terhadap integritas diri, meliputi

ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan

dasar

5) Adanya ancaman terhadap konsep diri

e. Pengukuran kecemasan

Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang

apakah ringan, sedang, berat, atau sangat berat menggunakan alat ukur

yang dikenal dengan nama HRS – A (Hamilton Rating Scale for

Anxiety) (Nursalam cit Septiana, 2013). Terdapat penilaian skor antara

0-4, yang artinya adalah :


17

Nilai :

0 = tidak ada gejala

1 = gejala ringan

2 = gejala sedang

3 = gejala berat

4 = gejala sangat berat

Penilaian derajat kecemasan :

< 14 = tidak ada kecemasan

14 - 20 = kecemasan ringan

21 – 27 = kecemasan sedang

28 – 41 = kecemasan berat

42 – 56 = panik

f. Faktor predisposisi teori ansietas

Menurut Direja (2011), terdapat beberapa teori yang dapat

menjelaskan ansietas, diantaranya :

1) Pandangan psikoanalitik

2) Pandangan interpersonal

3) Pandangan perilaku

4) Kajian keluarga

5) Kajian biologis

g. Respon kecemasan

Menurut Dalami (2009), respon ansietas terbagi menjadi :


18

1) Respon fisiologis

a) Kardiovaskuler

Meliputi : palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah

meningkat, denyut nadi menurun, rasa mau pingsan.

b) Pernafasan/ respirasi

Meliputi : nafas cepat, pembengkakan pada tenggorokan,

sensasi tercekik, nafas dangkal, tekanan pada dada, terengah –

engah.

c) Neuromuskular

Meliputi : reflek meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-

kedip, insomnia, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum,

gerakan yang janggal, tremor.

d) Gastrointestinal

Meliputi : kehilangan nafsu makan, rasa tidak nyaman pada

abdomen, menolak makan, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu

hati, diare.

e) Perkemihan

Meliputi : sering berkemih, tidak dapat menahan kencing.

f) Kulit/ integumen

Meliputi : wajah kemerahan, telapak tangan berkeringat,

berkeringat seluruh tubuh, gatal, rasa panas dan dingin, wajah

pucat.
19

2) Respon perilaku

Meliputi : gelisah, ketegangan fisik, reaksi terkejut, bicara

cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik

diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari

masalah, menghindar, hiperventilasi, sangat waspada.

3) Respon kognitif

Meliputi : perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa,

salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir,

lapang persepsi menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri,

kehilangan obyektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada

gambaran visual, takut cedera atau kematian, mimpi buruk.

4) Respon afektif

Meliputi : mudah terganggu, tidak sabar, tegang, gugup,

ketakutan, waspada, rasa bersalah, mati rasa, malu, khawatir.

h. Mekanisme koping

Mekanisme koping menurut para ahli antara lain :

1) Menurut Dalami (2009), mekanisme koping terhadap ansietas

terbagi menjadi :

a) Menyerang

b) Menarik diri

c) Kompromi

2) Mekanisme pertahanan ego menurut Kusumawati (2010) antara

lain :
20

a) Kompensasi

b) Penyangkalan (denial)

c) Pemindahan (displacement)

d) Disosiasi

e) Identifikasi

f) Intelektualisasi

g) Introjeksin

h) Proyeksi

i) Rasionalisasi

j) Reaksi formasi

k) Regresi

l) Represi

m) Sublimasi

n) Supresi

o) Undoing

i. Reaksi kecemasan

Menurut Suliswati (2005), kecemasan dapat menimbulkan reaksi

bagi individu, yaitu :

1) Konstruktif

2) Destruktif.

j. Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan

Menurut Dalami (2009), stressor pencetus dapat diklasifikasikan

dalam 2 jenis :
21

1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi seseorang

ketidakmampuan fisiologis yang akan terjadi atau menurunkan

kapasitas untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pada ancaman ini,

stressor yang berasal dari sumber eksternal adalah faktor-faktor

yang dapat menyebabkan gangguan fisik (misalnya : infeksi virus,

polusi udara). Sedangkan yang menjadi sumber internalnya adalah

kegagalan mekanisme fisiologi tubuh (misalnya : sistem jantung,

sistem imun, pengaturan suhu, dan perubahan fisiologis selama

kehamilan).

2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan

identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

Ancaman yang berasal dari sistem eksternal yaitu kehilangan orang

yang berarti (meninggal, perceraian, pindah kerja) dan

ancaman yang berasal dari sumber internal berupa gangguan

hubungan interpersonal di rumah, tempat kerja, atau menerima

pesan baru.

k. Cara mengatasi ansietas

Menurut Pieter (2011), cara mengatasi ansietas ada 4, yaitu :

1) Terapi individual

2) Terapi kelompok

3) Terapi keluarga

4) Terapi obat – obatan

l. Penatalaksanaan ansietas
22

Penatalaksanaan ansietas pada pasien menurut Sumiati (2009),

antara lain :

1) Bina hubungan saling percaya

2) Bantu klien mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya

3) Bantu klien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas

4) Bantu klien mengenal penyebab ansietas

5) Bantu klien menyadari perilaku akibat ansietas

6) Bantu klien mengenal ansietasnya

7) Tunjukan sikap yang tenang

8) Gunakan konfrontasi positif

9) Ciptakan situasi lingkungan yang tenang

10) Ajarkan pasien tehnik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan

rasa percaya diri

a) Pengalihan situasi

b) Latihan relaksasi

c) Tarik nafas dalam

d) Mengerutkan dan mengendokan otot – otot

e) Hipnotis diri sendiri (latihan 5 jari)

f) Motivasi pasien melakukan tehnik relaksasi setiap kali ansietas

muncul.
23

3. Fraktur

a. Pengertian

Menurut Musliha (2010), fraktur adalah rusaknya dan

terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur yaitu pemisahan atau patahnya

tulang. Fraktur merupakan terpisahnya kontinuitas tulang normal yang

terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan. Fraktur yaitu

setiap retak atau patah tulang yang utuh.

Menurut Kusuma & Nurarif (2012), fraktur adalah patah tulang,

biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

b. Etiologi

Menurut Musliha (2010), fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa

hal, yaitu :

1) Fraktur akibat peristiwa trauma

2) Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan

3) Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang

c. Patofisiologi

Menurut Musliha (2010), ketika patah tulang, akan terjadi

kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan

lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan

tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom

pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan

jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi

akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi


24

dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai

melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini

menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang

terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum

tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan

lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ

– organ yang lain.

Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga

meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada

otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan

masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema

yang terbentuk akan menekan ujung saraf, yang bila berlangsung lama

bisa menyebabkan syndrome comportement.

d. Tanda dan gejala

Menurut Sutawijaya (2009), terdapat tanda dan gejala fraktur

antara lain :

1) Riwayat trauma

2) Nyeri lokal dan makin bertambah bersama gerakan

3) Hilangnya fungsi anggota gerak dan persendian yang terdekat

4) Terdapat perubahan bentuk (deformitas)

5) Nyeri tekan, nyeri ketok, dan nyeri sumbu. Krepitasi tidak perlu

selalu dibuktikan.

6) Gerakan – gerakan abnormal


25

7) Pemeriksaan keadaan neurovaskuler di bagian distal dan garis

fraktur

e. Klasifikasi fraktur

Menurut Musliha (2010), klasifikasi fraktur, antara lain :

1) Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis fraktur

meliputi :

a) Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan

tulang yang luas sehingga tulang terbagi menjadi 2 bagian dan

garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta

mengenai seluruh korteks.

b) Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan

tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak

mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh).

c) Hair line fraktur yaitu garis fraktur tidak tampak.

2) Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu

a) Green stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi

pada anak – anak dengan tulang lembek.

b) Transverse yaitu patah melintang.

c) Longitudinal yaitu patah memanjang.

d) Oblique yaitu garis patah miring.

e) Spiral yaitu patah melingkar.

3) Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan

hubungan dengan dunia luar, meliputi :


26

a) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit

masih utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit.

b) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit,

karena ada hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur

terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi

menjadi 3 derajat (menurut R. Gustino) yaitu :

(1) Derajat I : luka < 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit,

tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana, transversal,

atau kominutif ringan, kontaminasi minimal, robekan kulit

dengan kerusakan kulit otot.

(2) Derajat II : laserasi > 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak

luas, flap/ avulse, fraktur kominutiff sedang, kontaminasi

sedang, memar kulit dan otot.

(3) Derajat III : luka sebesar 6 – 8 cm dengan kerusakan

pembuluh darah, saraf otot dan kulit, kontaminasi derajat

tinggi.

4) Black dan Matassarin (1993), mengklasifikasikan lagi fraktur

berdasarkan kedudukan fragmen yaitu :

a) Tidak ada dislokasi

b) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi :

(1) Dislokasi at axim yaitu membentuk sudut

(2) Dislokasi at lotus yaitu fraktur tulang menjauh

(3) Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang


27

(4) Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang

berjauhan dan memendek

f. Gambaran klinis

Menurut Musliha (2010), menyampaikan manifestasi klinis

fraktur adalah sebagai berikut :

1) Nyeri

2) Bengkak/ edema

3) Memar/ ekimosis

4) Spasme otot

5) Penurunan sensasi

6) Gangguan fungsi

7) Mobilitas abnormal

8) Krepitasi

9) Deformitas

10) Shock hipovolemik

11) Gambaran X-ray

g. Komplikasi

Menurut Musliha (2010), menyebutkan kompilkasi akibat fraktur

yang mungkin terjadi, antara lain :

1) Infeksi

2) Shock

3) Nekrosis divaskuler

4) Cedera vaskuler dan saraf


28

5) Borok akibat tekanan

6) Mal union

h. Penatalaksanaan fraktur

Menurut Musliha (2010), terdapat beberapa tujuan

penatalaksanaan fraktur, yaitu mengembalikaan atau memperbaiki

bagian-bagian yang patahkedalam bentuk semula (anatomis),

imobilisasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki bagian

tulang yang rusak. Jenis-jenis fraktur reduction yaitu:

1) Manipulasi atau close red adalah tindakan non bedah untuk

mengembalikan posisi, panjang dan bentuk. Close reduksi

dilakukan dengan lokal anesthesia ataupun umum.

2) Open reduksi adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan

pembedahan sering dilakukan dengan internal fixasi menggunakan

kawat, screlus, pins, plate, intemedullary rods atau nail.

Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi dan

komplikasi behubungan dengan anesthesia. Jika dilakukan open

reduksi internal fixsasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan

ada indikasi untuk melakukan ROM.

a) Traksi, alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada

anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang.

b) Maintenance traksi merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan

lanjutan dapat di berikan secara langsung pada tulang dengan

kawat atau pins.


29

4. Hubungan Perawat – Pasien dan Komunikasi Keperawatan

Menurut Musliha (2010), hubungan perawat dan pasien dapat

dijelaskan sebagai berikut :

a. Hubungan perawat pasien

Hubungan perawat – pasien didasarkan pada hubungan bantuan

(Helping Relationship) dan komunikasi terapeutik.

b. Hubungan bantuan (Relationship)

1) Ciptakan lingkungan yang terapeutik dengan menunjukkan

perilaku dan sikap :

a) Carring (sikap pengasuh yang ditunjukkan peduli dan selalu

ingin memberi bantuan)

b) Acceptance (menerima pasien apa adanya)

c) Respect (menghargai pasien sebagai manusia seutuhnya)

d) Empaty (merasakan perasaan pasien)

e) Trust (memberi kepercayaan)

f) Integrity (mempunyai prinsip keprofesian yang kokoh)

2) Identifikasikan bantuan yang diperlukan pasien sesuai dengan

objektif

Analisa proses komunikasi dengan menerapkan prinsip –

prinsip komunikasi.

3) Terapkan tehnik komunikasi untuk memfasilitasi hubungan

bantuan : fokusing (fokus), questioning (bertanya), validating

(validasi)
30

a) Komunikasi dengan pasien atau keluarga dengan bahasa yang

mudah dimengerti dengan memperhatikan tingkat

perkembangan dan keterbatasan fisik pasien.

b) Pastikan bahwa hubungan bantuan oleh pasien/ keluarga.

c. Komunikasi keperawatan

Untuk memperoleh komunikasi yang efektif perawat perlu :

1) Perlakukan setiap pasien sebagai individu yang memerlukan

bantuan.

2) Gunakan sikap untuk memotivasi dan menghargai sebagai manusia

seutuhnya.
31

B. KerangkaTeori

Tehnik komunikasi terapeutik :

1. Mendengarkan
2. Menunjukkan penerimaan
3. Menanyakan pertanyaan yang
berkaitan
4. Mengulang ucapan klien
5. Klarifikasi
6. Memfokuskan
7. Menyampaikan hasil
Komunikasi terapeutik : observasi
8. Menawarkan informasi
1. Pengertian 9. Diam
2. Tujuan 10. Meringkas
3. Prinsip 11. Memberikan penghargaan
4. Jenis 12. Menawarkan diri
5. tehnik 13. Memberi kesempatan klien
6. Penggunaan 14. Mempersilakan untuk
diri menjelaskan persepsinya
7. Tahapan 15. Refleksi
8. Cara mencapai

Tahapan komunikasi terapeutik

1. Tahap preinteraksi
2. Tahap orientasi
3. Tahap kerja
4. Tahap terminasi

Pre operasi Fraktur


Faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan :
Tingkat kecemasan
1. Ancaman terhadap integritas seseorang ketidakmampuan
1. Ringan fisiologis yang akan terjadi atau menurunkan kapasitas
2. Sedang untuk melakukan aktivitas sehari – hari.
3. Berat 2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat
4. Panik membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang
terintegrasi seseorang.

Keterangan : ------ : Variabel yang diteliti


: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.1.Kerangka Teori


Sumber : Dalami (2009), Nasir (2009), Pieter (2011), Priyanto (2009),
Suryani (2006)
32

C. Kerangka Konsep

Komunikasi terapeutik interpersonal Tingkat kecemasan pasien pre operasi


perawat fraktur

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


“Efektifitas Komunikasi Terapeutik Interpersonal Perawat Terhadap Tingkat
Kecemasan Pasien Pre Operasi Fraktur di RSUD Dr. Moewardi”

D. Hipotesis

Ha : Ada efektifitas antara komunikasi terapeutik interpersonal perawat dengan

tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur.

Ho : Tidak ada efektifitas antara komunikasi terapeutik interpersonal perawat

dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur.


33

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasi

prediktif, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi

eksperimen dengan pendekatan One Group Pretest-Posttest Design, yaitu

penelitian yang sudah dilakukan observasi pertama (pretes) sehingga peneliti

dapat menguji perubahan – perubahan yang terjadi setelah adanya perlakuan.

Yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas komunikasi terapeutik

interpersonal perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Lokasi tempat penelitian adalah RSUD Dr. Moewardi.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juni 2014.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Purwanto (2011), populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

33
34

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah pasien dengan

pre operasi fraktur di RSUD Dr. Moewardi.

2. Sampel

Menurut Purwanto (2011), sampel adalah sebagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan sampel

dalam penelitian ini dilakukan dengan tehnik accidental sampling.

3. Teknik sampling

a. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel diambil secara Accidental Sampling

(sampling kebetulan) merupakan cara pengambilan sampel dengan

mengambil responden atau kasus yang kebetulan ada atau tersedia

(Riyanto, 2011).

b. Kriteria sampel

Karakteristik sampel supaya tidak menyimpang dari

populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel ditentukan

kriteria inklusi, maupun eksklusi.

1) Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek penelitian

pada populasi target dan sumber (Riyanto, 2011). Kriteria inklusi

dalam penelitian ini meliputi :

a) Pasien yang baru pertama kali mengalami fraktur

b) Pasien yang dirawat di Bangsal Mawar II RSUD Dr. Moewardi


35

c) Dapat berkomunikasi dengan baik

d) Bersedia menjadi responden

2) Kriteria eksklusi merupakan kriteria dari subjek penelitian yang

tidak boleh ada, dan jika subjek mempunyai kriteria eksklusi maka

subjek harus dikeluarkan dari penelitian (Riyanto, 2011). Kriteria

eksklusi penelitian ini meliputi :

a) Pasien yang dirawat di luar bangsal Mawar II RSUD Dr.

Moewardi

b) Tidak dapat berkomunikasi dengan baik

c) Tidak bersedia menjadi responden

d) Pasien yang tidak bisa baca tulis

D. Variabel Penelitian

Variabel merupakan ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota –

anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok

lain (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini penulis hanya menggunakan 2

variabel yaitu :

Variabel Independent Variabel Dependen

komunikasi terapeutik tingkat kecemasan pasien


interpersonal perawat pre operasi fraktur
Gambar 3.1. Efektifitas Antara Variabel Independen dan Variabel Dependen
1. Variabel independent (bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab berubahnya atau timbulnya variabel dependen


36

(terikat). Dalam penelitian ini adalah komunikasi terapeutik

interpersonal perawat.

2. Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi oleh

variabel yang lain, artinya variabel dependen berubah akibat perubahan

pada variabel bebas (Riyanto, 2011), variabel dependen adalah tingkat

kecemasan pasien pre operasi fraktur.

E. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang


dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan
(Notoatmodjo, 2010).
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Penelitian Penguku
ran
Komunikas Hubungan Leaflet - -
i terapeutik interpersonal antara tahapan
interperson perawat dan klien komunikasi
al perawat dengan tujuan untuk terapeutik
menurunkan tingkat
kecemasan pasien pre
operasi.
Tingkat Kecemasan pasien HRS-A Ordinal Kategori :
Kecemasan yang akan melakukan (Hamilton <14 tidak ada
operasi fraktur. Rating Scale kecemasan
for Anxiety) 14-20 ringan
21-27 sedang
28-41 berat
42-56 berat sekali
37

F. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket

atau kuesioner dan leaflet tahapan komunikasi terapeutik

1. Leaflet tahapan komunikasi terapeutik

2. Kuesioner berisikan 14 pertanyaan. Dengan HRS-A (Hamilton Rating

Scale for Anxiety) sebagai acuan menilai tingkat kecemasan.

HRS-A adalah alat ukur untuk mengetahui sejauh mana derajat

kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, atau berat.

Dengan skor derajat kecemasan <14 tidak ada kecemasan, 14 - 20

kecemasan ringan, 21 - 27 kecemasan sedang, 28 - 41 kecemasan berat,

42 - 56 panik. Dengan penilaian :

4 : semua gejala ada

3 : lebih dari separuh gejala yang ada

2 : separuh dari gejala yang ada

1 : satu dari gejala yang ada

0 : tidak ada gejala sama sekali

G. Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengolahan data sebagai berikut :

1. Pengolahan Data

Dalam pengumpulan data, komponen yang ada berupa alat

pengumpul data atau instrument penelitian, teknik pengumpulan dan

jalannya penelitian. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data


38

menggunakan kuesioner (Setiawan dan Saryono, 2010: 110). Data yang

diperoleh, terbagi atas dua jenis data, yaitu:

a. Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri secara langsung

(Purwanto, 2011).

b. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh orang atau

lembaga lain (Purwanto, 2011).

2. Analisis Data

Analisa data yang digunakan dalam pengolahan hasil data adalah

dengan menggunakan analisa bivariate. Analisa bivariate adalah analisa

yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau

berkorelasi (Notoatmodjo, 2010).

Analisa data penelitian merupakan media untuk menarik

kesimpulan dari seperangkat data hasil pengumpulan. Sebelum

dianalisis, data diolah terlebih dahulu menggunakan SPSS 16.0 For

Windows. Kegiatan dalam mengolah data menurut Setiawan dan

Saryono (2010: 127) antara lain :

a. Editing

Adalah memeriksa daftar pernyataan yang telah diserahkan

oleh para pengumpul data. Tujuannya adalah mengurangi kesalahan

atau kekurangan yang ada di daftar pernyataan.

b. Coding

Adalah mengklasifikasikan jawaban dari para responden ke

dalam kategori.
39

c. Scoring

Adalah memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu

diberi penilaian atau skor.

d. Tabulating

Adalah pekerjaan membuat tabel, jawaban-jawaban yang telah

diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Langkah terakhir

dari penelitian ini adalah melakukan analisa data. Selanjutnya data

dimasukkan ke komputer menggunakan SPSS 16.0 For Windows dan

dianalisis secara statistik.

3. Uji statistik

Sebelum dilakukan analisa data, dilakukan uji prasyarat atau uji

normalitas terlebih dahulu. Jika hasil data distribusi normal yaitu jika

hasil nilai ρ > 0,05 maka analisa data menggunakan uji Paired t-Test.

Jika hasil data distribusi tidak normal yaitu jika hasil nilai ρ < 0,05 maka

analisa data menggunakan uji Wilcoxon (Notoatmodjo, 2010)

H. Jalannya Penelitian

Pengumpulan data yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi dengan

prosedur sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

a. Mengajukan judul

b. Membuat proposal dan revisi proposal


40

c. Setelah mendapat persetujuan dari Pembimbing I dan II, peneliti

mengajukan ujian proposal penelitian di STIKES PKU

Muhammadiyah Surakarta

d. Ujian proposal

e. Peneliti merevisi semua masukan dan arahan dari Tim Penguji

f. Peneliti melakukan Studi Pendahuluan di RSUD Dr. Moewardi

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pengurusan perizinan

b. Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada pihak

RSUD Dr. Moewardi

c. Peneliti melakukan penelitian

1) Persetujuan perawat Melati 2 untuk menjadi anggota peneliti

2) Penjelasan pemahaman tentang komunikasi terapeutik

3) Melakukan penilaian tingkat kecemasan pasien sebelum

dilakukan komunikasi terapeutik

4) Melakukan komunikasi terapeutik dengan tahap sesuai prosedur

5) Melakukan penilaian tingkat kecemasan pasien setelah dilakukan

komunikasi terapeutik

d. Melakukan pengolahan data

e. Seminar penelitian

f. Revisi penelitian

g. Pengumpulan penelitian
41

I. Etika Penelitian

Etika penelitian berguna sebagai pelindung terhadap institusi tempat

penelitian dan peneliti itu sendiri. Penelitian ini dilaksanakan setelah peneliti

memperoleh rekomendasi dari pembimbing dan mendapat izin dari Direktur

RSUD Dr. Moewardi. Selanjutnya peneliti melakukan penelitian dengan

langkah – langkah sebagai berikut :

1. Informend Consent (lembar persetujuan menjadi responden)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada pihak subjek yang

diteliti.

Peneliti yang menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan

dilakukan serta dampak yang mungkin akan terjadi selama dan setelah

pengumpulan data.

2. Confidentially (kerahasiaan)

Informasi yang diberikan responden serta semua data yang

dikumpulkan tanpa nama yang dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hal

ini tidak dipublikasikan atau diberikan kepada orang lain tanpa seizin

responden.

3. Anonimity (tanpa nama)

Pada saat responden mulai mendapatkan penjelasan dan

mendapatkan sebuah angket atau lembar pertanyaan, wawancara, maka

responden tidak perlu mencantumkan nama kedalam lembar pertanyaan

tersebut.
42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi merupakan

salah satu rumah sakit milik Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan

merupakan rumah sakit negeri di wilayah kota madya Surakarta sebagai

rumah sakit rujukan dari semua rumah sakit yang berada di kota Surakarta,

yang merupakan rumah sakit kelas “A” yang memiliki sertifikat akreditasi

untuk 16 pelayanan dengan kapasitas 744 tempat tidur. RSUD Dr.

Moewardi terletak di Kota Surakarta yang beralamatkan di Jalan Kolonel

Sutarto 13 Surakarta 57126.

Penelitian ini mengambil data di Bangsal Mawar II RSUD Dr.

Moewardi. Bangsal Mawar II merupakan ruang perawatan pasien kelas III

dengan kasus bedah, mata, dan gilut dan merupakan ruang model. Bangsal

Mawar II dikepalai oleh seorang kepala ruang yaitu Suparsi, S.Kep.,Ns

dengan jumlah petugas 27 orang yang dibagi menjadi 3 shif jaga. Jumlah

ruang yang ada di Ruang Mawar II ada 11 ruang yang terdiri dari 4 ruang

disebelah barat untuk pasien perempuan dan anak – anak (28 tempat tidur),

4 ruang disebelah timur untuk pasien laki – laki dan ruang kemoterapi dan

isolasi (32 tempat tidur), 1 ruang untuk perawat, 1 ruang untuk tindakan, 1

ruang dipergunakan untuk farmasi.

42
43

B. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi fraktur

di RSUD Dr. Moewardi. Sampel yang diperoleh selama penelitian adalah

sebanyak 15 pasien. Variabel yang dikumpulkan meliputi karakteristik

responden (nama, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan) dan

kecemasan (sebelum dan setelah dilakukan komunikasi terapeutik).

Penelitian dilakukan selama 1 bulan.

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Frekuensi Rata – rata Skor Kecemasan
Kelamin Sebelum Setelah
Laki – laki 8 39,3 21,7
Perempuan 7 39,7 23
Jumlah 15
Tabel 4.1 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan jenis

kelamin. Rata – rata skala kecemasan sebelum dilakukan

komunikasi terapeutik pada katergori berat (28 – 41) dan setelah

dilakukan komunikasi terapeutik menjadi sedang (21 – 27).

b. Umur

Tabel 4.2 Distribusi Responden berdasarkan Umur


Umur Frekuensi Rata – rata Skor Kecemasan
Sebelum Setelah
18 – 30 tahun 6 38,3 22,3
30 – 55 tahun 9 40,3 22,3
> 55 tahun 0 0 0
Jumlah 15
Tabel 4.2 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan umur.

Diketahui bahwa ada 9 pasien yang berumur 30 - 55 tahun. Rata –


44

rata skala kecemasan sebelum dilakukan komunikasi terapeutik

pada kategori berat (28 – 41) dan setelah dilakukan komunikasi

terapeutik menjadi sedang (21 – 27).

c. Tingkat Pendidikan

Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan


terakhir
Tingkat Frekuensi Rata – rata Skor Kecemasan
Pendidikan Sebelum Setelah
SD 5 38,6 22,8
SLTP 3 40 24,6
SLTA 6 39,6 21,8
D I/ III/ IV/ 1 42 19
Strata I
Jumlah 15
Tabel 4.3 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan tingkat

pendidikan terakhir pasien. Diketahui bahwa ada 6 pasien dengan

pendidikan SLTA. Rata – rata skala kecemasan sebelum dilakukan

komunikasi terapeutik pada katergori berat (28 – 41) dan setelah

dilakukan komunikasi terapeutik menjadi sedang (21 – 27).

2. Tingkat Kecemasan Sebelum dan Setelah Dilakukan Komunikasi

Terapeutik

Tabel 4.5 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Kecemasan


Sebelum dan Setelah Dilakukan Komunikasi Terapeutik

Tingkat Frekuensi Jumlah Skor Skor Rata –


Kecema Kecemasan Kecemasan rata
san Sebel Setel Sebel Setel Sebel Setel Skor
um ah um ah um ah Kecema
san
Ringan 0 3 0 52 0 17,3 Setelah
(14 – 335/15
20) = 22,3
45

Sedang 0 12 0 283 0 23,5


(21 –
27)
Berat 9 0 333 0 37 0 Sebelu
(28 – m
41) 593/15
Panik 6 0 260 0 43,3 0 = 39,5
(42 –
56)
Jumlah 15 15 593 335
Tabel 4.5 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan

tingkat kecemasan sebelum dan setelah dilakukan komunikasi

terapeutik. Diketahui bahwa sebelum dilakukan komunikasi

terapeutik rata – rata skor kecemasan pada kategori berat (39,5)

dan setelah dilakukan komunikasi terapeutik menjadi sedang

(22,3).

rata - rata skor kecemasan

sebelum dilakukan komunikasi setelah dilakukan komunikasi


terapeutik terapeutik

rata - rata skor kecemasan

Grafik perbandingan sebelum dan setelah dilakukan komunikasi


terapeutik.
46

3. Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan signifikan pada kecemasan pasien pre operasi fraktur

sebelum dan setelah dilakukan komunikasi terapeutik. Pengujian

dilakukan dengan menggunakan skor kecemasan. Sebelum dilakukan

analisis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan

metode Shapiro – Wilk. Apabila data dari kedua sampel (skor

kecemasan sebelum dan setelah dilakukan komunikasi terapeutik)

berdistribusi normal maka tehnik analisis yang digunakan adalah

paired samples t test.

a. Uji Normalitas

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas


Test of Homogeneity of Variances Tingkat Kecemasan
Levene df1 df2 Sig.
Statistic
0,261 1 28 0,614
Tabel 4.7 memperlihatkan hasil uji normalitas dengan

menggunakan homogeneity of variance. Tehnik analisis bivariat

yang digunakan adalah paired samples t test. Dikatakan

berdistribusi normal apabila ρ value lebih dari 0,05 (0,614 >

0,050).

b. Analisis Perbandingan Kecemasan Sebelum dan Setelah Dilakukan

Komunikasi Terapeutik
47

Tabel 4.7 Hasil Analisa Perbandingan Kecemasan Sebelum dan


Setelah Komunikasi Terapeutik
Skor Mean Std. Std. t df Sig.
Kecemasan Deviation Error (2-
Mean tailed)
Sebelum - 17,200 5,955 1,537 11,187 14 0,000
Setelah
Tabel 4.8 memperlihatkan hasil analisa perbandingan kecemasan

sebelum dan setelah komunikasi terapeutik. Sebelumnya telah

diketahui dari deskriptif tingkat kecemasan bahwa sebelum

dilakukan komunikasi terapeutik tingkat kecemasan termasuk berat

dan panik sedangkan sesudah dilakukan komunikasi terapeutik

tingkat kecemasan pasien menjadi ringan dan sedang. Ini berarti

bahwa secara kategorik ada penurunan tingkat kecemasan pada

pasien pre operasi fraktur sebelum dan setelah dilakukan

komunikasi terapeutik. Rata – rata skor kecemasan sebelum

komunikasi terapeutik adalah 39,5 sedangkan setelah dilakukan

komunikasi terapeutik adalah 22,3. Hasil hitung ini menunjukkan

bahwa secara numerik juga ada penurunan kecemasan. Nilai ρ

sebesar 0,000 < 0,050 berarti bahwa perbedaan (penurunan)

kecemasan antara sebelum dan setelah dilakukan komunikasi

terapeutik dinyatakan signifikan. Penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa komunikasi terapeutik berpengaruh signifikan (secara

efektif mampu mengurangi) terhadap kecemasan pasien yang akan

menjalani operasi fraktur di RSUD Dr. Moewardi.


48

C. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Penelitian telah dilakukan pada responden sejumlah 15

orang yang menjalani rawat inap di Ruang Mawar II RSUD Dr.

Moewardi mendapatkan hasil berdasarkan statistik menunjukkan

bahwa fraktur banyak terjadi pada klien berjenis kelamin laki – laki

sebanyak 8 orang dibandingkan klien berjenis kelamin perempuan

sebanyak 7 orang. Penelitian ini menunjukkan tingkat kecemasan

berat banyak terjadi pada responden berjenis kelamin perempuan.

Dengan rata – rata skor kecemasan sebelum dilakukan komunikasi

terapeutik pada perempuan adalah 39,7 dan pada laki – laki adalah

39,3. Hasil setelah dilakukan penelitian bahwa jenis kelamin

berpengaruh pada tingkat kecemasan pasien.

Gangguan panik merupakan suatu gangguan kecemasan

yang spontan dan episodik. Dengan wanita berisiko dua kali lipat

lebih besar daripada laki – laki (Videbeck, 2008).

b. Umur

Penelitian telah dilakukan pada responden sejumlah 15

orang yang menjalani rawat inap di Ruang Mawar II RSUD Dr.

Moewardi mendapatkan hasil berdasarkan statistik menunjukkan

bahwa fraktur banyak terjadi pada klien berumur 30 - 55 tahun

yaitu sebanyak 9 orang dibandingkan dengan klien berumur 18 -


49

30 tahun sebanyak 6 orang dan klien yang berumur > 55 tahun

sebanyak 0 orang. Dengan rata – rata skor kecemasan tertinggi

sebelum dilakukan komunikasi terapeutik adalah 40,3 (berat) pada

usia 30 – 55 tahun dan setelah dilakukan komunikasi terapeutik

menjadi 22,3 (sedang). Penelitian ini menunjukkan bahwa

kecemasan lebih banyak terjadi dengan umur yang lebih muda dari

pada umur yang sudah tua. Hasil setelah dilakukan penelitian

bahwa umur berpengaruh pada tingkat kecemasan pasien.

Menurut Kozier (2010), usia dan status perkembangan

mempengaruhi kemampuan untuk mengatasi stress fisiologis dan

psikologis akibat pembedahan. Seseorang dengan umur lebih muda

akan lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan dari

pada seseorang yang lebih tua karena pembedahan.

c. Pendidikan

Penelitian telah dilakukan pada responden sejumlah 15

orang yang menjalani rawat inap di Ruang Mawar II RSUD Dr.

Moewardi mendapatkan hasil berdasarkan statistik menunjukkan

bahwa fraktur banyak terjadi pada klien dengan tingkat pendidikan

terakhir SLTA yaitu sebanyak 6 orang, dibandingkan dengan

pendidikan terakhir SD sebanyak 5 orang, dengan pendidikan

terakhir SLTP sebanyak 3 orang dan DI/III/IV/Strata I dengan 1

orang. Dengan rata – rata skor kecemasan tertinggi sebelum

dilakukan komunikasi terapeutik adalah 42 (panik) pada tingkat


50

pendidikan DI/III/IV/Strata I dan setelah dilakukan komunikasi

terapeutik menjadi 19 (ringan). Pendidikan berarti bimbingan yang

diberikan seseorang terhadap tahap perkembangan orang lain

menuju kearah cita – cita tertentu yang menentukan manusia untuk

berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan

kebahagiaan. Dengan mengidentifikasi pengetahuan, persepsi dan

pemahaman pasien, dapat membantu perawat mempersiapkan

kondisi emosional pasien. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat

pendidikan yang tinggi dapat mempengaruhi keberhasilan dalam

komunikasi.

Menurut Stuart & Sundeen (1998), tingkat pendidikan yang

rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah

mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang atau individu

akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi

tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan

menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah

yang baru.

d. Kecemasan Pasien Pre Operasi Fraktur Sebelum dan Setelah

Dilakukan Komunikasi Terapeutik

Penelitian telah dilakukan pada 15 responden berupa

perlakuan komunikasi terapeutik sebelum persiapan operasi fraktur

di ruang Mawar II RSUD Dr. Moewardi didapatkan hasil

berdasarkan statistik menunjukkan bahwa klien sebelum dilakukan


51

komunikasi terapeutik mengalami kecemasan berat sebanyak 9

orang, kecemasan panik sebanyak 6 orang sedangkan setelah

dilakukan komunikasi terapeutik mengalami kecemasan sedang

sebanyak 3 orang dan ringan sebanyak 12 orang dengan skor

kecemasan 39,5 (berat) menjadi 22,3 (sedang). Penelitian ini

menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari

komunikasi terapeutik pasien pre operasi fraktur terhadap tingkat

kecemasan pasien.

Menurut Dalami (2009), kecemasan berat sangat

mengurangi lahan persepsi seseorang. Individu cenderung untuk

berfokus tentang yang lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk

mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak

pengarahan untuk dapat berfokus pada suatu area lain. Tingkatan

panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan,

teror. Hal ini individu akan mengalami kehilangan kendali,

keadaan panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan

pengarahan.

Respon kecemasan seseorang dapat terjadi berbagai

perubahan yang merupakan respon terhadap kecemasan yaitu

respon fisiologis. Berdasarkan dari analisa kuesioner dapat

disimpulkan bahwa kecemasan pasien pre operasi sebelum

dilakukan komunikasi terapeutik menunjukkan gangguan yang


52

paling menonjol dan merata pada semua responden yaitu terjadinya

gangguan kecerdasan, perasaan cemas dan gejala kardiovaskuler.

2. Analisa Bivariat

a. Efektifitas Komunikasi Terapeutik Interpersonal Perawat terhadap

Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Fraktur

Kecemasan pasien pre operasi dipengaruhi antara lain

kurangnya komunikasi perawat tentang persiapan operasi baik fisik

maupun penunjang. Penelitian menunjukkan hasil nilai rata – rata

skor kecemasan sebelum dilakukan komunikasi terapeutik adalah

39,5 sedangkan setelah dilakukan komunikasi terapeutik adalah

22,3. Ini berarti bahwa secara numerik juga ada penurunan

kecemasan. Pengujian statistik terhadap penurunan skor kecemasan

dengan signifikansi (ρ) sebesar 0,000 (0,000 < 0,050). Nilai ρ <

0,05 berarti bahwa perbedaan (penurunan) kecemasan antara

sebelum dan setelah dilakukan komunikasi terapeutik dinyatakan

signifikan.

Menurut peneliti, kecemasan pada pasien pre operasi

apabila tidak segera diatasi maka dapat mengganggu proses

operasi. Pasien yang akan menjalani operasi harus diberi

setidaknya informasi tentang persiapan menjelang operasi untuk

menurunkan atau mengurangi gejala kecemasan. Pendekatan

dengan komunikasi terapeutik dapat mengurangi tingkat

kecemasan pasien sebelum dilakukan pembedahan.


53

Menurut Suryani (2006), komunikasi terapeutik merupakan

hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan

ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama

dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah

pentingnya dalam proses persiapan operasi, karena mental pasien

tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.

Secara mental, pasien harus dipersiapkan untuk menghadapi

pembedahan, karena akan selalu ada rasa cemas akan penyuntikan,

nyeri luka, anastesia, bahkan terhadap kemungkinan cacat atau

mati. Kecemasan berat juga meningkatkan risiko pembedahan dan

mengganggu kemampuan klien dalam memproses informasi dan

merespon dengan tepat terhadap instruksi yang diberikan.

Penyuluhan pre operatif adalah bagian penting asuhan

keperawatan. Penelitian telah membuktikan bahwa penyuluhan

preoperatif dapat menurunkan kecemasan klien dalam pengalaman

pembedahan. Penyuluhan pre operatif yang baik juga memfasilitasi

klien untuk kembali bekerja atau aktivitas lainnya dalam kehidupan

sehari – hari. Pemahaman klien mengenai perannya selama

pengalaman pre operatif akan meningkatkan rasa kendali dan

menurunkan kecemasan klien (Kozier, 2010).

Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Septiana (2013) yang berjudul Pengaruh


54

Pendidikan Kesehatan Pra Bedah terhadap Tingkat Kecemasan

Psasien Pre Operasi Fraktur di RSUD Dr. Moewardi, yang

menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pendidikan

kesehatan terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur di

RSUD Dr. Moewardi. Komunikasi terapeutik berpengaruh efektif

terhadap kecemasan pasien yang akan menjalani operasi fraktur di

RSUD Dr. Moewardi.

D. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa penelitian efektifitas komunikasi

terapeutik interpersonal perawat terhadap tingkat kecemasan pasien pre

operasi fraktur femur di Ruang Mawar II RSUD Dr. Moewardi ini

mempunyai banyak kelemahan dan keterbatasan. Kelemahan dan

keterbatasan antara lain :

1. Ada beberapa responden saat diberi penjelasan tentang cara mengisi

kuesioner ada yang memperhatikan, ada pula yang tidak

memperhatikan.

2. Ada beberapa perawat saat memberikan komunikasi terapeutik tidak

sesuai prosedur.

3. Ada beberapa pasien tidak bersedia menjadi responden.


55

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien yang akan

menjalani operasi fraktur di RSUD Dr. Moewardi, dapat disimpulkan

beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Responden paling banyak berjenis kelamin laki - laki (8

responden), berumur 30 - 55 (9 responden), dengan tingkat

pendidikan SLTA (6 responden).

2. Tingkat kecemasan responden sebelum dilakukan komunikasi

terapeutik dikategorikan berat dan panik.

3. Tingkat kecemasan responden setelah dilakukan komunikasi

terapeutik dikategorikan ringan dan sedang.

4. Komunikasi terapeutik interpersonal perawat terhadap tingkat

kecemasan pasien pre operasi fraktur sangat efektif di Ruang

Mawar II RSUD Dr. Moewardi dengan hasil nilai signifikansi (ρ)

sebesar 0,000 pada signifikansi 5 %.

B. Saran

Berdasarkan simpulan tersebut maka penulis memberikan saran

sebagai berikut :

1. Bagi RSUD Dr. Moewardi

55
56

Agar lebih menekankan komunikasi terapeutik yang sesuai dengan

prosedur sebagai kegiatan tetap dalam persiapan pre operasi guna

upaya pencegahan kecemasan pasien pre operasi sehingga dapat

meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan bagi RSUD Dr.

Moewardi.

2. Bagi Perawat

Diharapkan dengan kondisi tingkat kecemasan pasien pre operasi

saat ini, perawat dengan pengetahuan, sikap, cara komunikasi yang

baik mampu mengaplikasi kegiatan komunikasi yang bersifat

terapi sebelum dilakukan operasi sesuai prosedur kepada pasien

dalam upaya menurunkan tingkat kecemasan pasien.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan institusi pendidikan dapat lebih menambah kajian ilmu

tentang aplikasi pencegahan kecemasan pasien pre operasi.

4. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat ditingkatkan dengan menggunakan

sampel penelitian yang lebih besar dan tidak hanya meneliti pasien

pre operasi fraktur tetapi juga dapat meneliti pasien dengan kasus

pre operasi yang lainnya.


57

DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan


Masalah Psikologi. Jakarta: Trans Info Media.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajaran Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Geneva. Kejadian Fraktur. Diakses dari
http://www.who.int/iris/fracture_by_accident pada 3
Februari 2014. Jam 10.00 WIB.
Kusuma & Nurarif. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan NANDA. Yogyakarta.
Kusumawati, Arida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Kozier, Barbara. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Vol.
2. Jakarta : EGC.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Nasir, Abdul. 2009. Komunikasi dalam Keperawatan : Teori &
Praktik. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo. 2010. Proses & Dokumentasi Keperawatan Konsep
& Praktik. Jakarta: Salemba Medika.
Pieter, Herri Zan dkk. 2011. Pengantar Psikopatologi untuk
Keperawatan. Jakarta: Kencana.
Priyanto, Agus. 2009. Komunikasi dan Konseling. Jakarta :
Salemba Medika.
Purwani. 2012. Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Tingkat
Kecemasan Keluarga Pasien Pre Operasi Craniotomy di
Ruang HCU IGD RSUD Dr. Moewardi.
Purwanto. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta : Nuha Medika.

57
58

Septiana, Sulis. 2013. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pra Bedah


terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Fraktur
di RSUD Dr. Moewardi.
Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3.
Jakarta : EGC.
Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Sunarni. 2011. Pengaruh Terapi Terapeutik terhadap Tingkat
Kecemasan Pasien Pre Operasi di Ruang Rawat Inap
Bedah RSUD dr. Soedirman Mangun Sumarso, Wonogiri.
Sumiati. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja & Konseling. Jakarta :
Trans Info Media.
Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Suryani. 2006. Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik. Jakarta :
EGC.
Sutawijaya, Risang Bagus. 2009. Gawat Darurat. Yogyakarta :
Aulia Publishing.
Suyanto. 2011. Metodologi & Aplikasi Penelitian Keperawatan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Utomo. 2012. Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi
Terencana di Bangsal Anggrek di RSUD Karanganyar.
59
60

Lampiran 1

JADWAL PENELITIAN
EFEKTIFITAS KOMUNIKASI TERAPEUTIK INTERPERSONAL
PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE
OPERASI FRAKTUR DI RSUD Dr. MOEWARDI
Oleh : OTAVIA ANDANSARI

Desember Januari Juni Ju


Februari Maret April Mei
li
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 12

1 Pengajuan
judul
2 Pembuatan
dan revisi
proposal
3 Ujian
proposal
4 Revisi
proposal
penelitian,
pengurusan
perijinan
5 Pengambil
an data
penelitian
6 Penyusuna
n laporan
hasil
7 Ujian
laporan
hasil
8 Revisi
hasil
penelitian,
pengumpul
an KTI
61

Lampiran 2

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Sdr/i Responden
Di tempat

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Otavia Andansari
NIM : 2011.1369
Adalah Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PKU Muhammadiyah
Surakarta Prodi D III Keperawatan yang sedang melakukan penelitian dengan
judul: “Efektifitas Komunikasi Terapeutik Interpersonal Perawat Terhadap
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Fraktur di RSUD Dr. Moewardi”.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi Sdr/i
Responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya
dipergunakan untuk kepentingan penelitian.
Apabila Sdr/i Responden bersedia untuk menjadi responden maka saya
mohon kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan dan mengisi
kuesioner yang saya sediakan dengan sejujurnya dan apa adanya tanpa ada
pengaruh dari pihak manapun sesuai petunjuk yang saya buat.
Atas perhatian, kerjasama dan kesediaan Sdr/i menjadi responden saya
ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Otavia Andansari

(Peneliti)
62

Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Setelah mendapatkan penjelasan yang diberikan oleh peneliti, serta
mengetahui manfaat dan risiko penelitian yang berjudul: “Efektifitas
Komunikasi Terapeutik Interpersonal Perawat Terhadap Tingkat
Kecemasan Pasien Pre Operasi Fraktur di RSUD Dr. Moewardi”. Dengan ini
menyatakan bersedia / tidak bersedia ikut terlibat sebagai responden, dengan
catatan bila sewaktu-waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak
membatalkan persetujuan ini. Saya percaya apa yang saya informasikan dijamin
kerahasiaannya.

Surakarta, 2014

Responden

( )
63

Lampiran 4

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI TERAPEUTIK INTERPERSONAL


PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE
OPERASI FRAKTUR DI RSUD Dr. MOEWARDI

No Tahapan Komunikasi Terapeutik


a Tahap Preinteraksi
1. Mengekplorasi perasaan, ketakutan dan kecemasan klien
2. Mengumpulkan data tentang klien
3. Merencanakan pertemuan dengan klien
b Tahap Orientasi
4. Memperkenalkan nama perawat
5. Menanyakan nama klien (panggilan) atau memanggil dengan nama
panggilan
6. Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur dari kegiatan
8. Menjelaskan waktu yang dibutuhkan
c Tahap Kerja
9. Memberi kesempatan klien untuk bertanya
10. Menanyakan keluhan utama klien
11. Melakukan kegiatan sesuai prosedur
d Tahap Terminasi
12. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah
dilaksanakan
13. Melakukan evaluasi subjektif, menanyakan perasaan klien setelah
berinteraksi dengan perawat
14. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan
15. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya
64

Lampiran 5
Kuesioner
EFEKTIFITAS KOMUNIKASI TERAPEUTIK INTERPERSONAL
PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE
OPERASI FRAKTUR DI RSUD Dr. MOEWARDI
A. Biodata Responden
Nama : Pendidikan :
Umur : Jenis kelamin :
B. Petunjuk
Chek (√) jika : 0 : tidak ada gejala sama sekali
1 : satu dari gejala yang ada
2 : separuh dari gejala yang ada
3 : lebih dari separuh gejala yang ada
4 : semua gejala ada
C. Kuesioner

Nilai Angka (Skore)


No Gejala Kecemasan 0 1 2 3 4
1 Perasaan cemas
a. cemas
b. firasat buruk
c. takut akan pikiran sendiri
d. mudah tersinggung
2 Ketengangan
a. merasa tegang
b. lesu
c. tidak bisa istirahat tenang
d. mudah terkejut
e. mudah menangis

3 Ketakutan
a. pada gelap
b. pada orang asing
c. ditinggal sendiri
d. pada keramaian lalu lintas
e. pada binatang besar
65

4 Gangguan kecerdasan
a. sukar berkonsentrasi
b. daya ingat menurun
c. daya ingat buruk
5 Gangguan tidur
a. sukar tidur
b. terbangun malam hari
c. tidur tidak nyenyak
d. bangun dengan lesu
e. banyak mimpi
6 Perasaan depresi (murung)
a. hilang minat
b.berkurangnya kesenangan pada
hobi
c. sedih
d.perasaan berubah – ubah
sepanjang hari
7 Gejala somatik / fisik (otot)
a. sakit dan nyeri pada otot
b. kaku otot
c. kedutan otot
d. gigi gemerutuk
e. suara tidak stabil
8 Gejala somatik / fisik (sensorik)
a. tinnitus (telinga berdenging)
b. penglihatan kabur
c. muka merah / pucat
d. merasa lemas
e. perasaan ditusuk - tusuk
9 Gejala kardiovaskuler (jantung
dan pembuluh darah)
a. takikardi (denyut jantung cepat)
b. berdebar – debar
c. nyeri di dada
d. denyut nadi mengeras
e. rasa lesu / lemas seperti mau
pingsan

10 Gejala respiratori (pernafasan)


a. rasa tertekan atau sempit di dada
b. rasa tertekik
c. sering menarik nafas
d. nafas pendek / sesak
66

11 Gejala gastrointestinal
(pencernaan)
a. sulit menelan
b. perut melilit
c. gangguan pencernaan
d. nyeri sebelum dan sesudah
makan
e. perasaan terbakar di perut
12 Gejala urogenital (perkemihan
dan kelamin)
a. sering buang air kecil
b. tidak dapat menahan air seni
c. tidak datang bulan (tidak ada
haid)
d. darah haid berlebih
e. darah haid amat sedikit
13 Gejala autonom
a. mulut kering
b. muka merah
c. mudah berkeringat
d. kepala pusing
e. kepala terasa berat
14 Tingkah laku
a. gelisah
b. tidak tenang
c. jari gemetar
d. kerut kening
e. muka tegang
Cara penilaian : 0 : tidak ada gejala sama sekali
1 : satu dari gejala yang ada
2 : separuh dari gejala yang ada
3 : lebih dari separuh gejala yang ada
4 : semua gejala ada
Skore : < 14 : tidak ada kecemasan
14-20 : kecemasan ringan
21-27 : kecemasan sedang
28-41 : kecemasan berat
42-56 : panik
67

Lampiran 6

DATA INDUK PENELITIAN

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI TERAPEUTIK INTERPERSONAL


PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN
PRE OPERASI FRAKTUR DI RSUD
Dr. MOEWARDI

Oleh : OTAVIA ANDANSARI

Jenis Skor Kecemasan Kategori Kecemasan


No Kelamin Umur Pekerjaan Pendidikan Sebelum Setelah Sebelum Setelah
1 perempuan 29 swasta SLTA 43 27 panik sedang

tidak
2 perempuan 30 bekerja SD 32 27 berat sedang

tidak
3 laki - laki 22 bekerja SI 42 19 panik ringan
4 laki - laki 40 swasta SLTA 43 22 panik sedang
tidak
5 perempuan 20 bekerja SLTA 30 21 berat sedang
6 perempuan 20 swasta SLTA 45 16 panik ringan
7 perempuan 40 swasta SD 42 17 panik ringan
8 laki - laki 39 swasta SLTP 36 21 berat sedang

tidak
9 perempuan 35 bekerja SLTP 41 26 berat sedang
10 laki - laki 42 swasta SD 39 21 berat sedang
11 laki - laki 36 swasta SLTA 37 21 berat sedang
12 perempuan 31 swasta SLTA 45 27 panik sedang

tidak
13 laki - laki 20 bekerja SLTA 38 24 berat sedang

tidak
14 laki - laki 50 bekerja SD 40 21 berat sedang
15 laki - laki 45 swasta SD 40 25 berat sedang
68

Lampiran 7

HASIL UJI NORMALITAS

Oneway
[DataSet3]

Test of Homogeneity of Variances

Tingkat Kecemasan

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.261 1 28 .614

ANOVA

Tingkat Kecemasan

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2218.800 1 2218.800 139.589 .000

Within Groups 445.067 28 15.895

Total 2663.867 29
69

Lampiran 8

HASIL UJI UNIVARIAT

Frequencies
[DataSet4]

Statistics

Pretest Posttest

N Valid 15 15

Missing 0 0

Frequency Table

Pretest

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Berat 9 60.0 60.0 60.0

Panik 6 40.0 40.0 100.0

Total 15 100.0 100.0

Posttest

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ringan 3 20.0 20.0 20.0

Sedang 12 80.0 80.0 100.0

Total 15 100.0 100.0


70

HASIL UJI BIVARIAT

T-Test
[DataSet2]

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pretest 39.53 15 4.373 1.129

Posttest 22.33 15 3.559 .919

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Pretest & Posttest 15 -.118 .676

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference Sig.
Std. Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper t df (2-tailed)

Pair 1 Pretest - 17.200 5.955 1.537 13.902 20.498 11.187 14 .000


Posttest
71
72
73
74
75
76
77

Anda mungkin juga menyukai