Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika
kulit terpapar suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi.
Respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang kompleks
dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus
menerus disebut dengan penyembuhan luka. Penyembuhan luka terkait dengan
regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan
tanda- tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara bersama-sama
berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang
sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan.
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolisme
karbohidrat yang kronis, yang dapat menimbulkan komplikasi yang bersifat
kronis juga. Saat ini DM telah menjadi penyakit epidemik, ini dibuktikan dalam
10 tahun terakhir terjadi peningkatan kasus 2 sampai 3 kalilipat, hal ini
disebabkan oleh pertambahan usia, berat badan, dan gaya hidup. Indonesia
sendiri menempati urutan ke 4 angka kejadian DM di dunia setelah negara India,
Cina dan Amerika Serikat. DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau biasa disebut
hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia yang lama pada pasien DM menyebabkan
arteroskelosis, penebalan membrane basalis dan perubahan pada saraf perifer.
Ini akan memudahkan terjadinya luka kaki diabetik.
Penyebab terjadinya peningkatan penderita DM antara lain pertumbuhan
populasi yang meningkat secara besar-besaran, pola hidup kurang olahraga,
kegemukan, proses penuaan dan pola makan yang tidak sehat (Perkeni, 2006;
Savitri, 2003). Pertumbuhan populasi berhubungan dengan semakin
meningkatnya resiko terjadinya DM yang disebabkan karena faktor keturunan.
Pola hidup yang kurang berolahraga akan berdampak pada gangguan regulasi
glukosa yang akan meningkatkan resiko terjadinya DM. Kegemukan menjadi

1
faktor resiko terjadinya DM karena penumpukan kalori yang berlebihan dalam
tubuh akan memicu terjadinya peningkatan metabolisme. Proses penuaan
berhubungan dengan penurunan kadar nitrit oksid, penurunan sensitivitas beta
adrenergik reseptor yang akan berdampak pada perubahan metabolisme glukosa
(Petrofsky, Lee & Cuneo, 2005). Pola makan yang tidak sehat dengan konsumsi
makanan yang berlebihan dapat memicu peningkatan berat badan.
DM dapat menimbulkan komplikasi pada mikrovaskuler seperti retinopati,
nefropathi dan neuropati yang menyebabkan kebutaan, gangguan renal dan
gangguan pada ekstremitas bawah. Ulkus dan ganggrein diabetik merupakan salah
satu bentuk gangguan pada ekstremitas bawah yang dapat berakhir dengan
amputasi. Berdasarkan hasil penelitian dari NLLIC (2008) menyebutkan bahwa
67% dari semua tindakan amputasi disebabkan karena DM, sedangkan menurut
Perkeni (2009) menyebutkan bahwa 30-50 % pasien pasca amputasi akan
dilakukan tindakan amputasi pada sisi kaki lainnya dalam kurun waktu 1-3 tahun.
Angka kematian karena ulkus dan gangrein mencapai 17-23 % dan 15-30 %
karena tindakan amputasi. Angka kematian 1 tahun pasca amputasi berkisar
14,8% dan akan meningkat pada 3 tahun pasca amputasi sebesar 37% dengan
rerata umur pasien hanya 23,8 bulan pos amputasi (Perkeni, 2009).
Untuk dapat menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat ulkus dan
gangrein diabetik, maka perlu disusun strategi yang tepat dalam penanganan ulkus
dan gangrein diabetik dimulai dari deteksi dini kelainan kaki diabetik, control
mekanik, kontrol metabolik, kontrol vaskular, kontrol luka, kontrol infeksi dan
kontrol edukasi (Perkeni, 2009). Salah satu bentuk kontrol luka yang dapat
dilakukan perawat adalah bagaimana memberikan perawatan ulkus dan ganggrein
diabetik agar dapat melalui tahapan proses penyembuhan luka secara optimal
berdasarkan kondisi dan karakteristik luka.
Berbagai teknik perawatan luka diabetes melitus saat ini telah berkembang
pesat meliputi teknik konvensional dan modern. Pada teknik konvensional
menggunakan kassa, antibiotik dan antiseptik, sedangkan pada teknik modern
menggunakan balutan sintetik seperti balutan alginat, balutan foam, balutan
hidropolimer, balutan hidrofiber, balutan hidrokoloid, balutan hidrogel, balutan

2
transparan film dan balutan absorben (Milne & Landry, 2003). Proses tindakan
rawat luka pada kedua metode tersebut memiliki perbedaan yang didasarkan pada
kondisi klinis luka DM, seperti produksi eksudat dan kondisi dasar luka.
Pengembangan berbagai teknik perawatan luka tersebut akan berdampak terhadap
proses regenerasi jaringan sebagai dampak dari tindakan membuka balutan,
membersihkan luka, tindakan debridemen dan jenis balutan yang diberikan.
Tujuan utama perawatan ulkus diabetes sesegera mungkin didapatkan
kesembuhan dan pencegahan kekambuhan setelah proses penyembuhan. Dari
beberapa penelitian, menunjukkan bahwa perkembangan ulkus diabetes dapat
dicegah.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut tersebut, maka kami tertarik untuk
mengambil rumusan masalah “Bagaimanakah perbandingan perawatan luka teknik
modern dan konvensional terhadap efektifitas proses penyembuhan luka kaki
diabetes militus tipe 2.

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Menganalisa perbandingan perawatan luka teknik modern dan
konvensional terhadap efektifitas proses penyembuhan luka kaki diabetes
militus tipe 2.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui perbandingan Teknik Perawatan Luka Modern Dan
Konvensional Terhadap Kadar Interleukin 1 Dan Interleukin 6 Pada
Pasien Luka Diabetik tipe 2
2. Untuk mengetahui perbandingan penggunaan balutan modern dressing
dalam memperbaiki proses penyembuhan luka deabetik
3. Untuk mengetahui perbandingan efektifitas penyembuhan luka
menggunakan NaCl 0,9% dan hydrogel pada ulkus diabetes
mellitus di rsu kota semarang

3
4. Untuk mengetahui keefektifan penggunaan pembalut herbal sebagai
absorbed pada modern dressing
5. Untuk mengetahui perbandingan efektifitas madu + NaCl 0,9% dengan
nacl saja terhadap penyembuhan luka gangren pada pasien diabetes
melitus tipe 2

5.1. Manfaat Penelitian


5.1.1. Pelayanan Dan Masyarakat
1) Menemukan metode perawatan luka diabetik yang tepat, khususnya
dalam menentukan rencana tindakan perawatan luka diabetik
sehingga membantu mempercepat proses penyembuhan luka
diabetes melitus.
2) Meningkatkan pengetahuan perawat dan masyarakat akan
pengembangan metode perawatan luka diabetes melitus.

5.1.2. Pendidikan Dan Perkembangan Ilmu Keperawatan


1) Sebagai dasar dalam pengembangan penelitian perawatan luka
diabetes melitus, terutama dalam pengembangan tindakan rawat luka
DM dengan menggunakan teknik perawatan yang tepat.
2) Sarana pengembangan pendidikan kesehatan pada pasien dengan luka
diabetes melitus terutama dalam mendukung proses regenerasi
jaringan baru sehingga luka akan cepat sembuh.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Luka Diabetes Melitus


Luka diabetes melitus merupakan suatu kondisi kerusakan jaringan kulit yang
dimulai dari epidermis, dermis, jaringan subkutan dan dapat menyebar ke jaringan
yang lebih dalam, seperti tulang dan otot. Tingkat keparahan kerusakan jaringan
luka diabetes melitus sangat dipengaruhi oleh deteksi dini dan penatalaksanaan luka
yang tepat sehingga meminimalkan kerusakan jaringan yang lebih dalam. Oleh
karena itu perlu dipahami dan dimengerti karakteristik luka diabetes melitus
sehingga pilihan intervensi luka yang tepat dapat dilakukan.
1. Karakteristik kulit dan luka diabetes melitus
Karakteristik kulit diabetik jika ditinjau dari lapisan dermis biasanya
tampak lebih tebal jika dibandingkan dengan kulit normal. Kondisi ini
disebabkan karena gangguan dalam degradasi kolagen sehingga kulit tampak
kurang elastis yang didukung oleh kadar gula darah yang tinggi. Secara
makroskopis kulit akan tampak tebal, mengkilap, dan tegang, pergerakan sendi
terbatas, kulit berwarna abu-abu sampai dengan kehitaman, jika sudah teriritasi
biasanya diikuti eritema, kuku terjadi perubahan warna menjadi coklat
kehitaman. Pada pasien dengan gangguan neuropati otonom akan terjadi
penurunan produksi kelenjar keringat yang berdampak terhadap peningkatan
resiko infeksi oleh bakteri. Stratum korneum akan tampak mengering, tampak
rapuh dan pecah-pecah sehingga sebagai jalan masuk bakteri. Kondisi ini
biasanya sering diamati pada bagian plantar pedis. Neuropati sensori dapat
menyebabkan trauma yang tidak dirasakan pada area kaki (Moffat, Martin &
Smithdale, 2007).

5
2. Klasifikasi luka diabetik
Menurut Wagner, stadium luka diabetes melitus dibagi menjadi 3 yaitu (Firman,
2009)
a. Superficial Ulcer
Stadium 0: Tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik tapi dalam bentuk
tulang kaki yang menonjol.
Stadium 1: Hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang
nampak luka menonjol.
b. Deep Ulcer
Stadium 2: Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon (dengan goa).
Stadium 3: Penetrasi hingga dalam, osteomilitis, plantar abses atau infeksi
hingga tendon.
c. Ganggrein
Stadium 4: Ganggrein sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari kaki,
kulit sekitarnya selulitis, ganggrein lembab/kering. Stadium 5:
seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan ganggrein.
Menurut University of Texas (UT sistem), stadium luka diabetes mellitus
tersaji dalam tabel berikut ini (Firman, 2009)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi

berdasarkan UT sistem lebih baik dibandingkan menurut Wagner dalam


menilaiprediksi apa yang akan terjadi seperti peningkatan stadium luka,
penilaianderajat luka yang dihubungkan dengan resiko terjadinya amputasi
danlamanya penyembuhan luka (Samson, et al. 2000)

6
3. Prinsip penatalaksanaan luka diabetes melitus
Dalam melakukan perawatan luka diabetik terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan, yaitu (Moffat, Martin & Smithdale, 2007; Milne &Landry,
2003):
a. Luka diistirahatkan agar penekanan pada luka dapat diminimalkan sehingga
kerusakan jaringan yang lebih luas dapat dicegah.
b. Menghilangkan jaringan mati (nekrotomi)
Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat perkembangan bakteri yang
sifatnya menyukai suasana anaerob. Tindakan nekrotomi juga dapat
merangsang pembentukan/regenerasi jaringan baru. Jaringan nekrotik atau
slough merupakan jaringan mati yang sering ditemukan dalam luka kronik
dalam berbagai variasi tingkatan yang mengindikasikan terjadinya hipoksia.
Adanya jaringan nekrotik dapat dapat memperpanjang respon inflamasi yang
akan berpengaruh terhadap disfungsi selular dan memperlama proses
penyembuhan (Moffat, Martin & Smithdale,2007). Jaringan nekrotik dapat
berpengaruh terhadap sistemik karena peningkatan laju metabolisme tubuh
untuk merangsang terjadinya autolitik debridemen. Identifikasi jaringan
nekrotik dapat dilihat dari warnanya yaitu kuning (slough), coklat dan hitam.
c. Menjaga kondisi luka tetap lembab sehingga meningkatkan kemampuan dari
internal jaringan untuk melakukan proses penyembuhan luka.
d. Mencegah eksudat agar tidak diproduksi secara berlebihan.
Eksudat yang berlebihan dapat menghambat proses penyembuhan
karena menghambat proses terbentuknya jaringan baru.
e. Pendidikan kesehatan
Materi pembelajaran yang perlu diberikan pada pasien dengan luka
diabetes melitus yaitu dasar-dasar dalam merawat luka diabetes melitus,
monitoring kadar gula darah secara teratur, waspada terhadap komplikasi
lain yang akan muncul seperti hipo/hiperglikemi, gangguan ginjal, adanya
nyeri berat pada luka. Pemenuhan nutrisi yang adekuat berdasarkan diet pada
DM juga perlu diberikan karena berkaitan dengan proses penunjang
penyembuhan luka.

7
4. Kegagalan penyembuhan luka diabetes melitus
Proses penyembuhan luka diabetik dipengaruhi oleh faktor sistemik dan
selular. Faktor-faktor sistemik yang dapat berpengaruh yaitu (Genna, 2003)
a. Perfusi yang tidak adekuat
Proses penyembuhan memerlukan aliran darah yang adekuat sehingga
oksigen dan nutrisi memenuhi kebutuhan sel untuk bertumbuh. Pada pasien
ulkus diabetik perubahan perfusi dilihat dari adanya perubahan denyut nadi
arteri tibialis anterior, arteri poplitea, arteri dorsalis pedis dan arteri perineal
sebagai dampak dari adanya oklusi.
b. Adanya infeksi
Infeksi dapat menghambat proses penyembuhan luka akibat adanya
produksi eksudat yang akan mengganggu proses terbentuknya jaringan yang
baru.
c. Edema
Edema dapat menghambat proses penyembuhan luka akibat adanya
hambatan sirkulasi aliran darah pada luka sehingga kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi tidak tercukupi.
d. Nutrisi yang inadekuat
Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang tidak adekuat pada pasien DM dapat
dilihat dari rata-rata kadar gula darah yang tidak terkontrol yang akan
mengganggu dalam transportasi nutrisi dalam sel.
Faktor-faktor selular yang dapat berpengaruh dalam proses
penyembuhan luka diabetik meliputi (Genna, 2003)
a) Faktor pertumbuhan yang kurang.
Faktor pertumbuhan mempengaruhi regenerasi sel, reproduksi,
perpindahan dan fungsi sel. Pada pasien diabetik terjadi penurunan
kemampuan dan jumlah reseptor yang akan berdampak pada gangguan
stimulasi migrasi dan proliferasi sel baru.

8
b) Proses pembentukan fibroblas tidak terjadi.
Fibroblas berperan sebagai penghasil kolagen, fibronektin, dan
kom ponen protein. Hasil akhirnya adalah jaringan granulasi
sebagaicalon jaringan baru.
c) Pertumbuhan fibroblas dihambat oleh cairan plasma luka.
Hal ini dapat menghambat proses selular dalam jaringan luka
karena adanya hambatan pada regenerasi fibroblas dan degradasi protein
dan faktor pertumbuhan oleh enzim protease.
d) Adanya hambatan migrasi keratinosit.
Keratinosit berperan dalam proses epitelisasi sebagai sel primer
dari epidermis dan dihasilkan dari tepi luka.
e) Kandungan kolagen, glikosaminoglikan dan fibroblas yang menurun.
Penurunan tersebut terjadi pada kulit dermis DM yang dapat
menghambat proses penyembuhan luka. Kolagen, glikosaminoglikan dan
fibroblas sangat diperlukan dalam proses proliferatif dan maturasi.
Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka
adalah (Dealey, 2005)
a. Usia
Proses penyembuhan luka akan lebih lama seiring dengan
peningkatan usia. Faktor yang mempengaruhi adalah jumlah elastin yang
menurun dan proses regenerasi kolagen yang berkurang akibat penurunan
metabolisme sel. Adanya komplikasi kaki diabetik, dapat terjadi 15 tahun
sejak didiagnosa DM. Faktor resiko usia yang terkena DM tipe 2 adalah
usia 45 tahun (American Diabetes Association, 2005).
b. Berat badan
Berdasarkan penelitian terdahulu dari Martens, et al. (1995, dalam
Dealey, 2005) menyebutkan bahwa kegemukan meningkatkan resiko
terjadinya infeksi pada luka.
c. Penyakit komplikasi
Adanya penyakit penyerta tertentu dapat meningkatkan resiko
gagal sembuh, seperti anemia, DM, kanker.

9
d. Riwayat merokok
Kebiasaan merokok dapat meningkatkan gangguan pembuluh darah
sehingga menurunkan perfusi jaringan.
e. Pengobatan
Kelompok obat yang berpengaruh terhadap proses fisiologis
penyembuhan luka adalah glukokortikoid yang dapat menghambat
sitokin dan growth factor. Terapi prednison kurang dari 10 mg/ hari tidak
berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka (Shai & Maibach,
2005). Golongan obat NSAIDs dan anti neoplastik dapat menghambat
produksi kolagen
f. Psikososial
Kondisi pasien stress dapat mengganggu proses penyembuhan
sebagai akibat dari aktivasi ACTH yang menstimulasi glukokortikoid,
kortisol dan hidrokortison yang dapat menghambat regenerasi sel. Dalam
perawatan luka tercermin dari respon nyeri dan stres pasien. Menurut
Augustin & Maier (2003, dalam Dealey, 2005) nyeri dan stress
merupakan 2 hal yang saling berhubungan positif, artinya nyeri dapat
meningkatkan stres dan stres dapat meningkatkan nyeri. Nyeri yang
berlebihan dapat mengakibatkan timbulnya respon kecemasan. Semakin
meningkatnya respon nyeri, maka kemampuan klien untuk beradaptasi
semakin rendah. Menurut Nemeth, et al. (2003, dalam Dealey, 2005)
nyeri pada klien dengan ulkus kaki kronik menunjukkan bahwa setengah
dari sampel pengamatan masih merasakan adanya respon nyeri yang
berdampak terhadap kualitas hidup.

10
2.2 Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka dibagi dalam 4 fase yaitu fase hemostasis, fase
amasi, fase proliferatif dan fase remodeling/ maturasi. Penjelasan masingsing fase
adalah sebagai berikut (Stephen, Richard & Omaida, 2005)
1. Fase hemostatis/ koagulasi
Platelet mensekresikan vasokonstriktor untuk mencegah kerusakan
kapiler darah lebih lanjut sehingga perdarahan berhenti. Dibawah pengaruh
ADP (Adenosin Difosfat), agregasi platelet diproduksi untuk mencegah
kerusakan jaringan lebih lanjut dan mensekresi matrik kolagen. Disamping itu
juga mensekresi faktor pembekuan, seperti trombin yang bermanfaat dalam
inisiasi fibrin menjadi fibrinogen. Pada akhirnya platelet akan memproduksi
sitokin. Hemostasis terjadi beberapa menit setelah injuri sampai dengan
perdarahan berhenti. Sitokin utama yang berperan adalah PDGF dan TGF ß.
2. Fase inflamasi
Pada fase inflamasi luka akan tampak eritema, bengkak, hangat dan
nyeri, berlangsung 4 hari setelah injuri. Pada fase ini terjadi destruksi dan
penghancuran debris yang dilakukan oleh neutrofil atau PMN
(polimorfonukleosit) yang akan berdampak pembuluh darah melepaskan
plasma dan PMN ke sekitar jaringan. Neutropil memfagosit debris dan
mikroorganisme sebagai pertahanan primer terhadap terjadinya infeksi. Fibrin
dihancurkan dan didegradasi. Proses selular yang berperan adalah makrofag
yang mempunyai kemampuan untuk memfagosit bakteri sebagai pertahanan
sekunder. Berbagai jenis growth factor dan kemotaksis disekresi, yaitu
fibroblast growth factor (FGF), epidermal growth factor (EGF), transforming
growth factor (TGF) dan interleukin-1 (IL1) sebagai tahap persiapan untuk
masuk pada fase berikutnya. Respon vaskuler yang terjadi adalah dilatasi,
angiogenesis dan vasculogenesis.
3. Fase proliferatif
Proses granulasi terjadi dalam durasi waktu 4-21 hari, yang ditunjukkan
dengan terbentuknya jaringan berwarna kemerahan dan adanya kontraksi
pada luka. Secara selular, fibroblas akan mensekresikan kolagen untuk proses

11
regenerasi jaringan. Pada fase ini terjadi proses angiogenesis untuk
membentuk sel-sel endotel sebagai cikal bakal terbentuknya kapiler-kapiler
darah. Sel-sel keratinosit juga diproduksi yang bertanggung jawab dalam
proses epitelisasi. Sitokin utama yang berperan dalam proses ini adalah TGF
ß dengan respon vaskular dilatasi. Ekstraselular matriks yang berperan adalah
kolagen dan proteoglikan.
4. Fase remodeling atau maturasi
Fase ini dimulai pada hari ke 21 sampai dengan 2 tahun. Pada fase
remodeling dan maturasi melibatkan peran fibroblas dan miofibroblas untuk
membentuk struktur jaringan yang lebih kuat. Secara klinis luka akan tampak
lebih berkontraksi sampai dengan mencapai maturasi. Sitokin utama yang
berperan adalah TGF ß dengan respon vaskular yang tampak yaitu proses
dilatasi. Ekstraselular matriks yang berperan adalah kolagen.

2.3 Tindakan Rawat Luka Modern dan Konvensional


Tindakan rawat luka merupakan salah satu tindakan mandiri yang dilakukan
oleh perawat yang membutuhkan keahlian khusus dimulai dari pengkajian
luka sampai dengan merencanakan tindakan perawatan luka berdasarkan kondisi
luka dengan teknik yang tepat. Teknik yang digunakan dalam perawatan luka
terbagi menjadi teknik modern dan konvensional. Menurut Ellis & Bentz (2007),
prosedur tindakan rawat luka secara umum terbagi menjadi beberapa langkah, yaitu
1. Pengkajian kondisi luka
Pengkajian luka yang tepat sangat diperlukan dalam menentukan pilihan
intervensi pemilihan balutan dan metode perawatan yang akan digunakan
sehingga diperlukan observasi secara hati-hati dan deskripsi luka secara akurat.
2. Membersihkan luka
Teknik membersihkan luka bertujuan untuk mengangkat cairan yang
dihasilkan dari luka dan debris serta material balutan sehingga tidak
mengganggu proses regenerasi jaringan. Cairan normal salin (NS) atau natrium
klorida 0,9% (NaCl 0,9%) merupakan cairan yang direkomendasikan sebagai

12
pembersih luka, sedangkan pemakaian antiseptik dapat menyebabkan
hambatan dalam proses granulasi dan epitelisasi.
3. Mengganti balutan
Aplikasi teknik modern dan konvensional terletak pada saat proses
penggantian balutan. Ketika mengangkat balutan primer dari dasar luka perlu
dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan trauma. Pemberian tindakan
irigasi dengan normal salin merupakan salah satu cara untuk meminimalkan
cidera pada luka saat mengganti balutan. Jenis balutan yang digunakan dapat
berupa balutan modern atau konvensional tergantung kondisi luka. Jenis
balutan modern yang digunakan yaitu balutan alginat, balutan foam, balutan
hidropolimer, balutan hidrofiber, balutan hidrokoloid, balutan hidrogel, balutan
transparan film, balutan absorben (Landry, 2003). Jenis balutan konvensional
yang digunakan yaitu kassa, antiseptik, dan antibiotik (Dealey, 2005).
Penjelasan jenis-jenis balutan modern tersebut sebagai berikut
a. Alginat dressings
Komposisinya terdiri dari kalsium alginat, akan berubah menjadi gel
jika kontak dengan cairan luka. Mempunyai sifat nonadesif, nonoklusif
dan mempunyai kemampuan menyerap eksudat dari jumlah sedang sampai
dengan banyak. Balutan ini mempunyai kemampuan menjaga lingkungan
tetap lembab dan merangsang autolitik debridemen. Dalam aplikasinya,
memerlukan balutan sekunder sebagai lapisan pelindung. Dilakukan
penggantian 1-3 hari sekali tergantung jumlah eksudat. Saat kontak dengan
cairan luka, maka akan berubah warna menjadi kehijauan. Hal ini normal
dan bukan tanda dari infeksi (Landry, 2003).
b. Foam dressings
Komposisinya terdiri dari polimer yang memiliki kemampuan
mempertahankan cairan pada luka dengan kedalaman parsial atau
kedalaman penuh untuk mempertahankan luka lembab. Balutan ini juga
mampu menyerap eksudat, dengan karakteristik semipermiabel dan tidak
lengket. Balutan ini diganti dalam rentang 1-3 hari tergantung pada jumlah
eksudat dan karakteristik spesifik jenis balutannya (Landry, 2003).

13
c. Hidropolimer dressings
Balutan ini terdiri dari banyak lapisan dengan lapisan permukaan
yang mampu menyerap. Diberikan pada luka kedalaman parsial dan
penuh, baik pada luka kering maupun basah. Mempunyai sifat menjaga
kelembapan sehingga merangsang terjadinya autolitik debridemen. Diganti
setiap 1-3 hari sekali tergantung jumlah eksudat. Tersedia dalam bentuk
ukuran multipel dan memiliki kemampuan menyerap eksudat dalam
jumlah sedang sampai dengan banyak tergantung kondisi luka (Landry,
2003).
d. Hidrofyber dressings
Komposisinya terdiri dari carboxymethil celulose yang akan
berbentuk gel apabila kontak dengan cairan. Diindikasikan dipakai pada
luka dengan kedalaman parsial dan penuh yang mempunyai kemampuan
autolitik debridemen. Dalam pelaksanaannya memerlukan balutan
sekunder. Karakteristik utama balutan ini yaitu nonadesif, nonoklusif, dan
memiliki kemampuan menyerap eksudat dalam jumlah sedang sampai
dengan banyak. Balutan ini diganti setiap 1-3 hari sekali, dan dapat
dipertahankan sampai dengan 7 hari, mempunyai karakteristik yang mirip
dengan alginate yaitu berwarna kehijauan jika kontak dengan cairan luka.
Tidak direkomendasikan untuk luka kering dengan eksudat minimal
(Landry, 2003).
e. Hidrocoloid dressings
Tersusun dari elastomerik, adhesif, dan gel. Balutan ini dapat
digunakan pada luka dengan kedalaman parsial dan penuh pada luka
kering dan lembab, diindikasikan pada luka dengan jumlah eksudat
minimal. Karakteristik balutan ini adalah mempunyai kemampuan autolitik
debridemen. Sediaan yang tersedia dapat berupa lembaran, bubuk, pasta
dan gel. Frekuensi penggantian 3-7 hari sekali tergantung jumlah eksudat
(Landry, 2003).
f. Hidrogel dressings

14
Terdiri dari hidrophillic polimer yang mampu menyimpan air.
Beberapa produk menambahkan alginat untuk meningkatkan absorpsi
eksudat. Diindikasikan untuk luka dengan jaringan granulasi parsial atau
penuh, baik kering maupun lembab. Secara umum, balutan ini digunakan
untuk membersihkan luka, tetapi dapat juga digunakan untuk memfasilitasi
autolitik debridemen. Frekuensi penggantian 1-4 hari sekali tergantung
kondisi jumlah eksudat (Landry, 2003).
g. Transparant film dressings
Komposisinya tersusun dari polyurethane dengan acrylic
hypoallergenic adhesive. Indikasi pemakaian pada luka ketebalan parsial,
luka tanpa eksudat. Balutan ini tergolong sekunder dressing karena
kemampuannya untuk menjaga balutan primer sebagai penutup luka, dan
dapat diganti tiap 1-7 hari sekali (Landry, 2003).
h. Absorptive dressings
Balutan ini mempunyai kemampuan kemampuan menyerap cairan
yang sangat tinggi. Lapisan balutannya terdiri dari kombinasi selulose,
alginat, dan hidropolimer. Indikasi pemakaian untuk luka dengan
ketebalan parsial atau penuh disertai jumlah eksudat yang berlebihan,
dapat diganti setiap 1-3 hari sekali (Landry, 2003).
i. Wound filler dressings
Tersedia dalam bentuk pasta, serbuk, cairan yang digunakan sebagai
absorben, terbuat dari dekstrose. Indikasi pemakaian pada luka dengan
ketebalan parsial atau penuh dengan jaringan granulasi disertai dengan
jaringan nekrotik. Balutan ini mempunyai kemampuan autolitik
debridemen, diganti setiap 1-3 hari tergantung kondisi eksudat (Landry,
2003).

15
Bahan-bahan rawat luka yang digunakan pada teknik konvensional yaitu
a. Antiseptik
Antiseptik adalah disinfektan non toksik diberikan pada kulit atau
jaringan hidup yang mempunyai kemampuan untuk menghancurkan
bakteri dengan menghambat proses pertumbuhannya dalam waktu 20
menit (Dealey, 2005). Jenis-jenis antiseptik yaitu
a) Cetrimide
Larutan yang digunakan sebagai pencuci luka trauma atau
pengangkat jaringan mati maupun krusta. Tidak diperbolehkan
kontak dengan mata. Efek samping yang perlu diperhatikan yaitu
iritasi dan sensitif, serta mudah terkontaminasi dengan bakteri
khususnya golongan Pseudomonas aeruginosa. Hanya digunakan di
UGD sebagai cairan pembersih luka kotor (Dealey, 2005).
b) Chlorhexidin
Cairan ini sangat efektif untuk melawan bakteri gram positif
dan negatif, dengan toksisitas yang lebih rendah, sangat efektif untuk
mengurangi produksi eksudat (Dealey, 2005).
c) Hydrogen peroxide
Larutan ini mempunyai efek terhadap bakteri anaerob, bersifat
sitotoksik terhadap fibroblas kecuali jika diencerkan pada 0.003%.
Campuran ini tidak efektif untuk melawan bakteri. Menurut Bennett,
et al. (2001, dalam Dealey, 2005), hydrogen peroxide pada
konsentrasi kurang dari 3% dapat menghambat migrasi keratinosit
dan proliferasi.
d) Iodine
Iodin merupakan antiseptik dengan kerja spektrum luas
digunakan sebagai disinfektan dan membersihkan luka infeksi.
Karakteristik iodin mempunyai sifat sitotoksik terhadap fibroblas,
memperlambat epitelisasi dan menurunkan kontraksi otot (Dealey,
2005).

16
e) Potasium permanganate
Potasium permanganat sering digunakan pada kondisi luka
dengan eksudat yang berlebihan dihubungkan dengan adanya ulkus
kaki, lebih sering digunakan dalam bentuk tablet. Efek samping yang
muncul adalah timbulnya warna pada kulit (Dealey, 2005).
f) Proflavine
Proflavine mempunyai efek bakteriostatik terhadap gram
positif saja. Menurut Foster & Moore (1997, dalam Dealey, 2005)
menyebutkan bahwa proflavine memiliki efek samping nyeri.
g) Silver
Bentuk yang tersedia adalah silver nitrat dalam wujud cair,
krim dan balutan. Kelebihan silver adalah respon nyeri lebih
berkurang (Dealey, 2005).
h) Sodium hypochlorite
Sodium hipoklorit memiliki efek kemerahan, nyeri, oedem,
memperpanjang fase inflamasi, bersifat sitotoksik terhadap fibrobas,
serta menghambat epitelisasi (Dealey, 2005).
b. Antibiotik
Berbagai jenis antibiotik telah berkembang saat ini untuk
penatalaksanaan luka, tetapi tidak semuanya dapat bekerja secara optimal.
Resiko yang dapat muncul adalah resiko resistensi bakteri. Antibiotik yang
digunakan dapat bersifat sistemik maupun topikal.
c. Madu
Penggunaan madu sebagai bahan perawatan luka mempunyai fungsi
sebagai antibakteri, mengurangi bau, debridemen, antiinflamasi,
proliferatif (Dealey, 2005).
d. Tap water
Tap water lebih sering dipergunakan sebagai cairan untuk
membersihkan berbagai jenis luka, yang perlu diperhatikan yaitu
mencegah terjadinya infeksi silang saat prosedur dilaksanakan (Dealey,
2005).

17
4. Balutan lembab
Balutan lembab bertujuan untuk menjaga kelembapan luka, melindungi
luka dari cidera, menjaga suhu permukaan luka dan mencegah balutan kering
sehingga proses regenerasi jaringan berjalan maksimal. Salah satu metode
sederhana adalah dengan menggunakan kompres normal salin (NS).

18
BAB III
LITERATURE REVIEW

3.1 ABSTRAK
Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektifitas metode
Modern Dressing dan Convensional wound Care Dressing terhadap proses
penyembuhan luka pada pasien diabeties militus type 2.
Metode: Metode yang digunakan dalam studi ini dengan metode penelusuran
jurnal di database dengan menggunakan kata kunci, kemudian setelah data
didapatkan, jurnal penelitian tersebut ditelaah. Hasil penelusuran didapatkan 8
jurnal dan 5 jurnal memenuhi kriteria untuk ditelaah, kemudian artikel atau jurnal
tersebut ditelaah desain, sampel, perlakuan, dan hasilnya.
Hasil: Hasil literature review dari beberapa artikel atau jurnal menyatakan bahwa
dari beberapa bentuk modern dressing, merupakan model yang efektif
dibandingkan model Convensiona,dalam efektifitas proses penyembuhan luka
diabetik tipe 2.
Kesimpulan: penggunaan intervensi dengan modern dressing pada luka diabetik
memang efektif, namun pilihan dressing adalah keputusan yang harus diambil
dalam rangka meningkatkan proses penyembuhan luka. Dan kunci lain yang
berhasil juga bergantung pada kemampuan perawat untuk memilih dressing yang
tepat sehingga bisa efektif dan efisien sehingga perawatan luka diabetik bisa
efisien dan hemat biaya.

Kata kunci: Modern Dressing, Convensional, Interleukin 1, Interleukin 6,


Diabetes Militus Tipe 2, Luka Diabetik,NaCl 0,9%,
Ulkus,Herbal,Absorbed,Madu.

19
3.2 LATAR BELAKANG
Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika
kulit terpapar suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi.
Respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang kompleks
dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus
menerus disebut dengan penyembuhan luka. Penyembuhan luka terkait dengan
regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan
tanda- tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara bersama-sama
berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang
sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan.
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolisme
karbohidrat yang kronis, yang dapat menimbulkan komplikasi yang bersifat
kronis juga. Saat ini DM telah menjadi penyakit epidemik, ini dibuktikan dalam
10 tahun terakhir terjadi peningkatan kasus 2 sampai 3 kalilipat, hal ini
disebabkan oleh pertambahan usia, berat badan, dangaya hidup. Indonesia sendiri
menempati urutan ke 4 angka kejadian DM di dunia setelah negara India, Cina
dan Amerika Serikat. DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau biasa disebut
hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia yang lama pada pasien DM menyebabkan
arteroskelosis, penebalan membrane basalis dan perubahan pada saraf perifer.
Ini akan memudahkan terjadinya luka kaki diabetik.
Luka kaki diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati,
trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler
perifer. Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes yang menyeluruh dan
sistematik dapat membantu memberikan dan arahan perawatan yang adekuat.
Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading,
dan kontrol infeksi. Ulkus kaki pada pasien diabetes harus mendapatkan
perawatan karena ada beberapa alasan, misalnya unfuk mengurangi resiko infeksi
dan amputasi, memperbaiki fungsi dan kualitas hidup, dan mengurangi biaya
pemeliharaan kesehatan. Tujuan utama perawatan ulkus diabetes sesegera
mungkin didapatkan kesembuhan dan pencegahan kekambuhan setelah proses

20
penyembuhan. Dari beberapa penelitian, menunjukkan bahwa erkembangan ulkus
diabetes dapat dicegah.

3.3 METODE
Strategi pencarian studi yang relevan dengan topik dilakukan dengan
menggunakan database EBSCOHOST, Pubmed, dan Springerlink dibatasi mulai
tahun 2012 sampai tahun 2017. Keyword yang digunakan adalah “Modern
Dressing, Convensional, Interleukin 1, Interleukin 6, Diabetes Militus Tipe 2,
Luka Diabetik,NaCl 0,9%, Ulkus, Herbal, Absorbed, Madu”, artikel full text dan
abstrak di review untuk memilih studi yang sesuai dengan kriteria. Kriteria inklusi
dalam review ini adalah modern dressing pada pasien dengan luka diabetik.
Pencarian menggunakan keyword di atas mendapatkan 8 jurnal dan artikel yang
sesuai dengan kriteria inklusi terdapat 5 jurnal.

3.4 RINGKASAN STUDI


Jurnal yang ditelaah dalam studi ini adalah jurnal penelitian yang
menggunakan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terhadap responden
penelitian yang dilakukan. Jumlah artikel yang didapatkan dalam review ini ada 5
jurnal dan keseluruhan menggunakan randomized controlled trial. Metode
pemberian intervensi yang dilakukan adalah modern dressing, dengan kelompok
control berupa convensional, yang secara umum bila disimpulkan bertujuan untuk
mengetahui efektifitas proses penyembuhan luka kaki diabetic. Bentuk intervensi
yang dilakukan disamping modern dressing juga tetap mempertahankan intervensi
lain seperti nutrisi.
Parameter penelitian yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan
intervensi yang diberikan cukup bervariasi dan komprehensif, bentuk-bentuk
outcome yang ingin dicapai dari masing-masing penelitian antara lain interleukin
1, interleukin 6 absorbsi drainase, meningkatkan hemostasis, imobilisasi luka,
penyerapan eksudat, mengurangi peradangan dan rasa nyeri serta memberikan
rasa nyaman. Akan tetapi, hampir keseluruhan penelitian memfokuskan terhadap

21
keefektifan penggunaan modern dressing terhadap proses penyembuhan luka kaki
deabetik.
Jangka waktu penelitian yang digunakan dalam penelitian-penelitian ini
bervariasi antara 1 minggu sampai 10 hari, Perawatan yang diberikan bersifat
memberikan kehangatan dan lingkungan yang moist (lembab) pada luka.
Kondisi yang lembab pada permukaan luka dapat meningkatkan proses
perkembangan luka, mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel kondisi ini
juga dapat meningkatkan interaksi antara sel dan faktor pertumbuhan.
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian yaitu sejumlah 5
penelitian telah dilakukan secara randomized control trial. Pengambilan sampel
secara acak atau random ini penting agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan
ke populasi dan menekan terjadinya bias pada penelitian. Kriteria inklusi dan
ekslusi harus diperhatikan dalam pemilihan sampel, seperti dalam penelitian
klasifikasi Wagner (2012) disebutkan kriteria inklusi pasien adalah pasien dengan
luka diabetes grade II sampai grade IV. Kriteria ekslusi juga penting untuk
menyingkirkan faktor penyebab bias seperti dalam penelitian Dina Dewi Sartika
Lestari Ismail (2012) disebutkan kriteria eksklusi yaitu pasien dengan renal
failure, liver disease,kadargula tidak stabil, hipertensi (>160 mmHg systolic, >100
mmHg diastolic), dan mempunyai riwayat gangguan kardiovaskuler (myocardial
infarction atau stroke). Rentang usia juga sebaiknya diperhatikan dikarenakan
rentang usia yang terlampau jauh akan mempengaruhi aktivitas serta metabolism
glukosa pasien dengan diabete mellitus. Pada penelitian Randomized controlled
study terutama yang berkaitan dengan kualitas hidup pasien. Bentuk-bentuk
model intervensi dalam seluruh penelitian ini sangat perlu mendapatkan ethical
clearance, hal ini dilakukan pada penelitian ini seperti disebutkan Dina Dewi
Sartika Lestari Ismail (2012) bahwa semua responden diberikan penjelasan semua
prosedur penelitian kemudian diminta persetujuan dan semua bentuk eksperimen
telah disetujui komite etci dari rumah sakit.
Dari 5 penelitian, menunjukkan bahwa perlakuan berupa balutan moderen
dan balutan konvensional yang dilakukan continue menunjukkan perubahan yang
signifikan pada balutan moderen pasien Diabetes Mellitus tipe 2. Pengembangan

22
bentuk atau model intervensi perlu dilakukan untuk menghasilkan outcome yang
optimal sehingga perlu dilakukan modifikasi pada intervensi - intervensi tersebut,
dapat berupa kombinasi terapi maupun dari segi waktu pemberian intervensi serta
parameter outcome yang akan dicapai.

3.5 IMPLIKASI TERHADAP PRAKTIK KEPERAWATAN


Penelitian - penelitian yang telah ditelaah menunjukkan merupakan bentuk
metode dalam upaya atau strategi untuk memepercepat penyembuhan luka kaki
diabetes militus tipe 2. Bentuk metode yang dilakukan adalah dengan
menggunakan kelompok perlakuan modern dressing dan convensional sebagai
kelompok control, meskipun tidak semua penelitian menghasilkan perubahan
yang signifikan namun model atau bentuk intervensi yang berbasis modern
dressing lebih efektif dilakukan pada pasien diabetes mellitus tipe 2.
Perawat dapat melakukan metode ini di dalam melakukan proses asuhan
keperawatan secara berkelanjutan pada pasien diabetes tipe 2 sesuai kebutuhan
pasien. Peran perawat sangat penting dalam melakukan bentuk intervensi ini
karena bentuk intervensi ini termasuk dalam tugas perawat terutama pada perawat
– perawat wound care yang mampu mengoptimalkan kesehatan pasien.
Disamping itu, perawat perlu memahami konsep modern dressing terlebih dahulu
sebelum melakukannya pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

23
3.6 ANALISIS JURNAL

No Judul Peneliti, Design Populasi Intervensi/ Kontrol Rando Outcome Hasil


Tahun & Sampel Perlakuan m
1 Teknik Perawatan 2015 quasi- 32 sampel Kelompok No exercise Ya 1. Teknik Perlakuan > Kontrol
Luka Modern Dan experimen (16 di perlakuan rawat luka
Konvensional tal design kelompok diberikan modern Perlakuan > Kontrol
Terhadap Kadar dengan intervensi intervensi terhadap
Interleukin 1 Dan prepost dan 16 pembalutan kadar
Interleukin 6 Pada testcontrol kelompok luka modern Interleukin
Pasien Luka Diabetik gr o u p kontrol). dan kelompok 1 (IL-1) dan
de s ig n kontrol Interleukin
diberikan 6 (IL-6)
pembalutan 2. proses
luka penyembuan
konvensional luka modern
dan
konvensional
2 Modern 2012 Quasi- 16 sampel pasien luka No exercise Ya penerapan Perlakuan > Kontrol
Dressing experimen (8 di diabetik yang modern
Improve the t with pre kelompok dirawat dresing secara
Healling and post intervensi dengan signifikan
Process in test dan 8 metode memperbaiki
Diabetic measurem kelompok balutan proses
Wound ent kontrol). modern. penyembuhan
Sebagai luka diabetes
pembanding di bandingkan
adalah pasien dengan
luka diabetik konvensional

24
yang dirawat tetapi dengan
dengan biaya
metode pengobatan
balutan lebih tinggi
konvensional
3. Efektifitas 2014 kuantitatif 60 (30 Kelompok No exercise Ya Efektifitas Perlakuan > kontrol
Penyembuhan dengan kelompok intervensi penyembuhan
Luka mengguna kontrol dilakukan luka dengan
Menggunakan kan dan 30 pembalutan NaCl 0.9%
NaCl 0,9% Dan desain kelompok luka dengan dan
Hydrogel Pada eksperime perlakuan) hydrogel dan menggunakan
Ulkus Diabetes nta kelompok Hydrogel
kontrol pada pasien
Mellitus Di Rsu
dilakukan diabetes
Kota Semarang
perawatan
menggunakan
NaCl 0,9%
4. Studi 2013 Penelitian Sampel Pada No exercise Ya pembalut herbal Perlakuan > kontrol
Kasus : ini berjumlah pertemuan mampu
Penggunaa mengguna 3responde pertama menyerap
n Pembalut kan studi n dan responden eksudat lebih
Herbal kasus ketiganya dilakukan banyak,
Sebagai diberikan pembalutan mempercepat
Absorbed 2 luka dengan proses
Pada perlakuan kassa biasa penyembuhan
Modern dalam .Pada luka, mengurangi
Dressing waktu kunjungan peradangan, dan
yang berikutnya rasa nyeri.
berbeda berat kassa
ditimbang,

25
dan
pembalutan
diganti
menggunakan
pembalut
herbal.

5. Perbandingan 2015 Quasi Sampel 20 Pada No exercise Ya Efektifitas Perlakuan > kontrol
Efektifitas Madu + eksperime responden kelompok penyembuhan
NaCl 0,9% Dengan n dengan yang perlakuan luka diabetes
Nacl Saja Terhadap rancangan kemudian diberikan dengan madu +
Penyembuhan Luka control dibagi intervensi NaCl 0,9%
Gangren Pada time menjadi 2 perawatan luka dengan NaCl
Pasien Diabetes series yaitu 10 dengan madu + 0,9% saja
Melitus Tipe II design kelompok NaCl 0,9% dan
perlakuan kelompok
dan 10 kontrol hanya
kelompok diberikan
kontrol intervensi
perawatan luka
NaCl 0,9%
saja

26
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Hasil literature review penelitian tentang perbandingan modern dressing dan


Convensional, untuk mengetahui efektifitas proses penyembuhan luka diabetes mellitus tipe
2. Bentuk metode yang digunakan berupa modern dressing dapat disimpulkan bahwa metode
tersebut lebih efektif digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka kaki deabetik dan
bisa diterapkan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia, disamping juga perlu
diperhatikannya aspek latar belakang budaya dan faktor ekonomi masyarakatnya,
berdasarkan hasil penelitian tersebut metode yang paling efektif adalah modern dressing.

4.2 SARAN
1. Pemilihan jenis modern dressing harus dilakukan sesuai dengan kondisi pasien, baik pada
klinik maupun di komunitas.
2. Pelaksana intervensi sebaiknya orang yang telah paham dengan konsep modern dressing
dan mempunyai pengalaman dibidang yang sejenis.
3. Perlu dilakukan monitoring pasca penelitian untuk memastikan keadekuatan terapi.
4. Perlu dilakukan penelitian dengan tema yang sejenis di Indonesia terutama dengan
Modern Dresing

27
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Profil Kesehatan 2005. Jakarta.


Smeltzer, & Bare. (2005) Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddart. Edisi
8, Vol 1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, & Bare. (2009). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddart. Edisi
8, Vol 1. Jakarta: EGC.
Pourisharif. Hamid et al. (2010). The effectiveness of motivational interviewing in improving
health outcomes in adults with type 2 diabetes. Elsevier: Procedia Social and behavioral
Sciences , 1580-1584.

28

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Pneummonia
    Laporan Pneummonia
    Dokumen12 halaman
    Laporan Pneummonia
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Ifas Dan Efas
    Ifas Dan Efas
    Dokumen21 halaman
    Ifas Dan Efas
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Bab Vi
    Bab Vi
    Dokumen2 halaman
    Bab Vi
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen28 halaman
    Bab I
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Idda cANTIK
    Idda cANTIK
    Dokumen1 halaman
    Idda cANTIK
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    100% (1)
  • Manajemen Print
    Manajemen Print
    Dokumen55 halaman
    Manajemen Print
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • LP Leukimia
    LP Leukimia
    Dokumen13 halaman
    LP Leukimia
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Jurnal 4
    Jurnal 4
    Dokumen10 halaman
    Jurnal 4
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Laporan Praktika Manajemen Keperawatan
    Laporan Praktika Manajemen Keperawatan
    Dokumen3 halaman
    Laporan Praktika Manajemen Keperawatan
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Bunuh Diri Dan Depresi
    Bunuh Diri Dan Depresi
    Dokumen6 halaman
    Bunuh Diri Dan Depresi
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Ruang Anak 2
    Laporan Pendahuluan Ruang Anak 2
    Dokumen9 halaman
    Laporan Pendahuluan Ruang Anak 2
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Lanjutan Askep Gerontik
    Lanjutan Askep Gerontik
    Dokumen4 halaman
    Lanjutan Askep Gerontik
    Ariyadi
    Belum ada peringkat
  • Konsep Teori Anestesi RR
    Konsep Teori Anestesi RR
    Dokumen19 halaman
    Konsep Teori Anestesi RR
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Jurnal 4
    Jurnal 4
    Dokumen10 halaman
    Jurnal 4
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv Pico Bangil
    Bab Iv Pico Bangil
    Dokumen6 halaman
    Bab Iv Pico Bangil
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Jurnal 1
    Jurnal 1
    Dokumen11 halaman
    Jurnal 1
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Jurnal 3
    Jurnal 3
    Dokumen11 halaman
    Jurnal 3
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Jurnal 4
    Jurnal 4
    Dokumen10 halaman
    Jurnal 4
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Kepts Asaan
    Kepts Asaan
    Dokumen9 halaman
    Kepts Asaan
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Konsep
    Konsep
    Dokumen17 halaman
    Konsep
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Hordeolum 1 (Autosaved) 6
    Hordeolum 1 (Autosaved) 6
    Dokumen11 halaman
    Hordeolum 1 (Autosaved) 6
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian Lansia
    Format Pengkajian Lansia
    Dokumen11 halaman
    Format Pengkajian Lansia
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen4 halaman
    Penda Hulu An
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Bab I 2 3
    Bab I 2 3
    Dokumen78 halaman
    Bab I 2 3
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Format Perencanaan Tak
    Format Perencanaan Tak
    Dokumen3 halaman
    Format Perencanaan Tak
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • WOBP
    WOBP
    Dokumen18 halaman
    WOBP
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Askep Oma
    Askep Oma
    Dokumen21 halaman
    Askep Oma
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen4 halaman
    Bab 4
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat
  • Format Perencanaan Tak
    Format Perencanaan Tak
    Dokumen3 halaman
    Format Perencanaan Tak
    Jabbar Mhanthabb Mhanthabb
    Belum ada peringkat