Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG BREAST CARE


PADA IBU NIFAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GARUDA

DISUSUN OLEH :

SHOFIA NAJMA FAUZIA

P17324115014

JURUSAN D – III KEBIDANAN BANDUNG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG
Jl. Sederhana No. 2. Telp. (022) 203 1548. Fax (022) 203. 1200. Bandung
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Postpartum atau masa nifas dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Orang tua terutama ibu perlu memiliki pengetahuan
dan kesiapan untuk hamil, melahirkan dan menyusui anak. Breast care merupakan salah
satu bagian penting yang harus diperhatikan sebagai persiapan untuk menyusui nantinya,
hal ini dikarenakan payudara merupakan organ esensial penghasil ASI yaitu makanan
pokok bayi baru lahir sehingga perawatannya harus dilakukan sedini mungkin. Dalam
meningkatkan pemberian ASI pada bayi, masalah utama dan prinsip yaitu bahwa ibu-ibu
membutuhkan bantuan dan informasi serta dukungan agar merawat payudara pada saat
menyusui bayinya. Pada saat melahirkan sehingga menambah keyakinan bahwa mereka
dapat menyusui bayinya dengan baik dan mengetahui fungsi dan manfaat breast care pada
saat menyusui (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012 ).
Berdasarkan laporan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2007)
diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di Dunia (38%) didapati tidak menyusui
bayinya karena terjadi pembengkakan payudara, dan di Indonesia angka cakupan ASI
eksklusif mencapai 32,3%. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2008-2009 menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami mastitis dan putting susu
lecet, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan selama masa
nifas (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa ketidaklancaran ASI banyak
dipengaruhi oleh breast care yang kurang. Oleh karena itu, breast care sangat penting
dilakukan bagi ibu yang telah melahirkan utuk mencegah masalah-masalah yang timbul
selama laktasi, seperti: pembengkakan payudara, penyumbatan saluran ASI, radang
payudara da sebagainya. Untuk mengatasi permasalahan diatas, lakukan breast care
selama menyusui. Untuk mengurangi sakit pada payudara maka lakukan pengurutan
payudara secara perlahan, kompres air hangat sebelum bayi menyusui karena panas dapat
merangsang aliran ASI kemudian kompres air dingin setelah menyusui untuk mengurangi
rasa sakit dan pembengkakan. Sehingga dengan pengurutan payudara secara perlahan,
mengompres air hangat dan air dingin pada payudara, serta membersihkan puting secara
benar dan teratur diharapkan ASI dapat keluar lancar dan proses laktasi pun berjalan
lancar.
Ibu yang menyusui tidak akan mengalami kesulitan dalam pemberian ASI bila sejak
awal telah mengetahui bagaimana perawatan payudara (breast care) yang tepat dan benar.
Apabila selama menyusui ibu tidak melakukan perawatan payudara dan perawatan tersebut
hanya dilakukan sewaktu di rumah sakit, maka akan menimbulkan beberapa permasalahan,
seperti ASI tidak keluar atau ASI keluar setelah beberapa hari kemudian, puting susu tidak
menonjol sehingga bayi sulit menghisap, produksi ASI sedikit, dan tidak cukup
dikonsumsi bayi, infeksi pada payudara, payudara bengkak, bernanah, dan muncul
benjolan di payudara. Dan akibatnya bayi pun tidak mau menyusu atau minum ASI
ibunya, padahal pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik,
terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain itu juga bermanfaat bagi ibu. ASI
mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi
pada 6 bulan pertama kehidupannya. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan
makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna
memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI). Jika bayi tidak mau minum ASI, maka kebutuhan gizi bayi tidak akan
terpenuhi secara baik dan bayi akan mudah terkena penyakit (Saryono dan Pramitasari,
2009 dalam Nur, 2012).
Untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah memberikan pengarahan
tentang breast care kepada ibu menyusui sedini mungkin, melakukan Health Education
melalui penyuluhan-penyuluhan pada ibu hamil yang disertai demonstrasi cara breast care
sebelum dan setelah melahirkan dengan benar, serta peragaan tentang breast care pada
saat kontrol kehamilan dan kunjungan masa nifas, dimana penyuluhan tepat pada waktu
ibu mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang merupakan informasi
keterpaduan menalar ilmiah dan sistematis (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).
Upaya ini dapat meningkatkan kemampuan ibu dalam breast care secara baik dan
benar sebagai upaya preventif terhadap masalah menyusui sehingga proses menyusui dapat
berjalan dengan lancar dan merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu
dan bayi. (Saryono dan Pramitasari, 2009). Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk
meneliti ꞌꞌPengetahuan Ibu Postpartum Tentang Breast Care ꞌꞌ.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah
penelitian ini adalah ꞌꞌ Bagaimanakah tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang breast
care? ꞌꞌ.

1.3 Tujuan Penelitian


Mengetahui pengetahuan ibu postpartum tentang breast care.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Penelitian Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang berperilaku baru, didalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awarness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam anti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, sikap
objek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya, sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan
perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,
yakni:
1. Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari selurug bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secara benar.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil.
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
6. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden.

2.2 Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus social.
Diagram dibawah menjelaskan uraian tersebut.

Reaksi
Stimulus
Proses Stimulus
Rangsang Tingkah Laku
(Tebuka)

Sikap

(Tertutup)
Dalam bagian lain Allport (1945) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponen pokok, yaitu:
1. Kepercayaan, ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen ini membentuk sikap yang utuh.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan,
yakni:
1. Menerima
Mau memperhatikan stimulus yang diberikan.
2. Merespons
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat diyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-
pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.

2.3 Praktek atau Tindakan Practice


Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.
Tingkat-tingkat praktek:
1. Persepsi
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah merupakan indicator praktek tingkat dua.
3. Mekanisme
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah
mencapai praktek tingkat tiga.
4. Adaptasi
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
melakukan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa
jam, hari, atau bulan yang lalu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Menurut Mubarak (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang antara lain :
1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain


agar dapat memahami sesuatu hal. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin
tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi,
dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak.
Sebaliknya, jika seseorang memeliki tingkat pendidikan rendah, maka akan
menghambat perkembangan sikap orang tersebut terhadap penerimaan
informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2) Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman


dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
3) Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek fisik


dan psikologis (mental). Secara garis besar, pertumbuhan fisik terdiri atas empat
kategori prubahan yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri
lamadan timbulnya ciri-ciri baru. Perubahan ini terjadi karena pematangan fungsi
organ. Pada aspek psikologis atau mental, taraf berpikir seseorang menjadi
semakin matang dan dewasa.
4) Minat

Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap


sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal,
sehingga seseorang memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

5) Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam


berinteraksi dengan lingkungannya. Orang cenderung berusaha melupakan
pengalaman yang kurang baik. Sebaliknya, jika pengalaman tersebut
menyenangkan, maka secara psikologis mampu menimbulkan kesan yang sangat
mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaan seseorang. Pengalaman baik ini
akhirnya dapat membentuk sikap positif dalam kehidupannya.

6) Kebudayaan lingkungan sekitar

Lingkunggan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap


seseorang. Kebudayaan lingkungan tempat kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

7) Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat mempercepat seseorang


memperoleh pengetahuan yang baru.

d. Cara Memperoleh Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2012), untuk memperoleh pengetahuan ada 2 macam
cara, yaitu :
1) Cara Memperoleh Kebenaran Nonilmiah
a) Cara coba salah (trial and error)
Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan beberapa
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan
tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila
kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba lagi dengan kemungkinan
ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat
dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya
maka cara ini disebut metode trial (coba) dan eror (gagal atau salah) atau
metode coba salah (coba-coba).
b) Secara kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh
orang yang bersangkutan.
c) Cara kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-
kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-
kebiasaan ini biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi
berikutnya. Pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintah, tokoh agama,
maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme
yang sama dalam penemuan pengetahuan. Prinsip inilah orang lain
menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai
otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik
berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini
disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap
bahwa apa yang dikemukakannya adalah sudah benar.
d) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, pepatah ini mengandung maksud
bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan.
e) Cara akal sehat (comman sense)
Akal sehat atau (comman sense) kadang-kadang dapat menemukan teori
atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan berkembang, orang tua jaman
dahulu menggunakan cara hukuman fisik agar anaknya menuruti keinginan
orang tuanya. Ternyata cara ini berkembang menjadi teori, bahwa hukuman
adalah metode bagi pendidikan anak.
f) Kebenaran melalui wahyu
Ajaran adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para
nabi. Kebenaran ini harus di terima dan diyakini oleh pengikut agama yang
bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak.
g) Kebenaran secara intuitif
Kebenaran ini secara intitutif diperoleh manusia secara cepat sekali
melalui proses diluar kesadaran tanpa melalui proses penalaran atau berfikir.
h) Melalui jalan pikiran
Dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara manusia ikut
berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya
dalam memperoleh kebenaran pengetahuannya.
i) Induksi
Induksi adalah proses penariakan kesimpulan yang dimulai dari
pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan umum. Kemudian disimpulkan
kedalam konsep yang memungkinkan seseorang untuk memahami suatu
gejala.
j) Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang
khusus. Di dalam proses berfikir deduksi berlaku bahwa sesuatu yang
dianggap benar secara umum pada kelas tertentu, berlaku juga
kebenarannya pada peristiwa yang terjadi pada setiap yang termasuk dalam
kelas itu.

2) Cara Modern atau Cara Ilmiah


Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut
metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon
(1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir
suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan
penlitian ilmiah.

2.4 Nifas (Puerperium)


a. Pengertian
Masa nifas (Puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula
(sebelum hamil). Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu (Sulistyawati,
2009).

b. Tahapan masa Nifas


Menurut Marmi (2014), tahapan masa nifas terbagi menjadi tiga tahapan
yaitu :
1) Puerperium Dini
Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan
berjalan-jalan.
2) Puerperium Intermedial
Suatu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ reproduksi selama
kurang lebih 6-8 minggu.
3) Remote Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan
sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau waktu persalinan
mengalami komplikasi.

c. Perubahan Sistem Reproduksi Pada Masa Nifas


Menurut Marmi (2014), Dalam masa nifas alat-alat genetalia interna
maupun ekterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan alat-alat genetalia ini disebut involusi.
a) Involusi Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke keadaan sebelum hamil dengan berat hanya
60 gram.

Tabel 2.1 TFU dan berat uterus menurut masa involusi

Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Diameter


Uteri Uterus Uterus
Plasenta Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
Lahir
7 hari Pertengahan pusat 500 gram 7,5 cm
dan simpisis
14 hari Tidak teraba 350 gram 5 cm
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

Sumber: Marmi (2014)

b) Involusi tempat plasenta


Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan
kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini
mengecil,pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas
1-2 cm. pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh
darah besar yang tersumbat oleh thrombus, luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut karena disebabkan luka ini sembuh dengan cara
dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru
dibawah permukaan luka.
c) Perubahan ligament
Ligamen-ligamen dan diagfragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan partus, setelah jalan lahir, berangsur-angsur menciut kembali
seperti sedia kala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang pula wanita
mengeluh “kandungannya turun”setelah melahirkan karena ligamen, fasia,
jaringan penunjang alat genetalia menjadi kendor.
d) Perubahan pada Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak menyangga seperti corong berwarna
merah kehitaman. Konsistensi lunak, kadang-kadang terdapat luka kecil.
Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim dan setelah 8 jam
dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
e) Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai
reaksi basa atau alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih
cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Pengeluaran
lochea dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya, diantaranya :
(1) Lochea Rubra
Lochea ini muncul pada hari ke-1 sampai hari ke-3 masa setelah
melahirkan. Cairan yang keluar berwarna merah kehitaman karena berisi
darah dari perobekan atau luka pada plasenta dan serabut dari deciduas
dan chorion.
(2) Lochea Sangulenta
Lochea ini berwarna putih bercampur merah karena mengandung sisa
darah dan bercampur lendir. Berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7
setelah melahirkan.
(3) Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum,
leukosit dan robekan atau laserasi plasenta. Muncul pada hari ke-7
sampai hari ke-14 setelah melahirkan.
(4) Lochea Alba
Lochea ini berwarna putih, mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel,
selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa
berlangsung selama 2 minggu sampai 6 minggu setelah melahirkan.

f) Perubahan Vulva, Vagina dan Perineum


Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkan bayi, dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8
minggu setelah melahirkan. Setelah melahirkan perenium menjadi kendur
karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju.
Perenium akan kembali sebagian besar tonusnya pada hari ke-5 setelah
melahirkan.

2.5 Laktasi
a. Pengertian Laktasi
Menurut Marmi (2014), laktasi adalah keseluruhan proses menyusui
mulai dari ASI diproduksi, disekresi, dan pengeluaran ASI sampai proses
bayi menghisap dan menelan ASI.
b. Fisiologi Laktasi
Selama masa kehamilan, hormon estrogen dan progesteron
menginduksi perkembangan alveoli dan ductus lactiferus didalam
payudara, serta merangsang produksi kolostrum. Penurunan produksi
hormon akan terjadi dengan cepat setelah plasenta dilahirkan. Hormon
hipofise anterior yaitu prolaktin yang terjadi dihambat oleh kadar
estrogen dan progesteron yang tinggi dalam darah, kini dilepaskan.
Prolaktin akan mengaktifkan sel-sel kelenjar payudara untuk
memproduksi ASI. Setelah pelepasan ASI, akan memberikan rangsangan
sentuhan pada payudara (bayi menghisap) sehingga merangsang produksi
oksitosin yang mempengaruhi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi
alveoli mammae sehingga alveoli tersebut berkontraksi dan mengeluarkan
air susu yang sudah disekresikan oleh kelenjar mammae. Pada saat bayi
menghisap, ASI didalam sinus tertekan keluar ke mulut bayi. Gerakan
tersebut dinamakan let down reflect atau pelepasan. Pelepasan akan
dipacu tanpa rangsangan hisapan, tapi dapat terjadi bila ibu mendengar
bayi menangis atau sekedar memikirkan tentang bayinya (Sulistyawati,
2009).

c. Masalah dalam Laktasi


Menurut Nugroho dkk (2014), masalah yang sering terjadi dalam
pemberian ASI antara lain :
1) Puting susu terbenam
Puting payudara terbenam (retracted nipple), sehingga tidak
mungkin bayi dapat menghisap dengan baik. Keadaan ini dapat dicegah
bila ibu melakukan kontrol teratur selama kehamilan sehingga bidan atau
dokter dapat memberi perawatan dengan cara mengurut ujung puting
susu dan sedikit menarik-nariknya dengan jari-jari tangan atau dengan
pompa khusus.
2) Puting Susu Lecet
Rangsangan mulut bayi terhadap puting susu dapat berakibat puting
susu lecet sehingga terasa perih. Puting susu lecet dapat dikurangi dengan
cara membersihkan puting susu dengan air hangat setiap kali selesai
menyusui. Bila terjadi lecet pada sekitar puting susu jangan diberi sabun,
salep, minyak, atau segala jenis krim. Pengobatan terbaik untuk puting
susu lecet adalah dengan membuatnya senantiasa kering dan sebanyak
mungkin membiarkan payudara terkena udara bebas.
3) Payudara Bengkak
Dalam keadaan normal payudara akan terasa kencang bila tiba
saatnya bayi minum, karena kelenjar payudara telah penuh terisi dengan
ASI. Namun apabila payudara telah kencang dan untuk beberapa waktu
tidak dihisap oleh bayi atau dipompa, maka payudara mengalami
pembengkakan yang menekan saluran ASI sehingga terasa sangat tegang
dan sakit.
4) Mastitis
Mastitis (radang pada payudara) adalah infeksi jaringan payudara
yang disebabkan oleh bakteri. Gejala pada mastitis adalah payudara
menjadi merah, bengkak, terkadang diikuti rasa nyeri dan panas serta suhu
tubuh yang meningkat. Mastitis terjadi pada 1-3 minggu setelah
melahirkan yang diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut.
Keadaan ini disebabkan kurangnya ASI dihisap atau dikeluarkan, dapat
juga karena penggunaan bra yang ketat, serta penegluaran ASI yang
kurang baik.

2.6 Bendungan Air Susu Ibu


a. Pengertian
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI
dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Bendungan ASI adalah kejadian di mana pengeluaran air susu terhalang
duktus laktoferi yang menyempit karena pembesaran vena dan pembuluh
limfe (Sulistyawati, 2009).
b. Etiologi
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010), bendungan air susu ibu
disebabkan oleh :
1) Pengosongan mammae yang tidak sempurna
Selama masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI yang
berlebihan. Apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu dan
payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam
payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat
menimbulkan bendungan ASI.
2) Hisapan bayi tidak aktif
Pada masa laktasi, jika bayi tidak aktif menghisap, maka akan
menimbulkan bendungan ASI.
3) Posisi menyusui yang tidak benar
Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting
susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi
menyusu. Akibatnya ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi
bendungan ASI.
4) Puting susu yang terbenam
Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam
menyusu, karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola.
Akibatnya bayi tidak mau menyusu dan terjadi bendungan ASI.
5) Puting susu terlalu panjang
Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi
menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang
sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan
menimbulkan bendungan ASI.

c. Patofisiologi
Selama 24 jam hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya sekresi
lacteal, payudara sering mengalami distensi menjadi keras dan berbenjol.
Sekresi lacteal terjadi pada 2-3 hari pertama setelah melahirkan. Jadi
bendungan ASI terjadi 3-5 hari pertama setelah melahirkan. Keadaan ini yang
disebut dengan bendungan air susu “CAKED BREAST”, sering menimbulkan
rasa nyeri pada payudara dan kadang menimbulkan kenaikan suhu badan.
Keadaan tersebut menggambarkan adanya aliran darah vena normal yang
berlebihan dan mengembangkan limfatik pada payudara yang merupakan
prekusor regular untuk terjadinya laktasi (Suherni dkk, 2009).
d. Tanda dan Gejala
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010), ibu yang mengalami bendungan
ASI ditandainya dengan payudara bengkak panas serta keras pada perabaan,
puting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusu, pengeluaran susu
kadang terhalang oleh ductuli laktiferi menyempit, payudara terasa nyeri bila
ditekan, payudara berwarna kemerahan, dan suhu tubuh sampai 38 oC.
e. Pencegahan
Menurut Marmi (2014), perawatan payudara dapat mencegah terjadinya
bendungan ASI yaitu sebagai berikut :

1) Massase Payudara untuk Pemeliharaan Payudara


Perawatan payudara adalah suatu cara yang dilakukan untuk merawat
payudara agar air susu keluar dengan lancar. Perawatan payudara dapat
dilakukan dengan pengurutan. Pengurutan sebaiknya dilakukan setelah
melahirkan sebanyak 2 kali sehari. Langkah-langkah perawatan payudara
antara lain :
a) Cuci tangan sebelum massase payudara.
b) Mengompres kedua puting susu dengan menggunakan kapas yang
telah dibasahi minyak kelapa / baby oil.
c) Tuangkan minyak kelapa / baby oil ke kedua telapak tangan
secukupnya.
d) Sokong payudara kiri dengan tangan kiri. Lakukan gerakan kecil
dengan dua atau tiga jari tangan kanan, mulai dari pangkal payudara
dan berakhir dengan gerakan spiral pada daerah puting susu.
e) Selanjutnya buatlah gerakan memutar sambil menekan dari pangkal
payudara dan berakhir pada puting susu diseluruh bagian payudara.
Lakukan gerakan seperti ini pada payudara kanan.
f) Gerakan selanjutnnya letakkan kedua telapak tangan diantara dua
payudara. Urutlah dari tengah payudara keatas sambil mengangkat
kedua payudara dan lepaskan keduannya secara perlahan lakukan
gerakan ini kurang lebih 30 kali.
g) Lalu posisi tangan paralel, sangga payudara dengan satu tangan
sedangkan tangan lain mengurut payudara dengan menggunakan sisi
jari kelingking dari arah pangkal kearah puting susu. Lakukan
gerakan ini kurang lebih 30 kali secara bergantian payudara kanan
dan payudara kiri.
h) Semua gerakan itu dapat melancarkan reflek pengeluaran ASI, selain
itu juga merupakan cara efektif meningkatkan volume ASI dan
mencegah bendungan pada payudara.
2) Pijat Oksitosin
Pijat oksitosin adalah menjaga kebersihan dan menjaga kelancaran
aliran ASI. Langkah-langkah pijat oksitosin :
a) Mencuci tangan
b) Menstimulir puting susu : menarik puting susu dengan pelan-pelan
memutar puting susu dengan perlahan dengan jari-jari.
c) Mengurut atau mengusap ringan payudara dengan ringan menggunakan
ujung jari.
d) Ibu duduk bersandar ke depan, melipat lengan diatas meja di depannya
dan meletakkan kepalanya diatas lengannya. Payudara tergantung lepas,
tanpa baju, handuk dibentangkan diatas pangkuan pasien. Bidan
menggosok kedua sisi tulang belakang dengan menggunakan ibu jari.
Bidan menekan dengan kuat, membentuk gerakan lingkaran kecil dengan
kedua ibu jari dengan menggosok kearah bawah kedua sisi tulang
belakang, pada saat yang sama dari leher kearah tulang belikat selama 2-
3 menit.
3) Posisi menyusui yang di ubah-ubah
Menurut Nugroho dkk (2014), ada beberapa macam posisi menyusui
pada bayi sebagai berikut :
a) Posisi Duduk
Langkah-langkah menyusui yang benar dengan posisi duduk adalah:
(1) Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada
puting susu, areola dan sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat
sebagai disinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
(2) Ibu duduk menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak
tergantung dan punggung ibu bersandar kursi, bayi dipegang dengan
satu tangan kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu dan bokong
bayi terletak pada lengan dan ditahan dengan telapak tangan ibu. Satu
tangan bayi diletakkan dibelakang dan satunya didepan, perut bayi
menempel badan ibu kepala bayi menghadap payudara, telinga dan
lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
(3) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang
dibawah.
(4) Bayi diberikan rangsangan dengan cara : menyentuh pipi dengan puting
susu atau dengan menyentuh sisi mulut bayi.
(5) Setelah bayi membuka mulut dengan cepat kepala bayi diletakkan ke
payudara ibu dengan puting susu berada dibawah langit-langit dan lidah
bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang
terletak dibawah areola. Setelah bayi mulai menghisap payudara tidak
perlu dipegang atau disangga lagi.
(6) Bayi disusui secara bergantian dari susu sebelah kiri kemudian kanan
sampai bayi kenyang.
(7) Setelah selesai menyusui mulut bayi dan kedua pipi dibersihkan dengan
kapas yang telah direndam dengan air hangat.
(8) Sebelum ditidurkan bayi disendawakan terlebih dahulu supaya udara
yang terhisap bisa keluar.
b) Posisi berbaring
Pada posisi berbaring miring, ibu dan bayi berbaring miring saling
berhadapan. Posisi ini merupakan posisi paling nyaman bagi ibu yang
menjalani penyembuhan dari pelahiran melalui pembedahan.
Langkah-langkah untuk menyusui dengan posisi berbaring adalah
sebagai berikut:
(1) Bayi harus mencari puting dan areola ibu dengan mulut terbuka lebar.
(2) Agar dapat menganga lebar, hidung bayi harus sejajar dengan puting
susu ibu.
(3) Ibu menyangga kepala dan leher bayi dengan lembut, dengan meletakkan
tangannya pada tulang oksipital bayi, dan membuat kepala bayi bergerak
ke belakang dengan posisi seperti mencium bunga.
(4) Saat rahang bawah membuka, ibu menggerakkan bayi mendekati
payudara dengan perlahan, menggarahkan bibir bawah bayi ke lingkar
luar areola.
(5) Setelah bayi mulai menghisap usahakan agar mulutnya tidak hanya
menghisap puting susu ibu, melainkan harus menghisap seluruh areola.
(6) Setelah selesai menyusui mulut bayi dan kedua pipi dibersihkan dengan
kapas air hangat.
(7) Sebelum ditidurkan, bayi disendawakan terlebih dahulu agar udara yang
terhisap bisa keluar.
4) Menggunakan bra yang menyangga, bukan yang menekan Menurut Rukiyah
dan Yulianti (2010), ibu menyusui
sebaiknya menggunakan BH yang sesuai dengan pembesaran payudara yang
sifatnya menyangga payudara dari bawah suspension bukan menekan dari
depan.
5) Melakukan pengosongan payudara
Menurut Marmi (2014), pengosongan payudara perlu dilakukan agar
payudara tidak terasa penuh untuk mengurangi bendungan ASI serta
memperlancar produksi ASI. Pengosongan
payudara atau pengeluaran ASI dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a) Pengeluaran ASI dengan tangan
(1) Cuci tangan sampai bersih
(2) Pegang cangkir yang bersih untuk menampung ASI
(3) Condongkan badan ke depan dan sangga payudara dengan tangan
(4) Letakkan ibu jari pada batas areola mammae bagian atas dan jari
telunjuk pada batas areola bawah sehingga berhadapan
(5) Tekan kedua jari ini kedalam kearah dinding dada tanpa menggeser
letak kedua jari tadi
(6) Pijat daerah diantara kedua jari tadi kearah depan sehingga akan
memeras dan emngeluarkan ASI yang berada didalam sinus lactiferus
(7) Ulangi gerakan tekan, pijat dan lepas beberapa kali
(8) Setelah pancaran ASI berkurang pindahkan posisi ibu jari dan jari
telunjuk tadi dengan cara diputar pada sisi lain dari batas areola dengan
kedua jari selalu berhadapan
(9) Lakukan hal yang sama pada setiap sehingga ASI akan terperah dari
semua bagian.
(10) Jangan menekan, memijat atau menari puting susu
karena tidak akan mengeluarkan ASI dan menyebabkan rasa sakit.
(11) Peras setiap 3-4 jam sekali secara teratur agar produksi ASI tetap
terjaga
(12) Pilih waktu dimana payudara dalam keadaan penuh
b) Pengeluaran ASI dengan pompa
Pengeluaran ASI dengan pompa jika payudara terbendung, payudara
terasa nyeri, dan ASI benar-benar penuh. Ada dua macam bentuk pompa :
(1) Pompa manual atau tangan
Pompa manual atau tangan sering dipergunakan karena murah, mudah
dibersihkan dan umumnya mudah digunakan. Ada beberapa tipe pompa
manual yaitu:
(a) Tipe silinder
Pompa tipe ini efektif dan mudah dipakai, kekuatan tekanan isapan
mudah dikontrol. Baik kedua silinder maupun gerakan memompa
berada dalam garis lurus. Terbuat dari plastik dengan tempat
penampungan ASI dibagian bawah silinder.
(b) Tipe silinder berkerucut
Tipe ini sama dengan tipe silinder, tetapi silinder bersudut
kebawah. ASI akan ditampung dibotol yang ditempelkan dipompa.
(c) Tipe kerucut gelas atau plastik dan bola karet atau tipe terompet
Tipe ini tidak dianjurkan untuk dipakai karena menyakitkan dan
dapat menyebabkan kerusakan putting susu serta jaringan
payudara. Kekuatan tekanan isap sukar diatur, skar dibersihkan dan
disterilkan secara efektif.
(2) Pompa elektrik
Beberapa macam pompa listrik sudah ada dibeberapa kota besar.
Karena umumnya harganya sangat mahal sehingga penggunaannya
terbatas di rumah sakit-rumah sakit besar.
f. Penatalaksanaan
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010), bila payudara ibu terjadi
bendungan ASI dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Menyusui bayi secara on demand / tanpa di jadwal sesuai kebutuhan bayi
2) Mengeluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih
lembek
3) Mengeluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi
kebutuhan ASI
4) Mengompres payudara dengan air hangat dan dingin secara bergantian
5) Untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu
berikan kompres hangat sebelum menyusui
6) Untuk mengurangi bendungan di vena dan pembuluh getah bening dalam
payudara lakukan pengurutan payudara atau perawatan payudara
7) Bila perlu memberikan parasetamol 500 mg per oral tiap 4 jam
8) Menurut Sulistyawati (2009), selain penatalaksanaan di atas ada
penatalaksanaan lain jika ibu mengalami bendungan ASI antara lain
menyangga payudara dengan BH yang menyokong dan memberikan
analgetik atau kodein 60 mg per oral
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Deskriptif adalah


penelitian yang menggambarkan fenomena yang ditemukan dan hasil
penelitian disajikan apa adanya (Sugiyono, 2007). Penelitian deskritptif
bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa yang
penting yang terjadi pada masa kini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara
sistematis dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan
(Nursalam, 2008). Penelitian deskritptif kuantitatif adalah penelitian yang
bertujuan meggambarkan suatu fenomena dengan berbentuk angka-angka
(Hidayat, 2007).

Dalam penelitian ini menggambarkan tentang Tingkat Pengetahuan Ibu


Menyusui tentang Perawatan Payudara di BPS Ariyanti Gemolong Sragen.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi

Lokasi adalah tempat yang digunakan untuk pengambilan data selama


kasus berlangsung (Budiarto, 2003). Penelitian ini dilakukan di BPS
Ariyanti Kabupaten Sragen.
Waktu penelitian

Waktu penelitian adalah jangka waktu yang dibutuhkan penulis untuk


memperoleh data studi kasus yang dilaksanakan (Budiarto, 2003).
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 30 Juni 2012

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau


subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti dan dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Hidayat, 2007 ). Populasi pada penelitian di BPS Aiyanti
Gemolong Sragen adalah ibu menyusui sebanyak 35 responden.

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang


diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).
Dalam penelitian ini sampel yang diambil yaitu 35 ibu menyusui di BPS
Aryanti.

C. Teknik sampling

Tehnik sampling adalah suatu proses seleksi sampel yang


digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah
sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Alimul, 2007).
Dalam penelitian ini teknik sampling dengan menggunakan total sampling
yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi dijadikan
sampel (Sugiyono, 2007).
D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner tertutup yang diisi oleh


responden. Kuesioner adalah sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal
yang ia ketahui dan sudah disediakan jawabannya (Arikunto, 2006). Kuesioner
diambil dari sumber teori tentang perawatan payudara pada ibu menyusui.
Penyataan terdiri pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif
(unfavorable) dengan pilihan jawaban benar dan salah. Penilaian pernyataan
positif (favorable) jika benar dengan skor 1 dan jika salah dengan skor 0.
Pernyataan negatif (unfavorable) jika benar dengan skor 0 dan jika salah

dengan skor 1. Pengisian kuisioner tersebut dengan memberi tanda centang (√)
pada jawaban yang dianggap benar.

Tabel 3.1

Kisi-Kisi Pernyataan

Variabel Sub Variabel Pernyataan Jumlah

Soal

Pengetahuan Favourable Unfavourable

ibu menyusui 1. Definisi 1,2 2

tentang 2. Manfaat perawatan 3,4,5,7,8 6 6


perawatan Payudara

Perawatan payudara
payudara 3. masa 9,11,12,13 10 5

Menyusui

4. Fisiologi laktasi 15 14,16 3

5. Masalah-masalah yang 18,19,21,22 17,20 6

sering dialami selama

Menyusui

6. Tahapan perawatan 24,25 23 3

Payudara

Jumlah 25
Kuesioner untuk penelitian terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan
reabilitas dengan karakteristik seperti sejenis di luar lokasi penelitian.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang dapat menunjukkan tingkat


kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2006). Sebuah
instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya
hendak diukur. Penelitian ini menggunakan uji validitas dengan rumus
product moment, yaitu:

N. ΣXY - ΣX.ΣY

rxy =

{N ΣX2 − (ΣX) 2 }{N ΣY2 - (ΣY)2}

Keterangan:

N : Jumlah responden

rx : Koefisien korelasi product moment


y

2. : Skor pertanyaan
3. : Skor total

xy : Skor pertanyaan dikalikan skor total

Instrument dikatakan valid jika nilai rhitung > rtabel. Instrument dikatakan

valid jika nilai rhitung > rtabel. Setelah dilakukan uji validitas yang dilakukan

di BPS Nunik Ngembat Padas Gemolong Sragen pada bulan Juni 2012.
Uji coba validitas terhadap 30 responden dengan 25 pernyataan didapatkan
25 pernyataan valid semua dikarenakan nilai rhitung > rtabel (0,361).
2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen


cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan
bersifat tendensius, mengarahkan responden memilih jawaban-jawaban
tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya,
maka berapa kalipun diambil tetap akan sama hasilnya (Arikunto, 2006).

Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan Alpha


Chronbach dengan bantuan program komputer SPSS for Windows. Rumus
Alpha Chronbach adalah sebagai berikut:

3. = k 1− Σσb2 11 k −1 σ
2t

Keterangan:

r1 = Reliabilitas Instrument
1

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑σb = Jumlah varian butir


2
σt2 = Varians total

Soal dikatakan reliabel bila nilai alpha cronbach’s > rkriteria (0,60)

(Ghozali, 2005). Uji reliabilitas yang telah dilakukan didapatkan hasil


alpha cronbach’s 0,851> 0,60, sehingga pernyataan dinyatakan reliabel
E. Teknik Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan lembar


pertanyaan persetujuan dan membagikan kuesioner pada ibu menyusui di BPS
Aryanti, kemudian menjelaskan tentang cara pengisiannya. Responden disuruh
mengisi kuesioner dengan selesai dan kuesioner diambil pada saat itu juga
oleh peneliti. Data yang diperoleh terdiri dari:

1. Data Primer

Data primer diperoleh secara langsung dari sumbernya atau objek


penelitian oleh peneliti perorangan atau organisasi (Riwidikdo, 2006).
Dalam penelitian ini data primer didapatkan dari pengisian kuesioner
tentang perawatan payudara yang diisi ibu menyusui di BPS Aryanti
Sragen.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari
objek penelitian (Riwidikdo, 2006). Data sekunder didapatkan dari data
rekam medis di BPS Aryanti Sragen tentang jumlah ibu menyusui.

F. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007).
Dalam penelitian hanya menggunakan variabel tunggal yaitu Pengetahuan Ibu
menyusui tentang perawatan payudara.
G. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang membatasi ruang lingkup

atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti

(Notoatmodjo, 2010).

Tabel 3.2

Definisi Operasional

Nama

Pengertian Indikator Skala

Variabel

Pengetahuan Kemampuan 1. Baik : Bila nilai responden


Ibu Ibu yang Ordinal

diperoleh (x) > mean + 1


Tentang Menjawab SD

nila
Perawatan Kuesioner 2. Cukup : Bila i
Payudara Perawatan responden mean -1 SD < x <

Payudara mean + 1 SD

Kurang : Bila nilai responden


yang diperoleh (x) < mean – 1
SD

1. Metode Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, maka langkah yang dilakukan berikutnya


adalah pengolahan data. Proses pengolahan data menurut Arikunto (2006)
adalah:

r Editing

Kegiatan ini dilakukan dengan cara memeriksa data hasil jawaban


dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden dan kemudian
dilakukan koreksi apakah telah terjawab dengan lengkap. Editing
dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau tidak
sesuai dapat segera dilengkapi.

k Coding
Kegiatan ini memberi kode angka pada kuesioner terhadap tahap-
tahap dari jawaban responden agar lebih mudah dalam pengolahan data
selanjutnya.
H. Tabulating

Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari jawaban


kuesioner responden yang sudah diberi kode, kemudian dimasukkan ke
dalam tabel.

2. Analisis Data

Analisa univariat yaitu menganalisa terhadap tiap variabel dari hasil


tiap penelitian untuk menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari
tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini hanya mendeskirpsikan
pengetahuan responden tentang Tingkat Pengetahuan Ibu tentang
perawatan payudara.

Menurut Riwidikdo (2009), maka digunakan perhitungan sebagai


berikut:

Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD

Cukup : Bila nilai responden mean -1 SD < x < mean + 1 SD


Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean – 1 SD
Menurut Riwidikdo (2009), rumus mean yaitu:

Rumus : X = ∑ x

Keterangan :

X : rata-rata ( mean )
∑x

: Jumlah seluruh jawaban responden

n : Jumlah responden

Menurut Riwidikdo (2009), Simpangan baku (standard deviation)


adalah ukuran yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat penyebaran
nilai-nilai (data) terhadap rata-ratanya.
Rumus :

(∑xi)2

∑xi2 −

SD =

n −1

Keterangan:

: Nilai responden n
: Jumlah responden

b. Etika Penelitian

Setelah mendapat persetujuan, peneliti mulai melakukan penelitian


dengan memperhatikan masalah etika menurut Hidayat (2007), meliputi :

c. Informed Consent ( lembar persetujuan menjadi responden)

Sebelum lembar persetujuan diberikan pada subyek penelitian peneliti


menjelaskan maskud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta
manfaat yang dilakukannya penelitian. Setelah diberikan penjelasan,
lembar persetujuan diberikan kepada subyek penelitian. Jika subyek
penelitian bersedia diteliti maka mereka harus menandatangani lembar
persetujuan, namun jika subyek penelitian menolak untuk diteliti maka
mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun jika subyek
penelitian menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan
tetap menghormati haknya.
d. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan subyek penelitian, peneliti tidak


mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan
inisial dan memberi nomor pada masing–masing lembar tersebut.

e. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh oleh subyek penelitian


dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan
disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai