Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN BEDP III

(PEMBERDAYAAN MASYARAKAT/INCLUSIVE AGRIBUSINESS)

ANALISIS AKTIVITAS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI


PT. GALIH ESTETIKA

DISUSUN OLEH KELOMPOK (NOMOR KELOMPOK)


1. SITI NUUR FADHILLAH MAYANGSARI 150610100103
2. DESTIANI ANNISA MATIIN 150610100104
3. FAISAL IGHFAR 150610100105
4. RIDHAN NUR ALIZA 150610100106
5. RINALDHI 150610100115

DOSEN PENDAMPING:
ANNE CHARINA, SP., MT.

TUTOR DI LOKASI MAGANG:


ZULDA WINATA

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
BAB I
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Perusahaan
PT.Galih estetika didirikan di Jakarta pada tahun 1991 oleh ibu Elis
Rosmiati.Perusahaan tersebut pada awal berdiri sebagai treding house dibidang
pengolahan kayu yang mecakup swan timbr,profile kayu dan kemudian diikuti
dengan generale merchandise dalam pembuatan tas,sepatu,garmen dan lai lain
Pada tahun 1993 PT Galih Estetika membuka cabang perusahaan perseroan
sebagai usaha pengembangan bisnis.cabang tersebut berkedudukan di Kuninga ,
Jawa Barat dengan NPWP 1.364.751-6-042 dan SIUP nomor 1152/8338/09-
02/PB/IV/93 yang dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 28 april 1993.Perusahaan
ini bergerak dalam industry pengolahan ubi jalar dan telah mengikuti penyuluhan
bagi Perusahaan makanan dan minuman industry rumah tangga berdasarkan
keputusan menteri kesehatan RI no.02912.B/SK/x/1986 tanggal 10 September
1986 yang diselenggarakan di Bandung tanggal 2 November 2000 dengan system
pengovenan dan pendinginan dengan tujuan pasar produk adalah ekspor ke Jepang
dan Korea
Pengembangan bisnis pengolahan ubi jalar mempunyai peluang pasar yang
cukup baik.Di luar negeri khusunya Negara Negara maju ,ubi jalar dijadikan
makanan mewah dan bahan baku industry.Ubi jalar dimanfaatkan dalm aneka
makanan olahan yang banyak dijual di took sampai restoran restoran bertaraf
internasional dengan tingkat konsumsi yang tinggi. Ubi jalar tesebut dikonsumsi
dalam bentuk ubi jalar segar,instant ubi kering ,aneka tepung dan pati, pasta ubi
jalar serta ubi jalar goreng yang dibekukan dan digunakan juga sebagai bahan
baku makanan cemilan seperti snack, permen, gula fruktosa serta berbagai macam
minuman yang terbuat dari sari pati ubi jalar.

B. Lokasi dan Aktifitas Perusahaan


a. Lokasi
PT. Galih Estetika berlokasi di Jl. Raya Bandorasa No. 103, Desa Bandorasa
Wetan, Kecamatan Cilimus, kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Pada
awalnya PT. Galih Setetika ini berlokasi di Pagundan, Lebakwangi, Kabupaten
Kuningan.proses perpindahan tempat ini terjadi karena lkasi diPagundan sudah
tidak layak pakai untuk perusahaan dengan kategori ekspor dan lokasi tersebut
statusnya sewa. Lokasi perusahaan sekarang statusnya sudah menjadi hak milik
dan luas areal memungkinkan pihak perusahaan memproduksi pasta dalam jumlah
banyak untuk memenuhi permintaan ekspor. PT. Galih Estetika memiliki luas
tanah 6.300m2 yang digunakan untuk bangunan pabrik seluas 5.300m2, sisanya
digunakan untuk fasilitas kantor, mushola, tempat parker, dan dapur
b. Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang diterapkan pada PT Galih Estetika mengarah pada
metode fungsional topdown yang membentuk formasi lini staf yang disesuaikan
dengan jumlah karyawan perusahaan itu sendiri, sehingga masing-masing divisi
atau departemen dapat tersentralisasi pada level masing-masing.
Struktur Organisasi PT. Galih Estetika

President Director

Advisor Marketing Accounting Jakarta

Logistic Jakarta Ekspor

Factory Manager

Accounting Kuningan Personel

PPIC Dept. Production Finishing Logistic Sanitation Maintenance Research


Kuningan Development

Laboratory
Shift 1

Adonan Tepung Goreng Kompos Shift 2

Shift 1 Shift 3
Shift 1 Shift 1 Shift 1 Shift 2

Shift 2 Shift 2 Shift 2 Shift 3

Shift 3 Shift 3
c. Aktivitas Perusahaan
PT. Galih Estetika adalah perusahaan yang bergerak dibidang produk bahan
setengah jadi untuk makanan dengan ubi jalar sebagai bahan bakunya. PT.Galih
Estetika telah berhasil mengekspor produk mereka ke berbagai negara seperti
Jepang dan Korea. Setiap bukannya mereka dapat mengekspor hingga 500 sampai
600 ton perbulan, dan dalam satu minggunya mereka dapat mengirim hingga 2
sampai 3 kali pengiriman tergantung pada banyaknya pesanan.

C. Sejarah Aktivitas Pemberdayaan


Dalam menjalankan sebuah perusahaan pasti perlu adanya pemberdayaan
dalam perusahaan tersebut, baik pemberdayaan yang ada didalam perusahaan
tersebut maupun yang berada diluar perusahaan. Dan PT. Galih Estetika sendiri
menyadari akan pentingnya pemberdayaan tersebut agar dapat terus berjalan dan
mengembangkan usahanya.
Pemberdayan yang dilakukan oleh PT. Galih Estetika ini pada awal
berdirinya berusaha memberdayakan petani yang berada dikawasan Kuningan saja
sebagai pemasok bahan baku bagi perusahaan. Namun karena semakin
berkembangnya perusahaan dan semakin bertambahnya permintaan akan paroduk
dari PT. Galih Estetika maka merka berusaha untuk mengembangkan proses
pemberdayaannya dengan cara memperluas area pemberdayaan mereka samapai
ke daerah Jawa Tengah, seperti Kabupaten Batang, Kabupaten Purwokerto dan
lainnya.
Pemberdayaan yang dilakukan ini berupa penyuluhan kepada petani tentang
cara penanaman ubi yang baik agar dapat menghasilkan hasil yang maksimal dan
memberi pinjaman benih bagi petani yang nantinya benih itu akan dikembalikan
pada saat panen.
Kendala yang dihadapi dalam pemberdayaan ini adalah tidak semua petani
ingin ikut dalam proses pemberdayaan ini, dan terkadang meskipun telah
melakukan pemberdayaan banyak petani yang lebih memilih menjual hasil panen
mereka kepada tengkulak.
BAB II
KEADAAN EKSISTING PROSES PEMBERDAYAAN

Gambar 1. Bagan Tugas Pokok Divisi R&D


Bagan tersebut menunjukkan tugas pokok divisi R&D pada PT. Galih
Estetika. Dalam bagan tersebut secara tidak langsung menjelaskan/ memaparkan
mengenai proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring, hingga evaluasi program
pemberdayaan yang tim R&D lakukan. Ketiga tugas tersebut terangkum ke dalam
dua subdivisi, yaitu divisi pembibitan dan divisi penanaman yang didalamnya
terdapat tim-tim tertentu.

2.1 Proses Perencanaan


Program pemberdayaan yang dilakukan oleh PT. Galih Estetika semata-
mata bukan untuk membantu kesejahteraan petani saja, namun terdapat hal lain
yang dibutuhkan oleh perusahaan yaitu untuk memenuhi kebutuhan produksinya.
Program pemberdayaan yang dirancang dan direncanakan, pada mulanya
bersumber dari perencanaan Shipment Time Scedule *(data dapat dilihat di lampiran) yang
dibuat pada bagian PPIC yaitu oleh Pak Tony. Setelah data shipment didapatkan,
lalu dilanjutkan dengan pengamatan terhadap data petani mitra, yang selanjutnya
berhubungan erat dengan schedule panen.
Data petani mitra ini dibutuhkan untuk melihat seberapa banyak perusahaan
melakukan kemitraan dengan petani, berapa lahan yang dibutuhkan, berapa ton
permintaan yang direncanakan dan dibutuhkan oleh tim PPIC dalam data
shipment nya, sehingga berpengaruh terhadap pembuatan data schedule panen.
Data schedule panen *(data dapat dilihat di lampiran) menunjukkan petani yang bermitra,
seberapa besar lahan yang dimilikinya, dimana lokasi lahan tersebut, apa varietas
yang ditanam, dan bagaimana hasil panennya, apakah gagal, dijual keluar, atau
habis panen dan masuk ke perusahaan. Hasil akhir dari data schedule panen ini
dijadikan sebagai proses pengevaluasian akhir pada program pemberdayaan yang
dibuat.
Sebenarnya PT. Galih Estetika memiliki tiga sumber bahan baku, yaitu
melalui kemitraan, pasar (termasuk tengkulak atau bandar), dan dari lahan sendiri
(termasuk sewa). Namun dari ketiganya, perusahaan lebih memprioritaskan
kemitraan dan akan dijelaskan lebih lanjut pada BAB III, poin relasi kelembagaan
antara pemberdaya dan subyek pemberdayaan. Data petani kemitraan ini menjadi
acuan, apakah bahan baku dari mitra petani yang sudah ada cukup atau tidak. Jika
kemitraan yang telah dilakukan masih tidak mencukupi untuk pemenuhan bahan
baku, maka akan dilakukan perluasan kemitraan menuju daerah baru yang sudah
pernah atau biasa menanam ubi, dan yang belum pernah menanam ubi. Pada
wilayah baru ini lah biasanya perusahaan melalui tim R&D nya melakukan
penyuluhan dan pemberdayaan.
Untuk saat ini perusahaan bermitra dengan 200 petani yang tersebar di
berbagai wilayah di pulau Jawa, diantaranya terdapat 6 petani mitra di daerah
Majalengka, 2 petani mitra di daerah garut, 2 di Solo, 2 di Cikijing, 2 di Jawa
Timur, 1 di Brebes, 3 di Purbalingga, 2 di Sumedang, 4 di Batang (termasuk
wilayah baru), 1 di Bogor, 1 di Pancalang, 1 di temanggung, 4 di Ciamis, dan 169
petani mitra di Kuningan itu sendiri. Penentuan lokasi petani mitra ini juga
menjadi pertimbangan besar dalam perencanaan pemberdayaan dan bisnis
perusahaan yang dijalankan. Jika dilihat dari segi bisnis, produk ubi yang
dihasilkan harus ekonomis dan menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi prospek keberlanjutan pengadaan bahan baku
kedepannya, hingga permasalahan keuangan yang akan ditimbulkan. Faktor-faktor
tersebut diantaranya adalah jarak lokasi atau wilayah petani mitra ke pabrik,
karakteristik dan status kepemilikan lahan petani di wilayah tersebut, tingkat
pendapatan di wilayah tersebut, iklim dan musim di wilayah tersebut, serta
karakteristik lahan yang ada.
Faktor yang mempengaruhi penentuan pemilihan calon mitra:
1. Jarak lokasi petani mitra
Jarak lokasi petani mitra dengan pabrik produksi bahan baku merupakan hal
yang sangat penting dalam pemilihan lokasi. Hal ini berkaitan dengan cost yang
akan dikeluarkan, tingakt kemacetan, penundaan keberangkatan seperti di
pelabuhan, dsb. Sehingga hal ini juga lah yang menjadi pertimbangan PT. Galih
Estetika terutama oleh tim R&D nya dalam melakukan pemberdayaan dan
melkukan mitra, sehingga kemitraan yang dilkukan selama ini hampir seluruhnya
di pulau Jawa dan yang terbanyak adalah di lingkungan perusahaan yaitu
Kuningan meskipun sebelumnya telah menjalin mitra dengan petani yang ada di
daerah lampung.
2. Karakteristik petani
Berbeda daerah, berbeda pula karakteristik masyarakat yang ada di daerah
tersebut, termasuk petani dan cara bertaninya. Hal ini menjadi pertimbangan
karena apabila petani di wilayah tertentu sulit dalam pengadopsian teknologi serta
pembudidayaan yang baru, serta banyaknya perbedaan perilaku bertani maka akan
semakin menyulitkan PT. Galih Estetika dalam memasuki wilayah tersebut dan
akan kurang menguntungkan kedepannya bagi keberlanjutan pengadaan bahan
pasok perusahaan.
3. Luas dan Status kepemilikan lahan
Luas kepemilikan lahan yang dimiliki oleh petani setiap tahunnya terjadi
penyusutan. Seiring dengan semakin kecilnya kepemilikan lahan petani, status
kepemilikan lahan pun berubah. Kini banyak petani yang hanya menjadi buruh
tani atau menyewa lahan karena telah menjual lahan yang dimilikinya kepada
perindustrian, perumahan, dsb. Jika luas kepemilikan lahan yang dimiliki oleh
petani kecil, maka lahan tersebut kurang ideal bagi penanaman ubi yang akan
dijadikan bahan pasokan karena terlalu sedikit lahan yang akan ditanam.
Begitupun yang terjadi pada status kepemilikannya. Jika petani yang akan
menjadi mitra hanya menyewa lahan atau bukan milik sendiri maka jika dilihat
dari segi bisnis hal ini kurang menguntungkan baik terhadap perusahaan ataupun
petani yang melakukan pembudidayaannya. Sebenarnya bukan kurang atau tidak
menguntungkan, namun akan lebih menguntungkan apabila lahan yang digarap
adalah milik petani itu sendiri, sehingga cost yang dikeluarkan oleh petani tidak
banyak. Luas dan status kepemilikan lahan ini berpengaruh juga pada harga sewa
lahan, dan harga tenaga kerja yang ada di wilayah tersebut.
4. Tingkat pendapatan dan persaingan komoditas
Tingkat pendapatan diberbagai daerah tidak lah sama, ada yang tingkat
pendapatan perbulannya rendah, sedang, bahkan tinggi. Daerah-daerah penyangga
kota Jakarta seperti Bogor, dan Cianjur, serta daerah seperti Sukabumi memiliki
tingkat pendapatan yang tinggi. Sehingga jika dilakukan penanaman ubi di
daerah-daerah tersebut akan kurang menguntungkan bahkan bisa merugi. Hal ini
disebabkan oleh jenis tanaman yang ditanam di daerah tersebut menghasilkan
pendapatan yang tinggi seperti hortikultura, beras Cianjur yang mahal, dsb jika
dibandingkan dengan harga ubi yang hanya berkisar di angka Rp 1500,00 – Rp
3000,00 saja/ kg. Pembudidayaan ubi pun dilakukan antara 5 hingga 6 bulan
menuju masa panen, berbeda dengan hortikultura yang hanya memerlukan waktu
sebentar meskipun harganya fluktuatif.
Jika membandingkan antara pendapatan yang akan didapatkan antara
komoditas ubi dan pesaingnya seperi hortikultura maka tentu petani akan lebih
memilih komoditas yang akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi.
Perusahaan tidak akan kuat untuk membayar lebih dari yang biasa dibayarkan
kepada petani.
5. Iklim dan musim
Iklim dan musim pada suatu wilayah yang akan dilakukan pemberdayaan
dan kemitraan sangatlah berpengaruh terhadap jumlah hasil panen.
Pembudidayaan ubi memanglah tidak rewel seperti hortikultura, baik dari
pemupukannya, perawatannya, hingga hama yang menyerangnya sehingga modal
untuk membudidayakannya pun tidak mahal. Namun, jika hujan terus mengguyur
wilayah petani mitra, maka hal ini akan berpengaruh terhadap produktifitas lahan.
Bagitu pula yang akan terjadi jika kemarau berkepanjangan, karena tanaman ubi
harus memiliki asupan air yang cukup untuk umbi yang akan diproduksinya.
6. Karakteristik lahan
Karakteristik lahan diberbagai daerah berbeda-beda, sehingga diperlukan
pemilihan lahan yang sesuai dengan karakteristik lahan untuk pembudidayaan ubi.
Karakteristik ini dapat dilihat dari ketinggian tanah, kandungan hara tanah,
struktur tanah, dsb. Jika karakteristik lahan tersebut tidak sesuai, maka akan
menurunkan produktifitas lahan dan hasil panennya akan rendah atau tidak akan
sesuai dengan terget, sehingga bisa jadi dapat merugikan perusahaan bahkan
petani yang membudidayakannya.

2.2 Pelaksanaan Pemberdayaan


Setelah dilakukan perencanaan pemberdayaan yang akan dilakukan, proses
selanjutnya adalah pelaksanaan pemberdayaan terhadap petani. Langkah-langkah
proses pemberdayaan ini dilakukan sesuai gambar 1.
1. Kerjasama
Sebelum melakukan pemberdayaan dilapangan, tim research akan
mengadakan kerjasama dengan beberapa pihak yang akan mendukung program
pengembangan varietas, pengembangan proses pemberdayaan, dsb.
2. Perizinan
Pelaksanaan awal pemberdayaan dilakukan dengan mendatangi Dinas
Pertanian setempat yang dilanjutkan pada BPP masing-masing sub wilayah di
daerah yang akan dilakukan pemberdayaan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
perizinan untuk melakukan penyuluhan, serta berhubungan dengan pertanggung
jawaban perusahaan terhadap petani. Jika terjadi sesuatu terhadap petani yang
diberi penyuluhan/ diberdayakan dan tidak melalui prosedur perizinan dan tanpa
sepengetahuan dinas pertanian setempat, maka akan membawa pengaruh buruk
terhadap nama perusahaan. Sehingga prosedur ini sudah pasti dilakukan
perusahaan jika memasuki wilayah baru.
3. Penentuan wilayah mitra
Setelah mendapatkan izin, tim research mencari titik-titik atau lokasi
tertentu yang akan dijadikan sebagai calon mitra (yang akan diberdayakan).
Kriteria pemilihan lokasi ini telah disebutkan pada sub bab perencanaan.
4. Pendekatan terhadap calon petani mitra
Setelah mendapatka izin, tim R&D yang dipimpin oleh Pak Cahya Irawan
selaku ketua divisi R&D dan pemberdaya yang dikirim dari perusahaan akan
melakukan pendekatan dengan petani di wilayah baru tersebut. Pendekatan ini
dapat dilakukan secara individualis (personal), atau pun langsung memberikan
penyuluhan terhadap suatu kelompok tani atas bantuan dari BPP setempat.
Menurut Pak Cahya Irawan, metode pendekatan dan pemberdayaan yang lebih
efektif dan efisien dilakukan adalah metode pendekatan personal, selain lebih
intensif biasanya pendekatan ini dilakukan hanya pada petani yang berkemauan
tinggi terhadap pembudidayaan ubi yang akan dilakukan. Tidak seperti pada
kelompok tani, meskipun orang yang diberdaya ada dalam jumlah yang banyak,
namun mereka tidak mendengarkan atau hanya ikut-ikutan bahkan hanya terpaksa
ikut.
Berita dari mulut ke mulut yang disebarkan oleh petani mitra yang telah
berhasil membudidayakan dan mendapatkan keuntungan akan sangat membantu
terjalinnya pemberdayaan dan program pemberdayaan/ penyuluhan yang akan
dilakukan selanjutnya. Selain itu, pendekatan lain yang dilakukan oleh perusahaan
adalah melalui program pemerintah yang dilakukan Dinas Pertanian dan BPP
mengenai ubi atau melalui kerjasama dengan BPP melalui pengembangan
pembudidayaan ubi di wilayah baru dengan menggunakan lahan milik BPP yang
nantinya hasil panen tersebut akan dilakukan bagi hasil sebagai lahan percontohan
yang akan menimbulkan inklusi dan partisipasi dari petani setempat dan akan
dijelaskan lebih dalam pada BAB III pada poin inklusi dan partisipasi.
5. Persiapan bibit
Setelah dilakukan berbagai jenis pendekatan dan sudah ada petani yang
ingin melakukan pembudidayaan ubi, proses selanjutnya adalah menyiapkan bibit
yang akan ditanam sesuai dengan luas lahan yang ditawarkan oleh petani. Bibit ini
dibawa langsung dari lahan pembibitan yang dimiliki perusahaan di Kuningan, hal
ini dikarenakan pembudidayaan dilakukan pada wilayah baru dan petani masih
mencoba-coba untuk membudidayakan ubi tersebut.
6. Persiapan lahan
Persiapan lahan ini dilakukan dengan pembersihan, pembuatan guludan,
penggemburan, dan pemupukan. Pada saat persiapan lahan ini perusahaan tidak
melepas atau membiarkan petani membuatnya sendiri, namun perusahaan
khususnya tim R&D yang dikirim mendampingi untuk membantu petani. Jadi tim
tersebut mendampingi dan mengarahkan secara langsung bagaimana persiapan
lahan yang baik, dan tidak hanya memberikan penjelasan pada sat awal
penyuluhan saja.
7. Penanaman
Jika persiapan bibit telah selesai dan bibit sudah dibawa ke lokasi
penanaman, lalu proses selanjutnya adalah penanaman tanaman ubi. Dalam
penanaman pun tim mendampingi dan mengarahkan petani.
8. Pemupukan lanjutan
Pemupukan lanjutan dilakukan dua bulan setelah penanaman, pemupukan
ini juga dilakukan bersamaan setelah pembersihan gulma, lalu jika telah dilakukan
pemupukan lanjutan akan dilakukan peninggian guludan. Pada tahap ini pun tim
akan dan datang dan terus melakukan pendampingan.
9. Koordinasi rencana panen dan pemanenan
Pada saatnya panen, tim yang telah memberikan pengarahan sebelumnya
datang akan membantu, mengarahkan cara panen yang benar, dan membawa hasil
panen ke pabrik.
10. Pembayaran
Transaksi pembayaran akan dilakukan setelah dua minggu dari pemanenan/
masuk ke dalam pabrik yang sebelumnya telah dilakukan penyortiran di pabrik
dan pemberitahuan hasil sortir adalah tiga hari setelah dilakukan pemanenan.\

Secara garis besar, terdapat sembilan langkah dalam pelaksanaan


pemberdayaan, namun dalam hal pembudidayaan ubi itu sendiri berdasarkan
teknik budidaya ubi jalar oleh PT. Galih Estetika adalah sbb:
2.1.1 Syarat tumbuh
1. Tanah gembur dan bukan tanah liat
2. Ketinggian tempat antara 300 – 1000m dpl (diatas permukaan laut).
 <300mdpl ditunjang suhu yang tinggi maka akan mengakibatkan tanaman
rentan terhadap serangan hama, terutama hama lanas (cyllas sp) dan
penggerek batang.
 >1000mdpl ditunjang suhu yang rendah, maka kecenderungan
pertumbuhan ubi lambat, ubi cenderung kecil dan usia panen ubi semakin
panjang.
3. Suhu antara 21–27oC
 <21oC pertumbuhan tanaman cenderung lambat.
 >27oC merupakan kondisi yang cocok untuk berkembang biaknya hama.
4. pH tanah berkisar antara 5,5 sampai 7,5
 <5,5 tanah selalu masam sehingga penyerapan makanan (unsur hara) oleh
tanaman tidak maksimal.
 >7,5 tanah kondusif terhadap zat-zat yang merugikan tanaman ubi, tetapi
untuk di Indonesia sendiri kasus tanah basa jarang terjadi.
Tabel 1. Untuk menetralkan tanah (pH=7,0)
pH Kapur karbonat/ Ha
4,0 1690
4,5 1500
5,0 1130
5,5 750
6,0 380
6,5 Sedikit saja

2.1.2 Budidaya ubi


1. Pengolahan tanah
Pencangkulan/ pembajakan tanah dilakukan sedalam 20 cm, kemudian
dibiarkan 7 hari dengan tujuan memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah dengan
harapan bisa menunjang pertumbuhan organisme tanah yang menguntungkan.
2. Pembuatan guludan
 Menggunakan jerami
Dalam penggunaan jerami, jerami ditempatkan
didasar guludan, usahakan jeraminya sudah
matang.
 Pemupukan
Buat guludan setengah bagian, lalu
dimasukkan pupuk kandang atau pupuk
kompos kemudian dibumbun tanah hingga
menjadi guludan yang sempurna (pupuk
kandang/ kompos sudah matang).
Gambar 2. Guludan dan pengairan yang baik
 Ukuran guludan
Panjang 1-2 m x tinggi 30-40 cm x lebar bawah 60-70 cm, dan jarak antar guludan
90-100 cm.
 Pengirigasian
Sistem pengirigasian diusahakan sistem pengirigasian teknis karena dapat
membantu penyerapan makanan secara optimal.
3. Pembibitan
 Stek berasal dari pembibitan, atau berasal
dari F1, F2, dan F3.
 Pengambilan stek dengan panjang 20-25 cm,
dengan jumlah ruas antara 5-7 ruas.
 Stek yang diambil merupakan stek sehat
(tidak berpenyakit).
 Potongan stek maksimalkan potongan ke satu
(pucuk). Gambar 3. Bibit yang baik

4. Penanaman
 Masukkan pangkal stek dengan posisi berdiri dengan dua mata tunas masuk ke
dalam tanah dengan harapan ubi yang dihasilkan mencapai ukuran yang
maksimal.
 Dianjurkan untuk monokultur karena akan berpengaruh terhadap produktifitas
ubi.

Gambar 4. Penanaman ubi

5. Garan (menurunkan tanah guludan)


Setelah umur tanaman 21 hst (hari setelah tanam),
tanah dikeringkan (tidak di airi) selama 7-10 hari. Hal ini
memberikan manfaat sbb:
 Meremahkan/ menggemburkan tanah yang keras,
sehingga kedepannya akan cukup memberikan ruang
untuk pertumbuhan akar dan bakal ubi.
 Sebagai sarana untuk pemberian pupuk. Gambar 6. Pengeringan lahan
 Sinar matahari yang hangat dapat memberikan rangsangan terhadap
pertumbuhan bakal ubi.
 Secara tidak langsung sekaligus melakukan penyiangan.

6. Pemupukan
a. Pemupukan melalui perakaran
 Pemupukan dasar
Pemupukan yang dilakukan bersamaan dengan waktu tanam, dengan tujuan
untuk mempercepat pertumbuhan batang & perakaran.
Urea : 14 kg/Ha
Sp 36 : 18 kg/Ha
KCL : 10 kg/Ha
 Pemupukan susulan
Pemupukan yang dilakukan setelah 7 – 15 hari sesudah penjugaran, dengan
cara ditaburkan dikiri dan kanan guludan yang sudah dijugar.
Dosis untuk musim hujan :
Urea : 55 kg/Ha atau NPK : 300 kg/ Ha
Sp 36 : 100 kg/Ha KCL : 100 kg/Ha
KCL : 150 - 250 kg/Ha
Dosis untuk musim kemarau
Urea : 80 kg/Ha atau NPK : 300 kg/ Ha
Sp 36 : 100 kg/Ha KCL : 100 kg/Ha
KCL : 150 - 250 kg/Ha
Dosis diatas bisa berubah tergantung kondisi lahan penanaman.
b. Pemupukan melalui daun
Pemupukan yang dilakukan dengan harapan bisa menyediakan unsur hara
yang terserap secara maksimal oleh tanaman, juga dalam pupuk daun terdapat
beberapa unsur mikro disamping unsur makro yang dibutuhkann oleh
tanaman.
7. Penutupan tanah (pembumbunan)
 Setelah pupuk ditebarkan di daerah perakaran, baru tanah ditutp kembali
 Pekerjaan ini sekaligus merupakan pembersihan gulma
 Usahakan dilakukan penyiraman agar kondisi tanah tidak kering dan
penyerapan pupuk dapat optimal
8. Penyiaangan dan pengebatan
 Penyiangan dilakukan untuk mencegah adanya persaingan untuk
memperebutkan unsur hara antara gulam dengan tanaman ubi, juga
sebagai upaya untuk mencegah terhadap serangan hama tikus
 Pengebatan dilakukan dengan maksud memutuskan akar-akar (bakal ubi
pengganggu) yang tumbuh dari ruas-ruas menjalar
 Jangan lakukan pembalikan batang karena akan merusak, lakukan hanya
mengangkat batang saja sampai akar pengganggu putus dan kembalikan
sejajar dengan arah guludan
 Musim penghujan dilakukan ± 3 - 4 kali
 Musim kemarau dilakukan ± 2 – 3 kali
9. Pengairan/penyiraman
a. Usia 15 hari pertama usahakan kondisi tanah terus lembab
b. Usia 1 – 3 bulan penyiraman dilakukan setiap 15 hari sekali
c. Usia diatas 3 bulan penyiraman dilakukan setiap 20 hari sekali
10. Pengendalian hama dan penyakit
a. Hama yang sering menyerang adalah hama boleng dan penggerek batang
b. Pengendalian terpadu : penggunaan stek dari tanaman induk yang sehat,
perlakuan pencelupan stek ke dlam larutan insektisida karbofuran dengan
dosis sesuai anjuran selam 10 menit, pengairan yang cukup dan teratur,
pembumbunan, penangkapan serangga dewasa jantan dengan seks deromon,
panen tepat waktu, perotasian tanamn, dan terus mengusahakan agar kondisi
tanaman sehat
c. Lakukan penyemprotan dengan pestisidan yang ramah lingkungan serta
sesuai dosis yang dianjurkan apabila terdapat serangan hama dan penyakit
utamakan dahulu pestisida nabati
d. Penyemprotan dilakukan pagi (pukul 06.00 – 09.00) atau sore (16.00 – 18.00)
11. Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada usia tanaman yang maksimal agar hasil didapat
bisa memuaskan, karena pada masa-masa usia pematangan terdapat
penambahan bobot yang optimal. Usia panen ubi yang standar adlah 4,5 – 6
bulan

2.3 Monitoring dan Evaluasi Pemberdayaan


Secara garis besar, monitoring dan pengevaluasian ini dilakukan pada setiap
langkah pelaksanaan pemberdayaan. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan mulai
dari pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pemupukan lanjutan, sebelum masa
panen, dan saat panen. Selain itu, jika terjadi kendala atau masalah, tim dari
perusahaan akan datang untuk memantau dan memberikan beberapa solusi. Jadi
sebenarnya hampir setiap bulan tim dari perusahaan terutama untuk Pak Cahya
Irawan sendiri datang mengunjungi untuk mengawasi, mendampingi dan menjaga
komunikasi serta kepercayaan petani terhadap perusahaan.
Hal ini berkaitan erat dengan tanggung jawab perusahaan dan petani itu
sendiri. Jika perusahaan tidak melakukan hal tersebut maka bisa jadi para petani
menjualnya kepada tengkulak atau bandar setempat yang menawarkan harga lebih
tinggi atau bahkan yang mampu membayar lebih cepat dibandingkan dengan
perusahaan. Jika dibandingkan dengan perusahaan yang hanya mampu membayar
petani setelah dua minggu, petani pasti akan lebih memilih bandar atau tengkulak
yang bisa membayar langsung pada saat itu juga/ lebih cepat.
Pengevaluasian pun terus dilakukan oleh perusahaan seiring dengan
monitoring yang dilakukan. Hal yang menjadi pengevaluasian terbesar adalah
hasil budidaya tersebut gagal, atau berhasil. Kegagalan disini bisa terjadi oleh
musim, ketersediaan air, sistem pengirigasian, cuaca, hama penyakit, ataupun
dengan petani menjual ubi tersebut kepada selain perusahaan.
Jika ada petani nakal yang memang menjualnya selain kepada perusahaan,
dan hal ini terjadi terus menerus seperti yang terjadi pada tahun 2007-2008 seperti
di Majalengka, maka perusahaan akan meninggalkan petani tersebut. Menurut Pak
Cahya Irawan untuk apa mempertahankan petani yang memang sudah tidak bisa
lagi memsok bahan baku ke perusahaan, jikapun dipertahankan maka akan
mengeluarkan cost yang lebih tinggi. Sehingga perusahaan pada akhirnya mencari
petani mitra baru. Hal ini selalu terjadi di pertanian, sehingga perlu dilakukan
evaluasi. Hasil evaluasi perusahaan setelah terjadi hal tersebut, tim R&D terus
menambah ilmunya dan mulai menganalisis serta membuat kriteria/ karakteristik
petani yang akan menjadi calon mitra. Sehingga hal tersebut diharapkan tidak
akan terjadi lagi. Kini pemilihan calon mitra pun terus di evaluasi.

*Keterangan:
Untuk lebih jelasnya, proses pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh perusahaan
dapat dilihat pada lampiran yaitu tugas personel pendukung penanaman di wilayah kab. Batang yang
dilakukan oleh perusahaan.
BAB III
ANALISIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

3.1. Analisis Terhadap Proses Perencanaan, Pelaksanaan, serta Monitoring


dan Evaluasi Pemberdayaan
3.1.1. Efisiensi Pemberdayaan (Manajemen Sumberdaya)
a) Alokasi Pelaku Pemberdayaan, Subyek Pemberdayaan, Dan Fasilitas
Pemberdayaan
Kegiatan pemberdayaan PT.Galih Estetika dilakukan oleh Divisi R & D
(Research and Development), karena berhubungan dengan proses produksi dari
perusahaan itu sendiri. Sehingga disivi R & D inilah yang langsung melakukan
kegiatan pemberdayaan bukan dilakukan oleh divisi yang khusus menangani CSR
seperti kebanyakan perusahaan lainnya.
Tugas pokok Divisi R & D yaitu terdiri dari research, pembibitan, dan
development, yang terangkum dalam 2 sub divisi yaitu Sub Divisi Pembibitan dan
Sub Divisi penanaman. Sub Divisi Pembibitan mempunyai tugas menghasilkan
atau membuat bibit dengan kualitas, kuantitas, dan varietas yang diinginkan oleh
perusahaan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Sedangkan Sub Divisi
penanaman bertugas melakukan observasi lahan, penyuluhan mengenai cara
bertanam ubi, pengecekan persiapan tanam, pengiriman bibit ubi, realisasi tanam,
koordinasi panen, hingga monitoring dan evaluasi secara berkala. Dua Sub Divisi
tersebut saling berhubungan dan bekerjasama dalam melakukan kegiatan
pemberdayaan.
Subyek pemberdayaan adalah petani yang mau menanam ubi jalar di
daerah-daerah potensial. Untuk sekarang subyek pemberdayaan yang sudah
menjadi mitra ada di daerah Kuningan, Majalengka, Garut, Solo, Cikijing, Jawa
Timur, Brebes, Purbalingga, Sumedang, Batang, Bogor, Pancalang, Temanggung,
Ciamis, dan Banjarnegara. Subyek pemberdayaan bisa merupakan petani yang
sudah melalukan atau pernah melakukan budidaya ubi jalar maupun petani yang
belum mengenal sama sekali mengenai budidaya ubi jalar.
Fasilitas yang diberikan perusahaan untuk pelaku pemberdayaan adalah
mobil operasional yang terdiri dari mobil bak terbuka dan mobil truck yang
digunakan untuk mengangkut bibit dan hasil panen petani. Sedangkan fasilitas
yang diberikan perusahaan untuk subyek pemberdaya adalah berupa bibit
pijaman, pupuk pinjaman, teknologi penanaman ubi jalar yang baik dan benar, dan
jaminan pasar. Untuk sekarang sudah tidak ada lagi pupuk pinjaman karena
masalah kredit petani yang sering macet saat pengembalian pinjaman.
b) Akuntabilitas Penggunaan Sumberdaya
Divisi R & D dikepalai oleh seorang sarjana pertanian yang bernama
Ir.Cahya Irawan, sebenarnya yang melakukan pemberdayaan terhadap lokasi baru
penamanan ubi adalah beliau. Kepala Divisi R & D tersebut merupakan pelaku
langsung dalam proses pemberdayaan lingkungan baru yang belum mengenal ubi
jalar. Beliau merupakan pencari lokasi potensial untuk menanam ubi, pelaku
pemberdyaan dalam melakukan pendekatan, sekaligus pemateri dalam melakukan
penyuluhan. Ir.Cahya Irawan dalam tugasnya melakukan pemberdayaan dibantu
oleh Sub Divisi Penanaman atau yang biasa disebut Tim Penanaman. Kegiatan
pendekatan, pembukaan lokasi penanaman yang baru, dan penyuluhan biasanya
dilakukan oleh Ir.Cahya Irawan yang didampingi oleh satu atau dua orang dari
Tim Penanaman. Sedangkan proses penanaman, koordinasi panen, hingga
monitoring dan evalauasi dilakukan oleh Tim Penanaman yang dibantu oleh Tim
Pembibitan yang berkoordinasi dengan Kepala Divisi R & D.

3.1.2. Efektivitas Pemberdayaan


a) Akses Sumberdaya Produktif (Accessibility)
Saat ini terdapat beberapa akses sumber daya produktif yang mendukung
kegiatan pemberdayaan yang dilakukan perusahaan. Pemberdayaan yang
dilakukan di daerah baru biasanya perusahaan melibatkan dinas pertanian
setempat dan BPP di tingkat kecamatan baik itu dalam hal perijinan atau terlibat
langsung dalam kegiatan penyuluhan. Dalam beberapa kasus terkadang ada
program pemerintah mengenai penanaman ubi yang sedang di canangkan di
daerah tersebut seperti di Kapubaten Kendal ini mempermudah perusahaan dalam
melakukan penyuluhan.
Pengetahuan mengenai varietas dan budidaya ubi jalar menjadi hal yang
wajib dimiliki oleh pelaku pemberdayaan, sumber daya pelaku pemberdayaan
yang berkualitas dari segi pengetahuan yang didapatkan dari belajar melalui
literatur dan pengalaman menjadi modal penting perusahaan dalam melakukan
pemberdayaan sehingga tingkat keberhasilan pemberdayaan mempunyai nilai
yang besar. Selain itu fasilitas yang diberikan perusahaanpun merupakan
sumberdaya produktif yang bisa digunakan pelaku pemberdayaan yang
mendukung kegiatan pemberdayaan.
Selain pengetahuan mengenai varietas dan budidaya ubi jalar, pelaku
pemberdayaanpun harus mampu membaca dan menganalisis sosial budaya petani
yang diberdayakan. Hal-hal yang dilihat dari sosial budaya ini adalah mengenai
bagaimana tingkat perekonomian petani, tata cara atau kebiasaan budidaya petani,
kemampuan petani dalam mengadopsi ilmu baru yang berbeda dari kebiasaan
petani, karakteristik petani, dan kepemilikan lahan.
b) Inklusi dan Partisipasi
Inklusi atau penguatan kesadaran dan partisipasi petani terjadi pada hampir
setiap petani yang diberdayakan, namun yang terlihat jelas adalah para petani
yang diberdayakan perusahaan yang difasilitasi oleh BPP berupa pinjaman lahan
milik BPP sebagai demplot. Setelah melakukan penyuluhan, pelaku
pemberdayaan melakukan proses budidaya di lahan demplot tersebut dengan
partisipasi petani sebagai tenaga kerja dan pengamat sehingga timbullah
kesadaran petani untuk bertanya mengenai budidaya ubi, ini merupakan awal dari
ketertarikan petani dalam menanam ubi. Ketika panen yang dilakukan dan
disaksikan langsung oleh petani dan terlihat hasilnya yang bagus dan
menguntungkan maka timbullah keinginan petani untuk menanam ubi varietas
tersebut di lahan mereka sendiri.
Untuk wilayah baru, menumbuhkan rasa keinginan untuk menaman ubi
jalar cukup sulit. Kegiatan pendekatan dan penyuluhan dilakukan bisa lebih dari 3
kali, dan pembuktian bahwa ubi jalar layak dibudidayakan agar petani percaya
bisa sampai 2 kali musim tanam, barulah petani mempunyai keinginan untuk
menaman ubi jalar. Kasus seperti yang dijelaskan di paragraf diatas jarang terjadi
karena kegiatan pemberdayaan tidak selalu bertepatan dengan adanya program
pemerintah yang memudahkan pelaku pemberdaya.
c) Kesesuaian (Appropriateness) Program dengan Kebutuhan Petani
Dikarenakan tujuan utama dari pemberdayaan yang dilakukan perusahaan
adalah untuk pemenuhan produksi maka untuk kasus pembukaan wilayah baru
ketika awal pemberdayaan terhadap petani perusahaan tidak melihat mengenai
kebutuhan petan. Namun apabila petani tersebut sudah pernah menanam ubi jalar
atau mempunyai keinginan untuk menanam ubi jalar yang timbul dari dalam
dirinya sendiri maka isi pemberdayaan disesuaikan dengan kebutuhan petani.
Namun pada akhirnya program pemberdayaan yang dilakukan selain untuk
memenuhi kebutuhan produksi tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani,
karena perusahaan membeli ubi yang ditanam petani (apabila sesuai dengan
varietas yang dibutuhkan perusahaan) diatas harga pasar.
d) Penguatan Petani dan Kelompok (Capacity Building)
Petani dan kelompok tani mempunyai penguatan dibidang teknologi
budidaya ubi jalar, sehingga dengan budidaya yang baik dan benar akan
menghasilkan ubi jalar dengan produktivitas maksimal. Secara otomatis petani
dapat memperbaiki keuangan keluarganya dan kesejahteraan petani dapat
meningkat secara bertahap. Selain itu petani mendapatkan pinjaman bibit dari
perusahaan untuk membantu dalam permodalan, sehingga disini petani diajarkan
untuk memiliki tanggung jawab terhadap pinjaman yang diberikan perusahaan
dan adanya pembangunan modal sosial mengenai pembangunan kepercayaan
perusahaan terhadap petani bahwa ubi yang dihasilkan akan dijual kepada petani
bukan kepada tengkulak. Petani dan kelompok juga mendapatkan penguatan
dalam hal pasar, bahwa ada pasar lain selain dijual ke tengkulak ataupun ke pasar
langsung yaitu ke perusahaan. Petanipun diberi tahu mengenai prospek ubi di
masa yang akan datang.
Namun banyak konflik yang terjadi di lapangan yang berkaitan dengan
kurangnya tanggungjawab petani terhadap perusahaan, yaitu setelah mendapatkan
pembinaan dan pinjaman ada petani yang menjual ubi jalar mereka kepada
tengkulak. Hanya karena harga yang diberikan tengkulak lebih tinggi 100 rupiah
dari harga yang disepakati petani dengan perusahaan sebelumnya. Konflik
tersebut sering terjadi, karena banyak tengkulak yang hanya ingin mengambil
untung ssaja tanpa mau membina. Ketika perusahaan mengembangkan suatu
daerah dengan ubi jalar dan ketika daerah tersebut sudah berkembang dengan ubi
jalarnya dan harga ubi jalar sedang bagus biasanya banyak tengkulak yang
mengambil untung, dan tidak sedikit pula petani yang menjual ke tengkulak.
Sehingga disini terkadang perusahaan kalah bersaing dengan harga yang
ditawarkan tengkulak. Biasanya jika seperti ini terjadi dan petani banyak yang
menjual ke tengkulak perusahaan lebih memilih untuk mundur secara terartur.
Pada tahun 2007 perusahaan pernah memberikan pinjaman bibit, pupuk,
hingga uang yang jumlahnya bisa mencapai 35 juta rupiah namun proses
pengembaliannya banyak yang macet karena berbagai alasan. Selain itu pada
tersebut banyak petani kuningan yang berdagang di luar kuningan seperti di
jakarta, mereka menanam ubi jalar di kuningan dan pergi ke jakarta untuk
berdagang dan hanya kembali saat panen saja. Sehingga sering terjadi gagal panen
karena perawatannya kurang, dan biasanya petani hanya datang ke perusahaan
untuk mengembalikan bibit pinjaman saja. Biasanya penyelesaian konflik yang
diambil perusahaan adalah secara kekeluargaan dan sebagai evaluasi saja tidak
mengambil jalur hukum karena dianggap terlalu ekstrim.
e) Relasi Kelembagaan Antara Institusi Pemberdaya dan Subyek
Pemberdayaan
Relasi yang dijalankan antara PT.Galih Estetika dan petani berupa
kemitraan. Perusahaan memberikan penyuluhan mengenai budidaya ubi, keadaan
ubi di masa lalu, prospek ubi di masa yang akan datang, dan varietas yang
diinginkan buyers perusahan. Selanjutnya perusahaan melakukan monitoring
terhadap petani secara berkala, petani biasanya berkonsultasi mengenai hama dan
penyakit yang timbul dan bagaimana penanganannya. Setelah itu hasil panen
dijual kepada perusahaan dengan kontrak harga yang telah disepakati sebelumnya
saat sebelum menanam. Hasil panen diangkut oleh kendaraan operasional milik
perusahaan dari lahan ke pabrik, hasil panen di sortir di pabrik. Ubi yang sesuai
dengan kriteria perusahaan yaitu yang mempunyai bobot 200 gr dihargai sesuai
harga yang telah disepakati namun untuk ubi yang tidak masuk kriteria,
perusahaan memberikan pilihan akan dijual oleh petani sendiri yang berarti ubi
dikembalikan atau difasilitasi untuk dijual sehingga petani hanya tinggal
menerima uang saja.
Sistem kemitraan yang dijalan selalu diharapkan berkelanjutan, namun ada
saja petani yang ingin pindah komoditas (tidak ada ubi dalam rotasi taman),
perusahaan tidak dapat memaksakan bahwa petani harus menanam ubi. Tetapi
apabila suatu saat petani ingin menanam ubi dan membutuhkan bantuan dari
perusahaan baik itu berupa pinjaman bibit atau tujuan penjualan, perusahaan
membuka pintu untuk petani.
Perusahaan menjaga jalinan kemitraan yang sudah dijalin adalah dengan
cara komunikasi secara personal baik itu via telpon ataupun datang langsung ke
rumah petani untuk bersilaturahmi.
f) Pencapaian (Outputs-Outcomes) Pelaksanaan Program
Outputs dari pelaksanaan program pemberdayaan adalah bahwa petani
dapat menghasilkan ubi jalar dengan produktivitas tinggi dan ubi jalar yang di
hasilkan petani dijual kepada PT.Galih Estetika untuk memenuhi produksi
perusahaan. Sedangkan Outcomes yang diharapkan dari program tersebut adalah
petani mempunyai pengetahuan lebih matang mengenai teknologi budidaya ubi
jalar sehingga produktivitas ubi jalar dapat dimaksimalkan yang berarti bahwa
pendapatan petani dapat ditingkatkan sehingga kesejahteraan petani dapat
meningkat, dari segi Outcomes yang didapatkan perusahaan adalah kemitraan
yang dapat perusahaan jalin dengan petani secara keberlanjutan sehingga
langkanya pasokan bahan baku yang menjadi masalah saat ini bisa teratasi
nantinya.
Jika dilihat dari sisi perusahaan indikator keberhasilan pelaksanaan
program adalah bahwa grafik petani yang menanam ubi jalar setiap musimnya ada
kenaikan, yang berarti bahwa petani yang menanam ubi jalar dengan varietas yang
diinginkan perusahaan samakin banyak atau minimal stagnan. Adanya respon
positif dari petani setelah program dilaksanakan bahwa ada keinginan petani
untuk menanam ubi jalar.
g) Mutu Pemberdayaan: Quality, Delivery, Environment
Mutu pemberdayaan bisa dilihat dari 3 segi, yaitu quality, delivery, dan
environment. Quality bisa kita lihat apakah pemberdayaan yang dijalankan sudah
sesuai dengan metode dan prinsip pemberdayaan, untuk metode pemberdayaan
pelaku pemberdayaan menggunakan 2 metode pemberdayaan yaitu bottom up dan
top down. Bottom up terjadi ketika pelaku pemberdayaan mendapatkan fasilitas
dari BPP berupa demplot untuk lahan percobaan budidaya ubi jalar sehingga
petani melihat langsung kegiatan budidaya ubi jalar dan setelah itu ada kesadaran
dari petani untuk melakukan budidaya dan meminta pengarahan dari pemberdaya
untuk melakukan budidaya ubi jalar di tanah milik petani tersebut. Selain itu
bottom up juga terjadi ketika petani atau kelompok tani yang melihat dan
mendengar keberhasilan mengenai budidaya ubi jalar di desa lain sehingga
mereka meminta perusahaan untuk melakukan penyuluhan di desa mereka.
Selain dari kasus diatas metode pemberdayaan biasanya menggunakan top
down, diamana perusahaan tidak bertanya mengenai kebutuhan petani terhadap
komiditas yang sedang dibudidayakan. Setelah pelaku pemberdayaan melihat
potensi di daerah tersebut dan mendapatkan ijin penyuluhan dari deptan setempat,
pelaku pemberdayaan langsung melakukan pendekatan secara personal ataupun
kelompok tergantung jumlah petani yang ada dan ditemui di daerah tersebut.
Pelaku pemberdayaan melakukan mendekatan dengan terlebih dahulu bertanya
mengenai apakah petani tersebut pernah menanam ubi, bagaimana cara budidaya
ubi petani tersebut. Selanjutnya pelaku pemberdayaan menganalisis mengenai
kondisi tanah dan karakteristik petani sehingga pada saat penyampaian informasi
bisa tersampaikan dengan menimalisasi distorsi, karena pada saat penyuluhan
pelaku pemberdayaan akan menyampaikan ubi dimasa dahulu, teknologi budidaya
ubi, ubi dimasa depan, dsb. Pelaku pemberdayaan harus mempunyai cara
penyampaian yang baik dan benar agar petani dapat menangkap isi penyuluhan
secara maksimal dan metode budidaya ubipun dapat dilakukan dengan maksimal.
Pemberdayaan yang dilakukan dari nol dan dilakukan berkali-kali
membuat petani mau terbuka dan ingin menanam ubi namun kurangnya
monitoring membuat petani banyak yang menjual ke tengkulak sehingga
terkadang hasil pemberdayaan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kemampuan pemberdaya dalam melakukan penyampaian materi
(delivery) sudah sangat bagus, karena pendekatan dan penyuluhan dilakukan terus
menerus dengan tekun, ikhlas, dan pantang menyerah. Penyampaian materi
berupa penyuluhan, budidaya langsung yang merupakan ajang pembuktian agar
petani percaya bahwa budidaya ubi jalar itu menguntungkan.
Apabila penguatan teknik budidaya tercapai, dari sisi environmentpun
akan menadaptkan respon positif karena teknik yang dijalankan sesuai dengan
prinsip keberlanjutan untuk lingkungan. Karena perusahaan membutuhkan
pasaokan bahan baku yang kontinyu sehingga apabila dalam proses budidaya
perusahaan menerapkan sistem yang merusak lingkungan berarti tidak akan ada
tanah yang subur lagi dimasa yang akan datang, sehingga tidak ada ubi jalar yang
berkualitas lagi untuk kegiatan produksi perusahaan.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Responden:


1. Tim R&D
Nama : Cahya Irawan
Jabatan : Ketua divisi R&D

Nama : Iis
Jabatan : Ketua tim pembibitan

Nama : Firmansyah
Jabatan : Ketua tim penanaman

Nama : Kirsun
Jabatan :

Nama : Dian Mustikasari


Jabatan : Admin

2. Bagian Personalia
Nama : Zulda Winata

3. Divisi Produksi
Nama : Halim
Jabatan : Ketua Bagian Produksi

Nama : Tony
Jabatan : PPIC
Lampiran 2.
Gambar 7. Tabel Shipment Time Schedule
Lampiran 3.
Gambar 8. Tabel Schedule panen
Gambar 9. Lanjutan Tabel Schedule Panen
Lampiran 4.
Tabel 2. Kegiatan Pelaku Pemberdaya
No Kegiatan Pokok Kegiatan Detail di Lapangan Keterangan

1 Observasi Lahan/Wilayah  Mencari informasi secara detail mengenai suatu wilayah Pengisian form kelayakan lahan
yang ideal untuk ubi
 Didukung data dan informasi dari petani sekitar, data
pendukung dari desa, data pendukung dari dinas/instansi
terkait
 Data di lapangan, mengutamakan wilayah sentra ubi
2 Penyuluhan/transfer informasi  Sejarah singkat Pabrik PT.Galih Estetika  Ada tim khusus penyuluhan
penanaman  Informasi jenis produk, pasar, kebutuhan bahan baku,  Perlu perlengkapan/alat peraga :
varietas, dll video, panduan teknik budidaya
 Informasi situasi dan kondisi bahan baku di masa lalu, masa lengkap
sekarang, dan masa yang akan datang  Disiapkan makanan kecil ala
 Teknik bididaya ubi jalar (persyaratan tumbuh, teknik kadarnya, uang hadir dll
pengolahan tanah, pemupukan, pemberantasan hama dan  Dilanjutkan dengan pembuatan
penyakit, pemeliharaan, pemanenan dll) demplot
 Aturan main penerimaan bahan baku di pabrik (kriteria ubi
yang diterima, harga, waktu pembayaran, penjadwalan
panen, dll)
 Penanganan pasca panen
3 Penetapan lokasi penanaman  Mencatat alamat petani dan alamat/lokasi penanaman
 Memastikan titik/lokasi tanam, kaitannya dengan pengiriman
bibit, jarak angkut bibit dari jalan, dan pengecekan lanjutan
serta kesulitan yang mungkin pada saat panen
4 Pengecekan persiapan tanam  Pengecekan lahan sudah sesuai dengan prosedur atau belum
 Pembuatan guludan/ukuran dan bentuk guludan
5 Pengiriman bibit  Melakukan koordinasi : waktu, volume, dan varietas yang
akan dikirim
 Mengisi dan menandatangani formulir pinjaman bibit
 Mengecek kwalitas bibi yang terkirim : kemurnian bibit,
ukuran panjang stek, segar/tidaknya bibit yang datang
 Menandatangani surat jalan
6 Cek realisasi tanam  Mengontrol cara tanam sudah sesuai dengan prosedur atau  Mengisi form laporan setengah
belum (jumlah stek yang masuk, posisi stek, jarak tanam, bulanan
jarak antar barisan dll)
 Mengecek penggunaan pupuk dasar (dosis, jenis)
 Mengecek penggunaan furadan
 Mengecek penggunaan pestisida dan insektisida
 Mencatat luas dan pemakaian bibit yang riil tertanam
7 Kordinasi rencana panen  Melakukan koordinasi untuk memastikan titik mana yang
akan dipanen, luas panen, perkiraan hasil umur panen, dll
 Disesuaikan dengan no kontrak yang ada
8 Kontrol realisasi panen  Mengecek/mengamati langsung ke lokasi panen agar
diperoleh gambaran kwalitas ubi, produktivitas, kondisi ubi
secara umum, kesulitan-kesulitan petani dalam budidaya,
serangan hama dan penyakit, dan mencatat hal penting
lainnya
9 Koordinasi pengangkutan ke  Menentukan jenis truk, ongkos truk agar efisien dalam
pabrik pengangkutan
10 Realisasi kirim ubi ke pabrik  Mengisi surat jalan yang sudah disesuaikan dengan PO dari  Membawa PO
pabrik  Membawa surat jalan
 Menentukan orang yang akan mengawal ubi dari lokasi
sampai ke pabrik
 Menerima dan menyampaikan surat timbang/surat order
yang dilanjutkan untuk diserahkan kepada petani yang
bersangkutan
11 Konfirmasi hasil sortir  Menginformasikan hasil sortir pabrik kepada petani yang  Dari dari PPIC
bersangkutan
 Melakukan koordinasi lanjutan untuk penanganan ubi afkir
12 Pelaksanaan pembayaran ubi  Menerima uang pembayaran ubi dari pabrik dan melakukan  Menunjukkan surat order yang
pembayaran kepada petani yang bersangkutan sesuai jadwal dikeluarkan PPIC
pembayaran
Lampiran 5. Dokumentasi Kegiatan

Anda mungkin juga menyukai