Anda di halaman 1dari 19

Clinical Science Session

HIPOKONDRIASIS

Oleh :

Tuti Angriani P 2244 A

Nova Sury ati P 2225 A

Preseptor:

dr. Rini Gusya Liza, M.Ked (KJ), Sp.KJ

BAGIAN PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M DJAMIL PADANG

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan referat ini.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang


pengertian hipokondriasis, diagnosa, serta tatalaksana pasien dengan
hipokondriasis menurut hasil penelitian yang terbaru agar didapatkan hasil yang
optimal bagi para pasien.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Rini Gusya Liza, M.Ked
(KJ), Sp.KJ atas segala bantuan yang telah diterima selama penyusunan referat
ini. Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih memiliki kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh
karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan laporan kasus ini.

Padang, 26 Oktober 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang......................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan...................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3


2.1. Hipokondriasis......................................................................................3
2.1.1. Definisi..............................................................................................3
2.1.2. Epidemiologi....................................................................................3
2.1.3. Etiologi..............................................................................................4
2.1.4. Diagnosis..........................................................................................5
2.1.5. Gambaran Klinis..............................................................................6
2.1.6. Diagnosa Diferensial.......................................................................7
2.1.7. Terapi.................................................................................................8
2.1.8. Prognosis.........................................................................................10

BAB 3 KESIMPULAN & SARAN 11


3.1. Kesimpulan..........................................................................................11
3.2. Saran....................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA 12

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipokondriasis merupakan salah satu gangguan dalam psikiatri yang

umum dijumpai dengan prevalensi 4-6% pasien rawat jalan. Prevalensi ini

tidak meningkat pada orang-orang dengan riwayat keluarga hipokondriasis

dan tidak berhubungan dengan status sosioekonomi, tingkat edukasi, ras,

maupun jenis kelamin.1 Keluhan hipokondriasis juga dapat ditemukan pada

3% mahasiswa kedokteran yang umumnya terjadi pada 2 tahun pertama

pendidikan, namun bersifat sesaat saja.2 Pada sekitar dua pertiga pasien

dengan hipokondriasis, dapat juga dijumpai gangguan psikiatri lainnya seperti

depresi (pada 40% kasus), gangguan panik (pada 10-20% kasus), gangguan

obsesif kompulsif (pada 5-10%) dan gangguan cemas menyeluruh.1


Hipokondriasis merupakan suatu gangguan yang dapat menimbulkan

disabilitas dan bersifat kronik. Disabilitas dan gangguan yang ditimbulkan

oleh kondisi tersebut menyerupai kondisi yang ditimbulkan gangguan mood,

ansietas dan banyak penyakit kronik lainnya. Hipokondriasis ini tidak hanya

refrakter terhadap pengobatan tetapi juga dapat menimbulkan berbagai

komplikasi berupa efek samping pengobatan dan timbulnya gejala-gejala

yang baru. Klinisi umumnya mengalami kesulitan dalam meyakinkan pasien

hipokondriasis mengenai kondisinya. Pasien-pasien dengan kondisi tersebut

tidak mengakui adanya faktor psikososial sebagai penyebab gejala yang

dikeluhkan sehingga mereka cenderung tidak menyukai para klinisi yang

berpendapat demikian.1

1
Pasien dengan hipokondriasis selalu dipenuhi dengan ketakutan ataupun

kepercayaan bahwa diri mereka sendiri memiliki sebuah penyakit berat yang

tidak terdiagnosa yang bermula dari interpretasi yang salah terhadap sensasi

fisik tubuh yang ringan dan bersifat episodik.1,4 Keadaan ini dapat berlanjut

meskipun pasien telah diberi bukti bahwa tidak terdapat hal seperti yang

dipikirkan pasien.1 Kriteria diagnostik hipokondriasis juga memerlukan

adanya bukti keterbatasan fungsional maupun distres berat yang berlangsung

selama 6 bulan.3
Hipokondria dapat juga bersifat ringan maupun persisten dan

mengakibatkan disabilitas dalam segi fungsional. Gejala somatik pasien-

pasien ini umumnya berupa sensasi fisiologik normal (orthostatic dizziness)

ataupun kondisi yang bersifat transient dan self-limiting (tinnitus transien).

Meskipun gejala tersebut bukan merupakan gejala tipikal penyakit yang berat,

sensasi tersebut dapat menjadi pusat perhatian pasien dan pasien menjadi

terpreokupasi dengan penyakit tersebut (illness as a way of life). Perlu

ditekankan bahwa pasien dengan hipokondriasis tidak menciptakan gejala-

gejala yang dirasakannya.1,3,4


Pasien dengan hipokondriasis umumnya memiliki riwayat pengobatan

yang ekstensif namun tidak memuaskan. Selain itu, pasien tersebut juga dapat

merasa diacuhkan oleh dokter-dokter yang menanganinya dan pergi berobat

ke dokter lainnya.1,3 Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu pola

penanganan yang lebih komprehensif terhadap penderita hipokondriasis agar

didapatkan hasil yang optimal.

1.2 Tujuan Penulisan


Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang hipokondriasis.

2
1.3 Batasan Masalah
Referat ini membahas terkait defenisi, epidemiologi, etiologi, gejala klinis,

diagnosis, diagnosis banding, terapi dan prognosis hipokondriasis


1.4 Metode Penulisan
Penulisan referat ini merujuk pada berbagai literatur.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Istilah “hipokondriasis” didapatkan dari sitilah medis yang lama

“hipokondrium,” yang berarti di bawah rusuk, dan mencerminkan seringnya

keluhan abdomen yang dimiliki pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis

3
disebabkan dari interpretasi pasien yang tidak realistik dan tidak akurat

terhadap gejala atau sensasi fisik, yang menyebabkan preokupasi dan

ketakutan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, kendatipun tidak

ditemukan penyebab medis yang diketahui. Gejala fisik dapat diinterpretasi

secara luas sebagai adanya misinterpretasi fungsi tubuh yang normal.

Hipokondriasis dapat didefinisikan sebagai seseorang yang berpreokupasi

dengan ketakutan atau keyakinan menderita penyakit yang serius.2,3,4

2.2 Epidemiologi
Preokupasi dengan penyakit dapat dijumpai secara umum pada

komunitas. Pada 10-20% manusia “normal” dan 45% pasien “neurotik”,

dapat dijumpai adanya rasa cemas terhadap penyakit yang bersifat intermiten

dan tidak didasari alasan yang kuat serta diantara komunitas tersebut, 9%

diantaranya tidak mempercayai penjelasan yang telah diberikan oleh klinisi.

Banyak pasien dapat menunjukkan gejala hipokondriasis sebagai bagian dari

gangguan psikiatri lainnya, dan beberapa memiliki gejala tersebut sebagai

respon terhadap penyakit fisik berat yang baru dideritanya namun tidak

memenuhi kriteria inklusi dari DSM-IV untuk hipokondriasis. Penilaian

insidensi dan prevalensi hipokondriasis memerlukan studi lebih lanjut pada

komunitas yang lebih luas dan tidak hanya pada pasien psikiatri, karena

pasien dengan hipokondriasis yakin akan penyakit yang dideritanya. Hingga

kini, studi populasi tersebut menunjukkan bahwa 4-9% pasien pada

komunitas umum yang berobat memiliki gangguan hipokondriasis. Laki-laki

dan wanita sama-sama dapat terkena hipokondriasis tanpa adanya perbedaan

4
kecenderungan. Walaupun onset gejala dapat terjadi pada setiap usia, onset

paling sering antara usia 20 dan 30 tahun.3,4

2.3 Etiologi
Pasien dengan hipokondriasis memiliki skema kognitif yang salah.

Mereka salah menginterpretasikan sensasi fisik. Orang hipokondriakal

meningkatkan dan membesarkan sensasi somatik yang dirasakan; mereka

memiliki ambang dan toleransi yang lebih rendah dari umumnya terhadap

gangguan fisik. Sebagai contoh, seseorang yang secara normal

mempersepsikan sebagai rasa kembung, oleh pasien hipokondriasis

dirasakan sebagai sakit perut.2,4


Hipokondriasis dapat pula dipandang dari sudut model pembelajaran

sosial. Gejala-gejala hipokondriasis dapat dilihat sebagai permintaan untuk

mendapatkan peran sakit pada seseorang yang menghadapi masalah berat

yang tak dapat diselesaikannya. Peran sakit memberikan peluang bagi

seseorang untuk menghindari kewajiban berat, menunda tangtangan yang tak

dikehendaki dan mendapatkan permakluman untuk tidak memenuhi tugas

dan tanggung jawabnya. 2,4


Teori lainnya tentang penyebab hipokondriasis adalah bahwa gangguan

ini adalah bentuk varian dari gangguan mental lain. Gangguan yang paling

sering dihipotesiskan berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan

depresif dan gangguan kecemasan. Diperkirakan 80% pasien dengan

hipokondriasis mungkin memiliki gangguan depresif atau gangguan

kecemasan yang ditemukan bersama-sama. Pasien yang memenuhi kriteria

diagnostik untuk hipokondriasis mungkin merupakan subtipe pensomatisasi

(somatizing) dari gangguan lain tersebut. 2,4

5
Menurut teori psikodinamik dorongan agresivitas dan permusuhan

yang ditujukan kepada orang lain dipindahkan (lewat mekanisme represi dan

displacement) ke dalam keluhan-keluhan somatik. Kemarahan pasien

hipokondriasis berasal dari ketidakpuasan, penolakan dan kehilangan di

masa lalu. Namun pasien mengekspresikan kemarahannya di masa sekarang

dengan mencari bantuan dan kepedulian dari orang lain yang kemudian

dicampakkannya dengan alasan tersebut tidak efektif. Hipokondriasis juga

dipandang sebagai pertahanan terhadap rasa bersalah, dan sebagai tanda dari

kepedulian berlebihan terhadap diri sendiri. Rasa sakit dan penderitaan

somatik menjadi penebusan dan peniadaan yang dihayati sebagai hukuman

terhadap kesalahan di masa lalu dan perasaan bahwa dirinya jahat serta

berdosa. 2,4

2.4 Diagnosis

Kategori diagnostik DSM-IV TRuntuk hipokondriasis mengharuskan

bahwa pasien terpreokupasi dengan keyakinan palsu bahwa ia menderita

penyakit yang berat dan keyakinan palsu tersebut didasarkan pada

misinterpretasi tanda atau sensasi fisik. Kriteria diagnostik untuk

hipokondriasis adalah: 2,3,4,5

A. Preokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita,

suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang

tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.


B. Preokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis

yang tepat dan penentraman.

6
C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti

pada gangguan delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada

kekhawatiran yang terbatas tentang penampilan (seperti pada

gangguan dismorfik tubuh).


D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis

atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting

lain.
E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan

kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik,

ganggian depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan

somatoform lain.

Sebutkan jika:

dengan tilikan buruk: jika, untuk sebagian besar waktu selama

episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang

menderita penyakit serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Walaupun DSM-IV menyebutkan bahwa gejala harus ada selama

sekurangnya enam bulan, keadaan hipokondriakal sementara (transient)

dapat terjadi setelah stres berat, paling sering kematian atau penyakit berat

pada seseorang yang penting bagi pasien atau penyakit serius (kemungkinan

membahayakan hidup) yang telah disembuhkan tetapi meninggalkan pasien

hipokondriakal secara sementara dengan akibatnya. Keadaan hipokondriakal

tersebut yang berlangsung kurang dari enam bulan harus didiagnosis sebagai

gangguan somatoform yang tidak ditentukan. Hipokondriakal sementara

7
sebagai respons dari stres eksternal biasanya menyembuh jika stres

dihilangkan, tetapi dapat menjadi kronis jika diperkuat oleh orang-orang di

dalam sistem sosial pasien atau oleh professional kesehatan. 2,3,4,5

2.5 Gambaran Klinis


Pasien hipokondriakal percaya bahwa mereka menderita penyakit yang

parah yang belum dapat dideteksi, dan mereka tidak dapat diyakinkan akan

kebalikannya. Pasien hipokondriakal dapat mempertahankan suatu

keyakinan bahwa mereka memiliki satu penyakit tertentu, atau, dengan

berjalannya waktu, mereka mungkin mengubah keyakinannya tentang

penyakit tertentu. Keyakinan tersebut menetap walaupun hasil laboratorium

adalah negatif, perjalanan ringan dari penyakit yang ringan dengan

berjalannya waktu, dan penentraman yang tepat dari dokter. Tetapi

keyakinan tersebut tidak sangat terpaku sehingga merupakan suatu waham.

Hipokondriasis sering kali disertai suatu gangguan depresif atau kecemasan.

Perjalanan penyakit hipokondriasis biasanya episodic. Setiap episode

berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan dan dipisahkan oleh periode

tenang yang sama lamanya. Terdapat asosiasi yang kuat antara kekambuhan

hipokondriasis dengan stresor psikososial. 2,4

2.6 Diagnosa Diferensial


Hipokondriasis dapat dibedakan dari gangguan somatoform lainnya

seperti nyeri, konversi dan gangguan somatisasi dengan ciri khasnya yaitu

adanya preokupasi dengan dan ketakutan pada penyakit yang didasarkan

pada misinterpretasi gejala-gejala tubuh, dan bukan pada gejala yang

8
dirasakan. Pasien dengan gangguan somatoform lainnya umumnya dapat

juga memiliki ketakutan pada kemungkinan adanya penyakit mendasar

namun gejala yang lebih dominan adalah adanya fokus berlebih pada gejala

yang dirasakan.3
Selanjutnya, perlu dibedakan apakah kepercayaan yang ada merupakan

suatu bentuk delusi. Pasien dengan hipokondriasis, meskipun mengalami

preokupasi pikiran, umumnya dapat mengakui bahwa rasa khawatir yang

dimilikinya tidak memiliki dasar yang kuat. Pasien yang delusional tidak

akan mengakui hal tersebut. Delusi somatik penyakit yang berat dapat dilihat

pada beberapa kasus skizofrenia dan gangguan delusional jenis somatik.

Secara umum, pasien dengan skizofrenia yang juga memiliki delusi tersebut

akan menunjukkan gejala lainnya seperti pembicaraaan yang terdisorganisir,

keanehan pikiran maupun tingkah laku, halusinasi dan delusi lainnya.

Kepercayaan bahwa penyakit yang diderita disebabkan oleh hal-hal yang

aneh juga dapat dijumpai, seperti saat seorang pasien mengakui bahwa ia

mencoba untuk tidak defekasi karena hal tersebut dapat menyebabkan

otaknya berubah menjadi agar-agar. Pasien skizofrenik juga dapat

menunjukkan perbaikan dengan pengobatan neuroleptik. 3,4


Membedakan hipokondriasis dengan gangguan delusional tipe somatik

dapat sulit dilakukan karena hanya terdapat perbedaan tipis antara

preokupasi pikiran dan ketakutan akan penyakit. Seringkali, cara praktis

untuk membedakan kedua kondisi tersebut adalah dengan memastikan

apakah pasien dapat mengakui bahwa kepercayaannya tidak memiliki bukti

yang kuat ataupun merupakan kepercayaan yang salah. Jika pasien telah

9
dipastikan tidak delusional, pertimbangan selanjutnya adalah memastikan

apakah durasi kondisi tersebut telah mencapai 6 bulan. Sindrom dengan

waktu yang belum mencapai 6 bulan didiagnosa dengan gangguan

somatoform yang tidak tergolongkan ataupun gangguan penyesuaian jika

kondisi tersebut muncul setelah pasien mengalami stres. 3,4


Preokupasi pada hipokondriasis menyerupai obsesi dan pemeriksaan

kesehatan serta usaha untuk mendapatkan jawaban menyerupai komponen

kompulsi dari gangguan obsesif kompulsif. Namun, jika manifestasi tersebut

hanya menyangkut masalah kesehatan, diagnosa gangguan obsesif kompulsif

tidak ditegakkan. Jika pada pasien dapat ditemukan obsesi dan kompulsi

terhadap hal yang tidak berkaitan dengan medis, maka diagnosa tersebut

dapat ditambahkan ke diagnosa hipokondriasis. 3,4

2.7 Terapi

Pendekatan manajemen hipokondriasis mencakup: 1

a. Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)


CBT merupakan sebuah pendekatan terapi yang beranggapan

bahwa kognisi, fisiologi, dan tingkah laku merupakan satu kesatuan

yang berkaitan secara fungsional. Konsep ini menekankan bahwa emosi

ataupun distress tingkah laku dipengaruhi oleh cara persepsi,

manipulasi, dan respon seseorang terhadap informasi yang tercakup

didalam sistem kognitifnya. Terapi ditujukan pada identifikasi dan

modifikasi proses pikir yang mengalami bias ataupun distorsi, tingkah

laku, serta kelakuan bermasalah melalui teknik yang secara aktif

melibatkan partisipasi klien, seperti monitoring secara mandiri,

10
restrukturisasi kognitif, dan pengujian hipotesis. Dengan demikian,

tujuan terapi adalah untuk mengembangkan sebuah struktur kognitif

yang lebih rasional dan adaptif, yang dengan kemudian dipandang

sebagai sebuah jalan untuk memperbaiki afek dan pola perilaku

maladaptif. 1,6
b. Terapi psikofarmakologik (antidepresan)
Meskipun farmakoterapi untuk hipokondriasis belum secara dalam

dievaluasi, farmakoterapi untuk pasien dengan gejala yang tidak dapat

dijelaskan secara medis (terutama nyeri kronis) telah dilakukan. Sebuah

meta analisis terbaru menyimpulkan bahwa terapi antidepresan jauh

lebih efektif dibandingkan placebo pada lebih dari dua pertiga studi

pada kelompok pasien dengan nyeri kepala, fibromialgia, irritable

bowel syndrome, nyeri kronik, tinnitus, dan fatique. Terdapat pula

banyak bukti yang mendukung penatalaksanaan gangguan psikiatrik

yang seringkali menyertai hipokondriasis. Gangguan-gangguan ini

respon terhadap farmakoterapi, dan jika telah diterapi secara adekuat,

gejala hipokondriakal juga akan berkurang. Farmakoterapi standar

untuk gangguan psikiatri umum yang sering menyertai hipokondriasis

(depresi mayor, serangan panic, gangguan obsesif-kompulsif) mencakup

penggunaan obat-obatan seperti fluoxetine, paroxetine, venlafaxine,

alprazolam, dll.1-4
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan paroxetine

yang dikombinasikan dengan CBT dapat memberikan hasil yang

optimal dibandingkan dengan placebo. Kedua jenis terapi tersebut (CBT

dan paroxetine) juga tidak berbeda jauh dalam hal efikasi.7

11
Farmakoterapi untuk gangguan tersebut dapat mencakup

penggunaan terapi dengan dosis tinggi dan berkepanjangan (selama

delapan minggu atau lebih) sebelum respon adekuat dapat ditemukan.

Karena berbagai efek samping yang ada, terapi perlu dimulai dengan

dosis subterapeutik, yang kemudian dinaikkan secara bertahap. Pasien

demikian juga seringkali tidak mengikuti regimen pengobatan yang

diberikan karena efek samping yang dialaminya. Efek terapetik yang

diberikan tidak boleh dijelaskan ataupun ditekankan secara berlebihan

pada pasien hipokondriasis dan berbagai efek samping yang mungkin

muncul juga perlu dijelaskan sebelumnya. 1-4


c. Strategi manajemen medis
- Kontrol ulang pengobatan secara rutin
- Komunikasi diagnostik dan terapeutik
- Validasi gejala pasien
- Penjelasan gejala pasien
- Diagnosa dan terapi kondisi psikiatrik yang menyertai
- Utamakan perhatian dan bukan penyembuhan (care rather than cure)1-4

2.8 Prognosis
Prognosis yang baik pada pasien hipokondriasis berkaitan dengan

status sosial-ekonomi yang tinggi, pengobatan terhadap cemas dan depresi

yang responsif, awitan dari gejala yang mendadak, tidak adanya gangguan

kepribadian, dan tidak ada kondisi medik nonpsikiatrik yang terkait. 2,3

Penderita hipokondriasis sering dijumpai pada usia dewasa muda. Data yang

ada menunjukkan bahwa 25% pasien dengan hipokondriasis memiliki

prognosa buruk, 65% lainnya menunjukkan perjalanan penyakit yang kronik

dan berfluktuasi, dan 10% lainnya sembuh.3

12
BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Hipokondriasis merupakan salah satu gangguan psikiatri yang umum

dijumpai dengan prevalensi 4-6% pasien rawat jalan. Hipokondriasis itu

sendiri merupakan suatu preokupasi seseorang dengan ketakutan atau

13
keyakinan menderita penyakit yang serius. Hal ini disebabkan adanya

interpretasi pasien yang tidak realistik dan tidak akurat terhadap gejala atau

sensasi fisik yang dirasakan. Etiologi dari hipokondriasis ini dapat dijelaskan

dengan berbagai teori seperti model pembelajaran sosial, model varian dari

gangguan mental lain, dan juga teori psikodinamik. Diagnosis

hipokondriasis merujuk kepada kriteria diagnostik yang terdapat didalam

DSM-IV TR. Penatalaksaan hipokondriasis menurut penelitian yang ada

adalah dengan menggunakan Cognitive Behavioral Therapy, terapi

psikofarmakologik untuk gangguan yang menyertai dan juga dengan

menggunakan strategi manajemen medis seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya. Prognosa yang baik umumnya dapat dijumpai pada pasien

hipokondriasis dengan status sosial-ekonomi yant inggi, pengobatan

terhadap cemas dan depresif yang responsif, awitan dari gejala yang

mendadak, tidak adanya gengguan kepribadian, dan tidak adanya kondisi

medik nonpsikiatrik yang terkait.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk para klinisi yang terkait

berupa pentingnya kewaspadaan terhadap pasien-pasien dengan sangkaan

hipokondriasis. Pasien-pasien dengan hipokondriasis tersebut cenderung

meminta untuk dilakukan berbagai pemeriksaan klinis yang tidak bermanfaat

dan cost-effective sehingga jika seorang klinisi dapat mengenali pasien

hipokondriasis sejak awal, tatalaksana psikiatri dan psikofarmaka dapat

segera diterapkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Barsky, A. J., 2011. The Patient With Hypochondriasis. N Engl J Med Vol.
345(19): 1395-1399.
2. Elvira, S. D., dan Hadisukanto, G., 2010. Buku Ajar FK UI. Jakarta: FK UI.
3. Kay, Jerald., dan Tasman, A., 2006. Essentials of Psychiatry. England: John
Wiley & Sons Ltd.
4. Kaplan, H. I., Saddock, B. J., dan Grebb, J. A., 2010. Sinopsis Psikiatri Jilid
Dua. Tangerang: Binarupa Aksara.
5. American Psychiatric Association, 2000. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders Fourth Edition Text Revision. Washington: American
Psychiatric Association.
6. Hersen, M., dan Sledge, W., 2002. Encyclopedia of Psychotherapy. USA:
Elsevier Science.
7. Greeven, A., et al., 2007. Cognitive Behavior Therapy and Paroxetine in the
Treatment of Hypochondriasis: A Randomized Controlled Trial. Am J
Psychiatry 164: 91-99.

15
16

Anda mungkin juga menyukai