CSS - Nindya Hana - Rehabilitasi Pasien Skizofrenia Di Tengah Keluarga
CSS - Nindya Hana - Rehabilitasi Pasien Skizofrenia Di Tengah Keluarga
Oleh :
Nindya Farhanah P. 2219 A
Hana Fadlina Anisa P. 2232 A
Pembimbing
dr. Nadjmir, Sp.KJ (K)
RSUP DR M. DJAMIL
PADANG
1
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
Skizofrenia adalah sebuah gangguan psikotik kronik yang hilang timbul dan
merupakan sebuah sindrom dengan variasai penyebab dan peralanan penyakit yang
luas, serta jumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik,
dengan persentase yang sama, dimana penyakit ini biasanya muncul pada saat usia
hampir selalu ada di setiap wilayah dengan prevalensi 1,7 per mil. Gangguan jiwa
penyakit dengan faktor risiko yang banyak, baik dari segi genetik, kelainan
angsur pasien semakin menarik diri dan kehilangan fungsi psikososial lainnya dan
pengobatan yang berulang atau keluar masuk rumah sakit jiwa. Banyak faktor yang
2
Lingkungan dan keluarga mempunyai andil yang besar dalam mencegah
terjadinya kekambuhan pada penderita dengan gangguan jiwa, oleh karena itu
manusiawi dan wajar merupakan hal yang mendasar dalam mencegah kekambuhan
penderita. Oleh karena itu perlu dipahami oleh keluarga dan lingkungan mengenai
perawatan skizofrenia di rumah sehingga keluarga dan lingkungan akan lebih mampu
1.2Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari dan
1.3Metodologi Penulisan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
III (PPDGJ III) adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan
penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik dan budaya. Skizofrenia merupakan satu gangguan psikotik
yang kronik, sering mereda, namun timbul hilang dengan manifestasi klinik yang
amat luas variasinya. penyesuaian pramorbid, gejala dan perjalanan penyakit yang
amat bervariasi.1,2
2.2 Epidemiologi
ini diperkirakan ada 2,2 juta pasien hidup dengan skizofrenia di Amerika Serikat,
dan sekitar 300.000 pasien dirawat di rumah sakit. Penyakit ini biasanya terjadi di
usia produktif yaitu masa remaja akhir atau awal dewasa (18-25 tahun). Studi
4
perbandingan prevalensi antara laki- laki dan perempuan bervariasi. Prevalensi lebih
tinggi pada laki-laki dikelompok usia muda (18-29 tahun) dan prevalensi lebih tinggi
pada wanita dikelompok usia yang lebih tua (40 tahun atau lebih). Prevalensi lebih
banyak penderita laki-laki usia muda juga ditunjukkan dalam penelitian lain.
Dua jenis pengelompokan digunakan, yaitu dengan menggunakan usia pada saat
gejala pertama muncul dan usia saat konsultasi pertama. Usia pasien saat gejala
pertama muncul memiliki perbedaan 1,63 tahun lebih awal pada laki- laki dan usia
saat konsultasi pertama, menunjukkan laki-laki lebih awal yaitu 1,22 tahun dari
disetiap wilayah di dunia ada. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk
Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta (2,7 per
mil), Aceh (2,7 per mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil), Bali (2,3 per mil), dan Jawa
2.3 Etiologi
1. Faktor Genetik
5
a. Neuregulin (NRG1) pada kromosom 8p21-22 yang memiliki peran ganda
pelepasan glutamat.
Terdapat hubungan antara lokasi kromosom dan skizofrenia yaitu lebih dari
kromosom 5, 11, 18, lengan pendek kromosom 19, serta kromosom X paling sering
2. Neurobiologi
6
Terdapat peran patofisiologis area otak tertentu termasuk sistim limbik,
korteks frontal, serebelum, dan ganglia basalis dimana area tersebut saling
berhubungan dalam proses patologi primer terutama area sistem limbik dalam
patofisiologis skizofrenia.1
Teori ini timbul dari dua pengamatan. Pertama, efikasi dan potensi dari obat-obatan
bertindak sebagai antagonis dari reseptor Dopamin tipe 2 (D2). Kedua, obat-obatan
gejala psikosis, seperti halusinasi visual, distorsi persepsi, dan perilaku mirip
skizofrenia.1
telah dihubungkan dengan beratnya gejala positif pada pasien. Hasil Position
7
b. Serotonin
pengatur emosi, perilaku dan akan bermasalah pada pasien skizofrenia Penelitian
positif dan negatif skizofrenia. Serotonin yang kuat menjadi antagonis dari clozapine
dan obat-obat generasi kedua yang memiliki fungsi menurunkan gejala positif dan
negatif skizofrenia.1
c. Norepinefrin
d. GABA
aktivitas dopamin, dan hilangnya peran inhibisi terhadap neuron dopaminergik pada
e. Glutamat
8
Hipotesis yang diajukan tentang glutamat mencakup hiperaktivitas,
menyerupai skizofrenia.1
f. Neuropeptida
regio otak yang terlibat dalam sikofrenia dan konsentrasinya mengalami perubahan
g. Neuropatologi
Pada akhir abad ke-20 para peneliti membuat suatu langkah signifikan dalam
serebri, talamus, dan batang otak. Berkurangnya volume otak secara luas terdapat
pada otak skizofrenik akibat berkurangnya kepadatan akson, dendrit dan sinaps yang
h. Sistem Limbik
ukuran regio yang meliputi amigdala, hipokampus, dan girus parahipokampus. Serta
9
i. Ganglia basalis
ganglia basalis dikaitkan dalam skizofrenia seperti pada geraka cara berjalan yang
ganjil, seringai wajah dan stereotipi. Ganglia basalis berhubungan secara timbal
balik dengan lobus frontalis dan abnormalitas lobus frontalis yang terlihat pada
sejumlah studi pencitraan otak mungkin disebabkan penyakit diganglia basalis dari
3. Model diatesis-stress
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan
mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang jika dipapar oleh
tekanan atau kematian kerabat dekat). Dasar biologis diatesis dapat tebentuk lebih
lanjut oleh pengaruh epigenetik, seperti penyalahgunaan zat, stres psikososial, dan
trauma.1
4. Faktor Psikososial
10
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan,
dan merupakan konflik antara ego dan dunia luar.Kerusakan ego memberikan
b. Teori belajar
berfikir yang tidak rasional dengan mengintimidasi orang tua yang juga memiliki
masalah emosional yang signifikan. Hubungan interpersonal yang buruk dari pasien
skizofrenia berkembang karena pada masa anak- anak mereka belajar dari model
yang buruk.1
11
Pasien skizofrenia sebagaimana orang yang mengalami penyakit non
psikiatri berasal dari keluarga dengan disfungsi, perilaku keluarga yang pagtologis
yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh
pasien skizofrenia.1
d. Teori sosial
penyakit.1
Pembahasan tanda dan gejala klinis skizofrenia memiliki tiga isu utama;
Petama, tidak ada tanda atau gejala yang patognomonik untuk skizofrenia; tiap tanda
atau gejala yang tampak pada skizofrenia dapat terjadi pada gangguan psikiatrik dan
neurologis lain. Oleh sebab itu, riwayat pasien penting untuk diagnosis skizofrenia;
klinisi tidak dapat mendiagnosis hanya berdasarkan status mental saja. Kedua, gejala
budaya.1
kepribadian schizoid atau skizotipal yang ditandai dengan sifat pendiam, pasif, dan
introvert. Beberapa pasien remaja juga dapat menunjukkan awitan perilaku obsesif
kompulsif sebagai gambaran prodromal. Adanya tanda dan gejala prodromal, hampir
12
selalu dikenali setelah diagnosis skizofrenia ditegakkan, padahal beberapa bulan atau
tahu sebelumnya mungkin tanda dan gejala itu telah ada. Tanda dan gejala dapat
diawai dengan gejala somatic yang kemudian didiagnosis awalnya berupa kepura-
puraan (malingering) atau gangguan somatisasi. Sampai akhirnya keluarga dan orang
sekitar menyadari bahwa pasien telah berubah dan terdapat gangguan pada fungsi
sosial, okupasional, dan aktvitas personal. Pada stadium ini pasien mulai
menumbuhkan minat pada ide abstrak, filosofi, ilmu gaib, atau pertanyaan religious.
Tanda dan gejla prodromal tambahan dapat mencakup perilaku sangat aneh, afek
abnormal, cara bicara yang tidak biasa, ide bizar, dan pengalaman perceptual yang
aneh.1
dalam tipe I dan II, berdasarkan ada atau tidaknya gejala positif (atau produktif) dan
gejala negatif (defisit). Walaupunsistem ini tidak diterima sebagai bagian klasifikasi
DSM IV, pembedaan klinis ini secara signifikan mempengaruhi penelitian psikiatrik.
Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afrk mrndatar
atau menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, blocking, kurang merawat diri,
kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial. Pasien tipe I cenderung
memiliki sebagian besar gejala positif, struktur otak normal pada CT scan, dan respon
relative baik selama pengobatan. Pasien tipe II cenderung mengalami sebagian besar
gejala negatif, abnormalitas striktiral otak pada CT Scan, dan respon buruk terhadap
2.5 Diagnosis
13
Skizofrenia pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental
dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
sebagai berikut:2
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) - “thought echo”, isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
14
(tentang “dirinya” secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota
bermaknsa sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistis atau mukjizat
c) Halusinasi auditorik:
pasien, atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari satu bagian tubuh
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secaraa jelas:
e) halusinasi yang menetap dari pancaindera apa saja, apabila disertai baik oleh
afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
f) arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
neologisme;
15
h) gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon
diri dari pergaulan dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
Skizofrenia Hebefrenik
Pedoman diagnosis:2
Diagnosis hebefrenia pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
diagnosis
16
- perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat dirmalkan,
perasaan;
yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien.
2.6 Tatalaksana
17
Tatalaksana farmakologi pada pasien dengan skizofrenia mencakup
dopamine (APG II). Obat APG 1 terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif
sedangkan untuk gejala negatif hampir tidak bermanfaat. Obat APG II bermanfaat
baik untuk gejala positif maupun negatif. Standar emas baru adalah APG II yaitu
efektid dan efek samping yang lebih ringan dan dapat digunakan secara aman tanpa
bermanfaat terutama pada terapi jangka panjang skizofrenia. Pasien skizofrenia harus
18
− Asistensi dalam mencari pelayanan kesehatan, asuransi, tempat kerja, dan
lain-lain
− Peer support atau self help group: adanya sebuah kelompok yang memiliki
jadwal bertemu yang reguler tergantung pada kebutuhan dan perhatian dari
kelompok tersebut.
− Rehabilitasi :
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga dan lingkungan dalam
− Berikan tugas yang sesuai kemampuan penderita dan secara bertahap tingkatkan
sesuai perkembangan.
19
− Menemani dan tidak membiarkan penderita sendiri dalam melakukan kegiatan,
− Minta keluarga atau teman menyapa ketika bertemu dengan penderita, dan
sendiri.
− hindkan berbisik-bisik di depan penderita atau ada penderita dalam suatu ruangan
− Mengontrol dan mengingatkan dengan cara yang baik dan empati untuk selalu
minum obat dengan prinsip benar nama obat, benar nama pasien, benar dosis,
− Mengenali adanya tanda - tanda ke kambuhan seperti; sulit tidur, mimpi buruk,
− Segera kontrol jika terjadi perubahan perilaku yang menyimpang, atau obat
habis.
20
2.7 Prognosis
berangsur-angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi selama bertahun-
21
BAB III
PENUTUP
mulai dari perawatan di rumah sakit sampai dengan perawatan di rumah. Peran
mencegah terjadinya relaps. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencegah
terjadinya relaps pada pasien skizofenia salah satunya adalah dengan melakukan
22
DAFTAR PUSTAKA
23