SKRIPSI
Disusun oleh:
i
ii
PERSETUJUAN SKRIPSI
Pembangunan
Jawa Tengah
Dosen Pembimbing
TENGAH
Tim Penguji
Mengetahui,
Pembantu Dekan I
“Doa tanpa usaha adalah malas, Usaha tanpa doa adalah takabur.”
(Yusuf Mansur)
Skripsi ini penulis persembahkan khusus untuk Ibunda (Alm), Ayahanda, Paman,
ABSTRACT
The method used in this study are panel data with Fixed Effect Model
Approach and Dummy areas. Dummy areas are used to catch poverty and income
inequality variations in 35 regencies/ cities in Central Java in 2008 to 2012. Data
collection methods used are secondary data.
The results of this study show that economic growth, industrial productivity,
and education have significant effect at α = 10 percent against poverty. While,
agricultural productivity have not significant effect against poverty in Central
Java. This is because the agricultural sector in Central Java subsistence with low
productivity levels. Furthermore, economic growth, ratio of productivity and ratio
of education have significant effect at α = 10 percent against income inequality
in Central Java. Based on the results of the correlation matrix, there is a weak
negative correlation between poverty and income inequality in Central Java
during the period 2008 to 2012.
ABSTRAK
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah panel data dengan
pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model), dan dummy wilayah. Penggunaan
dummy wilayah dalam penelitian ini adalah untuk melihat variasi tingkat
kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di 35 kabupaten/ kota di Jawa Tengah
tahun 2008 – 2012. Penelitian ini menggunakan data sekunder.
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
Diponegoro Semarang.
hambatan. Namun, berkat doa, bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai
pihak, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu secara khusus
1. Ibunda Lisetiani (alm), Ayahanda Ir. Tatang Hardi, paman dan bibi tercinta
atas curahan kasih sayang, doa-doa, dan motivasi yang tak ternilai bagi
penulis
2. Prof. Drs. H. Moh. Nasir, M.Si., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan
3. Drs. H. Edy Yusuf A.G., M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah
dan saran yang sangat berguna bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
4. Drs. R. Mulyo Hendarto, MSP selaku dosen wali yang telah memberikan
UNDIP
ix
5. Savira Maghfiratul Fadhilah atas doa dan motivasi yang selalu diberikan.
6. Tiko, Eko S. dan Andi Untung (fighter) yang selalu bersama dalam
9. Keluarga kost Ungu Tanjung Sari (Pak Gimin dan keluarga, Fery, Daru,
Gery, Robi, Ary, Bobi, Wibi Cueng, Tito, Mudas, Ketut, Ciblek, Upin, Faza,
35 hari
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan
sektor-sektor tertentu saja. Oleh sebab itu, salah satu sasaran pembangunan
yaitu sebesar 525,73 ribu jiwa pada September tahun 2012. Oleh karena itu,
Jawa Tengah. Pulau Jawa terdiri dari enam provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa
1
2
Gambar 1.1
Persentase Jumlah Penduduk Miskin Berdasarkan Provinsi Di Pulau Jawa
Periode 2010 – 2012 (Persen)
18,00
16,00
14,00
12,00
10,00
2010
8,00
2011
6,00
2012
4,00
2,00
0,00
DKI Jawa Jawa DIY Jawa Banten
Jakarta Barat Tengah Timur
Jawa pada tahun 2010 hingga 2012. Persentase jumlah penduduk miskin terbesar
terdapat di provinsi DIY sebesar 16,83 persen pada tahun 2010 dan mengalami
penurunan sebesar 15,88 persen pada tahun 2012. Persentase jumlah penduduk
miskin terendah terdapat di provinsi DKI Jakarta sebesar 3,48 persen pada tahun
2010 dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 sebesar 3,70 persen.
terbesar kedua setelah provinsi DIY, yaitu sebesar 16,56 persen pada tahun 2010
dan mengalami penurunan sebesar 14,98 persen pada tahun 2012. Selain itu,
Gambar 1.2
Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah
Periode 2011-2012 (Persen)
Kota Tegal
Kota Pekalongan
Kota Semarang
Kota Salatiga
Kota Surakarta
Kota Magelang
Brebes
Tegal
Pemalang
Pekalongan
Batang
Kendal
Temanggung
Semarang
Demak
Jepara
Kudus
Pati 2012
Rembang
2011
Blora
Grobogan
Sragen
Karanganyar
Wonogiri
Sukoharjo
Klaten
Boyolali
Magelang
Wonosobo
Purworejo
Kebumen
Banjarnegara
Purbalingga
Banyumas
Cilacap
0 5 10 15 20 25 30
Jawa Tengah pada periode 2011 hingga 2012 masih tidak merata, dan sebagian
pada tahun 2011 terdapat di daerah Wonosobo (24,21 persen), Kebumen (24,06
yaitu Kota Semarang (5,68 persen), Kota Salatiga (7,8 persen), dan Kudus (9,45
persen). Pada tahun 2012, seluruh Kabupaten/ Kota di provinsi Jawa Tengah
tertinggi pada tahun 2012 masih terdapat di daerah Wonosobo (22,5 persen),
Kota dengan persentase kemiskinan terendah di tahun yang sama yaitu Kota
Semarang (5,13 persen) dan Kota Salatiga (7,11 persen). Selain itu, daerah yang
Tengah adalah Purbalingga (1,87 persen), Rembang (1,83 persen), dan Wonosobo
(1,71 persen).
ekonomi. Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah Produk
kemiskinan.
5
Gambar 1.3
Laju PDRB dan Tingkat Kemiskinan di Jawa Tengah
Periode 2008-2012 (Persen)
25
20
19,23
17,72
16,56
15 15,76
14,98
Laju PDRB
10 Tingkat Kemiskinan
0
2008 2009 2010 2011 2012
selama lima tahun terakhir selama periode 2008 hingga 2012 terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Semula pada tahun 2008 sebesar 5,61 persen
menjadi 6,34 persen pada tahun 2012. Peningkatan laju PDRB Jawa Tengah
terjadi selama lima tahun terakhir selama periode 2008 hingga 2012. Angka
persen pada tahun 2008 dan turun menjadi 14,98 persen pada tahun 2012. Kondisi
ini menggambarkan asumsi bahwa terdapat hubungan negatif antara laju PDRB
karena penghasilan yang diterima relatif rendah. Tabel 1.1 menunjukkan tingkat
produktivitas sektoral di Jawa Tengah sejak tahun 1989 sampai 2012 yang terus
mengalami peningkatan.
Tabel 1.1
Produktivitas Sektoral di Jawa Tengah
Periode 1989-2012 (Persen)
Sejak masa orde lama hingga tahun 2012, produktivitas sektor pertanian
besar penduduk miskin di Jawa Tengah bekerja pada sektor pertanian. Hal ini
terjadi karena kondisi sektor pertanian di Jawa Tengah yang masih relatif
sangat drastis dan signifikan pada tahun 1990-an hingga tahun 2012. Kondisi ini
seseorang, maka keahlian dan pengetahuan juga akan meningkat sehingga akan
Jawa Tengah dapat dilihat melalui jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas yang
Tabel 1.2
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Berdasarkan
Pendidikan Tertinggi di Jawa Tengah
Periode 2008-2012 (Jiwa)
Berdasarkan tabel 1.2 diatas, sebagian besar penduduk yang bekerja di Jawa
Tengah hanya memiliki pendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah selama periode
mengalami penurunan dari tahun 2008 sebesar 9.367.374 menjadi 9.013.849 pada
tahun 2012. Pada level SLTP dan SLTA ke atas, jumlah penduduk yang bekerja di
Jawa Tengah mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar 2.798.160 menjadi
3.061.738 di tahun 2012 untuk tingkat SLTP dan 3.298.124 pada tahun 2008
menjadi 4.057.303 di tahun 2012 untuk tingkat SLTA ke atas. Kondisi ini
cukup baik.
provinsi Jawa Tengah. BPS mendefinisikan Indeks Gini sebagai salah satu
ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol hingga satu. Tabel 1.3
mengalami peningkatan pada tahun 2008 sampai 2012. Pada tahun 2010 sebesar
0,29 meningkat sebesar 0,33 pada tahun 2011 dan 0,34 pada tahun 2012.
Tabel 1.3
Indeks Gini Provinsi Jawa Tengah
Periode 2008-2012
menunjukkan kondisi PDRB Jawa Tengah selama tahun 1983 sampai 2012.
Tabel 1.4
PDRB Menurut Lapangan Usaha ADHK Tahun 1983, 1993, dan 2000 di
Jawa Tengah
Tahun 1989-2012 (Miliar Rupiah)
terhadap PDRB Jawa Tengah (3.432,10 miliar rupiah). Namun, pasca tahun 1990-
perekonomian Jawa Tengah. Pada tahun 2012, sektor industri pengolahan menjadi
ekonomi kerakyatan berbasis agrobisnis, UMKM dan industri padat karya. Oleh
sebab itu, sektor pertanian dan industri menjadi fokus pembangunan ekonomi di
Jawa Tengah. Besar kecilnya rasio produktivitas pada sektor industri dan
produktivitas antara sektor industri dan pertanian akan berdampak pada distribusi
pendidikan. Mayoritas pekerja di Jawa Tengah hanya lulusan SMP ke bawah dan
hanya sebagian kecil yang berpendidikan SMA ke atas. Besar kecilnya rasio
pendidikan antara pekerja lulusan SMP ke bawah dan pekerja lulusan SMA ke
pendidikan antara pekerja lulusan SMP ke bawah dan pekerja lulusan SMA ke
Sebaliknya, rasio pendidikan yang semakin kecil akan berdampak pada distribusi
pada tahun 2008 menjadi 14,98 persen pada tahun 2012. Rata-rata tingkat
kemiskinan di Jawa Tengah masih dalam kategori tingkat kemiskinan yang tinggi.
pertanian, dan tingkat pendidikan yang ditamatkan pekerja yang ada di Jawa
Tengah.
Selain itu, peningkatan yang terjadi pada gini indeks di Jawa Tengah pada
tahun 2008 hingga 2012 merupakan masalah ketimpangan pendapatan yang perlu
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang
2008-2012
1. Pengambil Kebijakan
ketimpangan pendapatan
2. Ilmu Pengetahuan
mempengaruhinya
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah yang terdiri dari
pada bab ini juga terdapat penelitian terdahulu, kerangka penelitian dan hipotesis
Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang meliputi variabel
penelitian dan definisi operasional, jenis dan sumber data, dan metode analisis.
Pada bab ini menjelaskan tentang deskripsi objek penelitian, yaitu kondisi
BAB V PENUTUP
Pada bab ini disampaikan kesimpulan dan saran yang dapat diambil dari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Kemiskinan
suatu individu. Oleh karena itu, seseorang dikatakan dalam kategori miskin
sebagai berikut:
2100 kalori per kapita per hari. BPS menyatakan ada 14 kriteria suatu
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu murahan
15
16
6. Sumber air minum berasal dari air sumur/ mata air tidak terlindung/
minyak tanah
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
poliklinik
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas
per bulan (2005), atau pendapatan per kapita Rp 166.697,00 per kapita
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat
SD/ hanya SD
14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai
terpenuhinya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 2,00 per hari.
pendapatan.
perumahan.
mereka yang hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimun tertentu atau di
bawah garis kemiskinan internasional, yaitu US$ 1 perhari dalam dolar paritas
daya beli (PPP). Salah satu strategi praktis untuk menentukan garis kemiskinan
didasarkan atas persyaratan nutrisi dari penelitian medis tentang kalori, protein,
survei rumah tangga lokal, diidentifikasi sekelompok makanan yang biasa dibeli
oleh rumah tangga yang hampir tidak memenuhi persyaratan nutrisi ini.
seperti pakaian, tempat tinggal, dan sarana kesehatan, untuk menentukan garis
kemiskinan yang dihasilkan mungkin melebihi $ 1 perhari pada paritas daya beli
(PPP).
cara menghitung jumlah orang miskin sebagai proporsi dari populasi, namun
kemiskinan. Oleh sebab itu, digunakan poverty gap untuk mengatasi kelemahan
tersebut. Poverty Gap ini menghitung transfer yang akan membawa pendapatan
harga beras, yaitu tingkat konsumsi per kapita setahun yang sama dengan harga
beras. Garis kemiskinan menurutnya yaitu nilai rupiah yang setara dengan 20 kg
beras untuk daerah pedesaan dan 30 kg beras untuk daerah perkotaan. Akan tetapi
bawah garis kemiskinan akan lebih rendah setiap tahunnya. Ukuran Sujogyo tidak
menunjukkan penurunan tingkat kemiskinan yang mulus sepeti versi BPS, tetapi
Pertama, Sujogyo hanya mengandalkan satu harga yaitu harga beras. Kedua, beras
dalam anggaran keluarga turun bahkan di keluarga miskin porsinya turun dengan
cepat.
Dimana:
α = 0, 1, 2
ɀ = Garis kemiskinan
n = Jumlah penduduk
Jika:
atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam
modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan
Gambar 2.1
Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurkse
Ketidaksempurnaa
n pasar,
Keterbelakangan
dan
ketertinggalan
Kekurangan
modal
Investasi
rendah
Produktivitas
rendah
Tabungan Pendapatan
rendah rendah
Menurut World Bank (1993) dalam Policy Research Working Paper: Poverty
kemampuan warga negara atau suatu negara untuk memutuskan masalah yang
dan kesejahteraan
Ravi Kanbur dan Lyn Squire (1999) menjelaskan bahwa kemiskinan terjadi
dan anak-anak sekolah akan bisa bersekolah dan menerima pelajaran dengan baik.
Fasilitas kesehatan dan pendidikan hanya dapat dinikmati oleh pejabat tinggi dan
kebijakan tanpa peduli dengan suara dan kepentingan masyarakat miskin. Mereka
atau probabilitas menjadi miskin lebih besar dibandingkan seseorang yang tidak
kemiskinan di Indonesia.
Menurut Hicks (dalam Damarjati 2010) pendapatan adalah jumlah yang dapat
sementara nilai kekayaannya tetap utuh. Salah satu alternatif dalam mengukur
a. Pendapatan dari gaji dan upah yang merupakan balas jasa sebagai tenaga
keahlian (skill), kualitas modal manusia (human capital), dan kondisi kerja
(working condition)
diantaranya aset finansial (deposito, modal, dan saham), dan bukan aset
diterima sebagai balas jasa atas input yang diberikan, misalnya dalam bentuk
dibedakan menjadi:
Kesenjangan jenis ini merupakan masalah lama dan sudah menjadi bahan
antar wilayah Jawa dan Luar Jawa, dan sejak kemajuan Provinsi Bali yang
paling berat dan dalam sistem perekonomian yang cenderung liberal atau
ekonomi
solidaritas
dua macam barang, yaitu barang kebutuhan pokok dan barang mewah. Produksi
menjelaskan proses yang terjadi pada kurva kemungkinan produksi pada barang
Gambar 2.2
Kurva Kemungkinan Produksi
dan mewah) yang dihasilkan dalam suatu perekonomian. Misalkan titik A dan B
menghasilkan barang pokok daripada brang mewah. Pada negara dengan tingkat
kebutuhan pokok. Pada akhirnya keadaan ini tentu akan menyebabkan kelompok
ketimpangan distribusi pendapatan adalah Indeks Gini dan kriteria Bank Dunia.
menerima lebih dari 17% bagian pendapatan. Indeks Gini adalah ukuran
Gambar 2.3
Kurva Lorenz dan Koefisien Gini
persentase pendapatan total yang mereka terima selama 1 tahun. Semakin jauh
jarak kurva lorenz dari garis diagonal (yang merupakan garis pemerataan
28
Dimana:
G = gini rasio
bervariasi dan sektor jasa-jasa yang tangguh. Model perubahan struktural tersebut
dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol.
Artinya fungsi produksi pada sektor pertanian telah sampai pada hukum law
akan mengurangi tingkat produksi yang ada akaibat proporsi input variabel
tenaga kerja yang terlalu besar (surplus tenaga kerja). Dalam perekonomian
semacam ini, pangsa semua pekerja terhadap output yang dihasilkan adalah
sama. Dengan demikian, nilai upah riil ditentukan oleh nilai rata-rata produk
marjinal, dan bukan oleh produk marjinal dari tenaga kerja itu sendiri
menyiratkan bahwa nilai produk marjinal terutama dari tenaga kerja, bernilai
tujuan bagi para pekerja yang berasal dari pedesaan karena nilai produk
marjinal dari tenaga kerja positif menunjukan bahwa fungsi produksi belum
mengasumsikan bahwa tingkat upah di kota 30% lebih tinggi daripada tingkat
30
upah di pedesaan, yang relatif subsisten dan tingkat upah cenderung tetap
ekspansi output yang dihasilkan oleh sektor modern yang ditentukan oleh tingkat
investasi dan akumulasi modal di sektor modern itu sendiri. Peningkatan investasi
modern.
pendidikan
berbagai tuntutan keadaan yang ada (Kuznetz dalam Todaro, 2006). Selanjutnya
Todaro menjelaskan ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu :
1. Akumulasi modal
Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di
dengan investasi infrastruktur, yakni berupa jalan, listrik, air bersih, fasilitas
jumlah angkatan kerja (labor force) secara tradisional telah dianggap sebagai
3. Kemajuan teknologi
a. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang
sama.
b. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja atau hemat modal,
yaitu tingkat output yang lebih tinggi bias dicapai dengan jumlah tenaga
Teori pertumbuhan lain yang terkenal adalah teori Walt Whitman Rostow
yang merupakan garda depan dari linear stage of growth theory. Rostow (dalam
menjadi lima tahap, yaitu (1) tahap perekonomian tradisional; (2) tahap prakondisi
33
tinggal landas; (3) tahap tinggal landas; (4) tahap menuju kedewasaan; (5) tahap
ekonomi (∆Y/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan (s) dan
Solow menambahkan faktor tenaga kerja dan teknologi yang bersifat eksogen
menurut Romer, teknologi bersifat endogen dan melekat pada faktor tenaga kerja
berdasarkan tingkat teknologi yang dimiliki oleh tenaga kerja. (Todaro, 2006).
output per kapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan
kenaikan output per kapita dimana ada dua sisi yang perlu diperhatikan, yaitu sisi
output totalnya (GDP) dan sisi jumlah penduduknya. Output per kapita adalah
sebuah perekonomian memerlukan alat ukur yang tepat, beberapa alat ukur
Domestik Regional Bruto (PDRB), merupakan jumlah barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan
dalam harga pasar. Baik PDB atau PDRB merupakan ukuran yang global
34
sifatnya, dan bukan merupakan alat ukur pertumbuhan ekonomi yang tepat,
Produk Domestik Bruto per kapita atau Produk Domestik Regional Bruto per
penduduk suatu negara atau daerah daripada nilai PDB atau PDRB saja. PDB
atau PDRB per kapita adalah jumlah PDB atau PDRB dibagi dengan jumlah
penduduk di negara atau daerah yang bersangkutan, atau dapat disebut juga
PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Untuk menghitung angka PDRB
1. Pendekatan Produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu
perubahan stok, dan (e) ekspor neto, dalam jangka waktu tertentu (biasanya
satu tahun).
oleh penduduk suatu daerah serta menggambarkan nilai tambah barang dan jasa
setiap sektor dari tahun ke tahun. Data PDRB ADHK lebih menggambarkan
perkembangan produksi riil barang dan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata. Pembangunan
pada dasarnya adalah suatu proses dari pemikiran yang dilandasi keinginan untuk
merupakan suatu proses dimana pendapatan per kapita suatu negara meningkat
selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang
ekonomi. Suatu proses pembangunan tidak terlepas dari tujuan yang ingin dicapai.
kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Harga
diri (self esteem) untuk menjadi manusia seutuhnya, merupakan dorongan dari diri
sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan
kamampuan untuk memilih. Nilai yang terkandung dalam konsep ini adalah
yaitu indikator ekonomi dan indikator sosial. Yang termasuk sebagai indikator
ekonomi adalah GNP per kapita, laju pertumbuhan ekonomi, GDP per kapita
37
adalah Human Development Index (HDI) dan Physical Quality Life Index (PQLI)
kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih
Yt − Yt−1
𝑔𝑡 = x 100% (2.3)
Yt−1
Dimana:
golongan penduduk msikin (Dwi Wahyuniarti, 2008). Banyak penelitian lain yang
38
mengentaskan kemiskinan.
pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita yang meningkat bearti penduduk
miskin akan berkurang. Jadi, cukup jelas bahwa pertumbuhan ekonomi baik untuk
Gary Fields (dalam Todaro, 2006) menganalisis tiga kasus terbatas dalam
yang menikmati buah pertumbuhan itu, sementara jumlah pekerja maupun tingkat
merata ke seluruh pekerja di sektor tradisional dan tidak dinikmati oleh sektor
industri.
pun
Simon Kuznet dalam Todaro (2006) mengatakan bahwa pada tahap awal
Gambar 2.4
Hipotesis Kuznets “U-Terbalik”
Koefisien Gini
industri pengolahan dan jasa. Dalam transisi ekonomi ini, produktivitas tenaga
kerja pada sektor modern lebih tinggi daripada produktivitas sektor pertanian
sehingga pendapatan per kapita pada sektor modern juga akan lebih tinggi.
41
Hasilnya, ketimpangan antara kedua sektor itu semakin meningkat pada tahap
Sejak dekade 1980-an, muncul kritikan tentang hipotesis Kuznets. Dollar dan
perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan
berarti jumlah sumber daya yang digunakan dengan jumlah barang jasa yang
(output) tertentu dengan jumlah masukan (input) tertentu untuk jangka waktu
tertentu.
berikut: Produktivitas pada dasarnya adalah sesuatu sikap mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari
sedangkan untuk perorangan diukur dengan jam kerja (input per man hour).
a. Secara filosofis adalah suatu pandangan bahwa kualitas kerja hari ini harus
lebih baik dari kualitas kerja kemarin dan kualitas kerja hari esok harus lebih
b. Secara teknis merupakan rasio antara keluaran (output) dan masukan (input),
𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 = (2.4)
𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡
per kapita terutama sebagai akibat adanya perbaikan kualitas input yang
meningkatkan efisiensi atau produktivitas per unit input. Hal ini dapat dilihat dari
semakin besarnya masukan sumber tenaga kerja dan modal atau semakin
meningkatnya efisiensi.
barang dan jasa dalam perekonomian di suatu wilayah telah diuraikan dengan
Selanjutnya tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi yang berperan
dalam proses produksi, merupakan populasi orang yang bekerja dalam angkatan
kerja pada periode tertentu. Menurut Ramayani (2012), tinggi atau rendahnya
44
2006).
Sementara itu, Nurkse pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of
perekonomian, yaitu sektor tradisional dan sektor modern. Pada sektor tradisional
diasumsikan bahwa tenaga kerja yang terbatas dan memiliki produktivitas tinggi
sehingga meningkatkan akumulasi kapital yang lebih tinggi. Kondisi ini akan
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujutkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi
formal:
dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
(SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat.
sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus
modal manusia. Modal manusia (human capital) adalah istilah yang sering
digunakan oleh para ekonom untuk pendidikan, kesehatan, dan kapasitas manusia
(Todaro, 2006).
Dian Satria, 2008). Logika ini jugalah yang mendorong strategi pengentasan
(human capital). Romer, 1986; Lucas, 1988 (Prastyo, 2010), menjelaskan bahwa
fokus perkembangan global saat ini yang dicatat dalam millennium development
goals juga telah memposisikan perbaikan kualitas modal manusia dalam prioritas
yang utama.
49
2006).
menemukan bahwa pendidikan yang diukur dengan jumlah penduduk yang lulus
pendidikan SMP, SMA, dan diploma memiliki berpengaruh besar dan signifikan
akan mempunyai perbedaan pendapatan sampai 300 – 800 persen dengan tenaga
kerja yang hanya menyelesaikan sebagian atau seluruh pendidikan tingkat sekolah
50
negara-negara berkembang.
yang timbul dari masalah ini adalah jumlah kelompok rumah tangga yang
sendiri dan bukan berasal dari kelompok rumah tangga berpendapatan rendah.
berperan sangat penting dalam sebuah penelitian yang akan dilakukan. Beberapa
No. Nama Jurnal/ Judul Penelitian Dependen/ independen Metode analisis Hasil penelitian
variabel
1 Analisis Faktor-Faktor Yang Variabel independen: Metode analisis Berdasarkan hasil analisis
Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan. pertumbuhan ekonomi, regresi Data Panel pengolahan data, seluruh
Studi Kasus 35 Kabupaten Kota di pendidikan, pengangguran, dengan Pendekatan variabel independen
Jawa Tengah Tahun 2003-2007 upah minimum Fixed Effect berpengaruh signifikan
(Skripsi Adit Agus Prastyo, 2010) Variabel dependen: tingkat terhadap variabel dependen
kemiskinan di Jawa Tengah dengan R2 yang cukup tinggi
yaitu 0,982677.
2 Analisis Hubungan IPM, Kapasitas Variabel dependen: tingkat Menggunakan Pada tahun 2008 variabel
Fiskal, dan Korupsi Terhadap kemiskinan analisis regresi independen berpengaruh
Kemiskinan di Indonesia (Skripsi Variabel independen: IPM, linier berganda negatif secara tidak signifikan
Purwiyanti Septiana Franciari: 2012) kapasitas fiskal, korupsi dengan metode pada α = 5% dan 10%, pada
OLS dan Uji tahun 2010 hanya variabel
Kausalitas Granger kapasitas fiskal yang
signifikan.
Berdasarkan uji kausalitas
Granger terdapat pola
perbedaan perilaku pada tahun
2008 dan 2010
3 Pengeluaran Pemerintah Daerah, Variabel dependen: Menggunakan Berdasarkan hasil analisis
Produktivitas Pertanian, dan kemiskinan, produktivitas analisis regresi data membuktikan bahwa
Kemiskinan di Indonesia pertanian panel dan panel- pengeluaran pemerintah
(Akbar Suwardi: jurnal ekonomi dan Variabel independen: irigasi, simultan daerah di sektor infrastruktur
pembangunan Indonesia vol. 12 Juli infrastruktur, jalan, literacy, dan pendidikan signifikan
2011) pendidikan, upah, produksi, mempengaruhi produktivitas
52
dan ketimpangan pendapatan di Jawa Tengah yang masih cukup tinggi. Menurut
serta untuk memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut gambar
Gambar 2.5
Kerangka Pemikiran Teoritis
Produktivitas
Sektor Industri
(VIN)
Tingkat
Produktivitas Kemiskinan (P)
Sektor Pertanian
(VT) Lulusan
SD+SMP (PDAS)
Tingkat
Pendidikan Lulusan
SMA+ (PLAN)
Keterangan:
: faktor penyebab
: hubungan korelasi
55
meningkat dan lepas dari lingkaran kemiskinan (Wahyuniarti, 2008). Selain itu,
sektor pertanian memiliki tingkat produktivitas yang relatif rendah. Hal ini
2011). Sementara itu, sektor industri memiliki tingkat produktivitas yang relatif
menurun pada tahap akhir. Selain itu, rasio produktivitas juga berdampak pada
adalah rasio pendidikan. Semakin besar rasio pendidikan akan berdampak pada
2.4 Hipotesis
diuji secara empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian di bidang
tahun 2008-2012
BAB III
METODE PENELITIAN
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen
dan variabel independen. Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan
atau dipengaruhi oleh variabel bebas, sedangkan variabel independen adalah tipe
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat kemiskinan (P) dan
dalam penelitian ini adalah laju PDRB Jawa Tengah berdasar harga konstan (G),
variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini, maka perlu dirumuskan definisi
58
59
masing kabupaten/ kota di Jawa Tengah tahun 2008-2012 (berkisar 0-1), Data
3. Laju PDRB (G), dinyatakan sebagai perubahan PDRB atas dasar harga
Yt − Yt−1
𝐺𝑡 = x 100% (3.1)
Yt−1
Dimana:
dihasilkan pada sektor pertanian dengan input tenaga kerja di sektor pertanian
dihasilkan pada sektor industri dengan input tenaga kerja di sektor industri di
rumus:
ke bawah dan SMP terhadap jumlah pekerja lulusan SMA ke atas di masing-
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data
sekunder meliputi data penelitian yang telah dipublikasikan Badan Pusat Statistik
(BPS) serta berbagai literatur yang berkaitan dengan topik penelitian. Data
sekunder yang digunakan adalah data deret waktu (time-series data) untuk kurun
61
waktu tahun 2008-2012 serta data kerat lintang (cross-section data) yang meliputi
diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. Informasi lain bersumber dari
bahan-bahan yang relevan, akurat, dan realistis. Metode pengumpulan data yang
Propinsi Jawa Tengah. Pustaka lain yang digunakan sebagai pelengkap yaitu
pendapatan.
Penelitian ini mempunyai tiga tujuan, dimana dua tujuan dianalisis dengan
metode yang sama dan satu tujuan dianalisis dengan metode berbeda. Studi ini
menggunakan analisis panel data (pooled data) dan analisis korelasi sebagai alat
menggunakan panel data adalah kombinasi antara deret waktu (time-series data)
dan kerat lintang (cross-section data). Dalam model data panel persamaan model
𝑌𝑖 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋𝑖 + 𝜇𝑖 ; 𝑖 = 1,2, … 𝑁 (3.7)
62
𝑌𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋𝑡 + 𝜇𝑡 ; 𝑡 = 1,2, … 𝑁 (3.8)
i = 1, 2, ..., N ; t = 1, 2, ..., T
dimana :
N = banyaknya observasi
T = banyaknya waktu
individu.
d) data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks,
e) data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu
Dalam analisis model data panel dikenal, dua macam pendekatan yang terdiri
dari pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model), dan pendekatan efek acak
(Random Effect Model). Kedua pendekatan yang dilakukan dalam analisis data
Salah satu kesulitan prosedur data panel adalah bahwa asumsi intersep dan
slope yang konsisten sulit terpenuhi. Untuk mengatasi hal tersebut, yang
yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu (time-
sebutan model efek tetap (Fixed Effect Model) atau Least Square Dummy
Variable (LSDV).
Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap (fixed
effect) tak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off).
(error component model) atau disebut juga model efek acak (random effect).
Menurut Judge dalam Gujarati (2009) ada empat pertimbangan pokok untuk
1. Apabila jumlah time series (T) besar sedangkan jumla cross-section (N) kecil,
maka hasil fixed effect atau random effect tidak jauh berbeda sehingga dapat
dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk dihitung yaitu Fixed Effect Model
(FEM)
2. Apabila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan
berbeda jauh. Jadi, apabila kita meyakini bahwa unit cross-section yang kita
pilih dalam penelitian diambil secara acak maka random effect harus
kita pilih dalam penelitian diambil tidak secara acak maka Fixed Effect harus
digunakan.
4. Apabila N besar dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari random
effect dapat terpenuhi, maka random effect lebih efisien dibandingkan fixed
effect.
65
diwakili data tahunan dari 2008-2012 dan data cross-section sebanyak 35 data
175 observasi dengan fungsi persamaan data panelnya dapat dituliskan sebagai
berikut:
Model Kemiskinan
Dimana:
µit = komponen error di waktu (t) untuk unit cross section (i)
Dimana:
LnG = Logaritma natural dari laju PDRB kabupaten/ kota di Jawa Tengah
tahun 2008-2012
LnRV = Logaritma natural dari rasio produktivitas tenaga kerja sektor industri
µit = komponen error di waktu (t) untuk unit cross section (i)
Natural (Ln) dengan model semi-log yang bertujuan untuk memudahkan proses
independen. Selain itu, Imam Ghozali (2005) menyatakan alasan dipilih bentuk
fungsi Logaritma Natural (Ln) adalah untuk mendekatkan skala data dan untuk
3.4.2 Estimasi Model Regresi Panel Data Dengan Pendekatan Fixed Effect
Model (FEM) atau Least Square Dummy Variable (LSDV)
Gujarati (2009) menjelaskan bahwa estimasi model regresi panel data dengan
pendekatan Fixed Effect tergantung pada asumsi yang digunakan pada intersep,
koefisien slope, dan error term, dimana ada beberapa kemungkinan asumsi yaitu:
a. asumsi bahwa intersep dan koefisien slope adalah konstan antar waktu (time)
dan ruang (space) dan error term mencakup perbedaan sepanjang waktu dan
individu.
c. koefisien slope konstan tetapi intersep bervariasi antar individu dan waktu.
waktu.
Tengah tahun 2008-2012 digunakan asumsi FEM yang kedua, yaitu koefisien
slope konstan tetapi intersep bervariasi antar individu. Dalan hal ini, intersep dari
effect, maka persamaan tersebut disebut sebagai Least Square Dummy Variabel
(LSDV).
di Jawa Tengah selama 5 tahun periode penelitian (tahun 2008-2012) dimana pada
model kemiskinan Kota Semarang sebagai wilayah acuan (benchmark) dan pada
Setelah memasukkan variabel dummy wilayah pada persamaan 3.10 dan 3.11
Model Kemiskinan
𝛾2 𝐷2 + 𝛾3 𝐷3 + 𝛾4 𝐷4 + 𝛾5 𝐷5 + 𝛾6 𝐷6 + 𝛾7 𝐷7 + 𝛾8 𝐷8 + 𝛾9 𝐷9 + 𝛾10 𝐷10 +
𝛾11 𝐷11 + 𝛾12 𝐷12 + 𝛾13 𝐷13 + 𝛾14 𝐷14 + 𝛾15 𝐷15 + 𝛾16 𝐷16 + 𝛾17 𝐷17 + 𝛾18 𝐷18 +
𝛾19 𝐷19 + 𝛾20 𝐷20 + 𝛾21 𝐷21 + 𝛾22 𝐷22 + 𝛾23 𝐷23 + 𝛾24 𝐷24 + 𝛾25 𝐷25 + 𝛾26 𝐷26 +
𝛾27 𝐷27 + 𝛾28 𝐷28 + 𝛾29 𝐷29 + 𝛾30 𝐷30 + 𝛾31 𝐷31 + 𝛾32 𝐷32 + 𝛾33 𝐷33 + 𝛾34 𝐷34 +
𝜇𝑖𝑡 (3.12)
69
PDAS = jumlah pekerja lulusan SD ke bawah dan SMP kabupaten/ kota di Jawa
PLAN = jumlah pekerja lulusan SMA ke atas kabupaten/ kota di Jawa Tengah
tahun 2008-2012
µit = komponen error di waktu (t) untuk unit cross section (i)
𝛾14 𝐷14 + 𝛾15 𝐷15 + 𝛾16 𝐷16 + 𝛾17 𝐷17 + 𝛾18 𝐷18 + 𝛾19 𝐷19 + 𝛾20 𝐷20 + 𝛾21 𝐷21 +
𝛾22 𝐷22 + 𝛾23 𝐷23 + 𝛾24 𝐷24 + 𝛾25 𝐷25 + 𝛾26 𝐷26 + 𝛾27 𝐷27 + 𝛾28 𝐷28 + 𝛾29 𝐷29 +
𝛾30 𝐷30 + 𝛾31 𝐷31 + 𝛾32 𝐷32 + 𝛾33 𝐷33 + 𝛾34 𝐷34 + 𝜇𝑖𝑡 (3.13)
LnG = Logaritma Natural dari laju PDRB kabupaten/ kota di Jawa Tengah
tahun 2008-2012
LnRV = Logaritma Natural dari rasio produktivitas tenaga kerja sektor indutri
µit = komponen error di waktu (t) untuk unit cross section (i)
Sebelum melakukan analisis data maka data diuji sesuai asumsi klasik, jika
parametrik untuk mendapatkan model regresi yang baik, model regresi tersebut
data yang dihasilkan harus berdistribusi normal. Cara yang digunakan untuk
a. Deteksi Multikolinearitas
korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak
bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol.
Pengujian ini akan menggunakan auxiliary regressions dan Klien’s rule of thumb
persamaan utama lebih besar dari R2 auxiliary regressions maka di dalam model
b. Deteksi Autokorelasi
H0: ∂ = 0
H1: ∂ ≠ 0
Kriteria uji:
Apabila nilai Obs*R-squared-nya lebih kecil dari taraf nyata tertentu (terima
c. Deteksi Heteroskedastisitas
lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas dapat digunakan Uji White. Secara manual, uji ini dilakukan
dengan meregresi residual kuadrat (ut2) dengan variabel bebas. Dapatkan nilai R2,
untuk menghitung χ2, dimana χ2 = n*R2. Kriteria yang digunakan adalah apabila
χ2 tabel lebih kecil dibandingkan dengan nilai Obs*R-squared, maka hipotesis nol
yang menyatakan bahwa tidak ada heteroskedastisitas dalam model dapat ditolak.
d. Deteksi Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Seperti diketahui
normal. Apabila asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak berlaku
(Imam Ghozali, 2005). Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau
tidaknya distribusi residual antara lain Jarque-Bera (J-B) Test dan metode grafik.
Dalam penelitian ini akan menggunakan metode J-B Test, apabila J-B hitung <
Selain uji asumsi klasik, juga dilakukan uji statistik yang dilakukan untuk
mengukur ketepatan fungsi regresi dalam menaksir nilai aktualnya. Uji statistik
secara serentak (uji F), dan pengujian koefisien regresi secara individual (uji t).
memberikan proporsi atau persentase variasi total dalam variabel tak bebas (Y)
yang dijelaskan oleh variabel bebas (X) (Gujarati, 2010). Koefisien determinasi
R²/(k−1)
𝐹= (3.14)
1−R 2 /(N−k)
Dimana :
R² : koefisien determinasi
N : jumlah sampel
H1 : 𝛼1 , 𝛼2 , 𝛼3 , 𝛼4 ≠ 0 (ada pengaruh)
1. H0 diterima jika Fhitung < Ftabel maka H1 ditolak, artinya variabel independen
2. H0 ditolak jika Fhitung > Ftabel maka H1 diterima, artinya variabel independen
koefisien regresi tersebut signifikan atau tidak. Uji t digunakan dalam pengujian
terhadap variabel dependent. Hipotesis dalam penelitian yang akan diuji adalah
sebagai berikut:
H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh)
bi
𝑇ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = (3.15)
Se (bi )
Dimana:
bi = Koefisien regresi
Kesimpulan:
1. Jika thitung > ttabel maka tolak H0 terima H1, artinya Xi (variabel-variabel bebas
2. Jika thitung < ttabel maka terima H0 tolak H1, artinya Xi (variabel-variabel
bebas).
berarti bahwa setiap kenaikan nilai pada variabel yang satu akan diikuti
b. Korelasi negatif kuat, apabila hasil perhitungan korelasi mendekati atau sama
dengan -1. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan nilai pada variabel yang satu
nilai variabel yang satu turun, maka nilai variabel yang lain akan naik.
c. Tidak ada korelasi, apabila hasil perhitungan korelasi mendekati atau sama
dengan 0 (nol). Hal ini berarti bahwa naik turunnya nilai satu variabel tidak
f. 1 : korelasi sempurna