Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon


terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul
bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung
residif dan menjadi kronis.1
Dermatitis kontak adalah reaksi inflamasi akut atau kronik terhadap
substansi yang menempel pada kulit. Terdapat dua macam dermatitis kontak,
yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA). DKI
adalah peradangan kulit nonimunologik, sehingga kerusakan kulit terjadi langsung
tanpa didahului proses sensitisasi. DKA adalah reaksi inflamasi yang didapat
terhadap berbagai susbstansi yang menyebabkan reaksi inflamasi hanya pada
orang yang sebelumnya pernah tersensitisasi oleh alergen.1
Respon kulit tergantung pada jenis bahan kimia yang berkontak dengan
kulit, lama kontak, sifat kontak dan kemampuan individu masing-masing. Bahan
kimia yang dapat menyebabkan dermatitis kontak banyak terdapat pada
perhiasan, produk perawatan tubuh, tumbuhan, dan pengobatan topikal serta
bahan kimia yang berkontak saat bekerja.1
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit,
karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidensi DKA di
masyarakat sangat sedikit, sehingga berapa angka yang mendekati kebenaran
belum didapat.1
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan
DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa

1
dermatitis kontak akibat alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan
60 persen. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat
kerja tiga kali lebih sering dari pada DKA akibat kerja. Usia tidak mempengaruhi
timbulnya sensitisasi, tetapi umumnya DKA jarang ditemui pada anak-anak.
Prevalensi pada wanita dua kali lipat dibandingkan pada laki-laki. Bangsa
kaukasian lebih sering terkena DKA dari pada ras bangsa lain.2
Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit DKA bertujuan
untuk menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi bersamaan dengan
dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis
numularis, atau psoriasis) atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari
(misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat pada
lingkungan penderita) dapat menyebabkan prognosis menjadi kurang baik. Oleh
karena itu penting untuk diketahui apa dan bagaimana DKA sehingga dapat
menurunkan morbiditas dan memperbaiki prognosis DKA.

2
BAB II
KASUS

2.1 Identitas
Nama : Ny. M
Umur : 42 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : PNS
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Ramin 2 Gang 1
Tanggal pemeriksaan : 16 Juni 2017

2.2 Anamnesis
Keluhan utama : Bercak kemerahan pada kulit
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluh bercak kemerahan pada kulit leher bagian depan kurang
lebih selama 7 hari, bercak kemerahan terasa gatal. Bercak kemerahan timbul
setelah diberikan ramuan tradisional yang terbuat dari kulit kayu. Pada bercak
tidak terasa nyeri ataupun panas. Bercak kemerahan hanya timbul pada daerah
yang terkena ramuan tradisional. Ukuran bercak kemerahan sesuai dengan daerah
yang terkena ramuan tradisional.
Riwayat penyakit dahulu : dua puluh tahun lalu, pasien pernah melakukan hal
yang sama, yaitu menempelkan ramuan tradisional
yang sama, pada saat itu reaksi setelah diberikan
ramuan tradisional tersebut terasa gatal, namun
pasien lupa apakah terdapat bercak kemerahan atau
tidak.
Riwayat Atopi : Rhinitis Alergi, Asma, dan urtikaria jika cuaca
dingin

3
Riwayat penyakit : Orang tua pasien juga mempunyai riwayat alergi,
keluarga seperti kulit terasa gatal-gatal jika makan suatu
makanan terntentu.

2.3 Status Generalis


Keadaan : Tampak sehat
umum
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign
TD : 120/80
Nadi : 82 x/m
RR : 20 x/m
Suhu : 36,5oC
Kepala : Tidak ada Kelainan
Mata : Konjungtiva tidak anemis kiri kanan, sclera tidak ikterik,
distribusi alis mata merata kiri dan kanan, madarosis (-)
lagopthalmos (-)
THT : Membran timpani intak, cavum nasi lapang/lapang,
deformitas (-),tonsil T1-T1 tidak hiperemis, uvula di tengah,
hidung pelana (-)
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : Inspeksi : simetris kanan kiri
Palpasi : Vokal fremitus simetris
Perkusi : Sonor kanan kiri
Auskultasi: : bunyi napas dasar vesikuler, Rhonki (-/-),
wheezing (-/-),
Abdomen : Inspeksi : Tampak datar
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat

4
2.5 Status Dermatologis
a. Lokasi : Regio colli anterior
Papul dan Plak eritematosa, sirkumskripta, skuama pitiriasiformis.

5
2.6 Diagnosis Banding
 Dermatitis Kontak Iritan
 Dermatofitosis
 Kandidiasis
2.7 Diagnosis
Dermatitis Kontak Alergika
2.8 Penatalaksanaan
Metil prednisolone 2x4 mg
Cetirizine 1x 10 mg
Dexosimethasone cream 2 dd ue
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

6
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang


timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.3

3.2 Epidemiologi

Jika dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan (DKI), jumlah penderita


dermatitis kontak alergi (DKA) lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang
keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diperkirakan jumlah DKA dan DKI
makin bertambah seiring dengan bertambahnya produk yang mengandung zat
kimia. Namun mengenai prevalensi dan insidensi DKA sangat sedikit, sehingga
angka yang mendekati kebenaran belum didapat.4
Dahulu, diperkirakan kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80%, sedangkan
DKA 20%, tetapi data baru dari inggris dan Amerika Serikat menunjukan bahwa
dermatitis kontak akibat kerja berkisar 50-60 persen.sedangkan dari penelitian
ditemukan suatu frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering daripada
DKA akibat kerja.5

3.3 Etiologi dan Predisposisi

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul


umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses,
disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum
sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup).1
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-tumbuhan.
90% dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron,
misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol
yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah
nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat

7
rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol
(karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi).1
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi.
Misalnya faktor eksternal yaitu dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama
pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH sedangkan
faktor internal/faktor individu di pengaruhi oleh keadaan kulit pada lokasi kontak,
contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum korneum, status
imunologik, misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar
matahari. Genetik, faktor predisposisi genetik berperan kecil, meskipun misalnya
mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena alergi nickel dan
status higinie dan gizi.1
Seluruh faktor – faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain yang
masing – masing dapat memperberat penyakit atau memperingan. Sebagai contoh,
saat keadaan imunologik seseorang rendah, namun apabila satus higinienya baik
dan didukung status gizi yang cukup, maka potensi sensitisasi alergen akan
tereduksi dari potensi yang seharusnya. Sehingga sistem imunitas tubuh dapat
dengan lebih cepat melakukan perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status
higinie dan gizi individu yang rendah. Selain hal – hal diatas, faktor predisposisi
lain yang menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan
integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis.1

3.4 Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons
imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi
imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui
dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah
mengalami sensitisasi dapat menderita DKA.6
Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara
berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia yang sangat
reaktif dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana. Struktur
kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus lapisan epidermis yang lebih

8
dalam menembus stratum corneum dan membentuk kompleks sebagai hapten
dengan protein kulit. Konjugat yang terbentuk diperkenalkan oleh sel dendrit ke
sel-sel kelenjar getah bening yang mengalir dan limfosit-limfosit secara khusus
dapat mengenali konjugat hapten dan terbentuk bagian protein karier yang
berdekatan. Kojugasi hapten-protein kulit diulang pada kontak selanjutnya dan
limfosit yang sudah disensitisasikan memberikan respons, menyebabkan
timbulnya sitotoksisitas langsung dan terjadinya radang yang ditimbulkan oleh
limfokin.6
Pada kedua fase fase sensitisasi dan fase elisitasi akan melepaskan
mediator-mediator inflamasi seperti IL-2, TNFα, leukotrien, IFNγ, dan
sebagainya, sebagai respon terhadap pajanan yang mengenai kulit tersebut.
Pelepasan mediator-mediator tersebut akan menimbulkan manifestasi klinis khas
khas yang hampir sama seperti dermatitis lainnya.1,6

3.5 Gejala Klinis


Penderita umumnya mengeluhkan gatal, kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak
eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel
atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).
DKA akut ditempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema, dan
edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering,
berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis, mungkin
penyebabnya campuran. DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara
autosensitisasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap DKA. 1

9
3.6 Lokasi terjadi DKA
Lokasi terjadi DKA, antara lain7
Lokasi Kemungkinan Penyebab
Tangan Pekerjaan yang basah (‘Wet Work’) misalnya
memasak makanan (getah sayuran, pestisida) dan
mencuci pakaian menggunakan deterjen.
Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu
semen, dan tanaman.
Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada di
pakaian.
Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen
di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kacamata).
Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep mata.
Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai kacamata,
obat topikal, gagang telepon.
Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat
warna pakaian.
Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet (elastis,
busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian.
Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut
wanita, alergen yang berada di tangan, parfum,
kontrasepsi.
Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal, sepatu/sandal.

Dermatitis kontak sistemik, terjadi pada individu yang telah tersensitisasi


secara topikal oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian
timbul reaksi terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat
meluas bahkan sampai eritroderma. Penyebabnya, misalnya nikel, formaldehid,
balsam Peru.1
Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat
diamati beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema, papulovesikel, vesikel
atau bula. Ujud kelainan kulit dapat dilihat pada beberapa gambar berikut7 :

a. Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena alergi
terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada lokasi kontak
langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang popular). Lesi
eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang dijumpai pada lokasi
kontak langsung.

10
b. Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick. Pasien
hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir

c.
Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis
kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca mata,
cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar dapat
mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan kimia lainnya. Anting-anting
yang menyebabkan dermatitis pada telinga umumnya yang terbuat dari nikel
dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga mungkin menjadi fase
sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang bisa mengarah pada dermatitis
kontak kronik. Dermatitis kontak alergi subakut pada telinga dan sebagian
leher. Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi terhadap bahan plastik

11
d. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi pada
karet dari celananya. Terlihat adanya eritema yang berbatas tegas sesuai
dengan daerah yang terkena alergen.

e. Genitalia.Penyebabnya data antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut


wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen.
Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah vulva karena alergi pada cream
yang mengandung neomisin, terlihat eritema

12
f. Paha dan tungkaibawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh
tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen,
sepatu/sandal. Pada gambar dermatitis kontakalergi yang terjadi karena
Quaternium-15,bahan pengawet pada pelembab. Kaki mengalami skuama,
krusta

3.7 Diagnosis
Diagnosis didasarkan hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan
klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
dengan kelainan kulit yang dicurigai. Misalnya kelainan kulit berukuran numular
di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi,
maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat
pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga
meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat

13
sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit
kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun
keluarganya.1
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya, misalnya,
diketiak oleh deodoran; dipergelangan tangan oleh jam tangan; dikedua kaki oleh
sepatu/sendal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan ditempat yang cukup terang,
pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena seba-
sebab endogen.1

3.8 Diagnosis Banding


Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukan gambaran morfologik yang
khas, dapat menyerupai gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai
dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoariasis.
Diagnosis banding terutama ialah dengan DKI. Dalam keadaan ini pemeriksaan
uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut
kontak alergi.1

3.9 Uji Tempel


Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan yang
secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila
dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya. Bila
menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya,
misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak
larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral.
Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila
diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang
dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil
bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan
pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber,
dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan

14
alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk menyingkirkan
kemungkinan terkena iritasi.8

Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien


Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:1,8
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau
berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’ reaksi positif palsu,
dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin
memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dan antihistamin dihentikan (walaupun dikatakan
bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20
mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan
reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi
hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua
dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel
menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil
negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48
jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya
sampai pembacaan terakhir selesai.

15
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria type), karena
dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada
penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas.
Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan
bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti
berikut:1,8
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT=non tested)

T.R.U.E. Test®
(Mekos Laboratories,
Hillerod, Denmark)
patch-test.

A. Hasil uji positif


terhadap picaridin
(KBR) 2,5%.

B. Hasil uji positif


terhadap methyl
glucose diolate
(MGD) 10%.

Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi,


biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk

16
membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi, dan juga
mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat
bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien
untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi.1,8
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi
dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas
antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++
(reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe
decrescendo).1,8

3.10 Terapi3
Umum : Hindari faktor penyebab
Khusus :
Sistemik :
- Antihitamin
- Kortikosteroid : metilprednisolon, metilprednison, atau triamnisolon
Topikal :
Jika lesi basah diberi kompres KmnO4 1/5000. Jika sudah mengering
diberi kortikosteroid topikal seperti hidrokortison 1-2%, triamnisolon
0,1%, fluosinolon 0,025%, desoksimetason 2-2,5%, dan betametason-
dipropionat 0,05%.
3.11 Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan
dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik,
dermatitis numularis atau psoriasis). Faktor lain yang membuat prognosis kurang
baik adalah pajanan alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan
dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita.1

17
BAB IV

PEMBAHASAN

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang


timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.1 Diagnosis
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
didapatkan pasien mengeluh bercak kemerahan pada kulit leher bagian depan
kurang lebih selama 7 hari, bercak kemerahan terasa gatal. Bercak kemerahan
timbul setelah diberikan ramuan tradisional yang terbuat dari kulit kayu. Bercak
kemerahan hanya timbul pada daerah yang terkena ramuan tradisional. Ukuran
bercak kemerahan sesuai dengan daerah yang terkena ramuan tradisional. Dua
puluh tahun lalu, pasien pernah melakukan hal yang sama, yaitu menempelkan
ramuan tradisional yang sama, pada saat itu reaksi setelah diberikan ramuan
tradisional tersebut terasa gatal, namun pasien lupa apakah terdapat bercak
kemerahan atau tidak.
Pada dermatitis kontak alergi, pada umumnya mengeluhkan gatal, kontaktan
yang dicurigai didasarkan pada kelainan kulit yang ditemukan. Pada pasien
kelainan kulit yang ditemukan yaitu berupa papul dan plak eritema dengan batas
tegas (sirkumskrip) dan berskuama halus (skuama pitiriasiformis). Pada dermatitis
kontak alergi kelainan kulit yang dapat ditemukan yaitu eritema numular sampai
dengan plakat, papula dan vesikel berkelompok disertai erosi numular hingga
plakat. Terkadang hanya berupa makula hiperpigmentasi dengan skuama halus.
Lokasi terjadi DKA dapat terjadi pada semua bagian tubuh yang terkena,
bergantung pada bagian tubuh yang terkontak dengan alergen. Kelainan kulit yang
ditemukan pada pasien merupakan akibat pajanan alergen berupa ramuan
tradisional yang terbuat dari kulit kayu.1,3

18
Diagnosis banding pada kasus ini adalah dermatitis kontak iritan,
dermatofitosis (tinea) dan kandidiasis. Perbedaan antara dermatitis alergika dan
dermatitis kontak iritan adalah sebagai berikut.1
Dermatitis kontak alergika Dermatitis kontak iritan
Cenderung kronik Cenderung akut
Hanya orang ternttu (tiwayat Semua orang bisa terkena
alergi/sensisitasi)
Lesi awal berupa: makula, eritema, Lesi awal berupa: makula, eritema,
vesikel, bula dan erosi papula melebar dari tempat awal
Penyebab alergen Penyebab iritan primer
Tidak bergantung dengan konsentrasi, Bahan iritan melewati ambang batas
rendah sekali dapat memicu DKA.
Bergantung tingkat sensitisasi
Onset pada kontak berulang Onset pada kontak pertama

Perbedaan dermatitis kontak alergika dan dermatitis kontak iritan juga


terdapat pada gejala klinis. Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam,
bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah
memberikan gejala kronis. Selain itu banyak faktor yang mempengaruhi
sebagaimana yang telah disebutkan, yaitu faktor individu (misalnya ras, usia,
lokasi, atopi, penyakit lain), faktor lingkungan (misalnya, suhu dan kelembaban
udara, oklusi). Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut DKI
diklasifikasikan menjadi sepuluh macam, yaitu: DKI akut, lambat, akut (acute
delayed ICD), reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular,
dan akneformis, noneritematosa, dan subyektif.1
Ada pula yang membaginya menjadi dua kategori yaitu kategori mayor
terdiri atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan DKI kumulatif. Kategori
lain terdiri atas: DKI lambat akut, reaksi iritasi, DKI traumatik, DKI eritematosa,
dan DKI subyektif.1
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat,
biasanya terjadi karena kecelekaas. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi

19
dan lamanya kontak dengan iritan, terbatas pada tempat kontak. Kulit terasa
pedih, panas, rasa terbakar, kelainan kulit berbatas tegas dan pada umumnya
asimetris. DKI akut lambat, memberikan gambaran klinis dan gejala sama dengan
DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan
yang menyebabkan DKI akut lambat podofilin, antralin, tretinoin. DKI kumulatif,
jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, nama lain ialah DKI kronis.
Penyebab DKI kronis adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah,
misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, deterjen,
sabun, pelarut, tanah, air. Gejala klasik yang timbul adalah kulit kering, eritema,
skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila
kontak berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur).1
Reaksi Iritan dapat menimbulkan ujud kelainan kulit berupa skuama,
eritema, vesikel, pustul, dan erosi. DKI traumatik, kelainan kulit berkembang
lambat setelah trauma panas atau laserasi. DKI noneritematosa merupakan bentuk
subklinis DKI tanpa disertai kelainan klinis. DKI subyektif, juga disebut DKI
sensori, kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa panas atau terbakar
setelah kontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat.1
Diagnosis banding dermatofitosis dan kandidiasis didasari karena ujud
kelainan kulit pada kasus mirip dengan dermatofitosis dan kandidiasis, namun
untuk memastikan hal tersebut dilakukanlah pemeriksaan KOH 10%.
Secara klinis, pada pemeriksaan fisik dermatofitosis ditemukan plak eritema
berbatas tegas, dengan tepi aktif dan bagian tengah agak menyembuh (central
healing), sedangkan pada kandidiasis biasanya lokalisasi khas dengan efloresensi
berupa plak eritema, dengan lesi satelit. Skuama pada lesi dikerok kemudian
dilihat dibawah mikroskop yang sebelumnya ditetesi dengan KOH 10%. Hasilnya
adalah sebagai berikut.

20
Gambar Kerokan Skuama pada pasien pada perbesaran 40x
Hasil kerokan skuama yang ditetesi dengan KOH 10% ketika dilihat
dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x yang terdapat pada lesi kulit pasien
hanya menunjukan gambaran bercak bercak skuama. Namun apabila hasil
kerokan skuama suatu dermatofitosis maka akan menunjukan gambaran hifa,
sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora
berderet (artospora).1 Pada pemeriksaan KOH pada dermatofitosis akan
didapatkan gambaran sebagai berikut.

Cabang-cabang hifa yang kompleks dengan Arthospora.


Hasil pemeriksaan KOH apabila lesi berupa kandidiasis maka akan
didapatkan sel ragi, blastopora atau hifa semu seperti berikut.

21
Gambaran KOH 10% pada kandidosis

Tatalaksana pada pasien meliputi, tatalaksana secara umum dan khusus,


dimana secara umum pasien di edukasi agar tidak menggunakan ramuan
tradisional pada leher kembali, dan secara khusus diberikan obat sistemik berupa
metilprednisolon yang bersifat antiinflamasi dan cetirizine yang merupakan
antihistamin, serta kortikosteoid topikal dexosimethasone yang bersifat
antiinflamasi sesuai dengan teori tatalaksana secara umum dan khusus. Secara
umum berupa edukasi untuk menghindari kontak dari alergen dan secara khusus
menggunakan kortikosteroid dan antihistamin.

22
KESIMPULAN

Telah dilaporakan suatu kasus Dermatitis Kontak Alergik pada seorang


perempuan, Ny. M, 42 tahun yang datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
dr. Doris Sylvanus dengan keluhan utama bercak kemerahan pada kulit leher yang
disertai gatal setelah memakai ramuan tradisional yang ditempelkan pada bagian
leher. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan KOH untuk menyingkirkan diagnosis
banding. Terapi yang diberikan pada pasien diberikan dalam bentuk oral dan
topikal berupa kortikosteroid dan antihistamin oral dan kortikosteroid topikal.
Edukasi untuk pasien berupa nasihat untuk menghindari alergen.

23

Anda mungkin juga menyukai