Anda di halaman 1dari 23

I.

Judul Percobaan : Hidrolisis Etil Asetat dalam Suasana Asam Lemah dan
Asam Kuat
II. Tanggal Percobaan : Kamis, 16 Maret 2017 pukul 13:00 WIB
III.Selesai Percobaan : Kamis, 16 Maret 2017 pukul 16:00 WIB
IV. Tujuan Percobaan : Menentukan orde reaksi dan hidrolisis etil asetat dalam
suasana asam lemah dan basa kuat.
V. Dasar Teori :
A. Reaksi Hidrolisis
Hidrolisis adalah jenis reaksi kimia yang terjadi antara air dan senyawa lain. Selama
reaksi, ikatan kimia akan rusak di kedua molekul, menyebabkan mereka menjadi
pecah. Molekul air terpecah untuk membentuk ion hidrogen bermuatan positif (H +) dan
hidroksida bermuatan negatif (OH-), dan molekul lainnya terbagi menjadi dua bagian
sederhana, juga dengan muatan positif dna negatif. Ion H+ dan ion OH- melekat pada
masing-masing bagian ini. Reaksi ini terjadi ketika beberapa senyawa ionic, misalnya
asam tertentu, basa, dan garam, larut dalam air.
Bila garam-garam dilarutkan dalam air, larutan itu tidak selalu bereaksi netral.
Fenomena ini disebabkan karena sebagian dari garam berinteraksi dengan air, karena
itu ini dinamakan hidrolisis. Akibatnya, ion hidrogen atu ion hidroksil tertinggal
dengan berlebihan dalam larutan, dan larutan itu sendiri masing-masingmenjadi asam
atu bersifat basa. Untuk mengerti fenomena hidrolisis dengan baik, ada baiknya kita
memeriksa sifat-sifat dari empat kategori garam sendiri-sendiri. Semua garam yang ada
akan masuk dalam salah satu kategori berikut:
I. Garam-garam yanng berasal dari asam kuat dan basa kuat, misalnya kalsium
klorida.
II. Garam-garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat, misalnya matrium
asetat.
III. Garam-garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah, misalnya amonium
klorida.
IV. Garam-garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah, misalnya amonium
asetat

Golongan-golongan ini berperilaku berlainan pada hidrolisis.

Garam dari asam kuat dan basa kuat, bila dilarutkan dalam air, menunjukkan reaksi
yang netral, karena baik anion dan kationnya masing-masing tak ada yang bergabung
dengan ion hidrogen ataupun hidroksil untuk membentuk produk yang sangat sedikit
berdisosiasi, karena itu kesetimbangan disosiasi air
H2O H+ + OH-
Tak terganggu. Konsentrasi ion-hidrogen dalam larutan sama dengan konsentrasi ion
hidroksil, maka larutan bereaksi netral.
Garam dari asam lemah dan basa kuat, bila dilarutkan dalam air, menghasilkan
larutan yang bereaksi basa. Sebab-sebabnya adalah, karena anion bergabung dengan ion
hidrogen membentuk asam lemah yang sangat sedikit berdisosiasi, sehingga ion
hidroksil tertinggal dalam larutan. Misalnya dalam larutan natrium asetat, terdapat
kedua kesetimbangan yang berikut
H2O H+ + OH-
CH3COO- + H+ CH3COOH
Jadi, ion hidrogen yang terbentuk dari disosiasi air, sebagianakan bergabung dengan ion
asetat. Karenanya kedua persamaan dapat dijumlahkan, yang menghasilkan
kesetimbangan hidrolisis menyeluruh.
CH3COO- + H2O CH3COOH + OH-
Dalam larutan, banyaknya ion hidroksil akan sangat melebihi ion hidrogen, dan larutan
akan bereaksi basa.

B. Hidrolisis Etil Asetat


Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3COOC2H5. Senyawa ini
merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan, tidak
berwarna tetapi memiliki aroma yang khas. Etil asetat merupakan pelarut polar
menengah yang mudah menguap, tidak beracun dan tidak higroskopis. Etil asetat dapat
melarutkan air hingga 30% dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar.
Kelarutan meningkat pada suhu yang lebih tinggi, namun senyawa ini tidak stabil
dalam air yang mengandung basa atau asam.
Etil asetat dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa menghasilkan asam asetat
dan etanol. Katalis asam seperti CH3COOH dapat menghambat hidrolisis karena
berlangsungnya reaksi kebalikan dari hidrolisis yaitu reaksi esterifikasi Fischer. Volume
NaOH yang digunakan berbeda, ketika menghidrolisis dengan menggunakan asam
asetat (CH3COOH) volume NaOH yang digunakan hanya sedikit karena dalam
hidrolisis etil asetat hasilnya adalah asam asetat dan etanol, sehingga mempengaruhi
kecepatan reaksi dari hidrolisis tersebut maka volume NaOH yang digunakan hanya
sedikit. Sedangkan apabila menggunakan HCl dibuthukan volume NaOH yang banyak
karena diperlukan untuk menetralkan HCl. Disini HCl dan CH3COOH bertindak
sebagai katalis. Dimana CH3COOH sebagai katalis asam lemah sedangkan HCl sebagai
katalis asam kuat. Untuk memperoleh rasio hasil yang tinggi, biasanya digunakan asam
kuat dengan proporsi stoikiometri, miasalnya NaOH. Reaksi ini menghasilkan etanol
dan Natrium asetat yang tidak dapat bereaksi lagi dengan etanol. Reaksi yang terjadi
dalam percobaan ini :
CH3COOC2H5(aq) + H2O(l) C2H5OH(aq) + CH3COOH(aq)
H+
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) C2H5OH(aq) + CH3COONa(aq)
H+
C. Penentuan Orde Reaksi
Secara teori laju hidrolisis etil asetat memiliki orde 2. Artinya, setiap penambahan
konsentrasi pereaktan sebesar dua kali semula, maka laju akan bertambah menjadi 22
kali laju semula, dan begitu seterusnya untuk penambahan pereaktan sebesar n-kali.
Hukum laju reaksi untuk orde 2 adalah :

Keterangan :
a = konsentrasi awal ( )

b = konsentrasi awal OH- ( )


x = konsentrasi ester/basa (M)
k = konstanta laju reaksi
Integrasi :

Untuk dapat menentukan apakah suatu reaksi orde dua atau bukan dapat diselidiki
seperti pada reaksi tingkat satu, yaitu :
1. Dengan memasukkan hanya a, b, t dan x pada persamaan :

Bila harga-harga tetap maka reaksi ber-orde dua.

2. Secara grafik
Bila reaksi orde dua maka grafik t terhadap merupakan garis lurus tan /

slope:

Untuk konsentrasi yang sama :

Jadi grafik harus lurus bila reaksi orde dua :

y = kx + b

Alasan menggunakan persamaan


t ini karena, reaksi hidrolisis etil asetat oleh ion
hidroksi adalah :
H+
CH3COOC2H5(aq) + OH-(aq) CH3COO-(aq) + C2H5OH(aq)

t=0 a b - -

x x x x

t=t (a-x) (b-x) x x

VI. Rancangan Percobaan


A. Alat dan Bahan
Alat :
1. Erlenmeyer 6 buah
2. Stopwatch 2 buah
3. Gelas ukur 2 buah
4. Gelas kimia 2 buah
5. Buret 2 buah
6. Statif dan klem 1 set
Bahan :
1. Asam asetat 0,5 M 50 ml
2. NaOH 0,2M ± 150 ml
3. Es batu secukupnya
4. Indikator pp 1 ml
5. Larutan HCl 0,5 M 50 ml
6. Etil asetat 0,2 M 40 ml

B. Alur Percobaan
1. Hidrolisis etil asetat dalam suasana Asam Lemah

50 mL CH3COOH 0,5 M

Dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer A
5 mL etil asetat
Ditambahkan 45 mL aquades
Dituangkan
Diletakkanke dalam
pada suhu ruang
Erlenmeyer A

Diaduk
Larutan CH3COOH encer
Campuran larutan
Sisa larutan dalam Erlenmeyer A

Diambil 10 ml dan dimasukkan Didiamkan beberapa hari


ke dalam Erlenmeyer B yang
berisi 50 ml aquades dingin Diambil 10 ml dimasukkan ke dalam
setelah selang waktu 5 menit Erlenmeyer

Ditambahkan indikator PP 2 tetes Ditambahkan indikator PP 2 tetes

Dititrasi dengan NaOH 2 M Dititrasi dengan NaOH 0,2 M


dengan segera
Volume NaOH
Diulangi langkah tersebut
dengan selang waktu 10, 20,
30, 50, 80 dan 100 menit

Volume NaOH
2. Hidrolisis Etil Asetat dalam suasana Asam Kuat

50 mL HCl 0,5 M

Dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer A

Ditambahkan 45 mL aquades

Diletakkan pada suhu ruang

5 mL etil asetat
Larutan HCl encer
Dituangkan ke dalam
Erlenmeyer A

Diaduk
Sisa larutan dalam Erlenmeyer A
Campuran larutan
Didiamkan beberapa hari

Diambil 10 ml dimasukkan ke dalam


Diambil 10 ml dan dimasukkan Erlenmeyer
ke dalam Erlenmeyer B yang
Ditambahkan indikator PP 2 tetes
berisi 50 ml aquades dingin
setelah selang waktu 5 menit Dititrasi dengan NaOH 0,2 M
Ditambahkan indikator PP 2 tetes
Volume NaOH
Dititrasi dengan NaOH 2 M
dengan segera

Diulangi langkah tersebut


dengan selang waktu 10, 20,
30, 50, 80 dan 100 menit

Volume NaOH
VII. Hasil Pengamatan

No. Perc. Prosedur percobaan Hasil pengamatan Dugaan/reaksi Kesimpulan


1. Hidrolisis etil asetat dalam suasana asam lemah Sebelum: Berdasarkan
percobaan ini,
- CH3COOH : larutan tidak  CH3COOH (aq) + H2O(l) →
50 mL CH3COOH 0,5 M
data yang kami
CH3COOH (aq)
berwarna dapatkan tidak
Dimasukkan ke dalam
- Aquades : larutan tidak dapat digunakan
Erlenmeyer A berwarna untuk
- Etil asetat : larutan tidak menentukan orde
Ditambahkan 45 mL
aquades berwarna reaksi, sehingga
- Indikator PP : larutan tidak percobaan kami
Diletakkan pada suhu ruang
berwarna gagal.
Larutan CH3COOH encer - NaOH : larutan tidak berwarna

Sesudah

- CH3COOH + aquades : larutan


tidak berwarna
- CH3COOH + aquades + etil
asetat : larutan tidak berwarna
- CH3COOH + aquades + etil
 CH3COOC2H5 (aq)+ H2O (l)
asetat + indikator PP : larutan C2H5OH (aq) + CH3COOH (aq)
tidak berwarna
- CH3COOH + aquades + etil
asetat + indikator PP + NaOH :
Larutan berwarna merah muda
- Volume NaOH yang dibutukan:
5 mL etil asetat  T = 10:54 menit → 10 mL
 T = 22.53 menit → 11,4 mL
Dituangkan ke dalam  T = 33:25 menit → 10,3 mL
Erlenmeyer A  T = 49:54 menit → 11,5 mL
Diaduk  T = 80:09 menit → 10,3 mL
 T = 107 menit → 10 mL
 T = 1 hari → 10,2 mL  CH3COOH (aq) + NaOH (aq)
Campuran larutan C2H5OH (aq) +
CH3COONa (aq)

Campuran larutan

Diambil 10 ml dan dimasukkan ke


dalam Erlenmeyer B yang berisi
50 ml aquades dingin setelah
selang waktu 5 menit

Ditambahkan indikator PP 2 tetes

Dititrasi dengan NaOH 2 M dengan


segera

Diulangi langkah tersebut dengan


selang waktu 10, 20, 30, 50, 80
dan 100 menit

Volume NaOH
Sisa larutan dalam Erlenmeyer A

Didiamkan beberapa hari

Diambil 10 ml dimasukkan ke dalam


Erlenmeyer

Ditambahkan indikator PP 2 tetes

Dititrasi dengan NaOH 0,2 M

Volume NaOH
2. Hidrolisis etil asetat dalam suasana asam kuat Sebelum: Berdasarkan
percobaan ini,
- HCl : larutan tidak berwarna  HCl (aq) + H2O(l) → HCl (aq)
data yang kami
50 mL HCl 0,5 M - Aquades : larutan tidak
dapatkan tidak
berwarna dapat digunakan
- Etil asetat : larutan tidak untuk
Dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer A berwarna menentukan orde
- Indikator PP : larutan tidak reaksi, sehingga
Ditambahkan 45 mL aquades
berwarna percobaan kami
Diletakkan pada suhu ruang
- NaOH : larutan tidak berwarna gagal.

Larutan HCl encer

Sesudah
5 mL etil asetat
 CH3COOC2H5 (aq)+ H2O (l)
Dituangkan ke dalam
Erlenmeyer A

Diaduk

Campuran larutan
- HCl + aquades : larutan tidak C2H5OH (aq) + CH3COOH (aq)
berwarna
- HCl + aquades + etil asetat :
larutan tidak berwarna
- HCl + aquades + etil asetat +
indikator PP : larutan tidak
 CH3COOH (aq) + NaOH (aq)
berwarna C2H5OH (aq) +
Campuran larutan - HCl + aquades + etil asetat +
CH3COONa (aq)
indikator PP + NaOH : Larutan
Diambil 10 ml dan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer B yang berisi berwarna merah muda
50 ml aquades dingin setelah - Volume NaOH yang dibutukan:
selang waktu 5 menit  T = 10 menit → 12,9 mL
 T = 23:17 menit → 11,3 mL
Ditambahkan indikator PP 2 tetes  T = 34:18 menit → 10,6 mL
Dititrasi dengan NaOH 2 M dengan  T = 48:58 menit → 11,5 mL
segera  T = 80 menit → 11 mL
 T = 100 menit → 11 mL
Diulangi langkah tersebut dengan  T = 1 hari → 11,6 mL
selang waktu 10, 20, 30, 50, 80
dan 100 menit

Volume NaOH

Sisa larutan dalam Erlenmeyer A

Didiamkan beberapa hari

Diambil 10 ml dimasukkan ke dalam


Erlenmeyer

Ditambahkan indikator PP 2 tetes

Dititrasi dengan NaOH 0,2 M

Volume NaOH
VIII. Analisis Data dan Pembahasan

Pada percobaan ini bertujuan untuk menentukan orde reaksi dan hidrolisis
etil asetat dalam suasana asam lemah dan basa kuat. Langkah pertama adalah
mengencerkan 50 mL larutan CH3COOH 0,5 M (jernih, tidak berwarna) di
dalam Erlenmeyer A lalu menambahkan 45 mL aquades (jernih, tidak
berwarna). Kemudian kedua campuran (jernih, tidak berwarna) tersebut
diaduk agar homogen. Untuk tahap pengujian, menambahkan 5 mL larutan
etil asetat 0,2 M (jernih, tidak berwarna) ke dalam campuran larutan pada
Erlenmeyer A. Dari campuran larutan (jernih, tidak berwarna) tersebut
diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer C yang berisi 50 ml
aquades dingin (jernih, tidak berwarna) setelah selang waktu 10 menit,
kemudian ditambahkan indikator Phenolftalein (jernih, tidak berwarna)
sebanyak 2 tetes, setelah itu dititrasi dengan NaOH 0,2 M (jernih, tidak
berwarna) segera hingga terjadi perubahan warna dari yang tidak berwarna
menjadi berwarna soft pink. Diulangi langkah tersebut dengan selang waktu
20, 30, 50, dan 80. Kemudian sisa larutan pada Erlenmeyer A disimpan 1 hari
pada suhu kamar, kemudian setelah disimpan, diambil 10 mL dan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer C, ditambahkan dengan indikator
phenolftalein (jernih, tidak berwarna) sebanyak 2 tetes. Lalu dititrasi dengan
larutan NaOH 0,2 M (jernih, tidak berwarna) hingga terjadi perubahan warna
dari yang tidak berwarna menjadi berwarna soft pink. Dari hasil titrasi diperoleh
volume NaOH seperti pada tabel di bawah ini :

Waktu Volume NaOH


(menit) (mL)
10:54 10
22:53 11,4
33:25 10,3
49:54 11,5
80:09 10,3
107:00 10
1 hari 10,2
Pada percobaan ini bertujuan untuk menentukan orde reaksi dan
hidrolisis etil asetat dalam suasana asam lemah dan basa kuat. Langkah
pertama adalah mengencerkan larutan HCl 0,5 M (jernih, tidak berwarna) di
dalam Erlenmeyer A lalu menambahkan 45 mL aquades (jernih, tidak
berwarna). Kemudian kedua campuran (jernih, tidak berwarna) tersebut
diaduk agar homogen. Untuk tahap pengujian, menambahkan 5 mL larutan
etil asetat 0,2 M (jernih, tidak berwarna) ke dalam campuran larutan pada
Erlenmeyer A. Dari campuran larutan (jernih, tidak berwarna) tersebut
diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer C yang berisi 50 ml
aquades dingin (jernih, tidak berwarna) setelah selang waktu 10 menit,
kemudian ditambahkan indikator Phenolftalein (jernih, tidak berwarna)
sebanyak 2 tetes, setelah itu dititrasi dengan NaOH 0,2 M (jernih, tidak
berwarna) segera hingga terjadi perubahan warna dari yang tidak berwarna
menjadi berwarna soft pink. Diulangi langkah tersebut dengan selang waktu
20, 30, 50, dan 80. Kemudian sisa larutan pada Erlenmeyer A disimpan 1 hari
pada suhu kamar, kemudian setelah disimpan, diambil 10 mL dan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer C, ditambahkan dengan indikator
phenolftalein (jernih, tidak berwarna) sebanyak 2 tetes. Lalu dititrasi dengan
larutan NaOH 0,2 M (jernih, tidak berwarna) hingga terjadi perubahan warna
dari yang tidak berwarna menjadi berwarna soft pink. Dari hasil titrasi diperoleh
volume NaOH seperti pada tabel di bawah ini :

Waktu Volume NaOH


(menit) (ml)
10:00 12,9
28:17 11,3
34:18 10,6
48:58 11,5
80:00 11
100:00 11
1 hari 11,6

Pada tahap awal, dilakukan persiapkan dengan mengencerkan larutan


CH3COOH maupun HCl ke dalam 45 mL aquades, hal ini dilakukan karena
Asam asetat akan memberikan suasana asam lemah dalam hidrolisis etil
asetat sedangkan etil asetat jika direaksikan dengan air akan terjadi proses
hidrolisis, garam akan terurai oleh air menghasilkan larutan yang bersifat
asam atau basa. Dalam tahap ini terjadi reaksi :

CH3COOH(aq) + H2O(l) → CH3COOH(aq)


HCl(aq) + H2O(l) → HCl(aq)

Kemudian ditambahkan 5 mL larutan etil asetat 0,2 M dan segera


ditutup dengan aluminium foil karena etil asetat merupakan senyawa polar
dan bersifat volatil (mudah menguap), efek dari menguapnya larutan etil
asetat dapat mempengaruhi volume yang digunakan dalam pecobaan,
sehingga akan mempengaruhi juga jumlah komposisi yang ada dalam
campuran yang akan dihidrolisis. Hidrolisis adalah reaksi peruraian oleh air,
dimana molekul etil assetat dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana.
Pada hidrolisis etil asetat yang merupakan
H+ ester, maka hidrolisis ini
merupakan kebalikan dari esterifikasi. Dimana akan dihasilkan produk
berupa etanol yang merupakan alkohol dan asam asetat yang merupakan
asam karboksilat. Reaksi hidrolisisnya adalah sebagai berikut:
+
CH3COOC2H5(aq) + H2O(l) CH2H5OH(aq) + CH3COOH(aq)
Setelah itu didiamkan dengan selang waktu 10 menit, lalu campuran
larutan tersebut diambil 10 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer C yang
berisi air dingin. Air dingin berfungsi untuk memperlambat atau
menghentikan proses hidrolisis saat dilakukan titrasi agar data yang diperoleh
akurat. Hal ini dikarenakan pada suhu ruang reaksi hidrolisis terus berjalan
sehingga dapat mempengaruhi hasil titrasi. Campuran tersebut diambil 10 mL
sehingga diperoleh volume setiap larutan yang terkandung dalam campuran
yaitu sebagai berikut :

CH3COOC2H5 = 1/20 x 10 mL = 0,5 mL

H2O = 9/20 x 10 mL = 4,5 mL

H+ katalis = 10/20 x 10 mL = 5 mL
Dari perhitungan tersebut, diperoleh dalam 10 mL larutan yang akan
dititrasi dengan NaOH, mengandung 0,5 mL etil asetat; 4,5 mL aquades dan 5
mL asam asetat sebagai katalis. Kemudian diguncang-guncang agar semua
larutan terhomogenkan, lalu ditambahkan 3 tetes indikator PP dan segera
dititrasi dengan larutan NaOH 0,2 M karena indikator PP terbuat dari
phenolftalein yang dilarutkan ke dalam etanol. Etanol termasuk golongan
gugus alkohol yang dimana sifat dari larutan tersebut mudah menguap, jika
tidak segera dilakukan titrasi maka indikator PP akan menguap dan lama
kelamaan akan menghilang sehingga tidak akan bereaksi dengan NaOH.
Pemberian indikator PP dikarenakan larutan akhir titrasi nantinya akan
berada dalam suasana basa sebab larutan titrannya bersifat basa kuat. Selain
itu, untuk menentukan titik ekivalen dan titik akhir titrasi juga tepat apabila
menggunakan indikator PP karena memiliki rentang pH 8,0 – 9,6. Warna titik
akhir titrasi ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna dari tidak
berwarna menjadi berwarna merah. Hal ini terjadi karena adanya kelebihan
ion OH- yang bereaksi dengan indikator PP. Persamaan reaksinya :

CH3COOH(aq) = CH3COO-(aq) + H+ (aq)

Atau

HCl(aq) = H+(aq) + Cl-(aq)

Sehingga H+ dari katalis berikatan dengan OH- dari basa

NaOH = Na+(aq) + OH-(aq)

Ion OH- akan menetralkan ion H+ dengan cara membentuk ikatan


mejadi H2O dengan reaksi sebagai berikut :

H+(aq) + OH-(aq) = H2O(l)

Dikarenakan hanya sebagian saja H+ yang dinetralkan, sehingga


masih terdapat H+ dari asam katalis dan asam asetat produk (larutan masih
bersuasana asam) berlebih dalam larutan tersebut, sehingga indikator PP yang
hanya bekerja pada suasana basa yaitu bereaksi dengan kelebihan OH -, masih
belum aktif karena tidak adanya OH- pada larutan. Sehingga masih belum
memberikan perubahan warna pada titrasi.

Namun pada saat titik akhir, ditandai dengan terjadinya perubahan


warna. Perubahan warna tersebut dihasilkan dari indikator PP yang telah aktif
akibat dari reaksi antara kelebihan OH- dengan indikator tersebut. Sedangkan
titik ekivalen yaitu pada saat:

Mol ekivalen H+ = mol ekivalen OH-

Sehingga dapat dikatakan bahwa jika perubahan warna terjadi. Maka


titik akhir telah terlampaui, dengan terlampauinya titik akhir maka titik
ekivalen pun juga telah terlampaui. Namun pada dasarnya titik ekivalen tidak
dapat diketahui secara titrasi konvensional karena dipengaruhi oleh kerja
indikator yang hanya dapat bekerja pada kelebihan H+ atau OH-. Setelah
didapat perubahan warna menjadi merah muda, kemudian titrasi pun
dihentikan dan dicatat volume NaOH yang dibutuhkan. Pada saat menitrasi
juga dibuat perubahan warna sepudar mungkin atau tidak terlalu pekat yang
bertujuan agar didapatkan hasil yang tidak terlalu jauh dengan titik ekivalen.

Dalam tahap ini terjadi reaksi :


H+
CH3COOH (aq) + NaOH (aq) C2H5OH (aq) + CH3COONa
(aq)

Diulangi percobaan ini dengan selang waktu 20, 30, 50, 80, 100
menit dan 1 hari. Didiamkan sampai 1 hari bertujuan agar kesetimbangan
reaksi hidrolisis dapat berjalan sempurna. Erlemmeyer yang telah ditutup
rapat disimpan selama ± 1 minggu karena reaksi esterifikasi berjalan sangat
lambat meskipun telah diberi katalis berupa larutan asam begitupun
sebaliknya yang disebut dengan reaksi hidrolisis.
Setelah percobaan dilakukan, diperoleh data pada reaksi dengan
katalis asam lemah dan asam kuat. Dari kedua data tersebut terdapat
perbedaan jumlah volume NaOH yang dibutuhkan. Jumlah NaOH untuk
reaksi dengan katalis asam kuat lebih banyak dibutuhkan daripada reaksi
dengan katalis asam lemah. Hal ini dikarenakan pembawa sifat asam adalah
H+, oleh karena itu tingkat keasaman larutan tergantung pada konsentrasi ion
H+ dalam larutan. HCl adalah asam kuat, sedangkan asam asetat adalah asam
lemah. Jadi, walaupun konsentrasi kedua asam tersebut sama, tetapi HCl
mengandung ion H+ lebih banyak, sehingga HCl 0,5 M lebih asam daripada
asam asetat 0,5 M. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan, semakin kuat
keasaamannya, maka semakin banyak pula jumlah volume NaOH yang
dibutuhkan, karena jumlah H+ pada larutan asam akan berikatan dengan
jumlah OH- pada larutan basa.

Berdasarkan literatur juga dijelaskan bahwa saat titrasi terjadi reaksi


hidrolisis pembentukan garam, dimana pada percobaan 5A akan terbentuk
garam dari asam lemah dan basa kuat. Apabila jenis garam ini dilarutkan
dalam air, menunjukkan larutan yang bereaksi basa. Sebab-sebabnya adalah
karena anion akan bergabung dengan ion hidrogen membentuk asam lemah
yang sangat sedikit berdisosiasi, sehingga ion hidroksil tertinggal dalam
larutan. Dalam larutan, banyaknya ion hidroksil akan sangat melebihi ion
hidrogen, dan larutan akan bereaksi basa. Dari penjelasan ini sudah jelas
bahwa larutan yang akan dititrasi sudah dalam keadaan basa sehingga hanya
membutuhkan sedikit volume NaOH untuk mencapai titik ekivalen karena
trayek pH indikator PP adalah 8,0 – 9,6.

Sedangkan pada percobaan 5B akan terbentuk garam dari asam kuat


dan basa kuat. Garam ini apabila dilarutkan dalam air, menunjukkan reaksi
yang netral, karena baik anionnya maupun kationnya masing-masing tidak
ada yang bergabung dengan ion hidrogen ataupun hidroksil untuk
membentuk produk yang sangat sedikit berdisosiasi. Konsentrasi ion-
hidrogen dalam larutan sama dengan konsentrasi ion-hidroksil, maka larutan
bereaksi netral (pH = 7). Dari penjelasan ini sudah jelas bahwa larutan yang
akan dititrasi masih dalam keadaan netral sehingga harus membutuhkan
volume NaOH yang banyak untuk dapat mencapai titik ekivalen.

Sebelum tahap titrasi dalam percobaan ini dilakukan, diperlukan


untuk menghitung volume NaOH maksimum dan minimum yang digunakan
untuk menetralkan H+ dari asam asetat yang terdapat dalam larutan.
Sebelumnya harus menentukan konsentrasi dari masing-masing katalis yang
akan digunakan. Perhitungannya sebagai berikut :

Konsentrasi HCl

Mol HCl = mol NaOH


MxV =MxV
M x 5 mL = 0,2 M x 10,1 mL
5xM = 2,02
MHCl = 0,404 M

Konsentrasi CH3COOH
Mol CH3COOH = mol NaOH
MxV =MxV
M x 5 mL = 0,2 M x 10,9 mL
5xM = 2,18
MCH3COOH = 0,436 M

Volume NaOH minimum pada suasana asam lemah adalah pada saat
waktu ke-0 (t = 0) dan pada saat reaksi hidrolisis etil asetat belum
membentuk produk H+ asam asetat. Sehingga NaOH hanya menetralkan H +
dari katalis yang terdapat pada larutan saja. Perhitungannya adalah sebagai
berikut :

mmol ek NaOH = mmol ek H+


MxVxn =MxVxn
0,2 x V x 1 = 0,436 x 5 x 1
0,2 V = 2,18
V = 10,9 mL
Untuk nilai maksimum adalah pada saat waktu ke-sekian menit (t = ∞) yaitu
pada saat etil asetat telah habis bereaksi dan menghasilkan jumlah mol
produk (asam asetat produk) yang sama dengan jumlah mol reaktan yaitu etil
asetat mula-mula, serta ditambahkan jumlah H+ dari katalis CH3COOH.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :

mmol ek NaOH = mmol ek H+


MxVxn = (VH+ x NH+) + (VCH3COOC2H5 x NCH3COOC3H5)
0,2 x V x 1 = (5 x 0,436) + (0,5 x 0,2)
0,2 V = 2,18 + 0,1
V = 11,4 mL
Volume NaOH minimum pada suasana asam kuat adalah pada saat
waktu ke-0 (t = 0) dan pada saat reaksi hidrolisis etil asetat belum
membentuk produk H+ asam asetat. Sehingga NaOH hanya menetralkan H +
dari katalis yang terdapat pada larutan saja. Perhitungannya adalah sebagai
berikut :

mmol ek NaOH = mmol ek H+


MxVxn =MxVxn
0,2 x V x 1 = 0,404 x 5 x 1
0,2 V = 2,02
V = 10,1 mL
Untuk nilai maksimum adalah pada saat waktu ke-sekian menit (t = ∞) yaitu
pada saat etil asetat telah habis bereaksi dan menghasilkan jumlah mol
produk (asam asetat produk) yang sama dengan jumlah mol reaktan yaitu etil
asetat mula-mula, serta ditambahkan jumlah H+ dari katalis CH3COOH.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :

mmol ek NaOH = mmol ek H+


MxVxn = (VH+ x NH+) + (VCH3COOC2H5 x NCH3COOC3H5)
0,2 x V x 1 = (5 x 0,404) + (0,5 x 0,2)
0,2 V = 2,02 + 0,1
V = 10,6 mL
Pada hasil percobaan yang kami lakukan, data yang kami peroleh
tidak berada di dalam rentang volume maksimal dan minimal NaOH yang
dibutuhkan secara teoritis, yakni 10,9 mL – 11,4 mL untuk percobaan dalam
suasana asam lemah dan 10,1 mL – 10,6 mL untuk percobaan dalam suasana
asam kuat, sehingga tidak dapat digunakan untuk menentukan orde reaksi.
Hal ini dapat terjadi dikarenakan kurang tepatnya dalam menentukan
perubahan warna pada saat titik akhir titrasi, kurang teliti dalam memasukkan
volume larutan yang dibutuhkan, dan kurang tepatnya pembacaan skala pada
buret. Lebih tepatnya lagi, kelompok kami tidak menghitung volume minimal
dan maksimal NaOH yang dibutuhkan pada saat sebelum praktikum,
sehingga kami tidak hati-hati dalam pengambilan data (volume yang
diperlukan) karena tidak ada acuan di awal praktikum.

IX. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ini, data yang kami dapatkan tidak dapat
digunakan untuk menentukan orde reaksi, sehingga percobaan kami tidak
sesuai dengan hasil ored sesuai teori yakni merupakan orde dua.

X. Jawaban Pertanyaan
1. Jika dilihat dari hasil percobaan, apa yang membedakan antara
percobaan 5A dan percobaan 5B? Berikan penjelasan dan kaitkan
dengan kajian pustaka Anda!
Jawab :
Yang membedakan antara percobaan 5A dan 5B adalah terletak
pada jenis katalis asamnya. Pada percobaan 5A menggnakan katalis
asam lemah (CH3COOH) sedangkan pada percobaan 5B menggunakan
katalis asam kuat (HCl). Hal ini berpengaruh kepada volume NaOH
yang digunakan. Menurut literature yang kami dapatkan, dalam
percobaan ini ketika menghidrolisis dengan menggunakan asam kuat
(HCl) volume NaOH yang digunakan lebih banyak dibandingkan
menghidrolisis dengan menggunakan asam lemah (CH3COOH), sebab
untuk menetralkan HCl, membutuhkan NaOH yang lebih banyak.
Pembawa sifat asam adalah H+ , oleh karena itu tingkat keasaman
larutan tergantung pada konsentrasi ion H+ dalam larutan. HCl adalah
asam kuat, sedangkan asam asetat adalah asam lemah. Jadi, walaupun
konsentrasi kedua asam tersebut sama, tetapi HCl mengandung ion H +
lebih banyak, sehingga HCl 0,5 M lebih asam daripada asam asetat 0,5
M. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan, semakin kuat
keasaamannya, maka semakin banyak pula jumlah volume NaOH yang
dibutuhkan, karena jumlah H+ pada larutan asam akan berikatan
dengan jumlah OH- pada larutan basa.
Berdasarkan literatur juga dijelaskan bahwa saat titrasi terjadi
reaksi hidrolisis pembentukan garam, dimana pada percobaan 5A akan
terbentuk garam dari asam lemah dan basa kuat. Apabila jenis garam
ini dilarutkan dalam air, menunjukkan larutan yang bereaksi basa.
Sebab-sebabnya adalah karena anion akan bergabung dengan ion
hidrogen membentuk asam lemah yang sangat sedikit berdisosiasi,
sehingga ion hidroksil tertinggal dalam larutan. Dalam larutan,
banyaknya ion hidroksil akan sangat melebihi ion hidrogen, dan
larutan akan bereaksi basa. Dari penjelasan ini sudah jelas bahwa
larutan yang akan dititrasi sudah dalam keadaan basa sehingga hanya
membutuhkan sedikit volume NaOH untuk mencapai titik ekivalen
karena trayek pH indikator PP adalah 8,0 – 9,6. Sedangkan pada
percobaan 5B akan terbentuk garam dari asam kuat dan basa kuat.
Garam ini apabila dilarutkan dalam air, menunjukkan reaksi yang
netral, karena baik anionnya maupun kationnya masing-masing tidak
ada yang bergabung dengan ion hidrogen ataupun hidroksil untuk
membentuk produk yang sangat sedikit berdisosiasi. Konsentrasi ion-
hidrogen dalam larutan sama dengan konsentrasi ion-hidroksil, maka
larutan bereaksi netral (pH = 7). Dari penjelasan ini sudah jelas bahwa
larutan yang akan dititrasi masih dalam keadaan netral sehingga harus
membutuhkan volume NaOH yang banyak untuk dapat mencapai titik
ekivalen.

XI. Daftar Pustaka


Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisika Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Rohman, Ijang dan Sri Mulyani. 2004. Kimia Fisika I Common Texbook
Edisi Revisi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Setiono, L. dan Hadyana, P. A.(1985).Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semimikro.(cet. Kedua). Jakarta: PT. Kalman
Media Pusaka.(Terjemahan dari Svehla, G. 1979. Vogel’s Text Book
of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis. (fifth ed.).
London: Limited Group Ltd.
Suyono dan Yonata, Bertha. 2016. Buku Petutunjuk Praktikum Kimia
Fisika III. Surabaya: Unesa Press.
Underwood, A.L. 1999. Analisi Kimia Kuantitatif. Alih Bahasa Iis Sopyan.
Jakarta: Erlangga.

Surabaya, 20 Maret 2017

Mengetahui,

Dosen / Asisten Pembimbing Praktikan,

(.............................................) (................................................)

Anda mungkin juga menyukai