Anda di halaman 1dari 10

1

LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBINEMIA

I. Konsep Penyakit Hiperbilirubinemia Pada Bayi


1.1 Definisi
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kernikterus
jika tidak segera ditangani dengan baik. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak
akibat peningkatan bilirubin indirek pada otak terutama pada corpus striatum,
thalamus, nucleus thalamus, hipokampus, nucleus merah dan nucleus pada dasar
ventrikulus ke-4. Kadar bilirubin tersebut berkisar antara 10 mg/dl pada bayi
cukup bulan dan 12,5 mg/dl pada bayi kurang bulan (Ngastiyah, 2005)

1.2 Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatorum dapat
dibagi :
a. Produksi yang berlebihan, Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat
kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturasi hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan funsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapanya enzim glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar)
Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan
penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transfortasi bilirubin dalam darah terikat dengan albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau diluar hepar. Kelaianan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.

1
2

1.3 Tanda dan gejala


Tanda dan gejala hiperbilirubinemia antara lain:
a. Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga
b. Anemia,
c. Petekie
d. Pembesaran hepar
e. Gangguan nafas
f. Gangguan saraf
g. Gangguan sirkulasi

1.4 Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pengurangan heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap komplek haptoglobin dengan
hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian
mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan
memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
melewati lobules hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi,
direk).

Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke


sistem empedu untuk diekresikan. Saat masuk kedalam usus, bilirubin diuraikan
oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan menjadi feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi
dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke
hati. Urobilinogen daur ulang ini umunya diekskresikan ke dalam empedu untuk
kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke
ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin.

Pada dewasa normal level serum bilirubin 2 mg/dl dan pada bayi baru lahir akan
muncul ikterus bila kadarnya > 7 mg/dl.

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi


kemampuan hati normal untuk eksresikanya atau disebabkan oleh kegagalan hati
3

(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah


normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga
menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun
dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-2,5mg/dl),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.
Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.

1.5 Pemeriksaan penunjang


Secara klinis, ikterus pada neonates dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah
beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup.
Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan
penerangan yang kurang, terutama pada neonates yang berkulit gelap. Penilaian
ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.

Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan
sederhana adalah penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,
dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.

Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus
yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi
yang tergolong resiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan


penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan “Coombs test”, darah
lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia
bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk
menentukan pilihan terapi sinar atau tranfusi tukar.

1.6 Komplikasi
Koplikasi pada hiperbilirubinemia dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu
kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama Korpus
Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah, Nukleus
pada dasar Ventrikulus IV. Gambaran klinik dari kern ikterus adalah :
- Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
- Letargi, lemas tidak mau menghisap.
- Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya epistotonus
4

- Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
- Dapat terjadi tuli, gangguan bicara dan retardasi mental

1.7 Penatalaksanaan
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut :
a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini
kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya
rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat
ini sudah jarang dipakai.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin
(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan
albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa
dilakukan tanpa hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat
mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini
menyebabkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya
karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin
diberikan dengan dosis tidak melebihi 1 g/kg BB, sebelum maupun sesudah
terapi tukar.
c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak
toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfuse tukar.
5

1.8 Pathway
Hepar yang belum matang
Eritroblastosis foetalis, sepsis,
Penyakit inklusi sitomegalik,
Rubela, toksoplasmosis kongenital

Hati

Bilirubin direk bilirubin bebas >>

Sistemik

Otak

Latergi kejang, opistotonus, Menetap


Tidak mau menghisap
Fototerapi Risiko
Kernikterus
Risiko Risiko cidera
kekurangan
volume cairan
cairan

Gangguan rasa Risiko cidera mata Kerusakan


Nyaman & aman Integritas kulit

(Sumber: Hassan, R. (2005)

II. Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan


1.1 Pengkajian
2.3.1 Riwayat keperawatan
- Keluhan utama
Bayi lesu, letargi koma.
- Kesadaran
Apatis sampai koma.
- TTV
TD : -
6

Frekuensi nadi :120-160 x/menit


Frekuensi pernapasan : 40 x/menit
S : 36,5-370C

2.3.2 Pemeriksaan fisik data fokus


- Kepala, mata, leher
Kulit kepala tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vacum atau
terdapat caput. Biasanya dijumpai ikterus mata dan selaput mukosa pada
mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan tekanan langsung
pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih (kuning).
- Hidung
Tampak bersih
- Mulut
Ada lendir atau tidak, ada libiopalatoskisis atau tidak, mulut berwarna kuning
atau tidak.
- Telinga
Tidak terdapat serumen.
- Thorak
Ditemukan tampak ikterus juga ditemukan peningkatan produksi napas.
Biasanya menunjukan takikardi, khusus ikterus biasanya disebabkan infeksi.
- Abdomen
Perut buncit, mutah, mencret, merupakan gangguan akibat metabolisme
billirubin enterohepatik.
- Urogenital
Feses pucat akibat gangguan hepar atau ateresia saluran empedu.
- Ektremitas
Tonus otot lemah.
- Integumen
Tampak ikterik, dehidrasi, elastisitas menurun

2.3.3 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang terdiri dari :
Kadar billirubin serum berkala
Darah tepi lengkap
Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkopetten ABO
Test Coombs
Pemeriksaan skrining G6PD
7

1.3 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa I : Kerusakan integritas kulit b.d efek dari fototerapi
2.2.1 Batasan karakteristik
- Objektif
Kerusakan pada lapisan kulit
Kerusakan pada permukaan kulit
Invasi struktur tubuh
2.2.2 Faktor yang berhubungan
- Eksternal
Zat kimia
Kelembapan
Hipertermi
Hipotermi
Faktor mekanik
Obat
Kelembapan kulit
Imobilisasi fisik
Radiasi
- Internal
Perubahan status cairan
Perubahan pigmentasi
Perubahan turgor
Faktor perkembangan
Ketidak seimbangan nutrisi
Defisit imunologis
Gangguan sirkulasi
Gangguan status metabolik
Gangguan sensasi
Penonjolan tulang
- Faktor perkembangan
Usia eksterm muda atau tua

Diagnosa II: Risiko cidera b.d akibat fototerapi/peningkatan kadar billirubin


(NANDA, hal 428)
2.3.4 Definisi
Beresiko mengalami cidera sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber-sumber adaptif dan pertahanan individu.
2.3.5 Faktor risiko
8

- Internal
Profil darah yang tidak normal
Gangguan faktor pembekuan
Disfungsi biokimia
Penurunan kadar Hb
Usia perkembangan
Disfungsi efektor
Malnutrisi
Fisik
Psikologis
Sel sabit
Talasemia
Trombositopenia
Hipoksia jaringan
- Ekternal
Biologis
Tingkat imunisasi komunitas
Mikroorganisme
Kimia
Obat-obatan
Zat gizi
Racun
Poluta
Fisik
Rancangan
Jenis kendaraan atau transportasi
Individu atau penyedia layanan kesehatan

2.3 Perencanaaan
Diagnosa I: Kerusakan integritas kulit b.d efek dari fototerapi
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas
kulit klien teratasi dengan kriteria hasil :
- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi, pigmentasi)
- Tidak ada luka/lesi pada kulit
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
9

2.3.2 Intervensi berdasarkan NIC


- Memakai pakaian longgar
R: agar mempermudah untuk bernapas
- Hindari kerutan tempat tidur
R: penggunaan tempat tidur yang rapi baik untuk kenyamanan bayi
- Menjaga kebersihan kulit
R: agar terhindar dari penyakit kulit lainya
- Monitor kulit adanya kemerahan
R: ada tidaknya ikterik berkurang
- Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R: perubahan posisi mempertahankan sirkulasi yang adekuat dan mencegah
penekanan yang berlebihan pada satu sisi
- Mengoleskan baby oil pada daerah yang tertekan
R: menjaga kulit tetap lembab
- Memandikan bayi dengan air hangat
R: agar kebersihannya terjaga

Diagnosa II: Risiko cidera b.d akibat fototerapi/peningkatan kadar billirubin


(NANDA, hal 428)

2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil berdasarkan NOC


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam risiko cidera dapat
diminimalisir dengan kriteria hasil :
- Klien terbebas dari cidera
- Tingkat kesadaran klien baik
2.3.4 Intervensi berdasarkan NIC
- Kaji hiperbillirubin setiap 1x4 jam.
R: mengetahui berubah atau tidaknya warna kulit.
- Ciptakan lingkungan yang aman untuk klien
R: mencegah terjadinya risiko cedera
- Memberikan fototerapi.
R: menurunkan kadar billirubin
- Meletakan bayi didekat sumber cahaya
R: proses fototerapi
- Menutup mata dengan kassa atau kain yang tebal
R: mencegah terjadinya iritasi mata
- Mematikan lampu dan buka penutup mata bayi setiap 8 jam
R: proses fototerapi selesai.
10

DAFTAR PUSTAKA

Hassan, R. 2005. Inkompatibilitas ABO dan Ikterus pada Bayi Baru Lahir. Jakarta:
Infomedika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Aeselupius
Sarwono, Erwin, et all. 2005. Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan
Anak, Ikterus Neonatus (Hiperbillirubinemia Neonatorum). Surabaya RSUD dr.
Soetomo
Wilkinson. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA, NIC, NOC, ed. 9.
Jakarta: EGC

Palangka Raya, 16 November 2017

Preseptor klinik

(....................................................................)

Anda mungkin juga menyukai