LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBINEMIA
1.2 Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatorum dapat
dibagi :
a. Produksi yang berlebihan, Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat
kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturasi hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan funsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapanya enzim glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar)
Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan
penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transfortasi bilirubin dalam darah terikat dengan albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau diluar hepar. Kelaianan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.
1
2
1.4 Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pengurangan heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap komplek haptoglobin dengan
hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian
mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan
memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
melewati lobules hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi,
direk).
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2 mg/dl dan pada bayi baru lahir akan
muncul ikterus bila kadarnya > 7 mg/dl.
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan
sederhana adalah penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,
dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.
Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus
yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi
yang tergolong resiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat
1.6 Komplikasi
Koplikasi pada hiperbilirubinemia dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu
kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama Korpus
Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah, Nukleus
pada dasar Ventrikulus IV. Gambaran klinik dari kern ikterus adalah :
- Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
- Letargi, lemas tidak mau menghisap.
- Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya epistotonus
4
- Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
- Dapat terjadi tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
1.7 Penatalaksanaan
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut :
a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini
kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya
rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat
ini sudah jarang dipakai.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin
(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan
albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa
dilakukan tanpa hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat
mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini
menyebabkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya
karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin
diberikan dengan dosis tidak melebihi 1 g/kg BB, sebelum maupun sesudah
terapi tukar.
c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak
toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfuse tukar.
5
1.8 Pathway
Hepar yang belum matang
Eritroblastosis foetalis, sepsis,
Penyakit inklusi sitomegalik,
Rubela, toksoplasmosis kongenital
Hati
Sistemik
Otak
- Internal
Profil darah yang tidak normal
Gangguan faktor pembekuan
Disfungsi biokimia
Penurunan kadar Hb
Usia perkembangan
Disfungsi efektor
Malnutrisi
Fisik
Psikologis
Sel sabit
Talasemia
Trombositopenia
Hipoksia jaringan
- Ekternal
Biologis
Tingkat imunisasi komunitas
Mikroorganisme
Kimia
Obat-obatan
Zat gizi
Racun
Poluta
Fisik
Rancangan
Jenis kendaraan atau transportasi
Individu atau penyedia layanan kesehatan
2.3 Perencanaaan
Diagnosa I: Kerusakan integritas kulit b.d efek dari fototerapi
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas
kulit klien teratasi dengan kriteria hasil :
- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi, pigmentasi)
- Tidak ada luka/lesi pada kulit
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
9
DAFTAR PUSTAKA
Hassan, R. 2005. Inkompatibilitas ABO dan Ikterus pada Bayi Baru Lahir. Jakarta:
Infomedika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Aeselupius
Sarwono, Erwin, et all. 2005. Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan
Anak, Ikterus Neonatus (Hiperbillirubinemia Neonatorum). Surabaya RSUD dr.
Soetomo
Wilkinson. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA, NIC, NOC, ed. 9.
Jakarta: EGC
Preseptor klinik
(....................................................................)