Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

AUTISME PADA ANAK

I. KONSEP DASAR AUTISME


1.1 Definisi
Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti
aliran. Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya
sendiri (Purwati, 2007).

Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai
dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu
perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006).

1.2 Etiologi
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu:
1.2.1 Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan
kromosom yang disebutkan syndrome fragile-x (ditemukan pada 5-20%
penyandang autis).

1.2.2 Faktor Cacat (kelainan pada bayi)


Kelainan pada otak anak yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik
itu selama kehamilan ataupun setelah persalinan, kemudian juga
disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan
Cytomegalovirus Infection.

1
1.2.3 Faktor Kelahiran dan Persalinan
Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang
bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya
keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa
saja berasal dari polusi udara, air bahkan makanan.

1.3 Manisfestasi Klinik


1.3.1 Pada Tahap Pertumbuhan
1) Sulit berbicara (Aphasia), pada pertumbuhan anak normal didapati
kelancaran bicara pada usia 12- 14 bulan.
2) Sulit menggerakkan badan karena gangguan saraf motorik (Apraxia).
3) Sulit menggerakkan otot (Athaxia).
4) Tangan terus bergerak dan tak terkendali (Athetoid).
5) Mengalami kesulitan membaca (Dyslexia).
6) Mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat yang sulit
dan rumit (Dysphasia).
7) Sulit menggerakkan kaki dan tangan (Dyskinesia) karena kekakuan otot
kaki dan tangan (Spastic) atau kelemasan otot kaki dan tangan
(Hypotonic) sehingga tak mampu untuk mengembangkan kemampuan
duduk, berdiri, dan berjalan secara mandiri, pada pertumbuhan anak
normal didapati kemampuan untuk berdiri sendiri dan berjalan pada usia
6-18 bulan .
8) Terdapat kegagalan untuk memberikan respon terhadap rangsang nyeri
sehingga anak sering terlihat menyakiti diri sendiri.
9) Mungkin didapatkan adanya kelainan bentuk jari tangan dan kaki yang
nantinya juga dapat mempengaruhi perkembangan mental, kejiwaan,
dan intelektual.

2
Anak Autis dapat menunjukkan pertumbuhan fisik normal hingga sekitar
usia 2 tahun dan setelah itu didapati penurunan kesehatan yang drastis.

1.3.2 Pada Tahap Perkembangan


Pada tahap ini penderita autis memperlihatkan keterbelakangan dan
gangguan dalam hal psikologis dan intelektual. Selain itu, kemampuan
untuk berkomunikasi dan berprilaku juga mengalami penyimpangan.
Dalam usia 5 tahun, komunikasi anak dan ibu terganggu dengan adanya
sikap anak yang tidak mau menatap ibunya ketika ditimang, hal ini
menunjukkan kesan tidak mengenal. Tidak dapat bercakap-cakap dengan
orang lain di sekitar secara mandiri, adanya gangguan praverbal yang
ditunjukkan dengan berteriak dan ekolia (bicara yang mengulang kata atau
ungkapan), padahal anak normal pada usia 6- 18 bulan sudah dapat
melakukannya (dalam kemampuan berbahasa sesuai batas usia). Dalam
berperilaku, anak biasanya duduk dalam jangka waktu yang lama, sibuk
dengan tangannya (dengan mengepakkannya, memainkan jarinya atau
bertepuk tangan), tercengang dan menatap terus pada objek tertentu
(mengkilap dan bersifat mekanis) seolah tak dapat dipisahkan dan sangat
terikat daripadanya.

Gambaran lain adalah adanya sikap rirualistik dan konvulsif dimana anak
menekankan suatu rutinitas kehidupan harian tertentu dan menolak suatu
perubahan, dan adanya gerakan yang tidak biasa ditemukan pada anak
normal yaitu sering mengedipkan mata secara berulang, wajah sering
menyeringai, sikap melompat dan berjingkat. Pada segi psikologis didapati
adanya perubahan suasana hati yang tiba-tiba, tertawa dengan sebab yang
tidak jelas dan sering diselingi dengan kemarahan yang bersifat destruktif.
Anak sering ketakutan dengan suara tertentu dan tercengang dengan suara
yang lain.

3
Hal ini juga akan mengarahkan anak untuk mengalami gangguan mental
psikotik paranoid (takut dan curiga sehingga memperlihatkan sikap tidak
mempercayai orang lain), schizotypal (menyendiri dan asik dengan
dunianya sendiri), dan histionik (selalu ingin diperhatikan, diutamakan, dan
dituruti seluruh keinginannya). Sisi intelektual anak dengan autis akan
dihadapkan dengan adanya retardasi, tetapi ada kecenderungan untuk
membaik jika anak dapat lepas dari sikap menarik diri. Kemampuan olah
bicara anak autis sering terhambat pada hal intonasi dan hal lain yang
mengalami gangguan adalah kemampuan untuk menentukan waktu.

Tanda dan gejala diberbagai bidang yaitu:


1) Di bidang komunikasi:
(1) Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada.
Anak nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu
kemudian hilang kemampuan bicara.
(2) Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
(3) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang dengan bahasa yang
tidak dimengerti orang lain.
(4) Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau
membeo (Echolalia).
(5) Bila senang meniru dapat menghafal kata-kata atau nyanyian yang
didengar tanpa mengerti artinya.
(6) Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata-kata) atau
sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
(7) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang
dia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
2) Di bidang interaksi sosial:
(1) Anak autis lebih suka menyendiri

4
(2) Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau
menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain.
(3) Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang
sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya.
(4) Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.
3) Di bidang sensoris:
(1) Anak autis tidak peka terhadap sentuhan seperti tidak suka dipeluk.
(2) Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
(3) Anak autis senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-
benda yang ada disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan
rasa takut.
4) Di bidang pola bermain:
(1) Anak autis tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
(2) Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.
(3) Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.
(4) Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu
rodanya diputar-putar.
(5) Senang terhadap benda-benda yang berputar seperti kipas angin,
roda sepeda, dan sejenisnya.
(6) Sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan
dibawa kemana-mana.
5) Di bidang perilaku:
(1) Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif
(hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
(2) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri
seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung.
(3) Berputar-putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau
berjalan dengan bolak-balik, dan melakukan gerakan yang diulang-
ulang.

5
(4) Tidak suka terhadap perubahan.
(5) Duduk bengong dengan tatapan kosong.
6) Di bidang emosi:
(1) Anak autis sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-
tawa.
(2) Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan
keinginannya.
(3) Kadang agresif dan merusak.
(4) Kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.
(5) Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang
ada disekitarnya atau didekatnya.

1.4 Patofisiologi
Autisme adalah beberapa kelainan yang disebabkan oleh mutasi berkumpul di
beberapa jalur molekuler umum, atau adalah (seperti cacat intelektual) set besar
gangguan dengan berbagai mekanisme. autism tampaknya timbul akibat dari
perkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi banyak atau semua fungsi
sistem otak, dan mengganggu perkembangan otak waktu lebih dari produk akhir.

Neuroanatomical penelitian dan asosiasi-asosiasi dengan teratogen sangat


menyarankan bahwa mekanisme autisme itu meliputi perubahan dari
perkembangan otak segera setelah pembuahan. anomali ini muncul untuk
memulai kaskade patologis peristiwa dalam otak yang secara signifikan
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Hanya setelah lahir, otak anak-anak
autistik cenderung tumbuh lebih cepat dari biasanya, diikuti dengan normal atau
relatif lebih lambat pertumbuhan di masa kanak-kanak. Tidak diketahui apakah
awal pertumbuhan yang berlebihan terjadi pada semua anak-anak autistik.
Tampaknya menjadi yang paling menonjol di wilayah-wilayah otak yang
mendasari perkembangan kognitif yang lebih tinggi spesialisasi.

6
Hipotesis untuk seluler dan molekuler dasar patologis berlebih awal meliputi:
1) Kelebihan neuron yang menyebabkan overconnectivity lokal di daerah otak
kunci.
2) Terganggu saraf migrasi selama awal kehamilan.
Interaksi antara sistem kekebalan dan sistem saraf mulai awal selama tahap
embrionik kehidupan dan sukses neurodevelopment tergantung pada respon imun
yang seimbang. Ada kemungkinan bahwa aktivitas kekebalan yang menyimpang
selama periode kritis neurodevelopment adalah bagian dari mekanisme dari
beberapa bentuk ASD. Meskipun beberapa kelainan pada sistem kekebalan telah
ditemukan dalam sub-sub kelompok khusus individu autistic tidak diketahui
apakah kelainan ini relevan dengan atau sekunder untuk proses penyakit autisme.
Sebagaimana autoantibodies ditemukan dalam kondisi selain ASD, dan tidak
selalu hadir dalam ASD, hubungan antara gangguan kekebalan dan autisme tetap
tidak jelas dan controversial. Hubungan antara zat kimia saraf dengan autisme
belum dipahami dengan baik; beberapa telah diselidiki, dengan banyak bukti-
bukti untuk peran serotonin dan perbedaan genetis dalam transportasi.

Beberapa data menunjukkan peningkatan beberapa hormon pertumbuhan data


lain berpendapat untuk berkurang faktor pertumbuhan. Beberapa kekeliruan
metabolisme bawaan berhubungan dengan autisme tetapi account mungkin
kurang dari 5% dari kasus. Sistem neuron cermin (MNS) hypothesizes autisme
teori bahwa distorsi dalam perkembangan MNS imitasi mengganggu dan
menyebabkan autisme fitur inti kerusakan sosial dan komunikasi, kesulitan MNS
beroperasi ketika binatang melakukan suatu tindakan atau mengamati binatang
lain melakukan tindakan yang sama. MNS dapat berkontribusi pada pemahaman
individu orang lain dengan mengaktifkan modeling perilaku mereka diwujudkan
melalui simulasi dari tindakan mereka, niat, dan emosi.

7
Individu autistik cenderung menggunakan berbagai wilayah otak (kuning) untuk
tugas gerakan dibandingkan dengan kelompok kontrol (biru).
ASD-pola yang terkait fungsi dan menyimpang rendah aktivasi di otak berbeda-
beda tergantung pada apakah otak melakukan tugas-tugas sosial atau nonsocial.
Di autisme ada bukti untuk mengurangi konektivitas fungsional dari jaringan
standar, skala besar jaringan otak yang terlibat sosial dan emosional dalam
pengolahan, dengan konektivitas utuh dari tugas-jaringan positif, yang digunakan
dalam perhatian berkesinambungan dan tujuan-diarahkan berpikir. Pada orang
dengan autis dua jaringan tidak berkorelasi negatif pada waktunya, menunjukkan
adanya ketidakseimbangan dalam Toggling antara dua jaringan, mungkin
mencerminkan gangguan referensial diri berpikir.

1.5 Klasifikasi
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi autisme
menjadi dua yaitu:
1) Autisme sejak bayi (Autisme Infantil) anak sudah menunjukkan perbedaan-
perbedaan dibandingkan dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa
terdeteksi sekitar usia bayi 6 bulan.
2) Autisme regresif ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan
kemampuan yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat
menunjukkan perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah
bagus, lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai mengucapkan beberapa
patah kata, hilang kemampuan bicaranya. (Kurniasih, 2002).

Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati 2007)


mengelompokkan autisme menjadi:
1) Autisme persepsi ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme
internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir

8
2) Autisme reaksi ini biasanya mulai terlihat pada anak-anak usia lebih besar (6-
7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi
sejak usia minggu-minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa
membuat gerakan-gerakan tertentu berulang-ulang dan kadang-kadang disertai
kejang-kejang.

1.6 Faktor Resiko


Penyebab autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang
mempengaruhi.Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak
ahli. Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor resiko
gangguan autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori
penyebab autris yang telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang
membuat resiko anak menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut
tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi
sejak dini pada anak yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut dapat
diikelompokkan dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan
dan periode usia bayi.
1.6.1 Periode Kehamilan
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang
mempengaruhinya. Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem
susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada periode ini, sehingga segala
sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat berpengaruh.
Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan
dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autism
1.6.2 Periode Persalinan
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi
selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat
menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan
dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran

9
darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak
adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau
otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam
perkembangan dan perilaku anak nantinya. Gangguan persalinan yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah: pemotongan tali pusat
terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6),
komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi
saat lahir dan erat lahir rendah (< 2500 gram).

1.6.3 Periode Usia Bayi


Kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang
terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada otak yang akhirnya dapat
beresiko untuk terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang
beresiko untuk terjadinya autisme adalah prematuritas, alergi makanan,
kegagalan kenaikan berat badan, kelainan bawaan: kelainan jantung
bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan pencernaan:
sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air besar dan
gangguan neurologI/saraf: trauma kepala, kejang, otot atipikal, kelemahan
otot.

1.7 Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autism:
1.7.1 Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan
penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang
dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan
positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur
kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di
Indonesia.

10
1.7.2 Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara
dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula
individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat
kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak
mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi
dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat
menolong.

1.7.3 Terapi Okupasi


Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam
perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka
kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk
memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih
mempergunakan otot halusnya dengan benar.
1.7.4 Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara
individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik
kasarnya. Kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat.
Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi
sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan ototnya dan
memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
1.7.5 Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam
bidang komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan
pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi dua arah, membuat teman
dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu

11
dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-
teman sebaya dan mengajari caranya.
1.7.6 Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan
pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna
untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis
bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
1.7.7 Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,
Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan.
Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih
untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari
solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak
tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
1.7.8 Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,
kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan
kemampuan sosial, emosional dan intelektualnya. Terapi perkembangan
berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan
ketrampilan yang lebih spesifik.
1.7.9 Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual
thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan
metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan
metode PECS (Picture Exchange Communication System). Beberapa video
games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
1.7.10 Terapi Biomedik

12
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung
dalam DAN (Defeat Autism Now). Mereka sangat gigih melakukan riset
dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya
gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak.
Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah,
urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan,
sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak
mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu
terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).

Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian yaitu:


(1) Edukasi kepada, keluarga memerankan peran yang penting dalam
membantu perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat
mereka yang dapat membantu untuk belajar berkomunikasi,
berperilaku terhadap lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga
adalah jendela bagi penderita untuk masuk ke dunia luar, walaupun
diakui hal ini bukanlah hal yang mudah.
(2) Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah
pengawasan dokter. Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika
dicurigai terdapat kerusakan di otak yang mengganggu pusat emosi
dari penderita, yang seringkali menimbulkan gangguan emosi
mendadak, agresifitas, hiperaktif dan stereotipik. Beberapa obat yang
diberikan adalah Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin, naltrexone
(antiopiat), clompramin (mengurangi kejang dan perilaku agresif)

1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Neutrologis
2. Test neupsikologis
3. Test pendengaran

13
4. MRI(Magnetic resonance imaging)
5. EEG(elektro encepalogram)
6. Pemeriksaan darah
7. Pemeriksaan urine.

14
1.9 Pathway

15
II. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
2) Riwayat Kesehatan
3) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin terganggu.
Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan
perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme Gangguan
pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku
anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme. Gangguan
persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah:
pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR
SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan,
letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram).
4) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK)
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang lain,
tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata atau
hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap
nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak
membentuk hubungan pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan
khayalan, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung
kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, secara fisik terlalu.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita autisme.

16
6) Psikososial
(1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
(2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
(3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
(4) Perilaku menstimulasi diri
(5) Pola tidur tidak teratur
(6) Permainan stereotip
(7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
(8) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
(9) Kemampuan bertutur kata menurun
(10) Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
7) Neurologis
(1) Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
(2) Refleks mengisap buruk
(3) Tidak mampu menangis ketika lapar
8) Gastrointestinal
(1) Penurunan nafsu makan
(2) Penurunan berat badan

2.2 Diagnosa Keperawatan


Kemungkinan diagnosa yang muncul
1) Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus
2) Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan
dengan rawat inap di rumah sakit.
3) Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan

2.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa I: Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan
terhadap stimulus.

17
1) Definisi
Penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima,
memproses, menghantarkan, dan menggunakan sistem simbol.
2) Batasan Karakteristik
Tidak ada kontak mata
Kesulitan mengungkapkan fikiran secara verbal
Kesulitan mengolah kata-kata atau kalimat
Disorientasi dalam tiga lingkup, waktu, ruang, dan orang
Tidak atau tidak dapat berbicara
Dipsnea
Bicara pelo/bicara gagap
3) Faktor yang Berhubungan
Tidak adanya orang terdekat
Perubahan pada sistem saraf pusat
Gangguan persepsi
Kondisi fisiologis

Hasil yang diharapkan: Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan


menggunakan kata-kata atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret.
Intervensi Rasional
1. Ketika berkomunikasi dengan 1. Kalimat yang sederhana dan diulang-ulang mungkin
anak, bicaralah dengan kalimat merupakan satu-satunya cara berkomunikasi karena anak
singkat yang terdiri atas satu yang autistik mungkin tidak mampu mengembangkan tahap
hingga tiga kata, dan ulangi pikiran operasional yang konkret. Kontak mata langsung
perintah sesuai yang diperlukan. mendorong anak berkonsentrasi pada pembicaraan serta
Minta anak untuk melihat kepada menghubungkan pembicaraan dengan bahasa dan
anda ketika anda berbicara dan komunikasi. Karena artikulasi anak yang tidak jelas, bahasa
pantau bahasa tubuhnya dengan tubuh dapat menjadi satu-satunya cara baginya untuk
cermat. mengomunikasikan pengenalan atau pemahamannya
terhadap isi pembicaraan

18
2. Gunakan irama, musik, dan 2. Gerakan fisik dan suara membantu anak mengenali
gerakan tubuh untuk membantu integritas tubuh serta batasan-batasannya sehingga
perkembangan komunikasi mendoronnya terpisah dari objek dan orang lain
sampai anak dapat memahami
bahasa

3. Bantu anak mengenali hubungan 3. Memahami konsep penyebab dan efek membantu anak
antara sebab dan akibat dengan membangun kemampuan untuk terpisah dari objek serta
cara menyebutkan perasaannya orang lain dan mendorongnya mengekpresikan kebutuhan
yang khusus dan serta perasaannya melalui kata-kata
mengidentifikasi penyebab
stimulus bagi mereka
4. Ketika berkomunikasi dengan 4. Biasanya anak austik tidak mampu membedakan antara
anak, bedakan kenyataan dengan realitas dan fantasi, dan gagal untuk mengenali nyeri atau
fantasi, dalam pernyataan yang sensasi lain serta peristiwa hidup dengan cara yang
singkat dan jelas bermakna. Menekankan perbedaan antara realitas dan
fantasi membantu anak mengekpresikan kebutuhan serta
perasaannya.

4) Diagnosa II: Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang
berhubungan dengan rawat inap di RS.

Hasil yang diharapkan: Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan


melakukan kekerasan atau perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh
frekuensi tantrum dan sikap agresi atau destruktif bekurang, serta
peningkatan kemampuan mengatasi frustasi.
Intervensi Rasional
1. Sediakan lingkungan kondusif dan sebanyak 1. Anak yang austik dapat berkembang melalui
mungkin rutinitas sepanjang periode lingkungan yang kondusif dan rutinitas, dan
perawatan di RS biasanya tidak dapat beradaptasi terhadap
perubahan dalam hidup mereka.
Mempertahankan program yang teratur dapat
mencegah perasaan frustasi, yang dapat

19
menuntun pada ledakan kekerasan
2. Lakukan intervensi keperawatan dalam 2. Sesi yang singkat dan sering memungkinkan
sesingkat dan sering. Dekati anak dengan anak mudah mengenal perawat serta
sikap lembut, bersahabat dan jelaskan apa lingkungan rumah sakit. Mempertahankan
yang anda akan lakukan dengan kalimat sikap tenang, ramah dan mendemontrasikan
yang jelas, dan sederhana. Apabila prosedur pada orang tua, dapat membantu
dibutuhkan, demontrasikan prosedur kepada anak menerima intervensi sebagai tindakan
orang tua. yang tidak mengancam, dapat mencegah
perilaku destruktif
3. Gunakan restrain fisik selama prosedur 3. Restrain fisik dapat mencegah anak dari
ketika membutuhkannya, untuk memastikan tindakan mencederai diri sendiri. Biarkan
keamanan anak dan untuk mengalihkan anak terlibat dalam perilaku yang tidak terlalu
amarah dan frustasinya, misalnya untuk membahayakan, misalnya membanding
mencagah anak dari membenturkan bantal, perilaku semacam ini memungkinkan
kepalanya ke dinding berulang-ulang, menyalurkan amarahnya, serta
restrain badan anak pada bagian atasnya, mengekpresikan frustasinya dengan cara yang
tetapi memperbolehkan anak untuk aman
memukul bantal
4. Gunakan teknik modifikasi perilaku yang 4. Pemberian imbalan dan hukuman dapat
tepat untuk menghargai perilaku positif dan membantu mengubah perilaku anak dan
menghukum perilaku yang negatif. mencegah episode kekerasan
Misalnya, hargai perilaku yang positif
dengan cara memberi anak makanan atau
mainan kesukaannya, beri hukuman untuk
perilaku yang negatif dengan cara mencabut
hak istimewanya
5. Ketika anak berperilaku destruktif, tanyakan 5. Setiap peningkatan perilaku agresif
apakah ia mencoba menyampaikan sesuatu, menunjukkan perasaan stres meningkat,
misalnya apakah ia ingin sesuatu untuk kemungkinan muncul dari kebutuhan untuk
dimakan atau diminum atau apakah ia perlu mengomunikasikan sesuatu.
pergi ke kamar mandi

20
5) Diagnosa III: Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan
gangguan.
Hasil yang diharapkan:
Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang
tepat yang ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak
dan mencari nasihat serta bantuan
Intervensi Rasional
1. Anjurkan orang tua untuk mengekpresikan 1. Membiarkan orang tua mengekpresikan
perasaan dan kekhawatiran mereka perasaan dan kekhawatiran mereka tentang
kondisi kronis anak membantu mereka
beradaptasi terhadap frustasi dengan lebih
baik, suatu kondisi yang tampaknya cenderung
meningkat
2. Rujuk orang tua ke kelompok pendukung 2. Kelompok pendukung memperbolehkan orang
autisme setempat dan kesekolah khusus tua menemui orang tua dari anak yang
jika diperlukan menderita autisme untuk berbagi informasi
dan memberikan dukungan emosioanl
3. Anjurkan orang tua untuk mengikuti 3. Kontak dengan kelompok swabantu membantu
konseling (bila ada) orang tua memperoleh informasi tentang masa
terkini, dan perkembangan yang berhubungan
dengan autisme

21
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Melly Budhiman, (2002). Langkah Menanggulangi Autisme. Jakarta: Penerbit


Majalah Nirmala
Purwati, N., H., (2007). 100 Ide Membimbing Anak Autis. Jakarta: Penerbt Erlangga
Devision, (2006). Autisme, How to live with autism and asperger syndrome. Jakarta :
Dian Rakyat Indonesia
Kurniasih, dkk (2002). Menangani Anak Autis. Majalah Nakita. Jakarta: Gramedia
NANDA International. (2012). Nursing Diagnosis: Definitions & Classifications
2012-2014. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith.M, 2011, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai