Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR COLLUM FEMUR


RUANG DAHLIA RSUD Dr. R GOETENG TAROENADIBRATA
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
SEMESTER 1

YULIA NUR CAHYANI


I4B017040
KELOMPOK 1

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROFESI NERS
2017
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fraktur adalah patahan tulang merupakan suatu kondisi terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan umumnya disebabkan oleh
tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat, 2005). Penderita fraktur collum femur biasanya terjadi
pada seorang wanita yang cukup aktif hingga pada suatu ketika berjalan
terkelincir atau jatuh sampe terjadi fraktur. Angka kejadian fraktur femur
keseluruhan adalah 11,3 dalam 1000 per tahun. fraktur pada laki-laki
adalah 11,67 dalam 1000 per tahun, sedangkan pada perempuan 10,65
dalam 1000 per tahun. dibeberapa belahan dunia akan berbeda status
sosiol ekonomi dan metodelogi yang digunakan di area penelitian
(Mahartha, 2014). Sering terjadi osteoporosis tulang di daerah ini dan
kadang-kadang deposit mestatase neuplasma merupakan predisposisi
fraktur ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu mengetahui lebih
lanjut mengenai fraktur collum femur yang akan dibahas lebih lanjut.
2. Tujuan
Laporan pendahuluan ini bertujuan untuk:
a. Menjelaskan definisi fraktur collum femur.
b. Menjelaskan etiologi fraktur collum femur.
c. Menjelaskan patofisiologi fraktur collum femur.
d. Menjelaskan tanda gejala fraktur collum femur.
e. Menjelaskan pemeriksaan penunjang fraktur collum femur.
f. Pathway fraktur collum femur
g. Menjelaskan pengkajian pada pasien fraktur collum femur.
h. Menjelaskan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien fraktur collum femur
B. PEMBAHASAN

1. Definisi Fraktur Collum Femur


Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989:144). Fraktur femur
adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis (Long, 1985). Sedangkan fraktur kolum femur
merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur,
yang termasuk kolum femur adalah m dari bagian distal permukaan kaput
femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter.
2. Etiologi Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih
sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi
proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur collum femur
dapat disebabkan oleh trauma langsung, yaitu misalnya penderita jatuh
dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur
dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung, yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai
bawah.
Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Cedera traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau
penarikan.
Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit akibat berbagai
keadaan berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan jaringan
baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet,
biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan atau tekanan
pada tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang
bertugas di bidang kemiliteran.
3. Patofisiologi Fraktur Collum Femur
jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh darah di korteks,
marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan
jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla.
Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya.,
menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya.2 Jaringan ikat berisi sel-
sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan
endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus
kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran
kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang. Pada
permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan
oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase
hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel
jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan
fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis
dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan
kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudianjuga
tumbuh sel jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah
menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan
dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung
kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi
penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa
berubah menjadi kalus tulang.
4. Manifestasi Klinis Fraktur Collum Femur
Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur femur, yakni:
1) Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya. Perubahan keseimbangan dan kontur terjadi, seperti:
a. rotasi pemendekan tulang;
b. penekanan tulang.
2) Bengkak (edema)
Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3) Ekimosis dari perdarahan subcula neous
4) Spasme otot (spasme involunters dekat fraktur)
5) Tenderness
6) Nyeri
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot, perpindahan tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7) Kefraktur collum femurangan sensasi
8) Pergerakan abnormal
9) Syok hipovolemik
10) Krepitasi (Black, 1993:199).
Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat namun
pada penderita usia tua biasanya hanya dengan trauma ringan sudah dapat
menyebabkan fraktur collum femur. Penderita tidak dapat berdiri karena rasa sakit
sekali pada pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi.
Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera. Tungkai dalam
posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi.pada palpasi sering ditemukan adanya
hematom di panggul. Pada tipe impacted, biasanya penderita masih dapat berjalan
disertai rasa sakit yang tidak begitu hebat. Posisi tungkai tetap dalam keadaan
posisi netral.
Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran akan
menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan
pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan
jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri
bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal dan nyeri bila pinggul
digerakkan.
5. Pemeriksaan Penunjang Fraktur Collum Femur
Proyeksi AP dan lateral serta kadang juga dibutuhkan axial. Pada proyeksi AP
kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang impacted, untuk ini
diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial.
Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat
ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur.
Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser ( stadium I
dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang
bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular.
6. Penatalaksanaan Fraktur Collum Femur
 Impacted Fraktur

Pada fraktur intrakapsuler terdapat perbedaan pada daerah collum femur


dibanding fraktur tulang di tempat lain. Pada collum femur-periosteumnya sangat
tipis sehingga daya osteogenesinya sangat kecil, sehingga seluruh penyambungan
fraktur collum femur tergantung pada pembentukan calus endosteal. Lagipula aliran
pembuluh darah yang melewati collum femur pada fraktur collum femur terjadi
kerusakan. Lebih-lebih lagi terjadinya haemarthrosis akan menyebabkan aliran
darah sekitar fraktur tertekan alirannya. Sehingga apabila terjadi fraktur
intrakapsuler dengan dislokasi akan terjadi avaskular nekrosis.

 Penanggulangan Impacted Fraktur

Pada fraktur collum femur yang benar-benar impacted dan stabil, penderita
masih dapat berjalan selama beberapa hari. Gejalanya ringan, sakit sedikit pada
daerah panggul. Kalau impactednya cukup kuat penderita dirawat 3-4 minggu
kemudian diperbolehkan berobat jalan dengan memakai tongkat selama 8 minggu.
Kalau pada x-ray foto impactednya kurang kuat ditakutkan terjadi disimpacted,
penderita dianjurkan untuk operasi dipasang internal fixation. Operasi yang
dikerjakan untuk impacted fraktur biasanya dengan multi pin teknik percutaneus.

 Penanggulangan dislokasi fraktur collum femur

Penderita segera dirawat dirumah sakit, tungkai yang sakit dilakukan


pemasangan tarikan kulit (skin traction) dengan buck-extension. Dalam waktu 24-
48 jam dilakukan tindakan reposisi, yang dilanjutkan dengan pemasangan internal
fixation. Reposisi yang dilakukan dicoba dulu dengan reposisi tertutup dengan
salah satu cara yaitu: menurut leadbetter. Penderita terlentang dimeja operasi.
Asisten memfiksir pelvis. Lutut dan coxae dibuat fleksi 90 untuk mengendurkan
kapsul dan otot-otot sekitar panggul. Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas,
kemudian dengan pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45. Kemudian
sendi panggul dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan abduksi dan
ekstensi. Setelah itu dilakuakn test.

Pada fraktur collum femur penderita tua (>60 tahun) penanggulangannya agak
berlainan. Bila penderita tidak bersedia dioperasi atau dilakukan prinsip
penanggulangan, tidak dilakukan tindakan internal fiksasi, caranya penderita
dirawat, dilakukan skin traksi 3 minggu sampai rasa sakitnya fraktur collum
femurang. Kemudian penderita dilatih berjalan dengan menggunakan tongkat
(cruth). Kalau penderita bersedia dilakukan operasi, yaitu menggunakan tindakan
operasi arthroplasty dengan pemasangan prothese austine moore.

7. Pengkajian Fraktur Collum Femur


Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien dengan fraktur femur diantaranya
adalah:
1. Identitas pasien
Identitas ini meliputi nama, usia, TTL, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, dan pendidikan.
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat
dan faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Pada riwayat kesehatan masa lalu, perlu ditanyakan apakah pasien pernah
menderita penyakit infeksi tulang ataupun osteoporosis. Hal ini merupakan
informasi yang penting dalam penanganan fraktur femur pada klien
5. Riwayat kesehatan keluarga
Hal ini mencakup riwayat ekonomi keluarga, riwayat sosial keluarga, sistem
dukungan keluarga, dan pengambilan keputusan dalam keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekuatan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus dan fraktur tibia
tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga
dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau
tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien, seperti memenuhi kebutuhan sehari hari menjadi berkurang.
Misalnya makan, mandi, berjalan sehingga kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain.
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kefraktur collum femurangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap, klien biasanya
merasa rendah diri terhadap perubahan dalam penampilan, klien
mengalami emosi yang tidak stabil.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri.
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur.
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien.
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
2) Kesadaran penderita:
Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi sempurna
Apatis : terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan
pemeriksaan penglihatan , pendengaran dan perabaan normal
Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan terus
menerus
Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan
Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh dan
menjawab pertanyaan, bila rangsangan berhenti penderita tidur lagi.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut, spasme otot, dan fraktur collum femurang
rasa.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
d. Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dan deformitas.
e. Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kefraktur collum femurangan
darah), penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, capilary refil
melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa hematoma pada sisi
cedera.
f. Keadaan Lokal
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut :
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut :
a) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
b) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
c) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal)
d) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
e) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time Normal (3 – 5) detik
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal)
d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
Kekuatan otot : otot tidak dapat berkontraksi (1), kontraksi sedikit
dan ada tekanan waktu jatuh (2), mampu menahan gravitasi tapi
dengan sentuhan jatuh(3), kekuatan otot kurang (4), kekuatan otot
utuh (5). ( Carpenito, 1999)
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif. ( Arif Muttaqin, 2008 )
9. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien fraktur collum femur
a. Pre operasi
a. Nyeri akut b.d agen cedera biologis
b. Cemas b.d prosedur operasi
b. Post operasi
a. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
b. Resiko infeksi b.d insisi bedah
c. Defisit pengetahuan b.d kurangnya informasi
Pre Operasi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen cedera Pain Control Pain management
fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Lakukan pengkajian nyeri
selama ...x 24 jam nyeri pasien teratasi - Beri analgetik untuk mengurang nyeri
dengan kriteria hasil : - Ajarkan teknik non farmakologi
- Melaporkan adanya nyeri - Tingkatkan istirahat
- Menggambarkan penyebab nyeri
- Penggunaan non analgesik
- Penggunaan analgesik
- Laporan nyeri terkontrol
2. Cemas b.d tindakan operasi Anxiety Control Anxiety Reduction
Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Gunakan pendekatan yang menenangkan
selama ...x 24 jam kecemasan pasien teratasi - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
dengan kriteria hasil : perilaku pasien
- Pasien mampu mengidentifikasi dan - Jelaskan semua prosedur dan apa yang
mengungkapkan gejala cemas dirasakan selama prosedur
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan - Identifikasi tingkat kecemasan
menunjukkan teknik untuk mengontrol - Instruksikan pasien menggunakan teknik
cemas relaksasi
- Tanda-tanda vital dalam batas normal - Dukung keluarga untuk menemani pasien
- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa
tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan

Post operasi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen cedera Pain Control Pain management
fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Lakukan pengkajian nyeri
selama ...x 24 jam nyeri pasien teratasi - Beri analgetik untuk mengurang nyeri
dengan kriteria hasil : - Ajarkan teknik non farmakologi
- Melaporkan adanya nyeri - Tingkatkan istirahat
- Menggambarkan penyebab nyeri
- Penggunaan non analgesik
- Penggunaan analgesik
- Laporan nyeri terkontrol
2. Resiko infeksi b.d insisi Risk control : Infectious Process Infection Control
bedah Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala
selama ...x 24 jam tidak terjadi infeksi pada tempat tidur
pasien dengan kriteria hasil : - Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua
- Tidak ada demam lengan; tidur, duduk dengan pemantau
- Tidak ada kemerahan tekanan arteri jika tersedia
- Tidak ada nyeri - Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai
- Tidak ada pembengkakakn pesanan
- Tidak ada bau yang menyengat - Ukur masukan dan pengeluaran cairan
- Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai
pesanan
3. Defisit pengetahuan b.d Knowledge : Infection management Infection Protection
kurangnya informasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Monitor tanda dan gejala infeksi
selama ...x 24 jam pengetahuan mengenai - Monitor kerentanan terhadap infeksi
infeksi pada pasien akan meningkat dengan - Monitor jumlah granulosit, WBC
kriteria hasil : - Batasi jumlah pengunjung pasien
- Mengetahui cara transmisi bakteri - Anjurkan untuk istirahat dan intake cairan
- Mengetahui faktor yang menyebabkan - Anjurkan untuk meningkatkan mobilitas
infeksi dan aktivitas
- Berlatih cara mengurangi transmisi - Anjurkan pasien untuk menghabiskan
bakteri antibiotik
- Monitor prosedur untuk mencegah - Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda
infeksi dan gejala infeksi dan segera memberitahu
- Mengetahui tanda dan gejala infeksi petugas kesehatan
- Mengetahui cara menangani infeksi - Ajarkan pasien dan keluarga pasien cara
- Mengetahui obat dan efek sampingnya mencegah infeksi
- Mengetahui kapan untuk menghubungi
tenaga kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 volume 2.
Jakarta : EGC.
Corwin, Elizaberth. (2005). Buku saku patofisiologi, edisi 3. Jakarta: EGC
Guyton, A.C., John E. Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta :
EGC.
Nanda international, (2016). Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2016-2018.
Jakarta: EGC
Potter & Perry. (2005). Fundamental keperawatan, konsep, proses, dan praktik. Edisi 4.
Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. Wilson, L. M. (2000). Patofisiologi konsep proses penyakit, edisi 4, Alih
Bahasa Peter Anugrah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sidabutar R.P. (2002). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 11, Hipertensi Esensial. Jakarta : FK UI
Press.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah
brunner & suddarth edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai