Myocarditis
Myocarditis
A. Definisi
Miokarditis adalah penyakit inflamasi pada otot jantung dan digambarkan sebagai
"infiltrasi inflamasi pada miokardium dengan nekrosis dan / atau degenerasi adjacent
myocites". Komite lain, telah mendefinisikan miokarditis sebagai proses yang ditandai dengan
infiltrasi inflamasi miokardium. Infiltrasi inflamasi harus dikelompokkan sebagai lymphocytic,
eosinophilic, neutrophilic, giant cell, granulomatous atau campuran. Distribusi harus
diklasifikasikan sebagai focal, confluent atau diffuse.
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Patofisiologi miokarditis pada manusia belum sepenuhnya dijelaskan. Ada beberapa
mekanisme potensial yang menyebabkan miokarditis virus menyebabkan cedera seluler.
Pertama, virus dapat menyebabkan kerusakan pada miosit melalui toksisitas virus langsung.
Studi seluler telah menunjukkan bahwa, virus Coxsackie dan adenovirus menggunakan reseptor
transmembran yang kompleks untuk menginternalisasi virus ke dalam miosit yang
menyebabkan cedera akut. Studi molekuler terbaru juga menunjukkan bahwa pembelahan
protein seperti distrofin dapat menyebabkan terganggunya integritas sarcolemmal dan
membantu masuknya virus ke dalam miosit.
Fase akut biasanya berlangsung beberapa hari. Setelah virus memasuki miosit, replikasi
virus menyebabkan nekrosis pada miosit. Pada titik ini, sistem kekebalan tubuh diaktifkan, dan
beberapa jenis sel yang berbeda termasuk natural killer cells dan makrofag memasuki daerah
yang terinfeksi. Fase subakut ini ditandai dengan reaksi autoimun dan berlangsung antara
minggu sampai berbulan-bulan.
Fase kronis ditandai dengan remodeling miokard dan pengembangan menjadi dilated
cardiomyopathy (DCM). Pada banyak pasien, saat infeksi virus berhenti, respon kekebalan
tubuh menurun dan fungsi ventrikel kiri kembali normal tanpa efek merugikan jangka panjang
yang signifikan. Gambar dibawah menunjukkan model sederhana dari patogenesis miokarditis
dan gagal jantung subsequent.
F. Biomarker Jantung
Troponin I atau troponin T dapat meningkat pada kasus miokarditis akut, kemungkinan
karena kerusakan miokard secara langsung. Kadar troponin dapat meningkat hingga sepertiga
dari kasus miokarditis yang terbukti dengan biopsi. Selain itu, peningkatan troponin lebih sering
dikaitkan dengan gejala gagal jantung yang berlangsung kurang dari 30 hari, menunjukkan
bahwa sebagian besar nekrosis miokard terjadi di awal perjalanan miokarditis. Peningkatan
level troponin yang persisten menunjukkan adanya cedera miokard yang sedang berlangsung.
G. Tatalaksana
Pengobatan miokarditis dapat bervariasi dan ditujukan untuk tatalaksana patogen yang
spesifik, mengobati radang secara luas, atau tatalaksana efek dari gagal jantung. Secara umum,
gejala gagal jantung harus ditangani dengan standard-of-care medication, seperti ACEI, β-
blocker, dan diuretik. Jika penderita mengalami syok kardiogenik akut, mechanical circulatory
support dengan intra-aortic balloon pump atau temporary LV-assist device disarankan. Selain
itu, pengobatan aritmia biasanya suportif karena aritmia biasanya hilang dengan perbaikan
penyakit yang mendasarinya.
Terapi antiviral juga tersedia bagi klinisi untuk tatalaksana miokarditis. Ribavirin, IFN-α
dan IFN-β telah terbukti menjadi pilihan pengobatan yang efektif. Miokarditis sekunder akibat
CMV dianggap sebagai bentuk miokarditis yang dapat diobati dan biasanya terlihat pada pasien
dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu, seperti transplantasi jantung dan pasien dengan
sel T disfungsional. Dalam model murine, tatalaksana dini dengan gansiklovir atau cidofovir
secara signifikan mengurangi tingkat keparahan miokarditis akibat CMV akut.
Penggunaan imunoglobin intravena (IVIG) telah dipelajari pada penderita dengan
miokarditis virus. Studi IMAC (Intravenous Immune Globulin in the Therapy of Myocarditis
and Acute Cardiomyopathy) menunjukkan bahwa sembilan dari sepuluh penderita yang diobati
dengan IVIG mengalami perbaikan fungsi sistolik LV, memperbaiki klasifikasi gagal jantung
NYHA dan tidak ada rawat inap berikutnya karena gagal jantung setelah follow-up 1 tahun.
Secara teoritis, karena inflamasi adalah bagian dari gambaran miokarditis, terapi
imunosupresif harus efektif dalam tatalaksana miokarditis. Namun, baik kortikosteroid dan
siklosporin menyebabkan eksaerbasi/memperburuk acute viral endocarditis. Ada beragam data
tentang penggunaan kortikosteroid, azathioprine dan siklosporin. Dua penelitian terapi
imunosupresif gagal menunjukkan manfaat apapun. Dalam sebuah penelitian, dimana 111
penderita dengan diagnosis histopatologis miokarditis dan ejection fraction <45%, dilakukan
pengacakan untuk terapi konvensional saja atau 24 minggu pada terapi imunosupresif yang
terdiri dari prednison dengan siklosporin atau azatioprin, dan hasilnya menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan pada LVEF atau kelangsungan hidup.
Dalam penelitian ini, pasien dengan gagal jantung kronis, selama > 6 bulan, LVEF <45%
dengan bukti histologis dan imunohistokimia miokarditis limfositik aktif tanpa adanya virus
kardiotropik pada PCR, diacak untuk terapi imunosupresif dengan prednisone selama 4 minggu
diikuti dengan azatioprin untuk 6 bulan atau plasebo. Penderita yang menerima terapi prednison
dan azathioprine menunjukkan peningkatan LVEF yang signifikan dan penurunan yang
signifikan pada dimensi dan volume LV, dibandingkan dengan plasebo. Dalam sebuah
penelitian terhadap 38 penderita, dimana hanya terdapat 15 penderita dengan diagnosis
histologis miokarditis aktif, pemberian terapi dengan IFN-α atau thymomodulin menyebabkan
peningkatan LVEF yang signifikan.
Idiopathic giant-cell myocarditis merespon terhadap terapi kombinasi imunosupresan,
yang mencakup kortikosteroid, azathioprine, siklosporin dan muromonab-CD3 (OKT3). Terapi
kombinasi imunosupresan dikaitkan dengan fakta bahwa banyak penderita dengan acute
cardiomyopathy membaik secara spontan atau dengan terapi standar untuk gagal jantung,
namun, manfaat penambahan terapi steroid dan imunosupresif mungkin tidak dapat dideteksi.
Penderita dengan giant-cell myocarditis harus diberi terapi imunosupresan. Namun, tidak
terdapat data yang cukup untuk mendukung penggunaan rutin terapi antiviral dan IVIG. Oleh
karena itu, dalam guideline saat ini, penggunaan rutin terapi imunosupresif tidak
direkomendasikan untuk penderita dengan miokarditis.