Anda di halaman 1dari 2

03: KALA SENJA DI PULAU BOKORI

Pulau Bokori diselimuti senja


Yang bercahaya sebersih embun
Pohon-pohon kelapa
Kaju-kaju angin*
Pondok-pondok bambu
Dan pasir putih berkilauan

Di serambi rumah panggung, para gadis membuat kain Tolaki:


Menenun mua, balo gambere dan balo panta
Untuk dipakai saat bujang datang melamar
Sementara di pos ronda, para bujang bermain gambus
Mereka janji akan ke serambi. Namun, tak kunjung datang

Di tepian pulau
Sayup terdengar anak-anak kecil
Melantunkan ayat-ayat suci dari surau pekon
Menderukan rindu yang menggebu kepada ilahi

Bagai kerinduan seorang perempuan


Yang duduk mengunyah sirih
Di tangga dermaga yang berkarat
Ia tatap batas laut di kejauhan
Menanti suami yang sebentar lagi rapatkan sampan
Usai berhari merambah ikan putih di lautan

Cakrawala senja berhias sekawanan camar


Terbang beriring searah jarum jam
Seperti berterima kasih kepada langit dan pulau
Yang selalu memberi mereka makan
Inilah sekeping surga di pesisir bumi anoa
Memeran ribuan kubik ombak yang mendayu
Bagai sinden tolaki* yang disenandungkan tetuah adat
Di beranda Banua Tada*

O, Pulau Bokori
Dalam kenangan
yang selalu dirindu perempuan di rantau

Di tubuhmu para petani memetik kakao


Di ladang-ladang yang rimbun

Malam menjelma lampu-lampu sentir


Senyap tergantikan
Suara-suara jangkrik dari balik ilalang

Di rambutmu yang biru bergelombang


Para nelayan berlayar
Memancing menjelang fajar

Di bawah langit jingga


Di ujung usia

Kau, wahai Pulau Bokori


Kian senja

Aku menua
(Kendari, 14 Oktober 2016)
Kaju angin*: sebutan lokal di Sulawesi tenggara untuk pohon pinus
sinden tolaki*: sastra lisan sulawesi tenggara yang hampir terlupakan
Banua Tada*: rumah adat sulawesi tenggara berbentuk panggung dengan material
utamanya adalah kayu tanpa menggunakan paku

Anda mungkin juga menyukai