Anda di halaman 1dari 16

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana

trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah
suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanyapenyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American
Thoracic Society ).

Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya,

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti
debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena
itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau
tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan
dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non
alergik.

Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial

a. Faktor predisposisi

• Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi

• Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri dan polusi

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca, Stress, Lingkungan kerja Misalnya orang yang bekerja di

laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini

membaik pada waktu libur atau cuti, Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar
bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di
udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang
yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam
jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang
berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada
asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal
yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.

Manifestasi Klinik

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat
serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan,
serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini
adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di
dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat ,
gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran,
hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada
malam hari.

Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan sputum, 2. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi 2. Pemeriksaan tes kulit 3. Elektrokardiografi 4. Scanning paru 5. Spirometri

Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus 2. Atelektasis 3. Hipoksemia 4. Pneumothoraks 5. Emfisema


Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen
maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan
human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4
μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.
B. Etiologi
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu mycobacterium tuberkulosis dengan
ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram
positif serta tahan asam atau basil tahan asam.

C. Patofisiologi
Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei
dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam,
tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban.
Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari
bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel
pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru
sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe, basil
berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.
Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah
limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang
tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah
membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka
klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam
jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum).
Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-
lama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat
penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah
(hemaptoe).
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :

1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.


2. BB klien biasanya menurun; agak kurus.
3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
4. Batu lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
6. Sesak nafas.
7. Nyeri dada.
8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot,
berkeringat pada malam harI

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.


2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10
mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan
infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan
penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex
;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas.
GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang
mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan
saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).

F. Penatalaksanaan Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :

1. Jangka pendek.

Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.

o Streptomisin inj 750 mg.


o Pas 10 mg.
o Ethambutol 1000 mg.
o Isoniazid 400 mg.

Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya


adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Therapi TB paru dapat dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis : INH. Rifampicin. Ethambutol.

Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan


menjadi 6-9 bulan.

2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan


dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
o Rifampicin.
o Isoniazid (INH).
o Ethambutol.
o Pyridoxin (B6
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus lokal yang bersifat
patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus.
Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size ), sedangkan bronkus besar jarang
terjadi.
Bronchitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada seorang pasien, dalam
keadaan lanjut penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menetap yang
dinamakan cronik obstructive pulmonary disease ( COPD ).

ETIOLOGI

Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya, misalnya :
mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom kartagener ( bronkiektasis konginetal, sinusitis
paranasal dan situs inversus ), hipo atau agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu
telur ( anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita
bronkiektasis ), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya
tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal.

Kelainan didapat

Infeksi
Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering kambuh dan
berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita
semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya.

Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab : korpus
alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus

PERUBAHAN PATOLOGIS ANATOMIK

Tempat predisposisi bronchitis

Bagian paru yang sering terkena dan merupakan predisposisi bronchitis adalah lobus tengah paru
kanan, bagian lingual paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru.
Bronkus yang terkena umumnya yang berukuran sedang, bronkus yang terkena dapat hanya satu
segmen paru saja maupun difus mengenai bronki kedua paru.
Perubahan morfologis bronkus yang terkena
Dinding bronkus. Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses
inflamasi yang sifatnya destruktif dan irreversibel. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan
selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.
Mukosa bronkus

Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi
perubahan metaplasia skuamosa,. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi
pengelupasan, ulserasi.
Jaringan paru peribronchiale

.
PATOGENESIS
Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui beberapa mekanisme : factor obstruksi
bronkus, factor infeksi pada bronkus atau paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam
bronkus atau paru.

Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar :
1. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi pada bronkus atau
paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronchitis.

3. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal obstruksi dan
terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
4. Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik. Keluhan-
keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap . keluhan-keluhan yang timbul
erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang terkena, tingkatan beratnya penyakit, lokasi
bronkus yang terkena, ada atau tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul
umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat
komplikasi, adanya kerusakan fungsi bronkus.

Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data dijelaskan sebagai
berikut ;
1. Infeksi pertama ( primer )

Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu mikroorgansme penyebab
pneumonia. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan
pada dinding bronkus sehingga terjadi bronchitis, sedangkan infeksi virus tidak dapat ( misalnya
adenovirus tipe 21, virus influenza, campak, dan sebagainnya ).
2. Infeksi sekunder

Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi, apabila sputum pasien
yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan
atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob misalnya :
fusifomis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic streptococci. Kuman yang erring ditemukan
dan menginfeksi bronkus misalnya : streptococcus pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella
ozaena.

GAMBARAN KLINIS

Ciri khas pada penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya
haemaptoe dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada
penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala :
Keluhan-keluhan
Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan
frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya
banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur.
Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder
sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder
oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat,
misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila
ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian

Lapisan teratas agak keruh


Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah ) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan
jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak ( celluler debris ).

Haemaptoe

Sesak nafas ( dispnue )

Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada
bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang)
Kelainan fisis

Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis komplikasi
bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal
kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru
yang terkena dan keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah
pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang
diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi
retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi
penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi pneumonia akan
ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila terjadi
obstruksi bronkus.

Efusi pleural
Efusi pleural adalah penumpukan caIRan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995)

B. Etiologi

1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena
tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena
tuberculosis.

Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari
empat mekanisme dasar :
* Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
* Penurunan tekanan osmotic koloid darah
* Peningkatan tekanan negative intrapleural
* Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
C. Tanda dan Gejala
* Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
* Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
* Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
* Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak,
dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu).
* Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
* Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh
kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya
tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis,
sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase
cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat
inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena
(gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat
pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai
peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang
menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar
langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini
juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah
sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

Kardiomiopati kongestif/Dilatasi adalah suatu penyakit miokard yang primer atau idiopatik
yang ditandai dengan dilatasi ruangan-ruangan jantung dan gagal jantung kongestif.
(FKUI,1996:1072)

Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kardiomiopati adalah penyakit miokard
yang primer atau idiopatik dengan adanya kerusakan yang luas pada miofibril jantung yang
ditandai dengan dilatasi dilatasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan penipisan
dinding otot, pembesaran antrium kiri, dan statis darah dalam ventrikel.

2. Anatomi Dan Fisiologi


Jantung kira- kira sebesar kepalan tangan dengan berat antara 220-260 gram.Basis jantung
berada pada costa ke-3 kanan, 2 cm dari sternum, ke atas ke costa kedua kiri, 1 cm dari
jantung. Sedangkan apeks jantung pada costa ke-5 dan ke-6 kiri atau ruang intercostal kelima
kiri 4 cm dari garis medial.

Patofisiologi

Kardiomiopati Dilatasi mengakibatkan disfungsi pada ventrikel kiri dan kanan sehingga
kekuatan kontraksi jantung menurun yang akan disertai penurunan kardiak outut. Penurunan
kardiak autput dapat berakibat pada beberapa hal yaitu :

Penurunan CO akan meningkatkan preload sehingga kongestif paru juga meningkat yang
menyebabkan darah residu di ventrikel kanan berlebihan. Karena darah residu di darah
berlebihan maka tekanan di ventrikel kanan juga meningkat sehingga aliran darah di atrium
kanan terganggu, aliran balik vena kava serta vena hepatika menjadi terhambat yang berefek
pada peningkatan tekanan partial dan statis darah di vena portal. Stasis darah yang berada di
vena porta lama kelamaan menyebabkan vena di hepar semakin membesar sehingga
terjadilah hepatomegali. Hepatomegali yang terjadi pada klien dengan kardiomiopati dilatasi
akan mengkibatkan menurunnya fungsi hepar sebagai pembentuk protein plasma yang
mengatur perpindahan tekanan osmotik koloid dari cairan intraseluler ke ekstraseluler.
Terganggunya perpindahan CIS ke CES akan mengakibatkan terjadinya asites.

Penurunan CO akan diikuti penurunan suplai darah dan Oksigen ke tubuh sehingga
sup[lai dan kebuthan darah sera oksigen yang diperlukan tubuh menjadi tidak seimabng dan
perfusi jaringan menjadi terganggu yang berdampak pada kelemahan dan kelelahan pada
klien. Kelemahan dan kelelahan yang dialami klien menyebabkan intoleransi aktivitas
sehingga klien immobilisasi. Immobilisasi yan terlalu lama akan mengakibatka penekanan
yang menetap apda daerah yang ,menonjol sehingga sirkulasi jaringan pada area tersebut
akan terhambat dan terjadi hipoksia jaringan yang jika dibiarkan akan terjadi gangguan pada
integritas kulit.

Penurunan CO mengakibatkan darah residu pada ventrikel kiri bertambah sehingga


tekanan dalam ventrikel kiri dan atrium kiri akan meningkat. Peningkatan tekanan ventrikel
kanan dan atrium kiri akan menghambat darah dari paru-pariu sehingga tekanan kapiler paru
akan meningkat melebihi tekanan osmotik koloid pada jaringan. Darah yang terhamabt akan
menjadi transudat intertisisal alveolar yang akan berdampak sesak pada klien.

Pada penurunan CO mengakibatkan suplai darah ke ginjal menurun sehingga perfusi


ginjal juga menurun yang akan disertai penurunan filtrasi glomelurus. Hal-hal tersebut
menyebabkan vasokontrikasi pembuluh darah ginjal sehingga aldosteron meningkat.
Peningkatan aldosteron dan retensi natrium akan menyebbakan udema.

DECOMCORDIS
DECOMPENSASI CORDIS / GAGAL JANTUNG KONGESTIF

A. PENGERTIAN
Suatu kondisi bila cadangan jantung normal (peningkatan frekwensi jantung, dilatasa, hipertrophi,
peningkatan isi sekuncup) untuk berespon terhadap stress tidak adekwat untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya
gagal jantung.

B. PENYEBAB KEGAGALAN
a Disritmia (bradikardi,tachicardi)
b Malfungsi katub (stenosis katub pulmonal/aortik)
c Abnormalitas otot jantung (kardiomiopati, aterosklerosis koroner)
d Angina pectoris, berlanjut infark miocard akut.
e Ruptur miokard

C. RESPON TERHADAP KEGAGALAN


1. Peningkatan tonus simpatis
Peningkatan sistem saraf simpatis yang mempengaruhi arteri vena jantung. Akibatnya meningkatkan
aliran balik vena ke jantung dan peningkatan kontraksi. Tonus simpatis membantu mempertahankan
tekanan darah normal.
2. Retensi air dan natrium
Bila ginjal mendeteksi adanya penurunan volume darah yang ada untuk filtrasi, ginjal merespon
dengan manahan natrium dan air dengan cara demikian mencoba untuk meningkatkan volume
darah central dan aliran balik vena.

D. TANDA DAN GEJALA GAGAL JANTUNG


1. Kegagalan ventrikel kiri
Tanda dan gejala :
a Kongesti vaskuler pulmonal
b Dispnoe, nyeri dada dan syok
c Ortopnoe, dispnoe nocturnal paroxysmal
d Batuk iritasi, edema pulmonal akut
e Penurunan curah jantung
f Gallop atrial –S4, gallop ventrikel-S1
g Crackles paru
h Disritmia pulsus alterans
i Peningkatan BB
j Pernafasan cyne stokes
k Bukti-bukti radiografi tentang kongesti vaskuler pulmonal

2. kegagalan ventrikel kanan


Tanda dan gejala :
a Curah jantung rendah
b Distensi vena jugularis
c Edema
d Disritmia
e S3 dan S4 ventrikel kanan
f Hipersonor pada perkusi
g Immobilisasi diafragma rendah
h Peningkatan diameter pada antero posterial

Klasifikasi gagal jantung (menurut Killip)


1. Tidak gagal
2. Gagal ringan sampai menengah
3. Edema pulmonal akut
4. Syock kardiogenik

Sifat nyeri pada pasien dengan decompensasi cordis


1. Akut
Timbul secara mendadak dan segera lenyap bila penyebab hilang. Ditandai oleh : nyeri seperti
tertusuk benda tajam, pucat, disritmia, tanda syock kardiogenik (akral dingin gan perfusi turun)
2. Kronis
Nyeri yang terjadi berkepanjangan hingga berbulan-bulan. Penyebab sulit dijelaskan dan gejala
obyektif lidak jelas umumnya disertai dengan gangguan kepribadian serta kemampuan fungsional

Derajat nyeri
I. Ringan : tidak mengganggu ADL dan pasien dapat tidur
II. Sedang : mengganggu ADL dan pasien dapat tidur
III. Berat : mengganggu ADL dan pasien tidak dapat tidur

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a EKG : Hipertropy atrial dan ventricular, penyipangan aksis,disritmia dan kerusakan pola
b Scan jantung : tindakan penyuntikan mfraksi dan memperkirakan gerakan dinding
c Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi untuk membedakan gagal jantung sisi
kanan dan kiri stenosis katup insufisiensi
d Enzim hepar : Meningkat dalam gagal/ kongesti hepar
e Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan
f BUN , kreatinin : peningkatan BUN merupakan tanda penurunan perfusi ginjal
g Rontgen dada : dapat menunjukan pembesaran jantung atau perubahan pembuluh darah
mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal

Tumor mediastinum
Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga di antara
paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar,
trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya.
Karena rongga mediastinum tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ
penting di sekitarnya dan dapat menganjam jiwa. Tumor mediastinum dibagi atas tumor jinak dan
tumor ganas.

B. Jenis Tumor Mediastinum


• Timoma
- Stage I : belum invasi ke sekitar
- Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
- Stage III : invasi s/d pericardium
- Stage IV : Limphogen / hematogen
• Teratoid
- Kista dermoid ( dahak penderita mengandung gigi, tulang, rambut)
- Teratoma ( mesoderm )
• Limfoma
- Limfadenopathy, Hepatomegali, Splenomegali
• Tumor Tiroid
- Tumor berlobus, berasal dari Tiroid
• Kista pericardium
- Tumor terletak pada sinus cardiofrenicus, dari hasil fluoroskopi: kista berdenyut seirama dengan
denyut jantung
• Tumor neurogenik
- Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma
- Dari saraf simpati: Ganglion neurinoma,Neuroblastoma, Simpatikoblastoma
- Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma
• Kista Bronkhogenik
- Gejala : Batuk, sesak napas s/d sianosis
- Lokasi tumor di Paratracheal, Carinal, Hilar, Paraesophageus, Miscellanous

C. Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah :
a. Penyebab kimiawi.
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih
cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
b. Faktor genetik (biomolekuler)
Golongan darah A lebih tinggi 20 % berisiko menderita kanker/tumor pada lambung dari pada
golongan darah O, selain itu perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal
dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
c. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun
penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar
lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
d. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan
padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
e. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya hubungan
virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak
berkembang lanjut pada manusia.
f. Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas.
Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi
oleh hormone tersebut.

D. Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor
hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan risiko terjadi tumor. Permulaan terjadinya
tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang merangsang permulaan terjadinya
perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memici timbulnya
penyakit tumor.
Initiati agent biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan beraksi
langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetic (DNA). Keadaan selanjutnya akibat
keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya formasi
tumor. Hal ini dapat berlangsung lama, minggu bahkan sampai tahunan.

E. Gejala Klinis
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
- Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
- Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
- Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
- Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
- Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan
meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa
mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh neoplasma
dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang serupa
biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis.
Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis
berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan
disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus
brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom
Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada
mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya penyakit
ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun.

Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru
berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas
dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.

DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis,
emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595). Tetapi dalam suatu
Negara, yang termasuk didalam copd adalah emfisema paru- paru dan Bronchitis Kronis.
Nama lain dari copd adalah “Chronic obstructive airway disease ” dan “ChronicObstructive
Lung Diseases (COLD)”

KLASIFIKASI

Bronkitis kronik

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai


pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling
sedikit selama 2 tahun berturut-turut.

Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :

1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.


2. Alergi
3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll.

Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai


beberapa alat tubuh, yaitu :
1. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun
pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah
terjadi.
2. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat
menyerang dinding bronchus.
3. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi
dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
4. Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus
sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri.

Patofisiologi
Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali
sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas,
biasanya virus, seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan
mendiagnosa bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum
selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun
berturut-turut. Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent
infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan
timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema
mukosa dan bronchospasme.

Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami :

1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan
meningkatkan produksi mukus.
2. Mukus lebih kental
3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus.
Oleh karena itu, “mucocilliary defence” dari paru mengalami kerusakan dan
meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar
mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan
meningkat. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama
dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil
dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Mukus
yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian
distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar,
hypoxia dan asidosis. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi
perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat
juga meningkatkan nilai PaCO2. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari
hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit
memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi
pulmonary. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan
pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul
yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF

4. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko
yang terdapat pada penderita antara lain:

1. Merokok sigaret yang berlangsung lama


2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

5. PATOFISIOLOGI/PATHWAY

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,
kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen


yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat
erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus


dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami
penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada
saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah
penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak
napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru:
ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (

6. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).

Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan badan, Batuk


2. Sesak napas
3. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
4. Mengi atau wheeze
5. Ekspirasi yang memanjang
6. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
7. Penggunaan otot bantu pernapasan
8. Suara napas melemah
9. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
10. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

Anda mungkin juga menyukai