Anda di halaman 1dari 26

AKUNTANSI KEPERILAKUAN

(EKA 450 C2)


“INTERPRETASI KEPERILAKUAN PADA DESENTRALISASI”
SAP 13

Paper ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Keperilakuan
Dosen Pengampu : Gede Agus Indra Tenaya K., S.E., MSA (Humbis), Ak.

Oleh:
KELOMPOK 13
Ni Wayan Dhevi Sukma Dewi 1506305062 (22)
Luh Made Intan Pratiwi 1506305065 (23)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI REGULER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
Kata Pengantar

Om Swastyastu,

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya lah Tugas Makalah dengan judul “Interpretasi Keperilakuan Pada
Desentralisasi” ini dapat selesai tepat waktu..
Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas pada mata kuliah Akuntansi
Keperilakuan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, sekaligus menjadi
sarana untuk memahami meteri perkuliahan tentang Interpretasi Keperilakuan Pada
Desentralisasi. Dalam kesempatan ini kami ingin berterima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kelancaran untuk melakukan dan menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan
saran yang membangun akan diterima untuk memperbaiki dan menyempurnakan tugas
ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi teman-teman mahasiswa yang lain ataupun
masyarakat secara umum.

Om Santhi, Santhi, Santhi, Om

Denpasar, 25 November 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

ISI HALAMAN

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................ 1
1.3 Tujuan dan Manfaat ..................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Arti Dari Desentralisasi ................................................. 3


2.2 Lingkungan Sebagai Faktor Penentu Desentralisasi ..... 5
2.3 Pengembangan Anggaran Dasar ................................... 10
2.3.1 Pendelegasian Aktivitas……………………….. 10
2.3.2 Menetapkan Norma-Norma Keperilakuan…….. 12
2.3.3 Klarifikasi Hubungan Antarunit………………. 13
2.3.4 Pendekatan Kompetitif Versus Kolaboratif…... 13
2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pilihan…… 14
2.3.6 Desentralisasi dan Harga Transfer……………. 16
2.3.7 Harga Transfer dan Anggaran Dasar Desentralisasi.. 17
2.4 Evaluasi Kinerja ............................................................ 19

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………..………………………….. 22

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Lebih dari satu perusahaan yang bertumbuh telah menghadapi masalah untuk
melakukan reorganisasi dalam menghadapi pertumbuhan, penciutan atau perubahan.
Salah satu dimensi dari restrukturisasi organisasional yang telah memperoleh perhatian
besar adalah sentralisasi/desentralisasi. Dalam kebanyakan situasi, hal ini dipahami
sebagai tingkatan hierarki di mana keputusan dibuat dalam suatu organisasi.
Jika orang harus menerima lokasi pengambilan keputusan sebagai aspek kunci dari
desentralisasi, masih terdapat masalah mengenai keputusan-keputusan manakah yang
harus didesentralisasikan. Perbedaan yang lebih bermanfaat digunakan oleh A. D.
Chandler, yang memisahkan keputusan strategis dari keputusan operasi. Pada umumnya,
keputusan strategis mencakup periode waktu yang lebih panjang dan tidak berulang,
sementara keputusan operasi bersifat jangka pendek dan berulang. Dengan demikian,
perlu diperhatikan persyaratan keperilakuan yang diperlukan untuk mewujudkan
desentralisasi yang berhasil dalam organisasi. Hal penting yang berkaitan dengan hal
tersebut adalah bahwa desentralisasi adalah sikap filosofis dan respons keperilakuan
terhadap kebutuhan suatu lingkungan, yang memerlukan pembentukan struktur yang
selanjutnya mampu menghasilkan anggaran dasar dengan menetapkan aturan-aturan
operasi bagi partisipan dan yang melakukan tindak lanjut secara periodic dengan ukuran
kinerja yang sesuai.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah arti dari Desentralisasi?
1.2.2 Bagaimana lingkungan menentukan Desentralisasi?
1.2.3 Bagaimana pengembangan anggaran dasar Desentralisasi?
1.2.4 Bagaimana evaluasi kinerja organisasi terdesentralisasi?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami arti dari Desentralisasi
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana lingkungan sebagai faktor penentu
Desentralisasi
1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami pengembangan anggaran dasar
Desentralisasi
1
1.3.4 Untuk mengetahui dan memahami evaluasi kinerja organisasi
terdesentralisasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Arti Dari Desentralisasi


Istilah desentralisasi digunakan dalam sejumlah besar literatur yang beragam, dengan
demikian, istilah ini memiliki arti bagi orang yang berbeda. Untuk membatasi lingkup
dari bab ini, desentralisasi dibahas hanya dalam konteks perusahaan bisnis. Definisi yang
paling populer dari desentralisasi adalah definisi yang diberikan oleh H.A. Simon :
"Suatu organisasi administratif adalah tersentralisasi sejauh keputusan dibuat
pada tingkatan yang relatif tinggi dalam organisasi tersebut; tedesentralisasi
sejauh keputusan itu didelegasikan oleh manajemen puncak kepada tingkatan
wewenang eksekutif yang lebih rendah.”
Meskipun secara teori, definisi diatas sangat jelas dalam praktiknya definisi ini
sulit untuk diterapkankan. Hal ini terutama disebabkan mengenai konsep keputusan yang
dapat diindentifikasikan merupakan suatu konsep yang samar-samar. Sebagai contoh
mungkin adalah sulit untuk mengidentifikasikan tingkat hierarki khusus dimana
keputusan dibuat karena wewenang formal tidak sesuai dengan kenyataan siapa yang
membuat keputusan. Sebagaimana ditunjukkan oleh March dan Simon, keputusan
tidaklah dibuat. Keputusan tersebut hanya disaring sampai ke seorang manajer setelah
diadaptasi, diubah, atau ditambahkan dalam berbagai tahapan yang berbeda. Mintzberg et
al (1976) menyajikan pandangan yang serupa mengenai keputusan, sementara March dan
Olsen mempertanyakan konsep sentral dari pengambilan keputusan dengan
menggolongkan pembuatan keputusan organisasional sebagai suatu solusi dalam
pencarian masalah. Pandangan yang terkait menyatakan bahwa dalam banyak kasus,
kemampuan seseorang untuk mendefinisikan suatu masalah lebih penting dibandingkan
dengan wewenang pengambilan keputusan formal karena agenda tersebut mengharuskan
pilihan-pilihan solusi. Akhirnya, penggunaan prosedur operasi standar, rutinitas
pencarian, profesionalisasi, sosialisasi, dan hal-hal semacam itu dalan organisasi dapat
memengaruhi keputusan dengan mengendalikan dasar pemikiran atas mana keputusan itu
dibuat.
Bahkan, jika orang harus menerima lokasi pengambilan keputusan sebagai aspek
kunci dari desentralisasi, masih terdapat masalah mengenai keputusan-keputusan
manakah yang harus didesentralisasikan. Simon et al menggunakan istilah “penting”
untuk menandai keputusan-keputusan yang akan didelegasikan jika suatu perusahaan
3
akan melakukan desentralisasi. Hal ini tidaklah terlalu membantu, karena dapat dibuat
argumentasi bahwa keputusan-keputusan yang penting sebaiknya disentralisasikan dan
keputusan-keputusan yang tidak penting didelegasikan. Derajat pentingnya suatu
keputusan juga tidak menjelaskan mengapa keputusan produksi dan penjualan cendrung
didelegasikan ketingkatan yang lebih rendah dalam organisasi dibandingkan dalam
keputusan keuangan. Padahal jelas bahwa keputusan produksi dan penjualan adalah
sama-sama penting dengan keputusan keuangan.
Perbedaan yang lebih bermanfaat digunakan oleh A.D. Chandler yang
memisahkan keputusan strategis dari keputusan operasi. Keputusan-keputusan strategis
berkaitan dengan masalah-masalah luas yang bersifat jangka panjang mengenai
perolehan dan penggunaan sumber daya; sementara keputusan operasi berkaitan dengan
operasi harian yang rutin. Akan tetapi, dalam praktiknya, sulit untuk membedakan
dengan jelas antara keputusan strategis dengan keputusan operasi. Pada umumnya
keputusan strategis mencakup periode waktu yang lebih panjang dan tidak berulang,
sementara keputusan operasi bersifat jangka pendek dan berulang. Dengan demikian
keputusan mengenai penyusunan anggaran modal dianggap jenis keputusan yang tidak
berulang, strategis, dan umumnya tersentralisasi. Keputusan mengenai produksi dan
penjualan berulang dianggap operasi, dan umumnya terdesentralisasi.
Dengan adanya kesulitan-kesulitan tersebut, tidak mengherankan jika survey
lapangan yang dilakukan oleh L.P. Jennergen pada tahun 1981 menunjukkan bahwa
desentralisasi dapat berarti: 1) tingkat hierarki dimana keputusan diambil; 2) pengaruh
relatif dari tingkat hierarki dalam pengambilan keputusan; dan 3) partisipasi dalam
pengambilan keputusan tanpa mengacu kepada tingkatan hierarki. Selain itu, istilah
tersebut juga digunakan untuk mengacu pada pendelegasian wewenang untuk melakukan
tugas khusus. Akuntan cenderung untuk menyetarakan desentralisasi dengan struktur-
struktur keuangan tertentu seperti pusat laba. Ekonom berbicara mengenai bentuk M
(multidimensional) sebagai ekuivalensi dari struktur yang terdesentralisasi dan bentuk U
(fungsional) sebagai ekuivalensi dari struktur-struktur yang terdesentralisasi. Pada
praktiknya, kebanyakan peusahaan divisional mungkin saja tersentralisai sementara
organisasi fungsional memberikan wewenang yang cukup besar kepada para manajer
terhadap bidangnya masing-masing.
Karena hanya terdapat sedikit kesempatan mengenai arti dari istilah
desentralisasi, mungkin lebih berguna untuk fokus pada apa yang ingin dicapai oleh suatu
organisasi melalui desentralisasi, yaitu masalah-masalah tersebut sebaiknya mengenai
4
perilaku apa yang diinginkan oleh organisasi dari para manajernya. Oleh karena itu, bab
ini menggunakan suatu definisi keperilakuan dari desentralisasi sebagai suatu sistem
yang mendorong berbagai manajer dalam suatu hierarki untuk berfikir dan bertindak
secara independen sementara pada saat yang bersamaan merupakan bagian dari suatu tim.
Filosofi manajemen yang mencoba untuk mendorong pemikiran dan tindakan manajer
yang independen tanpa mengorbankan kebutuhan organisaional. Dengan demikian,
desentralisasi merupakan penyeimbangan antara independensi dari manajer dengan
kebutuhan sebagai pemain tim. Desentralisasi juga adalah komitmen filosofis dari pihak
organisasi. R.F. Vancil menangkap semangat ini ketika ia menyatakan bahwa tujuan dari
desentralisasi adalah mengembangkan seorang manajer ”yang mempunyai keyakinan
untuk bertindak sendiri pada beberapa kesempatan, kebijakan untuk mencari nasihat pada
kesempatan yang lain, dan akal sehat untuk membedakan satu kesempatan dengan
kesempatan yang lainnya.”

2.2 Lingkungan Sebagai Faktor Penentu Desentralisasi


Bagian ini membahas mengenai kondisi-kondisi pendahulu yang menciptakan
kebutuhan akan jenis-jenis perilaku manajerial yang dijelaskan oleh Vancil (1980).
Hanya dengan memahami mengapa perilaku-perilaku semacam itu dibutuhkan, mungkin
untuk memahami kebutuhan akan desentralisasi. Suatu pembahasan umum mengenai
alasan-alasan dibutuhkannya desentralisasi mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Desentaralisasi membebaskan manajemen puncak untuk fokus pada keputusan-
keputusan strategis jangka panjang dan bukannya terlibat dalam keputusan-
keputusan operasi. Hal ini berarti penggunaan yang lebih baik atas waktu
manajerial yang sangat berharga.
b. Desentralisasi memungkin organisasi untuk memberikan respon secara cepat dan
efektif terhadap masalah karena mereka yang berbeda paling dekat dengan suatu
masalah (manajer lokal) memiliki informasi yang paling baik dan oleh sebab itu,
dapat memberikan respon yang lebih baik terhadap kebutuhan-kebutuhan lokal.
c. Sistem yang tersentralisasi tidak mampu menangani semua informasi yang rumit
yang diperlukan untuk membuat keputusan yang optimal. Keputusan-keputusan
yang tersentralisasi mungkin lebih inferior dibandingkan dengan keputusan-
keputusan yang dibuat secara lokal dalam suatu sistem yang terdesentralisasi.
d. Desentralisasi menyediakan dasar pelatihan yang baik bagi manajemen puncak
masa depan.
5
e. Desentralisasi memenuhi kebutuhan akan otonomi dan dengan demikian
merupakan suatu alat motivasional yang kuat bagi para manajer.

Sementara kebanyakan dari pernyataan diatas pada dasarnya adalah benar,


pernyataan-pernyataan tersebut lebih merupakan konsekuensi dan bukan pendahulu dari
desentralisasi. Sebagai contoh, sementara desentralisasi memungkinkan perusahaan
untuk memberikan respons secara lebih cepat atau melatih para manajer masa depan, hal
itu tidak menjelaskan apa yang pertama-tama menciptakan kebutuhan akan desentralisasi.
Teori manajemen tradisional tidak membantu dalam hal ini karena teori tersebut hanya
menegaskan bahwa desentralisasi merupakan konsekuensi dari ukuran yaitu, kebutuhan
yang dipaksakan oleh pertumbuhan perusahaan. Beberapa studi empiris yang
menunjukkan korelasi antara ukuran dan desentralisasi cenderung untuk
mengonfirmasikan pandangan ini. Tidak mencukupinya penjelasan ini tampak jelas
ketika seseorang mempertimbangkan bahwa sejumlah pemilik tunggal mendelegasikan
wewenang pengambilan keputusan yang cukup besar kepada agen property, baik karena
alasan goegrafi (property tersebut tidak berlokasi di tempat yang dekat dengan pemilik)
maupun alasan keahlian. Ukuran dengan demikian dapat berkorelasi dengan
desentralisasi., tetapi tidak selalu mengarah pada atau menjelaskan mengenai
desentralisasi.
Landasan teoritis dan empiris yang paling konprehensif untuk memahami
desentralisasi diberikan oleh Chandler dalam dua karya besar. Pertama, Strategy and
Structure (1962), menyatakan bahwa struktur suatu perusahaan merupakan tanggapan
terhadap strateginya. Sementara strategi bergantung pada dua elemen kunci – lingkungan
pasar dan teknologi. Karya yang kedua, The Visible Hand (1977), menyediakan suatu
survei historis yang mendukung dalil diatas. Dalam studi ini, Chandler mengaitkan
pengembangan dari perusahaan divisional yang terdesentralisasi dengan perubahan dalam
lingkungan (pengembangan jalur kereta api dan telegram) dan perubahan dalam
teknologi (pengembangan teknik produksi massal). Ketersediaan kapasitas komunikasi
dan produksi yang diperluas memungkinkan perusahaan untuk mengejar strategi integrasi
vetikal ke depan atau ke belakang. Misalnnya saja, banyak produsen mengakuisisi
pemasok dari barang-barang yang yang digunakan sebagai bahan baku dalam proses
produksinya. Ekspansi dan diversifikasi yang ditimbulkan menyebabkan perusahaan
berubah dari struktur fungsional ke struktur multidivisional. Beberapa studi kemudian

6
telah memverifikasi perpindahan dari struktur fungsional ke struktur divisional
sebagaimana dinyatakan oleh Chandler (1977).
Fitur utama dari struktur organisasi divisioanal bagi Chandler adalah
desentralisasi. Desentralisasi yang memungkinkan perusahaan mengatasi masalah-
masalah koordinasi dengan cara mendelegasikan keputusan-keputusan operasional ke
tingkat yang lebih rendah. Dua studi, satu dilakukan oleh Jesse Markham padatahun 1973
dan yang lainnya dilakukan oleh Vancil pada tahun 1979, memberikan dukungan
terhadap dalil bahwa suatu strategi diversifikasi mengarah pada divisional yang
kemudian biasanya disertai dengan desentralisasi yang lebih besar. Akan tetapi, suatu
masalah umum dalam menetapakan validitas empiris dari dalil ini adalah kesulitan untuk
memperoleh ukuran yang memuaskan dari desentralisasi. Sebagaimana ditunjukkan oleh
Jennergen, memperoleh suatu ukuran dari desentralisasi merupakan hal yang sulit dan
usaha sebelumnya telah menghasilkan ukuran-ukuran dan kesimpulan yang saling
berlawanan mengenai tingkat desentralisasi suatu perusahaan. Demikian pula, sejumlah
besar dari bukti empiris ini saling berhubungan yang hanya menyarankan bahwa
divisionalisasi pada umumnya berkaitan dengan desentralisai.
Tesis dasar Chandler mengenai hubungan antara lingkungan, strategi,dan struktur
diterima secara luas sebagai penjelasan dari desentralisasi dan telah menjadi dasar bagi
banyak riset berikutnya. Kerangka kerja dari sistem pengendalian manajemen yang
dikemukakan oleh R.A. Anthony menggunakan analisis Chandler sebagai dasar teoritis
utamanya. O.E. Williamson telah mengembangkan karya Chandler untuk menyatakan
bahwa struktur yang terdesentralisasi secara divisional mengurangi biaya transaksi untuk
pertukaran pasar yang melibatkan pembuatan kontrak yang berulang-ulang dalam
ketidakpatian antara beberapa pihak dan didukung oleh investasi dalam aset-aset khusus.
Dengan demikian, hal tersebut menyediakan stuktur pengaturan yang lebih sesuai yang
menjelaskan mengapa pertukaran semacam itu dipindahkan dari pasar dan dilaksanakan
dalam hierarki organisasi. Baru-baru ini, pendekatan “ekologi populasi” terhadap
organisasi juga menggunakan bukti Chandler untuk menyatakan bahwa bentuk divisional
muncul sebagai respons terhadap perubahan dalam ketersediaan, stabilitas, dan
konsentrasi sumber daya dalam lingkungan.
Tidak seperti karya Anthony mengenai pengendalian manajemen, baik
pendekatan biaya transaksi maupun pendekatan ekologi populasi memberikan kepada
lingkungan suatu peran utama dalam menjelaskan struktur suatu perusahaan. Perbedaan
utama antara kedua pendekatan ini adalah dalam hal pilihan strategis. Seperti halnya
7
Chandler, Williamson menggunakan strategi sebagai suatau mata rantai yang
menghubungkan lingkungan dengan struktur. Ekologi populasi yang menggunakan
perspektif seleksi alam, mencerminkan suatu pandangan yang lebih deterministis dan
hanya menyisakan sedikit ruang untuk pilihan strategis. Ekologi populasi juga tidak
peduli dengan organisasi individual melainkan dengan populasi dari bentuk
organisasional. Akan tetapi, dalam kedua pendekatan ini, lingkungan baik secara
langsung maupun melalui pilihan strategis mengarah kepada desentralisasi.
Kesulitan dalam membuat model mengenai dampak lingkungan terhadap
desentralisasi adalah kurangnya kesepakatan mengenai apa yang menyusun lingkungan
suatu organisasi. Terdapat banyak pemikiran yang saling bersaing dan pemikiran-
pemikiran baru sedang berkembang, sehingga apa yang ditulis dalam buku ini dapat
menjadi usang dengan cukup cepat. Berdasarkan pendekatan yang digunakan oleh J.
Preffer dan G.R. Salancik, lingkungan suatu organisasi dapat dibagi menjadi dua
subkelompok. Subkelompok pertama adalah “lingkungan tugas” yang mendefinisikan
sekelompok hubungan pertukaran antara organisasi utama dan aktor-aktor sosial lainnya.
Contohnya, pemasok, pelanggan, kreditor, serikat kerja, dan penyedia sumber daya
lainnya. Kelompok lainnya terdiri atas “komunitas” yang lebih besar yang terdiri atas
faktor politik, budaya, dan sosial yang melegitimasi aktivitas-aktivitas dari suatu
organisasi.
Lingkungan tugas biasanya digambarkan melalui tiga dimensi: kelimpahan atau
ketersediaan sumber daya yang langka; saling keterkaitan atau jumlah dan pola dari
hubungan dalam organisasi; dan konsentrasi atau tingkat sampai sejauh mana kekuasaan,
wewenang, dan sumber daya tersebar dalam lingkungan tersebut. Karakteristik-
karakteristik ini menentukan tingkat konflik dan perubahan yang harus dihadapi oleh
organisasi utama. “Komunitas” yang lebih besar yang terdiri atas faktor-faktor
ppolitik,sosial, dan budaya, menentukan kebebasan dengan mana suatu organisasi dapat
mengusahakan berbagai tindakan. Dengan demikian, kelompok respons yang tersedia
bagi suatu organisasi ditentukan oleh interaksi dari perubahan, konflik, dan hambatan
yang ditimbulkan oleh lingkungannya.
Pada umumnya, semakin tinggi tingkat konflik dan perubahan dalam lingkungan
tugas, semakin besar kebutuhan suatu organisasi untuk mengembangkan kapabilitas
pemrosesan informasi khusus, mengembangkan kemampuan untuk memberi respon
dengan cepat, dan mendorong perilaku yang mau mengambil resiko dan inovatif dari
pihak anggota-anggotanya. Metode untuk mencapai tujuan ini harus konsisten dengan
8
nilai-nilai dari komunitas yang lebih besar, sehingga organisasi tersebut tidak
membahayakan legitimasinya. Ditinjau dari perspektif ini, sekarang mungkin untuk
melihat bahwa desentralisasi memungkinkan organisasi yang dihadapkan pada konflik
dan perubahan yang lebih besar untuk mengembangkan informasi khusus, merespon
dengan cepat, dan mendorong pengambilan resiko dan inovasi. Demikian pula
sebagaimana ditunjukkan oleh J. W. Meyer dan B. Rowan (1977), desentralisasi dalam
masyarakat barat memiliki fungsi simbolis karena desentralisasi sesuai dengan nilai-nilai
dari komunitas yang lebih besar. Berbagai macam alasan untuk desentralisasi yang
dikutip pada permulaan bagian ini dengan demikian dapat dikatakan dalam model yang
berbasis lingkungan dari jenis yang disajikan dalam Gambar 2.1.

Komponen Ciri-ciri Konteks Respon


Lingkungan Lingkungan Organisasi Organisasi

Tugas Tersedianya Konflik dalam Kecepatan


(Penyedia sumber saling hubungan- respon informasi
sumber/Mitra keterkaitan hubungan Spesialisasi
Pertukaran para aktor Perubahan dalam pengambilan
konsentrasi hubungan- risiko inovasi
kekuasaan hubungan
Komunitas Nilai-nilai dan
(Faktor-faktor keyakinan hukum
Hambatan-
hukum&budaya/ adat istiadat, Model
hambatan
sumber-sumber mitos,cerita, dan pemerintah
pada perilaku
keabsahan) upacara
keagamaan

Gambar 2.1 Model Respons Lingkungan dari Desentralisasi

Gambar di atas mwnunjukkan bahwa karakteristik utama dari lingkungan tugas


adalah kelimpahan sumber daya, saling keterkaitan dari aktor sosial, dan konsentrasi
kekuasaan. Fitur utama dari komunitas adalah sekelompok nilai dan kepercayaan yang
dianutnya. Lingkungan menentukan konteks dari suatu organisasi. Penyedia sumber daya
menentukan tingkat konflik dan perubahan; serta sistem nilai mendefinisikan sekelompok
batasan. Konteks pada gilirannya akan menentukan perilaku yang dibutuhkan untuk

9
kelangsungan hidup organisasi. Misalnya saja, kecepatan respons kemungkinan besar
akan merupakan fungsi dari tingkat konflik dan perubahan dalam lingkungan, sementara
cara pengaturan (demokratis atau otokratis) akan dibentuk oleh prefensi dari komunitas
yang lebih besar. Ditinjau dari perspektif dalam Gambar 18.1, desentralisasi menjadi
suatu respons oleh organisasi untuk mengatasi tuntutan-tuntutan lingkungannya. Respons
ini dapat dimediasikan oleh pilihan strategis sebagaimana dikemukakan oleh Chandler
atau dapat berdampak secara langsung sebagaimana dinyatakan oleh Aldrich dan
Mueller.

2.3 Pengembangan Anggaran Dasar


Pengembangan anggaran dasar merupakan sekelompok aturan dan prinsip operasi
yang akan mengatur hubungan antara subunit dengan kantor pusat (KP) dan antara satu
subunit dengan subunit yang lain. Hubungan antara subunit dan kantor pusat memerlukan
penggambaran aktiviats-aktivitas atas mana suatu subunit memiliki wewenang dan
tanggung jawab utama, serta dengan cara mana kantor pusat mengharapkan manajer
subunit-subnunit melaksanakan aktivitas-aktivitas yang diberikan kepada unit-unitnya.
2.3.1 Pendelegasian Aktivitas
Persyaratan penting dari desentralisasi adalah penentuan aktivitas yang
sebaiknya didelegasikan kepada subunit dan aktivitas yang sebaiknya dikendalikan
secara sentral. Dalan teori, sistem yang tersentralisasi penuh akan mendelegasikan
seluruh aktivitas yang dapat dipisahkan kepada subunit dengan hanya sedikit atau
tidak sama sekali peran dari manajemen sentral. Kebanyakan bisnis tidak pernah
mendekati tingkat desentralisasi semacam ini. Hal itu disebabkan karena
manajemen pusat dari aktivitas tertentu biasanya lebih efisien dibandingkan
pelaksanaan secara terpisah oleh subunit. Misalnya saja, layanan hukum akan lebih
ekonomis jika dilaksanakan secara sentral dan bukan oleh subunit bisnis yang
terpisah.
Pemeriksanaan lebih lanjut menyarankan enam pedoman yang dapat
menjelaskan praktik saat ini dan dapat berguna bagi organisasi yang sedang dalam
proses untuk melakukan desentralisasi. Keenam pedoman tersebut adalah:
a. Pemanfaatan Bakat Khusus
Kebutuhan untuk memanfaatkan atau memberdayakan bakat khusus
dengan sepenuhnya mungkin menjelaskan mengapa aktivitas-aktivitas seperti
hukum, computer, dan akuntansi didesentralisasi. Dalam ekonomi, konsep
10
“lingkup ekonomi” menangkap gagasan untuk melakukan ekspansi ke
aktivitas-aktivitas yang memanfaatkan kapasitas saat ini dengan lebih baik.
Aktivitas-aktivitas ini biasanya memerlukan karyawan yang sangat terlatih
yang jarang terdapat dan biasanya tersedia sebagai asset yang “tidak dapat
dibagi”.
b. Skala Ekonomi
Ketika skala ekonomi tersedia, aktiviats cenderung dikelompokkan dan
didesentralisasi guna mengeksploitasinya. Aktivitas, seperti manajemen kas
dan pembelian didesentralisasi karena tingkat bunga dan harga pembelian yang
lebih baik tersedia ketika organisasi melakukan transaksi dalam kuantitas yang
lebih besar. Subunit menggabungkan kas atau kebutuhan pembeliannya serta
membiarkan keduanya dikelola secara sentral karena merupakan keputusan
yang bagus dalam situasi ini. Akan tetapi, skala ekonomi diimbangi oleh
peningkatan biaya administrative dari otoritas sentral yang lebih lambat.
c. Keseragaman
Kebutuhan akan keseragaman korporat dalam aktivitas-aktivitas tertentu
merupakan alasan penting lainnya untuk mensentralisasikan aktivitas-aktivitas
tersebut.
d. Konsekuensi Yang Bertahan Lama
Faktor lainnya yang menentukan tingkat desentraliasi adalah apakah suatu
keputusan mempunyai konsekuensi yang bertahan lama bagi suatu organisasi.
Pertimbangan utama dalam mendelegasikan keputusan adalah sampai sejauh
mana suatu organisasi dapat menolerir kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh
manajernya. Kebebasan untuk gagal merupakan salah satu prasyarat penting
bagi desentralisasi yang efektif, khususnya jika suatu organisasi menginginkan
pengambilan risiko oleh pihak manajer subunit.
e. Kerangka Waktu
Kerangka waktu dalam mana keputusan harus diambil menjadi keluhan
populer terhadap birokrasi sentral yang lamban yang tidak membuat keputusan
secara tepat waktu. Sesungguhnya, ketika waktu adalah hal yang sangat
penting, keputusan tidak dapat disentralisasi karena penundaan yang
disebabkan oleh kebutuhan untuk mengkomunikasikannya dan memproses
informasi yang relevan. Sementara teknologi komunikasi modern telah

11
menghilangkan beberapa dari penundaan komunikasi, namun masalah
pemrosesan masih tetap ada.
f. Dorongan Eksperimental
Beberapa organisasi melakukan desentralisasi untuk mendorong
eksperimental pada tingkatan lokal. Dengan menciptakan subunit-subunit yang
memiliki keterikatan yang longgar antara satu sama lain, eksperimen dapat
dilakukan dengan hasil yang terbatas pada sebagian kecil segmen dari
organisasi. Dengan cara ini, dampak yang merugikan dari suatu eksperimen
menjadi terbatas sementara dampak yang menguntungkan dapat diadopsi
kemudian oleh bagian lainnya.
2.3.2 Menetapkan Norma-Norma Keperilakuan
Anggaran dasar harus mengikuti pembagian aktivitas dengan menyatakan
norma-norma keperilakuan yang diharapkan oleh kantor pusat dari para manajer
subunit dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas ini. Norma-norma keperilakuan
yang paling penting adalah sosialisasi, spesialiasi, standarisasi, dan formalisasi.
Semua metode ini menyediakan suatu cara dengan mana kantor pusat dapat
mengkomunikasikan keinginan atau situasi strukturnya, sehingga keputusan dan
tindakan yang diambil oleh subunit sesuai dengan norma-norma perilaku yang
dapat diterima.
Pengendalian perilaku secara langsung atau melalui pengendalian terhadap
dasar-dasar pemikiran atas mana keputusan dibuat mengalahkan filosofi yang
mendorong manajer yang independen dan otonom. Melalui peninjauan bukti-bukti
empiris oleh Jennergen, sosialisasi, spesialiasi, standarisasi, dan formalisasi
merupakan cara tidak langsung untuk mengendalikan perilaku dan dengan
demikian memeprkenalkan desentralisasi.
Sosialisasi adalah proses melakukan orientasi terhadap anggota-anggota baru
mengenai norma-norma suatu organisasi. Sosialisasi mungkin merupakan teknik
terpenting yang digunakan untuk mengkomunikasikan perilaku yang dapat
diterima. Sosialisasi adalah cara yang paling efektif dalam mengkomunikasikan
nilai-nilai suatu organisasi, seperti kualitas atau layanan. Sosialisasi dapat
membantu desentralisasi jika kebebasan untuk membuat kesalahan dan mengambil
risiko ada dalam nilai-nilai yang didukung oleh suatu organisasi.
Spesialisasi mengacu pada jumlah keahlian khusus dan tingkat
profesionalisasi dalam suatu organisasi. Profesionalisasi sangat penting karena
12
penggunaan tenaga professional oleh suatu organisasi berarti sosialisasi dalam
norma-norma dari profesi mereka sebelum bergabung dengan suatu organisasi.
Selama nilai-nilai dari suatu organisasi tidak bertentangan dengan nilai-nilai
professional, peningkatan profesionalisasi akan memastikan bahwa perilaku
organisasi diatur oleh norma-norma yang dapat diterima dalam unit-unit yang
terdesentralisasi.
Standarisasi mengacu pada sejauh mana aturan-aturan standar berfungsi.
Penggunaan standar untuk mengkomunikasikan norma perilaku adalah konsisten
hanya jika standar semacam itu adalah luas dan tidak dapat menspesifikasikan hasil
yang aktual.
Formalisasi, atau tingkat sejauh mana terdapat peraturan, prosedur, dan
rutinitas tertulis merupakan teknik lain untuk mengkomunikasikan norma.
Ketergantungan yang ekstensif pada formalisasi kemungkinan besar akan
menghambat desentralisasi karena pedoman yang luas pada umumnya sulit untuk
diubah menjadi sekadar rutinitas. Desentralisasi dapat dipelihara hanya jika
pedoman tertulis bersifat luas dan tidak mencoba untuk mengendalikan perilaku
tertentu.
2.3.3 Klarifikasi Hubungan Antarunit
Anggaran dasar yang baik juga memberikan peraturan-peraturan dasar untuk
mengelola pertukaran antarunit. Pertukaran ini adalah perlu ketika subunit-subunit
saling bergantung satu sama lain untuk input atau output. Tingkat ketergantungan
bervariasi dari tinggi dalam perusahaan yang terintegrasi secara vertikal sampai
rendah dalam konglomerasi yang terdiversifikasi. Hal ini menciptakan kebutuhan
untuk mengelola hubungan antarunit tersebut dengan cara, baik unit individual
maupun organisasi dapat mencapai tujuannya. Desentralisasi meningkatkan bahaya
di mana subunit hanya memaksimalkan tujuannya sendiri dengan mengorbankan
organisasi dengan cara memungkinkan manajer subunit untuk bertindak secara
independen.
2.3.4 Pendekatan Kompetitif Versus Kolaboratif
Anggaran dasar untuk desentralisasi mencoba untuk mencegah peluang untuk
melakukan suboptimisasi ini. Anggaran dasar tersebut dapat menggunaka dua
pendekatan ekstrem untuk melakukannya. Pertama, pendekatan kompetitif,
mengandalkan pada mekanisme pasar yang menyubtitusi pasar internal yang fiktif
dengan pasar eksternal. Persaingan antar-subunit didukung dan harga transfer
13
internal menjalankan peran alokasi sumber daya dari sistem harga eksternal.
Pendekatan lainnya, yaitu pendekatan kolaboratif, menekankan pada keanggotaan
organisasional dan mendorong individu bekerja sebagai satu tim dengan
menggunakan aturan, penghargaan, dan nilai yang sesuai. Dalam praktiknya,
tidaklah mungkin bagi kebanyakan organisasi untuk menggunakan salah satu dari
kedua metode tersebut dalam bentuk murninya.
Organisasi mengatasi kegagalan pasar dengan cara mengurangi biaya-biaya
transaksi yang terjadi dalam setiap pertukaran pasar dengan kontrak-kontrak yang
didasarkan pada kepercayaan dan kolaborasi. Akan tetapi, subtitusi sepenuhnya
dengan kolaborasi tidaklah mungkin karena hal tersebut mengharuskan para
anggota organisasi untuk sepenuhnya mengesampingkan kepentingan-kepentingan
pribadi demi tujuan organisasi. Pendekatan konpetitif ditanamkan dalam nilai-nilai
dari perusahaan bebas dan pengaruh yang menguntungkan dari “tangan yang tidak
terlihat” (invisible hand).
2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pilihan
Suatu pendekatan pragmatis untuk mengembangkan anggaran dasar yang
terdesentralisasi mencoba untuk menggabungkan kedua pendekatan ini. Tugasnya
adalah menempatkan suatu organisasi pasa suatu kontinum yang ujung-ujungnya
adalah kompetisi dan kolaborasi. Ada empat faktor penting yang sebaiknya
dipertimbangkan oleh suatu organisasi dalam memutuskan ujung yang mana akan
dipilih pada kontinum kompetisi-kolaborasi tersebut. Faktor-faktor tersebut terdiri
atas:
a. Tersedianya Pasar Eksternal
Sikap kompetitif diantara subunit-subunit mungkin hanya jika ada pasar
eksternal untuk produk atau jasa yang diperdagangkan secara internal.
Tersedianya kompetisi aktif dipasar eksternal membuat kompetisi internal
menjadi lebih mungkin dan praktis.
Ada dua alasan mengapa jenis pasar eksternal yang dapat diperbandingkan
semacam ini sulit ditemukan dalam praktik. Pertama, sejumlah unit internal
diciptakan untuk kemudahan administratif. Hal ini menghasilkan unit-unit
yang secara teknologi tidak dapat dipisahkan, tetapi secara administratif
terpisah. Produk yang akan diperdagangkan dalam situasi seperti ini mungkin
tidak memiliki pasar eksternal karena produk tersebut merupakan hasil dari
“kecurangan administratif.” Kedua, pasar eksternal tidak dianggap aktif jika
14
pasar tersebut melibatkan pertukaran diantara sejumlah kecil pelaku pasar.
Disini, keputusan untuk melakukan internalisasi dibuat untuk menghindari
ketergantungan yang mungkin terjadi pada satu sumber pembeli atau penjual
tunggal. Dengan demikian, pendekatan kompetitif harus diubah ketika uni-unit
memiliki ketergantungan secara tekonologi atau ketika terdapat sedikit
pertukaran.
b. Saling Ketergantungan Yang Strategis
Faktor utama dalam memilih antara kompetisi dan kolaborasi merupakan
strategi bagi suatau organisasi. Bahkan, ketika produk-produknya secara teknis
independen, strategi suatu organisasi dapat membuat produk-produk tersebut
menjadi saling tergantung. Sebagai contoh, Hotel di Las Vegas pada umumnya
menawarkan empat produk terpisah secara teknologi: penginapan, makanan,
perjudian, dan hiburan. Secara strategis, suatu hotel dapat memilih untuk
menciptakan empat unit yang berdiri sendiri dan melakukan transfer pada
harga pasar. Atau, hotel tersebut dapat menciptakan empat pusat yang saling
tergantung dimana salah satu produk misalnya penginapan menjadi penghasil
laba sementara ketiga produk lainnya menjadi pendukung.
c. Ketidaklengkapan Harga
Pendekatan kompetitif membutuhkan mekanisme harga sebagai sinyal
dasar untuk mengatur pertukaran. Selama harga mencakup semua variabel
keputusan yang relevan, pendekatan kompetitif akan berhasil. Namun, harga
transfer internal jarang mencakup semua variabel keputusan yang relevan
dalam suatu pertukaran. Hal yang terutama sangat penting adalah perbedaan
kualitas, ketidakpastian, dan faktor-faktor eksternal.
Ketika terdapat perbedaan kualitas antarproduk, sulit untuk
membandingkan harga dari pemasok internal dengan pasar eksternal yang
menjadi referensi. Ketidakpastian mengenai sumber pasokan yang dapat
mengarahkan suatu organisasi untuk menginternalisasi seorang pemasok
mempunyai pengetahuan khusus merupakan situasi lain di mana harga akan
gagal untuk mencakup nilai penuh dari kontribusi seorang pemasok internal.
Hal ini disebabkan karena harga transfer internal merupakan pembayaran, baik
untuk produk maupun untuk pengurangan dalam ketidakpastian.
Ketidaklengkapan harga sebagai suatu sinyal berarti bahwa kompetisi antarunit

15
harus ditengahi dan dilengkapi dengan mekanisme kolaboratif yang dapat
mengakui semua variabel penting dalam pertukaran internal.
d. Tersedianya Opsi Untuk Keluar
Persyaratan yang penting bagi keberhasilan pendekatan kompetitif adalah
tersedianya opsi untuk keluar. Opsi untuk keluar memungkinkan seseorang
produsen internal yang tidak efisien diberikan sanksi dengan cara mengizinkan
pembeli menolak untuk membeli secara internal. Dari sudut pandang suatu
perusahaan tunggal, opsi untuk keluar dapat memecahkan masalah yang
dihadapi oleh unit pembeli, tetapi tidak melakukan apa-apa untuk
mengnangkap penurunan lebih lanjut dalam kualitas penjual. Dalam situasi
semacam ini, pendekatan kompetitif harus diperketat untuk memaksa baik
pihak pembeli maupun pihak penjual untuk meningkatkan kualitas internal.
Sebagai ringkasan, anggaran dasar memutuskan apakah subunit-subunit dalam
suatu perusahaan akan terutama bersifat kompetitif atau kolaboratif satu sama lain,
dengan faktor-faktor penentu yang menentukan keseimbangan relative diantara kedua
ekstrin tersebut.
2.3.6 Desentralisasi dan Harga Transfer
Mekanisme utama yang digunakan oleh organisasi untuk mengatur pertukaran
antar-subunit adalah mekanisme penentuan harga transfer (transfer pricing). Harga
transfer mendukung dan mendorong jenis-jenis perilaku tertentu dalam organisasi.
Karena anggaran dasar untuk desentralisasi bertujuan sama, maka terdapat suatu
keterikatan yang erat. Sistem penentu harga transfer dapat digunakan sebagai alat untuk
memaksakan perilaku yang diinginkan oleh anggaran dasar. Terdapat beberapa jenis
harga transfer , yaitu:
a. Harga pasar
Harga pasar digunakan ketika terdapat beberapa jenis pasar eksternal untuk
produk tersebut. Harga pasar mendorong perilaku yang kompetitif antar subunit
dan dapat menurunkan komitmen terhadap suatu organisasi karena harga pasar
memberikan kebebasan, baik pada divisi pembeli maupun divisi penjual untuk
melakukan transaksi secara eksternal.
b. Biaya plus
Biaya plus dapat berupa biaya penuh atau biaya variabel plus margin laba.
Kedua aturan ini dapat mendorong para pemasok internal untuk menjadi tidak
efisien dengan memungkinkan mereka untuk meneruskan biaya kepada divisi
16
pembeli. Jika biaya plus akan digunakan, maka, dari sudut pandang keprilakuan,
alternatif yang paling diinginkan adalah “biaya standar” yang dinaikkan dengan
margin laba yang dapat diterima bagi divisi penjual. Penggunaan biaya standar
untuk tujuan ini dapat diharapkan untuk mendorong manajer divisi penjual untuk
meminimalkan biaya aktualnya karena usaha-usaha pengendaliannya akan tampak
sebagai varian yang menguntungkan dalam laporan kinerja.
c. Biaya variabel
Biaya variabel mungkin optimal secara ekonomi karena biaya tersebut
mendekati biaya produksi marginal dalam jangka pendek. Akan tetapi, biaya
variabel secara motivasional tidak mendukung unit penjual karena biaya tersebut
tidak memungkinkan unit penjual untuk menunjukkan laba.
d. Harga transfer yang dinegosiasikan
Harga transfer yang dinegosiasikan akan mendorong keterampilan
bernegosiasi dengan mengorbankan produktifitas karena negosiator yang paling
baik dapat mengenal harga yang lebih tinggi. Menurut N.Dopouch dan R.Drake,
harga transfer yang dinegosiasikan merupakan “dasar yang tidak memuaskan bagi
evaluasi kinerja dari subunit karena harga tersebut sebenarnya mengimplikasikan
evaluasi terhadap kekuatan untuk melakukan negosiasi dibandingkan dengan
kinerja itu sendiri.
e. Harga yang diputuskan atau diperintahkan
Digunakan ketika dua subunit tidak mencapai kesepakatan mengenai harga
transfer yang memuaskan kedua belah pihal atau jika satu divisi menolak untuk
melakukan transaksi dengan divisi lain. Dalam kasusu semacam ini merupakan
praktik umum bagi manajemen puncak untuk menetukan suatu solusi yang tepat
guna menyelesaikan perselisihan ini. Ketika hal ini dilakukan, para manajer yang
terlibat tidak lagi mempunyai tanggung jawab penuh atas aktifitas dari divisi
mereka. Hal ini menimbulkan masalah-masalah keprilakuan langsung dalam hal
semangat dan motivasi. Hal itu juga berarti bahwa kinerja divisional dievaluasi,
para manajer tersebut akan tetap dianggap bertanggungjawab atas akibat dari
keputusan yang tidak mereka buat.
2.3.7 Harga Transfer dan Anggaran Dasar Desentralisasi
Dampak keprilakuan dari harga transfer menyarankan suatu penafsiran
kembali terhadap harga transfer sebagai mekanisme keprilakuan untuk mendukung
tingkat kompetisi atau kolaborasi antar subunit yang diinginkan oleh suatu organisasi.
17
Tabel dibawah ini menunjukkan suatu kaitan yang mungkin diantara kelima lokasi yang
terdapat pada kontinum kompetisi-kolaborasi dan jenis harga transfer yang paling sesuai
untuk mendukung keputusan ini. Kelima lokasi tersebut adalah murni bersifat anjuran
dan hanya mencerminkan suatu perpindahan di sepanjang kontinum ini.
Tabel 2.1 Mengaitkan Harga Transfer Dengan Anggaran Dasar Untuk Desentralisasi
Jenis Penentuan Harga Transfer yang
Jenis Perilaku yang Diinginkan
Diperlukan
1. Tingkat kompetisi dan saling 1. Harga kompetitif berbasis pasar
ketergantungan yang tinggi antar unit. digunakan sebagai ukuran dari efisiensi
ekonomi.
2. Tingkat kompetisi menengah antar 2. Harga berbasis pasar digunakan sebagai
unit. Kolaborasi dibutuhkan pada batasan untuk mengukur elemen-elemen
variabel-variabel yang tidak dicakup umum antara harga internal dengan harga
oleh harga. eksternal. Perbedaan antara harga internal
dengan harga eksternal akan digunakan
sebagai suatu sinyal “varians” untuk
investigasi lebih lanjut.
3. Kebutuhan yang setara, baik untuk 3. Harga transfer yang dinegosiasikan
kompetisi maupun untuk kolaborasi. untuk memberikan suatu cara untuk
melakukan pemecahan masalah secara
bersama-sama.
4. Kolaborasi yang lebih besar 4. Harga transfer yag ditentukan untuk
dibandingkan dengan kompetisi antar menyatukan pihak-pihak dan menunjukkan
unit. kepada mereka kebutuhan untuk
berkolaborasi.
5. Kolaborasi yang erat dan sedikit 5. Harga transfer yang diperintahkan untuk
kompetisi. menggabungkan unit-unit yang terpisah.

Bagian ini menyatakan bahwa elemen utama dari desentralisasi adalah kebutuhan
untuk mengembangkan anggaran dasar yang sesuai. Anggaran dasar yang semacam itu
harus memutuskan aktivitas dan keputusan manakah yang akan dibuat oleh kantor pusat
dan manakah yang akan didelegasikan kepadaunit-unit individual; menyediakan norma
perilaku yang sesuai untuk diikuti oleh unit-unit dalam melaksanakan aktifitas yang

18
ditugaskan; dan menetapkan apakah pertukaran antar unit akan diatur terutama oleh
aturan-aturan kompetisi atau kolaborasi.

2.4 Evaluasi Kinerja


Kebanyakan penulis menganggap “keselarasan tujuan” antara manajemen punck
dengan manajemen terdesentralisasi sebagai tujuan utama dari evaluasi kinerja
terdesentralisasi. Atribut-atribut dari ukuran-ukuran kinerja yang kemungkinan besar
akan mengarah pada keselarasan tujuan adalah:
a. Kemampuan Untuk Mengendalikan/ Kontrolablilitas (Controllability)
Dianggap dinginkan karena kontrolabilitas mengeluarkan aspek-aspek kinerja
yang tidak dapat dikendalikan oleh seorang manajer dari pengukuran. Dengan
demikian, dikatakan bahwa tidak sesuai bagi unit-unit manufaktur untuk dianggap
bertanggungjawab atas tindakan-tindakan yang berasal dari unit penjualan dan
sebaliknya.
b. Kelengkapan
Kelengkapan Mengacu pada tingkat sejauh mana suatu ukuran dapat
mencakup semua dimensi kinerja yang relevan. Sebagai contoh, ukuran, seperti
biaya atau laba standar mungkin tidak mencakup usaha-usaha suatu unit untuk
meningkatkan pangsa pasar.
c. Pemisahan Aktivitas dan Evaluasi Manajerial
Atribut ini dirancang untuk membedakan daya tarik ekonomi dari suatu
aktivitas dengan cara aktivitas tersebut dikelola. Sebagai contoh, profitabilitas dari
suatu bank atau cabang department store terutama dapat merupakan fungsi dari
lokasinya dibandingkan dengan manajemennya.
Akan tetapi, dalam situasi praktis, pedoman-pedoman normatif ini mungkin
terbatas penggunaannya dalam menetapkan kriteria evaluasi di suatu organisasi
terdesentraliasi. Adanya usaha-usaha gabungan dan ketidakpastian lingkungan
membuatnya menjadi sulit untuk menemukan ukuran-ukuran kinerja terdesentralisasi.
Namun, pertanyaan yang lebih penting adalah apakah berguna untuk melanjutkan usaha
guna mencari atribut-atribut ini sampai sejauh yang dimungkinkan oleh batasan
gabungan dan ketidakpastian. Bagi desentralisasi yang efektif, ukuran-ukuran kinerja
harus mendorong, baik itu usaha yang independen, maupun kerja sama tim. Agar hal
tersebut dapat terjadi, ketiga atribut ini juga perlu ada dalam ukuran-ukuran kinerja,
yaitu:
19
a. Memfokuskan perhatian manajer pada variabel-variabel penting
Suatu fungsi dari ukuran kinerja adalah bahwa ukuran-ukuran tersebut
mengarahkan tindakan di bidang-bidang yang kemungkinan akan diabaikan dengan
memfokuskan perhatian pada bisang-bidang tersebut. kontribusi terbesar dari
ukuran-ukuran semacam itu bukanlah “akurasinya”, melainkan bahwa ukuran-
ukuran tersebut membuat manajer menyadari penggunaan dari asset manusia yang
langka dalam organisasi. Kemampuan ukuran-ukuran ini memfokuskan perhatian
pada variable-variabel yang penting yang mungkin merupakan argument terpenting
terhadap penggunaan ukuran kinerja tunggal. Popularitas dari ukuran semacam ini
cenderung mendorong perilaku yang disfungsional dengan cara mendukung
tindakan-tindakan yang independen dan terpusat pada diri sendiri oleh subunit-
subunit. Multiukuran, bahkan jika beberapa diantaranya kurang memiliki
karakteristik dari pengukuran yang ideal, mungkin lebih berguna untuk
memfokuskan perhatian pada variabel-variabel yang benar.
b. Memberikan pedoman-pedoman tindakan spesifik yang memberikan hasil
yang diinginkan
Perilaku-perilaku yang membimbing ke arah yang diinginkan dapat dicapai
jika ukuran-ukuran kinerja dapat menghubungkan tindakan dengan hasil.
Organisasi mencerminkan hasil-hasil yang diinginkan dalam bentuk ukuran, yang
kemudian menjadi fokus dari tindakan organisasional. Secara umum, semakin
rumit hubungan antara tindakan dan ukuran-yaitu, semakin rendah korelasi anatra
suatu ukuran dan hasil yang diwakilinya- semakin sulit untuk mengaitkan tindakan
yang diinginkan dengan hasil.
c. Meningkatkan persepsi keadilan untuk risiko-risiko yang dihadapi bersama
Meningkatkan persepsi atas keadilan mungkin merupakan salah satu astribut
terpenting dan tersulit dari ukuran kinerja. Tetapi, merupakan suatu kebutuhan jika
desentralisasi ingin berhasil. Hal ini disebabkan karena desentralisasi yang efektif
membutuhkan penghargaan bukan untuk melaksanakan tindakan tertentu, tapi
untuk berbagi risiko. Dengan adanya ketidakpastian dan asimetri informasi, tidak
mungkin untuk memisahkan peristiwa yang dapat dikendalikan dari peristiwa yang
tidak dapat dikendalikan. Satu-satunya kemungkinan adalah merancang suatu
skema berbagi risiko yang adil antara manajemen puncak dengan manajemen yang
terdesentralisasi.

20
Pada umumnya, ukuran-ukuran yang lebih mudah untuk dipahami dan secara
konsisten diterapkan kemungkinan besar akan menghasilkan perasaan keadilan
yang lebih besar. Kemampuan untuk memahami baik kekuatan maupun kelemahan
dari suatu ukuran memelihara keyakinan mereka, karena baik penilai maupun orang
yang dinilai mulai dengan dasar informasi yang umum. Hal ini paling tidak, telah
menghilangkan ketidakpastian mengenai suatu informasi yang digunakan oleh
masing-masing pihak.

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Suatu organisasi dikatakan terdesentralisasi apabila sejauh keputusan itu
didelegasikan oleh manajemen puncak kepada tingkatan wewenang eksekutif yang lebih
rendah. Filosofi manajemen yang mencoba untuk mendorong pemikiran dan tindakan
manajer yang independen tanpa mengorbankan kebutuhan organisaional. Dengan
demikian, desentralisasi merupakan penyeimbangan antara independensi dari manajer
dengan kebutuhan sebagai pemain tim. Desentralisasi juga adalah komitmen filosofis dari
pihak organisasi.
Lingkungan baik secara langsung maupun melalui pilihan strategis mengarah kepada
desentralisasi. Kesulitan dalam membuat model mengenai dampak lingkungan terhadap
desentralisasi adalah kurangnya kesepakatan mengenai apa yang menyusun lingkungan
suatu organisasi. Lingkungan suatu organisasi dapat dibagi menjadi dua subkelompok,
yaitu “lingkungan tugas” dan “komunitas”. Pada umumnya, semakin tinggi tingkat
konflik dan perubahan dalam lingkungan tugas, semakin besar kebutuhan suatu
organisasi untuk mengembangkan kapabilitas pemrosesan informasi khusus,
mengembangkan kemampuan untuk memberi respon dengan cepat, dan mendorong
perilaku yang mau mengambil resiko dan inovatif dari pihak anggota-anggotanya.
Elemen utama dari desentralisasi adalah kebutuhan untuk mengembangkan anggaran
dasar yang sesuai. Anggaran dasar yang semacam itu harus memutuskan aktivitas dan
keputusan manakah yang akan dibuat oleh kantor pusat dan manakah yang akan
didelegasikan kepada unit-unit individual; menyediakan norma perilaku yang sesuai
untuk diikuti oleh unit-unit dalam melaksanakan aktifitas yang ditugaskan; dan
menetapkan apakah pertukaran antar unit akan diatur terutama oleh aturan-aturan
kompetisi atau kolaborasi.
Demi mencapai desentralisasi yang efektif, gagasan tradisional mengenai keselarasan
tujuan mungkin tidak cukup memadai. Demikian pula, atribut-atribut kelengkapan,
kontrolabilitas, serta pemisahan aktivitas dan evaluasi manajer mungkin sulit untuk
dicapai karena sifat produk gabungan dari kinerja organisasional dan ketidakpastian.
Ketiga atribut alternatif, yaitu memfokuskan perhatian, perilaku-perilaku yang
membimbing, dan peningkatan persepsi keadilan, dianjurkan sebagai dasar-dasar
alternatif untuk memilih ukuran kinerja yang terdesentralisasi.
22
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arfan Ikhsan. 2010. Akuntansi Keperilakuan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat

23

Anda mungkin juga menyukai