Anda di halaman 1dari 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber – Sumber Pembiayaan


Sumber pembiayaan pembangunan merupakan pengalokasian dana yang digunakan
untuk pembangunan kegiatan ekonomi, sosial, fisik, dll. Sumber pembiayaan menurut
jenisnya dibedakan menjadi dua, yaitu: sumber pembiayaan konvensional dan sumber
pembiayaan non konvensional. Sumber pembiayaan konvensional diperoleh dari pemerintah,
yaitu dari anggaran pemerintah seperti APBN/APBD, pajak, retribusi. Sedangkan sumber
pembiayaan non-konvensional diperoleh dari gabungan dana pemerintah, swasta, dan
masyarakat. Misalnya: zakat, dana pensiun, tabungan masyarakat

Grafik 1. Diagram Sumber - Sumber Pembiayaan.

Sumber-sumber pembiayaan suatu proyek bergantung pada jenis proyek yang akan
direalisasikan. Berikut sumber-sumber dana yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam
merealisasikan proyek pada kawasan pengembangan ekonomi terpadu.

2.1.1 Pembiayaan Konvensional


Sumber pembiayaan konvensional adalah sumber pembiayaan yang berasal dari
pendapatan negara/daerah, contohnya seperti menggunakan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Pajak,
Retribusi, dll

Sumber pembiayaan konvensional adalah sumber-sumber penerimaan yang


diperoleh oleh pemerintah (pembiayaan publik). Secara umum sumber-sumber
penerimaan pemerintah dikelompokkan menjadi dua (Mangkoesoebroto, 2001), yaitu:

1. Sumber penerimaan yang berasal dari bukan pajak, misalnya penerimaan


pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah dari dalam maupun luar
negeri, retribusi, laba BUMN/BUMD, penerimaan lelang, dll
2. Sumber penerimaan yang berasal dari pajak, misalnya Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, dan pajak-pajak daerah.

Macam – macam sumber pembiayaan konvensional sebagai berikut :

1. PAJAK : Pajak merupakan suatu kewajiban bagi warga negara untuk membayar
dalam rangka pembangunan oleh pemerintah. Telah dibahas dalam bab
sebelumnya, infrastruktur termasuk dalam kategori Public Goods sehingga
bersifat non rivalry dan non excludability.sehingga semua warga negara berhak
mendapatkannya.
2. RETRIBUSI : Pengertian Retribusi Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengertian retribusi
daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan.
3. DANA PERIMBANGAN : UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 10 menyatakan bahwa
yang menjadi sumber - sumber pembiayaan untuk pembangunan daerah
(capital investment) antara lain berasal dari PAD dan Dana Perimbangan yang
diterima oleh daerah-daerah dari pemerintah pusat. Dana Perimbangan itu
sendiri terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Alokasi
Khusus (DAK).

2.1.1.1 Struktur Anggaran Dana Pusat


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1
Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN
setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. APBN merupakan wujud
pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang.
Struktur APBN yang sekarang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia secara garis
besar adalah sebagai berikut:

a. Pendapatan Negara dan Hibah


b. Belanja Negara
c. Keseimbangan Primer
d. Surplus/Defisit Anggaran
e. Pembiayaan

Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara saat ini adalah:

1. Belanja Negara. Belanja terdiri atas dua jenis:


a. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang
dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas
pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi:
Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga
Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial
(termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
b. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah,
untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang
bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
i. Dana Bagi Hasil
ii. Dana Alokasi Umum
iii. Dana Alokasi Khusus
iv. Dana Otonomi Khusus
2. Pembiayaan. Pembiayaan meliputi:
a. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi,
Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
b. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
i. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program
dan Pinjaman Proyek.
ii. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh
Tempo dan Moratorium.

2.1.1.2 Struktur Anggaran Dana Daerah


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD
meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember. Ada punAPBD terdiri atas:
1. Anggaran Pendapatan , terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-
lain.
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran Belanja , yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
pemerintahan di daerah. 3. Pembiayaan , yaitu setiap penerimaan yang
perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun
anggaran berikutnya.
2.1.2 Pembiayaan Non-Konvesional
Sumber pembiayaan non konvensional adalah sumber pembiayaan pembangunan
daerah yang berasal dari mekanisme bukan anggaran pemerintah. Sumber pembiayaan
dapat berasal dari pemerintah (public), swasta termasuk di dalamnya masyarakat
(private), dan pemerintah-swasta (public - private). Bila dilihat dari kategori instrumen
sumber penerimaan dapat dibedakan menjadi 3 yakni pembiayaan melalui pendapatan
(revenue financing), pembiayaan melalui hutang (debt financing), dan pembiayaan
melalui kekayaan (equity financing).

Sumber pembiayaan melalui pendapatan yang dilakukan oleh swasta (private


revenue financing) dapat dibedakan menjadi 2 jenis yakni :

a. Biaya dampak pembangunan (development impact fees)


Biaya dampak pembangunan adalah suatu biaya yang dikarenakan akibat suatu
pembangunan baru dan merupakan salah satu cara untuk mengurangi beban biaya
penyediaan sarana dan prasarana bagi pembangunan baru (Nelson, 1988:3).
b. Biaya sambungan (connection fees)
Biaya sambungan merupakan pungutan yang dikenakan oleh perusahaan jasa
pelayanan kepada individu misalnya air bersih, telepon. Tujuannya yaitu untuk
menutupi biaya yang timbul akibat adanya tambahan konsumen dalam jaringan yang
sudah ada.

Sedangkan, sumber pembiayaan melalui hutang yang dilakukan oleh swasta (Privat
Debt Financing) dapat berbentuk Development Exactions. Development Exactions
dikenakan pada developer dalam rangka pembangunan prasarana di dalam lingkungan
area pembangunan, sebagai salah satu syarat sebelum pembangunan itu dimulai.

Bila dilihat dari sumber pembiayaan melalui kekayaan (equity financing) dapat
diklasifikasikan menjadi 5 jenis yakni :

1. Usaha patungan (join venture)


Joint venture merupakan kerjasama antara swasta dan pemerintah dimana
masingmasing pihak mempunyai posisi yang seimbang dalam perusahaan yang
bersangkutan. Tujuan utama kerjasama ini adalah untuk memadukan keunggulan
yang dimiliki oleh sektor swasta dengan keunggulan yang dimiliki oleh sektor
pemerintah.
2. BOT (Build, Operation and Transfer)
Build, operation, transfer atau bangun, guna dan serah merupakan bentuk konsesi
dengan pengertian swasta membangun, mengoperasikan dan memperoleh
pendapatan dari suatu fasilitas selama jangka waktu tertentu yang disepakati.
Selama masa konsesi, fasilitas atau infrastruktur yang dibangun dan dioperasikan
diserahkan kepada pemerintah.
3. BOO (Build Own Operate)
Investror akan membangun proyek di atas tanah miliki pemerintah daerah, setelah
selesai, proyek langsung dihibahkan kepada pemerintah daerah dan investor dapat
mengoperasikan bangunan tersebut dalam jangka waktu tertentu.perusahaan
swasta tetap memiliki hak terhadap terhadap proyek tersebut setelah masa konsesi.
Perusahaan swasta kemudian dapat mengalihkan pengoperasian fasilitas
infrastruktur kepada perusahaan lain atau terus mengoperasikannya sendiri.
4. Sewa (Leasing)
Dalam pola ini, pemerintah menyewakan fasiltas untuk dioperasikan oleh swasta
dengan fee tertentu. Swasta tentunya menanggung resiko komersial dan resiko
lainnya yang mungkin terjadi. Tanggung jawab pemerintah adalah pada asset-aset
tetap dan membayar utang jangka panjang untuk proyek terkait. Fasilitas tersebut
akan dikembalikan lagi kepada pemerintah setelah batas waktu perjanjian berakhir.
5. Konsesi
Swasta diperbolehkan mengambil alih seluruh kontrol perusahan (sumber daya)
dengan membeli seluruh aset pemerintah. Pola ini menguntungkan bagi pemerintah
dikarenakan pemerintah tidak mengeluarkan biaya lebih untuk menyediakan suatu
bangunan tertentu.
Proyek pembangunan Jalan Tol Pemalang - Batang ini menggunakan sumber pembiayaan
melalui kekayaan yaitu melalui BOT (Build, Operate, Transfer).

2.3 Prosedur Investasi

Bagan 1. Prosedur Investasi Jalan Tol.

Sumber : Badan Pengatur Jalan Tol – Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

pada bagan prosedur diatas dijelaskan bahwa prosedur dalam investasi jalan tol antara lain yaitu :
 Tahap 1 : Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan Badan usaha
serta pemenuhan persyaratan terhadap perusahaan Jalan Tol setelah pemasukan dokumen
penawaran. pada Tahap ini badan usaha yang lolos akan melanjutkan ke Proses Lelang. ini
dilakukan sebelum dilakukan nya proses lelang.
 Tahap 2 : Proses Lelang
 Tahap 3 : Keputusan Penetapan Pemenang Proses Lelang
 Tahap 4 : Penyiapan Perusahaan Jalan Tol
 Tahap 5 : Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol
 Tahap 6 : Perjanjian Kredit Bank

dimana tahap 1 hingga tahap 3 dilaksanakan selama 14 bulan dan tahap 4 – 6 selama 4 hingga 6
bulan.

2.4 Skema Investasi

Bagan 2. Skema Investasi Jalan Tol

Sumber : Badan Pengatur Jalan Tol – Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

2.5 Kriteria Penilaian Investasi


Analisis kriteria investasi merupakan hasil perhitungan kriteria investasi yang merupakan
indikator dari modal yang diinvestasikan, yaitu perbandingan antara total benefit yang
diterima dengan total biaya yang dikeluarkan dalam bentuk present value selama umur
ekonomis. Hasil perhitungan kriteria investasi dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam mengambil keputusan penanaman modal. Kriteria investasi yang dapat digunakan:
NPV, IRR, Net B/C dan PR. Keputusan yang timbul dari hasil analisis: menerima atau menolak,
memilih satu atau beberapa proyek, atau menetapkan skala prioritas dari proyek yang layak.
2.3.1 Net Present Value (NPV)
Net Present Value atau biasa dikenal dengan NPV merupakan selisih antara
pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan sosial
opportunity cost of capital sebagai diskon faktor, atau dengan kata lain merupakan arus
kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskonkan pada saat ini.
Dengan kata lain NPV merupakan selisih antara present value dari investasi dengan nilai
sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang, tingkat
bunga yang relevan juga perlu ditentukan untuk menghitung nilai sekarang. Selain itu
untuk menghitung NPV juga diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya
operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan manfaat/benefit dari proyek yang
direncanakan. Rumus yang gunakan unuk mendapatkan nilai NPV adalah sebagai berikut:

Keterangan:

 Bt = Manfaat pada tahun t


 Ct = Biaya pada tahun t
 i = Tingkat suku bunga
 n = Umur ekonomis proyek
 t = Waktu

Dengan Kriteria NPV :

 NPV > 0 (nol) → usaha/proyek layak (feasible) untuk dilaksanakan.


 NPV < 0 (nol) → usaha/proyek tidak layak (feasible) untuk dilaksanakan.

2.3.2 Internal Rate Return (IRR)


Internal rate of return (IRR) atau sering juga disebut secara singkat sebagai rate of return
merupakan suatu indeks keuntungan (profit ability index) yang telah dipergunakan secara
luas dalam analisis investasi proyek industri. IRR juga dapat didefinisikan sebagai suatu
interest rate yang membuat nilai sekarang dari aliran kas proyek industri menuju nol.
Dengan demikian IRR merupakan suatu interst rate yang membuat nilai NPV sama
dengan nol.

Keterangan:

 i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif


 i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif
 NPV1 = NPV yang bernilai positif
 NPV2 = NPV yang bernilai negatif

Indikator untuk menilai IRR adalah sebagai berikut:

 Jika IRR > tingkat discount rate yang berlaku, maka proyek layak untuk
dilaksanakan.
 Jika IRR < tingkat discount rate yang berlaku, maka proyek tidak layak untuk
dilaksanakan.

2.3.3 Net Benefit Cost Ratio (BCR)


Net B/C adalah perbandingan antara jumlah NPV positif dengan jumlah NPV
negatif. Net B/C ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat manfaat (benefit) yang kita
peroleh dari biaya (cost) yang kita keluarkan. Apabila net B/C > 1, maka proyek atau
gagasan usaha yang akan didirikan layak untuk dilaksanakan. Demikian pula sebaliknya,
apabila net B/C < 1, maka proyek atau gagasan usaha yang akan didirikan tidak layak
untuk dilaksanakan. Berikut merupakan rumus dari Net B/C.
𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑵𝒆𝒕 𝑩𝒆𝒏𝒆𝒇𝒊𝒕
𝑩𝑪𝑹 =
𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑵𝑷𝑽
Indikator untuk menilai Net B/C adalah sebagai berikut:

 Jika Net B/C > 1, maka proyek layak untuk dilaksanakan.


 Jika Net B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

2.3.4 Payback Period


Payback period digunakan untuk dapat melihat seberapa lama investasi bisa
kembali. Semakin pendek jangka waktu kembalinya investsi, semakin baik suatu investasi
untuk dijalankan. Kelemahan dari metode payback period adalah tidak
memperhitungkannya nilai waktu uang dan tidak memperhitungkan aliran kas sesudah
periode payback. Berikut merupakan cara penghitungan dari payback period.

𝒂−𝒃
𝑷𝒂𝒚𝒃𝒂𝒄𝒌 𝑷𝒆𝒓𝒊𝒐𝒅 = 𝒏 + 𝒙 𝟏 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏
𝒄−𝒃
Keterangan

 n : Tahun terakhir dimana jumlah arus kas masih belum menutup investasi
mula - mula
 a : Jumlah investasi mula-mula
 b : Jumlah investasi arus kas pada tahun ke-n
 c : jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke-n + 1

Anda mungkin juga menyukai