Anda di halaman 1dari 30

Tektonika lempeng -

Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia
bebas
https://id.wikipedia.org/wi
ki/Tektonika_lempengTekt
onika lempeng
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas

Lempeng-lempeng tektonik di bumi barulah dipetakan


pada paruh kedua abad ke-20.
Tectonics plates (preserved surfaces)
Teori tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate
Tectonics) adalah teori dalam bidang geologi yang
dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap
adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang
dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup
dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang
lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-
20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan
pada tahun 1960-an.
Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua
lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri
atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku
dan padat. Di bawah lapisan litosfer
terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa
mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan
dalam skala waktu geologis yang sangat lama
karenaviskositas dan kekuatan geser (shear strength)
yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah
astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi.
Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin,
melainkan tekanan yang tinggi.
Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng
tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh
lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang
lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di
atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan
yang lainnya di batas-batas lempeng,
baik divergen (menjauh), konvergen(bertumbukan),
ataupun transform (menyamping). Gempa
bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan
pembentukan palung samudera semuanya umumnya
terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan
lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50–100 mm/a.[1]
[sembunyikan]
Daftar isi
 1Perkembangan Teori
 2Prinsip-prinsip Utama
 3Jenis-jenis Batas Lempeng
 4Kekuatan Penggerak Pergerakan Lempeng
o 4.1Gaya Gesek

o 4.2Gravitasi

o 4.3Gaya dari luar

o 4.4Signifikansi relatif masing-masing

mekanisme
 5Lempeng-lempeng utama
 6Referensi

Perkembangan TeoriSunting
Peta dengan detail yang menunjukkan lempeng-
lempeng tektonik dan arah vektor gerakannya
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog
berasumsi bahwa kenampakan-kenampakan utama
bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan kenampakan
geologis seperti pegunungan bisa dijelaskan dengan
pergerakan vertikal kerak seperti dijelaskan dalam teori
geosinklin. Sejak tahun 1596, telah diamati
bahwa pantai Samudera Atlantik yang berhadap-
hadapan antara
benua Afrika dan Eropa dengan Amerika
Utara dan Amerika Selatanmemiliki kemiripan bentuk
dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan ini
akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi
dari paparan benua di sana.[2] Sejak saat itu banyak
teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal ini, tetapi
semuanya menemui jalan buntu karena asumsi bahwa
bumi adalah sepenuhnya padat menyulitkan penemuan
penjelasan yang sesuai.[3]
Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada
tahun 1896 mendorong pengkajian ulang umur
bumi,[4]karena sebelumnya perkiraan didapatkan dari
laju pendinginannya dan dengan asumsi permukaan
bumi beradiasi seperti benda hitam.[5] Dari perhitungan
tersebut dapat disimpulkan bahwa bahkan jika pada
awalnya bumi adalah sebuah benda yang merah-pijar,
suhu Bumi akan menurun menjadi seperti sekarang
dalam beberapa puluh juta tahun. Dengan adanya
sumber panas yang baru ditemukan ini maka para
ilmuwan menganggap masuk akal bahwa Bumi
sebenarnya jauh lebih tua dan intinya masih cukup
panas untuk berada dalam keadaan cair.
Teori Tektonik Lempeng berasal dari
Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift) yang
dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912.[6] dan
dikembangkan lagi dalam bukunya The Origin of
Continents and Oceans yang diterbitkan pada tahun
1915. Ia mengemukakan bahwa benua-benua yang
sekarang ada dulu adalah satu kesatuan yang bergerak
menjauh sehingga melepaskan benua-benua tersebut
dari inti bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang
bermassa jenis rendah yang mengambang di atas
lautan basal yang lebih padat.[7][8] Namun, tanpa adanya
bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang
dilibatkan, teori ini dipinggirkan. Mungkin saja bumi
memiliki kerak yang padat dan inti yang cair, tetapi
tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-
bagian kerak tersebut dapat bergerak-gerak. Di
kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan
geolog Inggris Arthur Holmes tahun 1920 bahwa tautan
bagian-bagian kerak ini kemungkinan ada di bawah laut.
Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di dalam
mantel bumi adalah kekuatan penggeraknya.[3][9][10]
Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang
mengalami pergerakan didapatkan dari penemuan
perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan
yang berbeda usianya. Penemuan ini dinyatakan
pertama kali pada sebuah simposium di Tasmania tahun
1956. Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke
dalam teori ekspansi bumi,[11] namun selanjutnya justeru
lebih mengarah ke pengembangan teori tektonik
lempeng yang menjelaskan pemekaran (spreading)
sebagai konsekuensi pergerakan vertikal (upwelling)
batuan, tetapi menghindarkan keharusan adanya bumi
yang ukurannya terus membesar atau berekspansi
(expanding earth) dengan memasukkan zona
subduksi/hunjaman (subduction zone), dan sesar
translasi (translation fault). Pada waktu itulah teori
tektonik lempeng berubah dari sebuah teori yang radikal
menjadi teori yang umum dipakai dan kemudian diterima
secara luas di kalangan ilmuwan. Penelitian lebih lanjut
tentang hubungan antara seafloor spreading dan
balikan medan magnet bumi (geomagnetic reversal)
oleh geolog Harry Hammond Hess dan oseanograf Ron
G. Mason[12][13][14][15] menunjukkan dengan tepat
mekanisme yang menjelaskan pergerakan vertikal
batuan yang baru.
Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi
yang ditunjukkan dengan lajur-lajur sejajar yang simetris
dengan magnetisasi yang sama di dasar laut pada
kedua sisi mid-oceanic ridge, tektonik lempeng menjadi
diterima secara luas. Kemajuan pesat dalam teknik
pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar zona
Wadati-Benioff dan beragam observasi geologis lainnya
tak lama kemudian mengukuhkan tektonik lempeng
sebagai teori yang memiliki kemampuan yang luar biasa
dalam segi penjelasan dan prediksi.
Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah
cabang geologi kelautan yang berkembang pesat pada
tahun 1960-an memegang peranan penting dalam
pengembangan teori ini. Sejalan dengan itu, teori
tektonik lempeng juga dikembangkan pada akhir 1960-
an dan telah diterima secara cukup universal di semua
disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui dunia ilmu
bumi dengan memberi penjelasan bagi berbagai macam
fenomena geologis dan juga implikasinya di dalam
bidang lain seperti paleogeografi dan paleobiologi.
Prinsip-prinsip UtamaSunting
Bagian lapisan luar, interior bumi dibagi menjadi lapisan
litosfer dan lapisan astenosfer berdasarkan perbedaan
mekanis dan cara terjadinya perpindahan panas.
Llitosfer lebih dingin dan kaku, sedangkan astenosfer
lebih panas dan secara mekanik lemah. Selain itu,
litosfer kehilangan panasnya melalui proses konduksi,
sedangkan astenosfer juga memindahkan panas
melalui konveksi dan memiliki gradien suhu yang hampir
adiabatik. Pembagian ini sangat berbeda dengan
pembagian bumi secara kimia menjadi inti, mantel, dan
kerak. Litosfer sendiri mencakup kerak dan juga
sebagian dari mantel.
Suatu bagian mantel bisa saja menjadi bagian dari
litosfer atau astenosfer pada waktu yang berbeda,
tergantung dari suhu, tekanan, dan kekuatan gesernya.
Prinsip kunci tektonik lempengan adalah bahwa litosfer
terpisah menjadi lempengan-lempengan tektonik yang
berbeda-beda. Lempengan ini bergerak menumpang di
atas astenosfer yang
mempunyai viskoelastisitas sehingga bersifat seperti
fluida. Pergerakan lempengan bisa mencapai 10–
40 mm/a (secepat pertumbuhan kuku jari) seperti di Mid-
Atlantic Ridge, ataupun bisa mencapai 160 mm/a
(secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng
Nazca.[16][17]
Lempeng-lempeng ini tebalnya sekitar 100 km dan
terdiri atas mantel litosferik yang di atasnya dilapisi
dengan hamparan salah satu dari dua jenis material
kerak.
Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering
disebut dengan "sima", gabungan
dari silikon dan magnesium.
Yang kedua adalah kerak benua yang sering disebut
"sial", gabungan dari silikon dan aluminium.
Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan di
mana kerak benua memiliki ketebalan yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan kerak samudera. Ketebalan
kerak benua mencapai 30–50 km sedangkan kerak
samudera hanya 5–10 km.
Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas
lempeng (plate boundary), yaitu daerah di mana
aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa
bumi dan pembentukan kenampakan topografis
seperti gunung, gunung berapi, dan palung samudera.
Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di
atas batas lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific
Ring of Fire) di Lempeng Pasifik yang paling aktif dan
dikenal luas.
Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau
samudera, tetapi biasanya satu lempeng terdiri atas
keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua
itu sendiri dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan
Hindia.
Perbedaan antara kerak benua dengan kerak samudera
ialah berdasarkan kepadatan material pembentuknya.
 Kerak samudera lebih padat daripada kerak benua
dikarenakan perbedaan perbandingan jumlah
berbagai elemen, khususnya silikon.
 Kerak benua lebih padat karena komposisinya yang
mengandung lebih sedikit silikon dan lebih banyak
materi yang berat. Dalam hal ini, kerak samudera
dikatakan lebih
bersifat mafik ketimbang felsik.[18] Maka, kerak
samudera umumnya berada di bawah permukaan laut
seperti sebagian besar Lempeng Pasifik, sedangkan
kerak benua timbul ke atas permukaan laut, mengikuti
sebuah prinsip yang dikenal dengan isostasi.

Jenis-jenis Batas LempengSunting

Tiga jenis batas lempeng (plate boundary).

Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara


lempengan tersebut bergerak relatif terhadap satu sama
lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan dengan
fenomena yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas
lempeng tersebut adalah:
1. Batas transform (transform boundaries) terjadi
jika lempeng bergerak dan mengalami gesekan
satu sama lain secara menyamping di sepanjang
sesar transform (transform fault). Gerakan relatif
kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang
berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral
(ke kanan di sisi yang berlawanan dengan
pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar
San Andreas di California.
2. Batas divergen/konstruktif
(divergent/constructive boundaries) terjadi
ketika dua lempeng bergerak menjauh satu sama
lain. Mid-oceanic ridge dan zona retakan (rifting)
yang aktif adalah contoh batas divergen
3. Batas konvergen/destruktif
(convergent/destructive boundaries) terjadi jika
dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain
sehingga membentuk zona subduksijika salah satu
lempeng bergerak di bawah yang lain, atau
tabrakan benua (continental collision) jika kedua
lempeng mengandung kerak benua. Palung laut
yang dalam biasanya berada di zona subduksi, di
mana potongan lempeng yang terhunjam
mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung
air), sehingga kandungan air ini dilepaskan saat
pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan
menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan
aktivitas vulkanik. Contoh kasus ini dapat kita lihat
diPegunungan Andes di Amerika
Selatan dan busur pulau Jepang (Japanese island
arc). Batas konvergen dibagi kembali menjadi tiga,
yaitu:
1. Bila 2 lempeng samudra yang saling mendeka
t, lempeng yang satu akan menghunjam keba
wah lempeng yang lain membentuk busur kep
ulauan.
2. Bila lempeng benua dan lempeng samudra ya
ng saling mendekat, maka lempeng samudran
ya akan menghunjam kebawah lempeng benu
a, membentuk pegunungan uplift seperti Ande
s.
3. Bila 2 lempeng benua yang saling mendekat, t
erjadilah peristiwa tumbukan (collision), memb
entuk pegunungan lipatan seperti Himalaya.
Selain 3 jenis batas lempeng diatas, terdapat
juga plate boundary zone, dimana interaksi antar
lempengnya belum diketahui. Dan pada
umumnya, plate boundary zonemelibatkan paling
tidak 2 lempeng besar dan
beberapa microplate yang bergerak dengan cukup
rumit, sehingga pada daerah terse but terdapat fitur
geologi yang kompleks dan pola gempa bumi.
Contoh dari plate boundary zone adalah daerah
Mediterranean-Alpine yang merupakan batas
antara lempeng Eurasia dan Afrika, dimana
terdapat kenampakan subduksi, kolisi,
dan transform fault.

Kekuatan Penggerak Pergerakan


LempengSunting
Pergerakan lempeng tektonik bisa terjadi karena
kepadatan relatif litosfer samudera dan karakter
astenosfer yang relatif lemah. Pelepasan panas dari
mantel telah didapati sebagai sumber asli dari energi
yang menggerakkan lempeng tektonik. Pandangan yang
disetujui sekarang, meskipun masih cukup
diperdebatkan, adalah bahwa kelebihan kepadatan
litosfer samudera yang membuatnya menyusup ke
bawah di zona subduksi adalah sumber terkuat
pergerakan lempengan.
Pada waktu pembentukannya di mid ocean ridge,
litosfer samudera pada mulanya memiliki kepadatan
yang lebih rendah dari astenosfer di sekitarnya, tetapi
kepadatan ini meningkat seiring dengan penuaan
karena terjadinya pendinginan dan penebalan.
Besarnya kepadatan litosfer yang lama relatif terhadap
astenosfer di bawahnya memungkinkan terjadinya
penyusupan ke mantel yang dalam di zona subduksi
sehingga menjadi sumber sebagian besar kekuatan
penggerak-pergerakan lempengan. Kelemahan
astenosfer memungkinkan lempengan untuk bergerak
secara mudah menuju ke arah zona
subduksi [19] Meskipun subduksi dipercaya sebagai
kekuatan terkuat penggerak-pergerakan lempengan,
masih ada gaya penggerak lain yang dibuktikan dengan
adanya lempengan seperti lempengan Amerika Utara,
juga lempengan Eurasia yang bergerak tetapi tidak
mengalami subduksi di manapun. Sumber penggerak ini
masih menjadi topik penelitian intensif dan diskusi di
kalangan ilmuwan ilmu bumi.
Pencitraan dua dan tiga dimensi interior bumi (tomografi
seismik) menunjukkan adanya distribusi kepadatan yang
heterogen secara lateral di seluruh mantel. Variasi
dalam kepadatan ini bisa bersifat material (dari kimia
batuan), mineral (dari variasi struktur mineral), atau
termal (melalui ekspansi dan kontraksi termal dari energi
panas). Manifestasi dari keheterogenan kepadatan
secara lateral adalah konveksi mantel dari gaya apung
(buoyancy forces) [20] Bagaimana konveksi mantel
berhubungan secara langsung dan tidak dengan
pergerakan planet masih menjadi bidang yang sedang
dipelajari dan dibincangkan dalam geodinamika.
Dengan satu atau lain cara, energi ini harus dipindahkan
ke litosfer supaya lempeng tektonik bisa bergerak. Ada
dua jenis gaya yang utama dalam pengaruhnya ke
pergerakan planet, yaitu friksi dan gravitasi.
Gaya GesekSunting
Basal drag
Arus konveksi berskala besar di mantel atas
disalurkan melalui astenosfer, sehingga pergerakan
didorong oleh gesekan antara astenosfer dan
litosfer.
Slab suction
Arus konveksi lokal memberikan tarikan ke bawah
pada lempeng di zona subduksi di palung
samudera. Penyerotan lempengan (slab suction) ini
bisa terjadi dalam kondisi geodinamik di mana
tarikan basal terus bekerja pada lempeng ini pada
saat ia masuk ke dalam mantel, meskipun
sebetulnya tarikan lebih banyak bekerja pada kedua
sisi lempengan, atas dan bawah
GravitasiSunting
Runtuhan gravitasi: Pergerakan lempeng terjadi
karena lebih tingginya lempeng di oceanic ridge.
Litosfer samudera yang dingin menjadi lebih padat
daripada mantel panas yang merupakan
sumbernya, maka dengan ketebalan yang semakin
meningkat lempeng ini tenggelam ke dalam mantel
untuk mengkompensasikan beratnya, menghasilkan
sedikit inklinasi lateral proporsional dengan jarak
dari sumbu ini. :Dalam teks-teks geologi pada
pendidikan dasar, proses ini sering disebut sebagai
sebuah doronga. Namun, sebenarnya sebutan
yang lebih tepat adalah runtuhan karena topografi
sebuah lempeng bisa jadi sangat berbeda-beda
dan topografi pematang (ridge) yang melakukan
pemekaran hanyalah fitur yang paling dominan.
Sebagai contoh, pembengkakan litosfer sebelum ia
turun ke bawah lempeng yang bersebelahan
menghasilkan kenampakan yang bisa
memengaruhi topografi. Lalu, mantel plume yang
menekan sisi bawah lempeng tektonik bisa juga
mengubah topografi dasar samudera.
Slab-pull (tarikan lempengan)
Pergerakan lempeng sebagian disebabkan juga
oleh berat lempeng yang dingin dan padat yang
turun ke mantel di palung samudera.[21] Ada bukti
yang cukup banyak bahwa konveksi juga terjadi di
mantel dengan skala cukup besar. Pergerakan ke
atas materi di mid-oceanic ridge mungkin sekali
adalah bagian dari konveksi ini. Beberapa model
awal Tektonik Lempeng menggambarkan bahwa
lempeng-lempeng ini menumpang di atas sel-sel
seperti ban berjalan.
Namun, kebanyakan ilmuwan sekarang
percaya bahwa astenosfer tidaklah cukup kuat
untuk secara langsung menyebabkan pergerakan
oleh gesekan gaya-gaya itu. Slab pull sendiri
sangat mungkin menjadi gaya terbesar yang
bekerja pada lempeng. Model yang lebih baru juga
memberi peranan yang penting pada penyerotan
(suction) di palung, tetapi lempengan
seperti Lempeng Amerika Utara tidak mengalami
subduksi di manapun juga, tetapi juga mengalami
pergerakan seperti juga Lempeng Afrika, Eurasia,
dan Antarktika. Kekuatan penggerak utama untuk
pergerakan lempengan dan sumber energinya itu
sendiri masih menjadi bahan riset yang sedang
berlangsung
Gaya dari luarSunting
Dalam studi yang dipublikasikan pada edisi
Januari-Februari 2006 dari buletin Geological
Society of America Bulletin, sebuah tim
ilmuwan dari Italia dan Amerika Serikat
berpendapat bahwa komponen lempeng yang
mengarah ke barat berasal dari rotasi Bumi
dan gesekan pasang bulan yang
mengikutinya. Mereka berkata karena Bumi
berputar ke timur di bawah bulan, gravitasi
bulan meskipun sangat kecil menarik lapisan
permukaan bumi kembali ke barat.
Beberapa orang juga mengemukakan ide
kontroversial bahwa hasil ini mungkin juga
menjelaskan mengapa Venus dan Mars tidak
memiliki lempeng tektonik, yaitu karena
ketiadaan bulan di Venus dan kecilnya ukuran
bulan Mars untuk memberi efek seperti
pasang di bumi.[22]
Pemikiran ini sendiri sebetulnya tidaklah baru.
Hal ini sendiri aslinya dikemukakan oleh bapak
dari hipotesis ini sendiri, Alfred Wegener, dan
kemudian ditentang fisikawan Harold
Jeffreys yang menghitung bahwa besarnya
gaya gesek oasang yang diperlukan akan
dengan cepat membawa rotasi bumi untuk
berhenti sejak waktu lama.
Banyak lempeng juga bergerak ke utara dan
barat, bahkan banyaknya pergerakan ke barat
dasar Samudera Pasifik adalah jika dilihat dari
sudut pandang pusat pemekaran (spreading)
di Samudera Pasifik yang mengarah ke timur.
Dikatakan juga bahwa relatif dengan mantel
bawah, ada sedikit komponen yang mengarah
ke barat pada pergerakan semua lempeng
Signifikansi relatif masing-masing
mekanismeSunting

Pergerakan lempeng berdasar pada data


satelit GPS NASAJPL. Vektor di sini
menunjukkan arah dan magnitudo gerakan.
Vektor yang sebenarnya pada pergerakan
sebuah planet harusnya menjadi fungsi semua
gaya yang bekerja pada lempeng itu. Namun,
masalahnya adalah seberapa besar setiap
proses ambil bagian dalam pergerakan setiap
lempeng Keragaman kondisi geodinamik dan
sifat setiap lempeng seharusnya menghasilkan
perbedaan dalam seberapa proses-proses
tersebut secara aktif menggerakkan lempeng.
satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah
dengan melihat laju di mana setiap lempeng
bergerak dan mempertimbangkan bukti yang
ada untuk setiap kekuatan penggerak dari
lempeng ini sejauh mungkin.
Salah satu hubungan terpenting yang
ditemukan adalah bahwa lempeng litosferik
yang lengket pada lempeng yang tersubduksi
bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng
yang tidak. Misalnya, Lempeng Pasifik
dikelilingi zona subduksi (Ring of Fire)
sehingga bergerak jauh lebih cepat daripada
lempeng di Atlantik yang lengket pada benua
yang berdekatan dan bukan lempeng
tersubduksi. Maka, gaya yang berhubungkan
dengan lempeng yang bergerak ke bawah
(slab pull dan slab suction) adalah kekuatan
penggerak yang menentukan pergerakan
lempeng kecuali untuk lempeng yang tidak
disubduksikan. Walau bagaimanapun juga,
kekuatan penggerak pergerakan lempeng itu
sendiri masih menjadi bahan perdebatan dan
riset para ilmuwan

Lempeng-lempeng
utamaSunting

Peta lempeng-lempeng tektonik


Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:
 Lempeng Afrika, meliputi Afrika - Lempeng
benua
 Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika -

Lempeng benua
 Lempeng Australia,

meliputi Australia (tergabung


dengan Lempeng India antara 50 sampai 55
juta tahun yang lalu)- Lempeng benua
 Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa -

Lempeng benua
 Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika

Utara dan Siberia timur laut - Lempeng


benua
 Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika

Selatan - Lempeng benua


 Lempeng Pasifik, meliputi Samudera

Pasifik - Lempeng samudera


Lempeng-lempeng penting lain yang lebih
kecil mencakup Lempeng India, Lempeng
Arabia, Lempeng Karibia,Lempeng Juan de
Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng
Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng
Scotia.
Pergerakan lempeng telah menyebabkan
pembentukan dan pemecahan benua seiring
berjalannya waktu, termasuk juga
pembentukan superkontinen yang mencakup
hampir semua atau semua benua.
Superkontinen Rodinia diperkirakan terbentuk
1 miliar tahun yang lalu dan mencakup hampir
semua atau semua benua di Bumi dan
terpecah menjadi delapan benua sekitar 600
juta tahun yang lalu. Delapan benua ini
selanjutnya tersusun kembali menjadi
superkontinen lain yang disebut Pangaea yang
pada akhirnya juga terpecah
menjadi Laurasia (yang menjadi Amerika
Utara dan Eurasia), dan Gondwana (yang
menjadi benua sisanya)
Lempeng
Bumi di
Indonesia
Posted: Saturday, March 10, 2012 by Ciloty
BrotherHoodz Community in
Labels: Umum
Comments (2)
Indonesia merupakan daerah pertemuan 3
lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-
Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng
Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng
Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan
Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara
Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi
pertemuan lempeng ini akumulasi energi
tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana
lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan
tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa
bumi. Pelepasan energi sesaat ini menimbulkan
berbagai dampak terhadap bangunan karena
percepatan gelombang seismik, tsunami,
longsor, dan liquefaction. Besarnya dampak
gempa bumi terhadap bangunan bergantung
pada beberapa hal; diantaranya adalah skala
gempa, jarak epicenter, mekanisme sumber,
jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan
kualitas bangunan.

Peristiwa tektonik yang cukup aktif, selain


menimbulkan gempa dan tsunami, juga
membawa berkah dengan terbentuknya banyak
cekungan sedimen (sedimentary basin).
Cekungan ini mengakomodasikan sedimen yang
selanjutnya menjadi batuan induk maupun
batuan reservoir hydrocarbon. Kadungan minyak
dan gas alam inilah yang kini banyak kita
tambang dan menjadi tulang punggung
perekonomian kita sehingga tahun 1990-an.

Peta Tektonik
dan Gunung Berapi di Indonesia. Garis biru
melambangkan batas antar lempeng tektonik,
dan segitiga merah melambangkan kumpulan
gunung berapi. Sumber: MSN Encarta
Encyclopedia

Indonesia, juga merupakan negara yang secara


geologis memiliki posisi yang unik karena berada
pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia
Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di
bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian
Timur laut. Hal ini mengakibatkan Indonesia
mempunyai tatanan tektonik yang komplek dari
arah zona tumbukan yaitu Fore arc, Volcanic arc
dan Back arc. Fore arc merupakan daerah yang
berbatasan langsung dengan zona tumbukan
atau sering di sebut sebagai zona aktif akibat
patahan yang biasa terdapat di darat maupun di
laut. Pada daerah ini material batuan penyusun
utama lingkungan ini juga sangat spesifik serta
mengandung potensi sumberdaya alam dari
bahan tambang yang cukup besar. Volcanic arc
merupakan jalur pegunungan aktif di Indonesia
yang memiliki topografi khas dengan
sumberdaya alam yang khas juga. Back arc
merupakan bagian paling belakang dari
rangkaian busur tektonik yang relatif paling
stabil dengan topografi yang hampir seragam
berfungsi sebagai tempat sedimentasi. Semua
daerah tersebut memiliki kekhasan dan keunikan
yang jarang ditemui di daerah lain, baik
keanegaragaman hayatinya maupun
keanekaragaman geologinya.
Indonesia merupakan negara yang secara
geologis memiliki posisi yang unik karena berada
pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia
Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di
bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian
Timur laut. Lempeng Indo-Australia bertabrakan
dengan lempeng Eurasia di lepas pantai
Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan
dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara.
Hal ini mengakibatkan Indonesia mempunyai
tatanan tektonik yang komplek dari arah zona
tumbukan yaitu Fore arc, Volcanic arc dan Back
arc. Fore arc merupakan daerah yang berbatasan
langsung dengan zona tumbukan atau sering di
sebut sebagai zona aktif akibat patahan yang
biasa terdapat di darat maupun di laut. Pada
daerah ini material batuan penyusun utama
lingkungan ini juga sangat spesifik serta
mengandung potensi sumber daya alam dari
bahan tambang yang cukup besar.
sumber

Perkataan bumi yang padat dan tenang


sebenarnya salah, didalam bumi ada
beberapa lempengan dunia yang terus
bergerak saling menyeimbangkan satu
sama lain. Dalam proses
penyeimbangan ini menyebabkan
terjadinya pergesekan yang
mengakibatkan gempa TEKTONIK.
Sedangkah akibat adanya aktifitas
tektonik ini akan dapat memicu gunung
api aktif bereaksi untuk
menyeimbangkan juga yang nantinya
akan menyebabkan gempa VULKANIK.

Bisa kalian lihat sendiri garis yang


berwarna kuning di atas adalah
lempengan dunia yang terus bergerak
dan bergesekan untuk mencari
keseimbangan dan tanpa disengaja
lempengan ini tepat berada di wilayah
Indonesia dan sebagian Jepang. Maka
dari itu yang sering mengalami gempa
dan tsunami sebenarnya adalah
Indonesia dan Jepang inilah awal mula
teorinya mengapa sering terjadi gempa
di Indonesia.
Disini lebih jelas lagi dimana kalian bisa
melihat dengan jelas letak lempengan
dan gunung api aktif yang berada
diwilayah sekitar lempengan, memang
harus diakui bahwa Indonesia adalah
daerah rawan gempa tektonik dan
vulkanik, sayangnya tidak ada alat
prediksi yang sangat akurat kapan dan
dimana gempa akan terjadi, tentunya di
sepanjang lempengan itu adalah daerah
yang rawan gempa.

Lalu mengapa terjadi tsunami dan


kadang tidak terjadi tsunami? tsunami
yang kita kenal dengan sebutan lain
“pembunuh yang sangat
diam / Silent killer” karena memang
gejala awalnya sangat kecil. Tsunami
terjadi apabila terjadi pergesekan
lempengan didasar laut yang dapat
memicunya. Misalnya: Terjadi patahan
akibat penyeimbangan lempeng maka
gejala awal yang terjadi adalah gempa
tektonik, terkadang akibat
penyeimbangan ini salah satu lempeng
akan masuk dan salah satu lempeng
akan keluar ke permukaan sehingga
menyebabkan air akan mencari
keseimbangan juga, perlu di ketahui zat
cair seperti air akan selalu mencari
tempat terendah dan menyesuaikan
dataran permukaannya karena di
pengaruhi oleh medan grafitasi bumi.
Contoh mudahnya masukkan tangan
kalian ke dalam bak mandi lalu
hentakkan tangan kalian ke atas maka
air akan beriak bergerak mencari
keseimbangan, dalam hal ini gelombang
dalam skala besar ini yang disebut
sebagai tsunami.
Bagaimana mengidentifikasi akan
terjadi tsunami? ada beberapa cara
yaitu:
 Lihat posisi gempa, jika terjadi
dipermukaan laut maka akan lebih
berisiko terjadi tsunami.
 Lihat kekuatan gempa semakin besar
maka kemungkinan terjadi tsunami
pun akan semakin besar, Namun ini
tidak mutlak.
 Terjadinya surut air laut yang
mendadak setelah gempa.
 Hewan bertingkah aneh, sebenarnya ini
belum terbukti namun banyak yang
mengemukakan perihal teori ini.
Bagaimana menyelamatkan diri waktu
terjadi tsunami? ada baiknya setelah
gempa terjadi segeralah menuju ke
daerah yang lebih tinggi misalnya
perbukitan atau gunung terdekat ini
untuk mewaspadai terjadinya tsunami,
apabila dalam 1-6 jam tidak terjadi
tsunami maka boleh kembali ke tempat
masing-masing.
Bagaimana mengatasi kerugian material
akibat gempa ini? Seperti kita ketahui
gempa selalu (walaupun tidak mutlak)
memakan korban jiwa dan material.
Untuk mengatasi kerugian material
sebenarnya kita bisa membangun
rumah anti gempa, Mahal? tentu saja
harganya beda dari rumah biasa.
Rumah kayu adalah salah satu
bangunan yang terbukti paling kuat dan
tahan terhadap gempa. Alasannya
karena rumah kamu memiliki fondasi
yang bisa mengikuti pergerakan tanah.
Sebenarnya rumah tembok pun bisa, di
Jepang sendiri struktur rumah dan
bangunan mereka dibuat agar tahan
gempa karena mereka sadar daerah
Jepang rawan gempa. Tentunya
Indonesia perlu belajar ke Jepang jika
ingin mengurangi kerugian material
akibat gempa.
Semoga artikel ini berguna untuk
dipahami dan memberikan penjelasan
ilmiah mengapa terjadi gempa dan
tsunami di Indonesia.
Lempeng Bumi di Indonesia
http://ciloty-
brotherhoodz.blogspot.co.id/2012/03/lempeng-
bumi-di-indonesia.html

STUDI KASUS LAINNYA


http://www.unhas.ac.id/fisika/sngeof-
mks2014/Prosiding/14.%20G14-
RA10%20Hal%20040%20-
%20043%20%5BSetiawan%20Kaharuddin,%2
0Muh%20Altin%20Massinai,%20Lantu%5D.pd
f
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/1
23456789/5825/1/Fauzi-
FST_NoRestriction.pdf YANG DI PADANG
2009

Anda mungkin juga menyukai