Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”.

Penulis mengartikan berdasarakan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni segala sesuatu yang berada dalam

wilayah Indonesia harus sesuai dengan hukum (norma) yang berlaku, sehingga

harus tunduk dan patuh terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Unsur-unsur

terpenting dalam negara hukum ada empat. 1 Salah satu unsur dalam negara

hukum yaitu pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajban harus

berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan. Pokok pembahasan

penulisan skripsi ini adalah pemerintah dalam melaksakanan tugas dan

wewenang tunduk dan patuh kepada undang-undang yang juga disebut asas

legalitas.

Asas legalitas menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat

warga negara harus didasarkan pada undang-undang. Asas legalitas ini

merupakan prinsip negara hukum yang sering dirumuskan dengan ungkapan

“het beginsel van wetmatigheid van bestuur” yakni prinsip keabsahan

1
Menurut Prof. Dr. Sri Soemantri M. Unsur-unsur terpenting dalam negara hukum ada empat
yaitu:1.Bahwa pemerintah dalam melaksakan tugas dan kewajiban harus berdasar atas hukum atau
perturan perundang-undangan; 2. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara);
3. Adanya kekuasaan dalam negara; 3. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (reshterlijke
controle). (lihat Prof.Dr. Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung:
Penerbit Alumni, 1992 ).
2

pemerintah.2 Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis berpendapat tidak hanya

tindakan pemerintah yang harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang ada, akan tetapi berlaku juga bagi setiap orang atau badan hukum

melakukan tindakan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan

maupun penetapan atau kebijakan pemerintah yang bersifat mengikat seperti

putusan Mahkamah Agung dalam Peradilan Tata Usaha Negara.

Pasal 8 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun

2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyebutkan:

(1) Setiap Keputusan dan/atau Tindakan harus ditetapkan dan/atau


dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
berwenang.
(2) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menggunakan
Wewenang wajib berdasarkan:
a. Peraturan perundang-undangan; dan
b. AUPB.
(3) Pejabat Administrasi Pemerintahan dilarang menyalahgunakan
Kewenangan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan
dan/atau Tindakan.

Pasal 9 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun

2014 tentang Admistrasi Pemerintahan menyebutkan:

(1) Setiap Keputusan dan/atau Tindakan wajib berdasarkan ketentuan


peraturan perundang-undangan dan AUPB.
(2) Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
Kewenangan; dan
b. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dalam
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau
Tindakan.
(3) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau
melakukan Keputusan dan/atau Tindakan wajib mencantumkan atau

2
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Wali Pers, Revsi ke 6, 2011,
hlm.91.
3

menunjukkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang


menjadi dasar Kewenangan dan dasar dalam menetapkan dan/atau
melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
(4) Ketiadaan atau ketidakjelasan peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak menghalangi
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang untuk
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan
sepanjang memberikan kemanfaatan umum dan sesuai dengan
AUPB.

Berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 30

Tahun 2014 tentang Admistrasi Pemerintahan, wewenang hukum publik adalah

wewenang untuk menimbulkan akibat hukum yang sifatnya hukum

publik,seperti mengeluarkan aturan-aturan, mengambil keputusan atau

menetapkan suatu rencana dengan akibat-akibat hukum.3 Kewenangan membuat

keputusan publik hanya dapat diperoleh dengan dua cara yaitu dengan atribusi

atau delegasi.4

Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 50 menyebutkan:

(1) Menteri berwenang memberikan HP-3 wilayah perairan pesisir lintas


provinsi dan Kawasan Strategis Nasional Tertentu
(2) Gubernur berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir
sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah
laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan, dan Perairan Pesisir
lintas kabupaten/kota,
(3) Bupati/walikota berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan
Pesisir 1/3 (satu pertiga) dari wilayah kewenangan provisinsi.

3
Wiratno, Pengantar Hukum Admistrasi Negara , Jakarta: Penerbit Universitas trisakti, 2016,
hlm.101.
4
Ibid. Hlm.119.
4

Perubahan Pasal 50 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007

Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan:

(1) Menteri berwenang memberikan dan mencabut Izin Lokasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) di wilayah Perairan
Pesisir dan pulau-pulau kecil lintas provinsi, Kawasan Strategis
Nasional, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Kawasan
Konservasi Nasional.
(2) Gubernur berwenang memberikan dan mencabut Izin Lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) di wilayah Perairan
Pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan kewenangannya.
(3) Bupati/wali kota berwenang memberikan dan mencabut Izin Lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) di wilayah Perairan
Pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan kewenangannya.

Berdasarkan pemaparan undang-undang diatas sesuai dengan asas

posterrior derogat legi periori peraturan yang digunakan yakni Pasal 50

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 50 Ayat (1) menyebutkan “Menteri

berwenang memberikan dan mencabut Izin Lokasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 19 ayat (1) di wilayah Perairan Pesisir dan pulau-pulau kecil lintas provinsi,

Kawasan Strategis Nasional, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan

Kawasan Konservasi Nasional”. Pasal 16 Ayat (1) menyebutkan Setiap Orang

yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian Perairan Pesisir dan

pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki Izin

Lokasi. Pasal 19 Ayat (1) menyebutkan “Setiap Orang yang melakukan


5

pemanfaatan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil untuk

kegiatan: a. produksi garam; b. biofarmakologi laut; c. bioteknologi laut; d.

pemanfaatan air laut selain energi; e. wisata bahari; f. pemasangan pipa dan

kabel bawah laut; dan/atau g. pengangkatan benda muatan kapal tenggelam,

wajib memiliki Izin Pengelolaan”. Pasal 1 Angka 10 menyebutkan “Kawasan

Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan yang terkait dengan kedaulatan

negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang

pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional”.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2008 Tentang

Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak,

Cianjur Pasal 1 Angka 4 menyebutkan Kawasan Strategis Nasional adalah

wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh

sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan

keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk

wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. Pasal 1 Angka 5

menyebutkan “ Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak,

Cianjur, yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Jabodetabekpunjur, adalah

kawasan strategis nasional yang meliputi seluruh wilayah Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta, sebagian wilayah Provinsi Jawa Barat, dan sebagian

wilayah Provinsi Banten”. Jika membaca Pasal 50 Ayat (1) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil dan Penjelasan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Pasal 1 Angka 4
6

dan 5 tersebut sudah jelas dikatakan kewenangan mengeluarkan dan mencabut

izin lokasi reklamasi dikeluarkan oleh menteri karena Jakarta termasuk dalam

kawsan strategis nasional. Pengertian kawasan strategis nasional tertentu (KSNT)

dalam Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

23/Permen-Kp/2016 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan

Pulau-Pulau Kecil sama dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007

Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Kawasan Laut

adalah Kawasan Strategis Nasional, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan

Kawasan Antar wilayah. Kawasan Strategis Nasional Tertentu, yang selanjutnya

disebut dengan KSNT, adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara,

pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang

pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang

Reklamasi Di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Pasal 16 juga menyebutkan:

(1) Untuk memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi,


Pemerintah, pemerintah daerah dan setiap orang wajib terlebih dahulu
mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota.
(2) Menteri memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada
Kawasan Strategis Nasional Tertentu, kegiatan reklamasi lintas
provinsi, dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola
oleh Pemerintah.
(3) Pemberian izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan
Strategis Nasional Tertentu dan kegiatan reklamasi lintas provinsi
sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) diberikan setelah mendapat
pertimbangan dari bupati/walikota dan gubernur.
(4) Gubernur dan bupati/walikota memberikan izin lokasi dan izin
pelaksanaan reklamasi dalam wilayah sesuai dengan kewenangannya
7

dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh


pemerintah daerah
Mengenai penerbitan izin Pasal 16 Ayat (2) menyebutkan “Menteri

memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan Strategi

Nasional Tertentu, kegiatan lintas provinsi, dan kegiatan reklamasi di pelabuhan

perikanan yang dikelola oleh pemerintah”.

Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 Pasal 4 yang menyebutkan,

“wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantura berada pada Gubernur kepala

daerah Khusus Ibuka Jakarta”. Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 inilah

Pasal 4 yang menjadi dasar mengeluakan Izin pengelolaan reklamasi pantai

utara, tetapi Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1945 Tentang Reklamasi

Pantai Utara Pasal 4 tersebut sudah digantikan dengan Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi Di Wilayah

Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Pasal 32 ayat (1) ketentuan peralihan juga menyebutkan “Permohonan

izin lokasi reklamasi dan izin pelaksanaan yang diajukan sebelum ditetapkannya

Peraturan Presiden ini diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini”. Pasal 32

ayat (2) juga menyebutkan “Izin lokasi reklamasi dan izin pelaksanaan reklamasi

yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini dinyatakan

tetap berlaku sampai dengan jangka waktu izin berakhir”. Dengan demikian

sesuai dengan asas lex posterior derogat legi periori (peraturan perundang-
8

undangan yang lama digantikan dengan undang-undang yang baru sudah tidak

dipakai lagi.

Penulis menemukan fakta hukum berupa Keputusan Gubernur Nomor

2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G

Kepada PT Muara Wisesa Samudra yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah

Gubernur DKI Jakarta. Keluarnya Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun

2014 inilah yang kemudian menjadi pangkal persoalan hukum. Reklamasi

tersebut tidak hanya memberikan suatu penafsiran persoalan yang berhak

mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi saja, tetapi juga berdampak terhadap

pencemaran laut dan berkurangnya mata pencarian nelayan. Nelayan disekitar

reklamasi mengajukan suatu gugatan terhadap keputusan gubernur untuk

dicabutnya izin pelaksanan reklamasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Isi

pokok gugatan atau petitum putusan Nomor : 193/G/LH/2015/PTUN-JKT

adalah menyatakan batal atau tidak sah dan Mewajibkan Tergugat untuk

mencabut Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Nomor 2238 Tahun 2014 Tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau

G Kepada PT Muara Wisesa Samudra tertanggal 23 Desember 2014.

Pemaparan diatas penulis melihat adanya suatu fakta dan permasalahan

hukum yang terjadi. Permasalahan hukum yang kemudian ingin penulis teliti

yakni memfokuskan terhadap kewenangan izin pelaksaan reklamasi pantai utara

yang seharusnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan pertanggung

jawaban pemerintah terhadap akibat hukum yang ditimbulkan hak dari pihak

tergugat intervensi yang mendapatkan izin oleh Gubernur Jakarta tehadap hasil
9

putusan Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam penelitan ini penulis juga

menemukan bahwa Gubernur melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan

hirarki perundang-undangan. Sehingga dari penelitian karya ilmiah ini ada suatu

pemecahan permasalah hukum yang dihasilkan. Peniliti ingin memberikan suatu

sumbangsih pemikiran yang real bagi penulis khususnya dan pembaca pada

umumnya. Karena sarjana belum bisa dikatakan sarjana apabila tidak

mempunyai suatu tulisan karya ilmiah ‘skripsi’.

Penulisan dalam hal ini bermaksud untuk membahas lebih lanjut

tentang permasalahan tersebut. Adapun judul usulan penelitian skripsi yang

penulis ingin teliti yaitu “IZIN PELAKSANAAN REKLAMASI PANTAI

UTARA JAKARTA BERDASARKANPASAL 50 UNDANG-UNDANG

NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-

UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN

WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL (STUDI PUTUSAN

NOMOR : 193/G/LH/2015/PTUN-JKT)”.

B. Rumusan Masalah

Menurut latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Apakah Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian

Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra

yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta sudah sesuai dengan

kewenangan Gubernur?
10

2. Apakah konsekuensi yuridis pertanggungjawaban pemerintah terhadap

hasil putusan Nomor : 193/G/LH/2015/PTUN-JKT PTUN kepada pihak

yang mendapatkan izin pengelolaan reklamasi pantai utara dalam hal ini

PT Muara Wisesa Samudra ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan dari penelitian ini adalah penulis ingin meneliti tentang

Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian

Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa

Samudra yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta sudah sesuai

dengan kewenangan Gubernur.

b. Dan untuk membahas konsekuensi yuridis Pertanggungjawaban

Pemerintah terhadap hasil putusan Nomor : 193/G/LH/2015/PTUN-

JKT PTUN kepada pihak yang mendapatkan izin pengelolaan

reklamasi pantai utara tersebut dalam hal ini PT Muara Wisesa

Samudra.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan maksud memiliki kegunaan praktis.

Adapun kegunaan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat membangun ilmu hukum, khusunya

Hukum Administrasi Negara. Sehingga fakta-fakta yang ada di

dalam praktek hukum adminstrasi sesuai dengan peratuan


11

perundang-undangan yang berlaku dan doktrin-doktrin yang

mencakup dalam bidang hukum admistrasi negara. Mengenai

kewenangan mengeluarkan izin reklamasi dan pengelolaan pantai

utara jakarta.

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan kepada

lembaga-lembaga negara. Khususnya kepada lembaga eskekutif

pemerintah daerah untuk memperhatian kewenangan yang dibuat

dalam hal mengeluarkan suatu keputusan (beschikking). Sehingga

dalam memberikan suatu keputusan sudah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

D. Metode Penelitian

Metode penelitan merupakan suatu ilmu ataupun studi yang berhubungan

dengan penelitian, sedangkan penelitian menunjukkan kegiatan pelaksanaan

penelitian. 5 Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan

ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian

bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran secara sistematis,

metodologis, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa

dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.6 Penelitian ini

adalah penelitian dibidang ilmu hukum.

5
Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi teori dan Aplikasi, Jakarta, PT.Raja
Grafindo Persada, 2001,hlm.7-8.
6
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Jakarta: Rajawali Pers, 2006,hlm.1.
12

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan

pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisanya. Hal-hal tersebut merupakan pemahaman-pemahaman yang

diberikan oleh masyarakat, terhadap gejala yang dinamakan hukum, yang

kemudian dijadikan suatu pegangan.7 Penelitian ini memakai metode penelitian

terdiri dari :

1. Metode Penelitian Hukum

Metode penelitian ini menggunakan yuridis normatif karna

penelitian melihat dan mengkaji dari pada asas-asas, kaidah-kaidah atau

peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan. Penelitian

yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara

mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-

literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.8 Penelitian

ini dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum sekunder yang sudah

siap pakai. 9 Selain itu penelitian ini juga meneliti asas-asas hukum

positif yang tertulis didalam perundang-undangan. Sehingga penelitian

ini menggunakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum

normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau

7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan III, Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press), hlm. 43.
8
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
Jakarta: rajawali Pers, 2001,hlm.13-14.
9
Hotma P. Sibuea Dan Heryberthus sukartono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit
Krakatauw Book, 2009, hlm. 81.
13

cara yang dipergunakan didalam penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.10

2. Metode Pendekatan

Pendekatan penelitian adalah cara mengadakan penelitian. 11

Sesuai dengan jenis penelitiannya yakni penelitian hukum normatif

(Yuridis Normatif), maka dapat digunakan lebih dari satu pendekatan.12

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kasus (case appoach) dan pendekatan Undang-Undang (statute

approach). Pendekatan kasus atau case approach adalah suatu

pendekatan dalam penelitian yuridis normatif yang bertujuan untuk

memperjelas penerapan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang

dilakukan dalam praktek hukum. 13 Sedangkan statute approach atau

pendekatan perundang-undangan adalah suatu pendekatan dalam

penelitian yuridis normatif yang akan menggunakan sebagai aturan

hukum menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.14 Dalam

metode pendekatan perundang-undangan peneliti perlu memahami

hirarki, dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan.15

3. Metode Pengumpulan Data

10
Ibid, hlm.13-14.
11
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta,
2002, hlm. 23.
12
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia
publishing, 2012, hlm. 23.
13
Ibid, hlm. 303.
14
Ibid, hlm. 305.
15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2005, hlm. 96.
14

Metode pengumpulan data Penelitian ini menggunakan

pengumpulan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh

dari studi kepustakaan dengan literatur, buku-buku, perturan perundang-

undangan yang terkait, hasil penelitian (skripsi, tesis, dan disertasi) yang

berhubungan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini. Data

sekunder memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan dipergunakan

sebagai landasan teori untuk menganalisis permasalahan yang ada. Alat

pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi

kepustakaan, sumber data diperoleh dari :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

yakni :

1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik

Indonesia 1945.

2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang

Adminitrasi Negara.

3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.


15

6) Perpres 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

7) Perpres Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang

Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi,

Puncak, Cianjur.

8) Kepres Nomor 52 Tahun 1995 Tentang Reklamasi Pantai

Utara Jakarta.

9) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana

Ruang Wilayah 2030.

10) Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 tentang

Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang

Kawasan Pantura Jakarta.

11) Pergub Nomor 121 Tahun 2012 Tentang Izin Reklamasi

Pengelolaan Penataan Ruang Reklamasi Kawasan Pantai

Utara.

12) KepGub Nomor 2238 Tahun 2014 Tentang Pemberian izin

Pelaksanaan Reklamsi Pulau G Kepada PT Muara Wasesa

Samudera.

13) Putusan Nomor : 193/G/LH/2015/PTUN-JKT.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu yang memberi penjelasan

mengenai bahan hukum primer, yang meliputi literatur/buku-

buku, hasil penelitian hukum dan tulisan ilmiah dari kalangan

hukum yang berkaitan dengan judul skripsi.


16

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan-bahan hukum

primer dan sekunder, misalanya : kamus hukum, kamus besar

Indonesia, dan kamus bahasa Inggris.

4. Metode Analisis Data

Penelitian hukum normatif pengelolaan data hakikatnya

kegiatan untuk mengadakan sistematika terhadap bahan-bahan hukum

tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan

hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan

konstruksi.16 Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis-analisis

data yaitu :

a. Memilih pasal-pasal yang berisi kadiah-kaidah hukum yang

mengatur tentang izin reklamasi dan pengelolaan pantai

utara dan aturan perundang-undangan yang membahas

wewenang tentang reklamasi pantai utara.

b. Membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga

mengklasifikasikan norma atau kaidah-kadidah yang

digunakan (yang selaras dengan izin dan pengelolaan

reklamasi pantai utara).

c. Data yang berupa peraturan perundang-undangan ini

dianalisis secara deskriptif kualitatif.

16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan III, Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press), 2010, hlm. 251-252.
17

E. Keaslian Penelitian
Guna menjamin keaslian Penulisan Karya ilmiah ini, penulis memuat

beberapa karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan penelitian penulis sebagai

berikut:

1. Sri Herowanti, 1441000006, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945

Jakarta , dengan Judul “Kajian Atas Keterkaitan Reklamasi Dengan

Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Dan Harmonisasi Undang-

Undang Terkait, Demi Adanya Kepastian Hukum Dalam Pelaksanaan

Pembangunan Reklamasi”.17

2. Yose Trimurti, 1212011365, Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar

Lampung, dengan judul “Status Hak Atas Tanah Hasil Reklamasi Pantai

Teluk Lampung Di Kecamatan Bumi Waras Kota Bandar Lampung”.18

Berdasarkan kedua penulisan karya ilmiah yang telah dipublikasikan

tersebut, maka terlihat jelas perbedaan dengan penulisan karya ilmiah milik

penulis. Kedua tulisan karya ilmiah tersebut lebih menekankan pada: pertama,

menjelaskan tetang reklamasi sebagai pengadaan tanah bagi pembanguan untuk

kepentingan umum di daerah pantai utara jakarta dan harmonisasi undang-

undang terkait dan demi adanya kepastian hukum . Kedua, status hak atas tanah

17
Sri Herowanti, 1441000006, Tesis, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945
Jakarta, dengan Judul “Kajian Atas Keterkaitan Reklamasi Dengan Undang-Undang No. 2 Tahun
2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Harmonisasi
Undang-Undang Terkait, Demi Adanya Kepastian Hukum Dalam Pelaksanaan Pembangunan
Reklamasi, 2016.
18
Yose Trimurti, 1212011365, Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar Lampung,
dengan judul “Status Hak Atas Tanah Hasil Reklamasi Pantai Teluk Lampung Di Kecamatan Bumi
Waras Kota Bandar Lampung”, 2016.
18

hasil reklamasi pantai Teluk Lampung Kecamatan Bumi Waras Kota Bandar

Lampung dan apa saja faktor penghambat dalam penetapan hak atas tanah hasil

reklamasi pantai teluk lampung. Perbedaan penulisan dengan Karya ilmiah yang

penulis ingin teliti yakni dari segi tempat dan subtansi dari isi pembahasan aspek

hukum. Sehingga menjadi suatu keaslian karya ilmiah yang akan penulis teliti.

F. Sistematika Penulisan

Dalam hal sistematika penulisan peneliti menggunakan standar yang telah

digunakan oleh Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta yaitu

mengacu kepada pedoman buku Panduan Penulisan Usulan Penelitian dan

Skripsi. Dengan suatu sitematika penulisan yang mudah dipahami oleh pembaca.

Supaya pembaca dapat mengerti dengan mudah alur pemikiran yang dibangun

oleh penulis. Adapun penulisan skripsi ini berisi 5 bab masing-masing bab

memiliki isi dan permasalahan yang berbeda-beda, yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang, Rumusan

Masalah Tujuan, Rumusan Maslah, Tujuan dan Kegunaan,

Metode Penelitian, Keaslian Penelitian , dan Sitematika

Penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI ASAS NEGARA HUKUM

PANCASILA, TEORI KEWENANGAN, DAN

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PEMERINTAH

Bab ini terdiri dari teori Kewenangan Pemerintah pengertian


19

asas asas umum pemerintahan yang Baik dan Good

Governance.

BAB III TINJAUAN NORMATIF DAN KONSEPTUAL

TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN

2014 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN

WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Bab ini terdiri dari pengertian Izin, Pengeloaan, dan

Reklamasi.

BAB IV PEMBAHASAN TENTAN KEWENANGAN

MENGELUARKAN IZIN PELAKSAAN REKLAMASI

DAN PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM

PEMERINTAH TERHADAP PIHAK YANG

MENDAPATKAN IZIN PELAKSANAAN

REKLAMASI

Bab ini terdiri dari analisis kerangka teori dan kerangka

konseptual terhadap Pasal 16 Prepres Nomor 122 Tahun 2012

Dengan Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014

Tentang Izin Pengelolaan Reklamasi dan Putusan Nomor :

193/G/LH/2015/PTUN-JKT).
20

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari semua pembahasan

sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai